Anda di halaman 1dari 45

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Jagung merupakan salah satu bahan pokok potensial yang sejarahnya telah

banyak dikenal, dikonsumsi masyarakat. Disamping itu jagung digunakan untuk

bahan baku industri pangan dan pakan nasional. Tanaman jagung (Zea mays .L)

sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia ataupun hewan. Di Indonesia, jagung

merupakan tanaman pokok kedua setelah padi. Sedangkan berdasarkan urutan

bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah padi

(AAK, 1993).

Seiring dengan peningkatan konsumsi protein hewani maka industri pakan

ternak banyak bermunculan, karena bahan baku pakan ternak/unggas adalah

jagung sebanyak 60% dari produksi nasional (Hakim, 2008), sehingga menuntut

kebutuhan jagung yang semakin besar. Namun sampai saat ini Indonesia masih

belum bisa memenuhi kebutuhan jagung nasional, bahkan data impor jagung

menunjukkan kecendrungan meningkat. Untuk menutupi kekurangannya,

pemerintah mengimpor jagung dari beberapa negara produsen.

Berdasarkan data BPS 2011 menunjukkan produksi jagung Payakumbuh

tahun 2007 – 2011 mengalami peningkatan namun tidak terlalu signifikan, tahun

2011 produksi jagung sebesar 13,645 ton/ha. Saat ini petani sangat akrab sekali

dengan pupuk buatan berbahan kimia sehingga tanpa mereka sadari pemakaiannya

telah melampaui takaran yang diperbolehkan, karena petani beranggapan bahwa

dengan pupuk yang semakin banyak maka produksinya juga akan meningkat

(Djojosuwito,2004).

Laporan PUM 2013


2

Tanaman jagung membutuhkan unsur hara yang tinggi terutama Nitrogen

(N), Fosfat (P), dan Kalium (K). Harga pupuk yang tinggi mengakibatkan biaya

produksi tanaman jagung akan meningkat sehingga pendapatan petani menjadi

rendah. Salah satu cara memperkecil biaya produksi tanaman jagung untuk

komponen biaya pembelian pupuk adalah dengan cara mensubstitusi pupuk

buatan dengan gulma Tithonia, karena T. diversifolia merupakan pupuk hijau

yang mengandung unsur hara yang tinggi yaitu 3,5 % N, 0,37 % P, 4,1 K, dan

terdekomposisi sangat cepat setelah diaplikasikan ke dalam tanah sehingga, dapat

dijadikan sebagai sumber N, P dan K bagi tanaman. Untuk meningkatkan

ketersediaan hara P ditambahkan bakteri pelarut fosfat P. fluorescens.

T. diversifolia merupakan tanaman yang banyak tumbuh sebagai semak di

pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tanaman ini telah menyebar

hampir di seluruh Dunia, dan sudah dimanfaatkan sebagai pupuk hijau maupun

kompos oleh petani di Kenya. diIndonesia tanaman T. Diversifolia belum banyak

dimanfaatkan. Pupuk organik berupa pupuk hijau T. diversifolia merupakan

sejenis gulma yang dapat tumbuh di tanah-tanah terlantar, namun mengandung

unsur hara yang tinggi dan juga berfungsi untuk meningkatkan pH tanah,

menurunkan Al-dd serta meningkatkan kandungan P, Ca dan Mg tanah (Hartatik,

2007).

Pada tanaman jagung, P. fluorescens mampu meningkatkan serapan P

tanaman dan bobot kering tanaman sampai 30% (Premono ET AL, 1991). Pada

percobaan lain ( Premono dan Widyastuti, 1993) P. fluorescens mampu

meningkatkan bobot kering tanaman jagung sampai 20%, dan mikroba ini stabil

sampai lebih dari 4 bulan pada media pembawa zeolit, tanpa kehilangan

Laporan PUM 2013


3

kemampuan genetisnya dalam melarutkan batuan fosfat. Inokulasi dengan

P. fluorescens pada tanaman jagung dapat meningkatkan bobot kering tanaman

jagung sebesar 29% (Buntan 1992).

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan laporan Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini yaitu

sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh penggunaan pupuk hijau Tithonia diversifolia dan

Pseudomonas fluorescens terhadap pertumbuhan tanaman jagung.

2. Mengetahui pengaruh penggunaan pupuk hijau Tithonia diversifolia dan

Pseudomonas fluorescens terhadap produksi tanaman jagung.

3. Mengetahui analisa finansial budidaya jagung dengan penggunaan pupuk

hijau T. diversifolia dan P. fluorescens sebagai pelarut fosfat.

4. Menerapkan sistem pertanian berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Manfaan PUM

1. Dapat mengembangkan ilmu pertanian khususnya tanaman pangan yang

telah diperoleh dari semester I sampai semester IV.

2. Dapat mengembangkan jiwa kewirausahaan

3. Dapat menganalisa kelayakan usaha budidaya jagung dengan potensi pasar

di Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Laporan PUM 2013


4

II. LANDASAN USAHA

2.1 Aspek Pasar

2.1.1 Potensi Permintaan

Permintaan jagung pipilan di Kabupaten Limapuluh Kota dari tahun ke

tahun mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya populasi ayam.

Untuk lebih jelasnya peningkatan populasi ayam dari tahun ke tahun dapat

diketahui dari perkembangan jenis usaha yang menggunakan komoditi ini seperti

usaha peternakan ayam petelur dan pedaging yang menggunakan jagung pipilan

sebagai bahan pakan ayam dari 5 tahun sebelumnya.

Tabel 1. Potensi permintaan jagung berdasarkan pertumbuhan populasi ayam


petelur dan pedaging di Kab. Limapuluh Kota Tahun 2006-2010

Persentase
Populasi Populasi ayam % peningkatan
peningkatan
Tahun ayam petelur pedaging populasi ayam
populasi ayam
(ekor / thn) (ekor / thn) petelur
pedaging
2006 3.728.659 706.886 - -
2007 3.934.111 663.337 5,51 -6,16
2008 4.058.991 954.986 3,17 43,97
2009 4.734.598 3.463.800 16,64 262,71
2010 4.858.940 4.080.680 2,63 17,81
Rata-rata 6,99 79,58
Sumber: Data Balai Pusat Statistik Kabupaten Limapuluh Kota (2011)

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kebutuhan jagung untuk

seekor ayam petelur sebanyak 25 % - 30 % dari susunan ransum, tergantung

keinginan dari pengelola. Berdasarkan data tersebut maka diambil perhitungan

kebutuhan jagung pipilan untuk seekor ayam petelur sebanyak 25 % dari 120 gr

makanannya per hari. Sedangkan untuk ayam pedaging juga diambil 25 % dari

125 gr pakan per hari. Untuk tahun 2011 datanya tidak dimasukkan karena ada

data pertumbuhan ayam pedaging yang terlalu tinggi/ begitu melonjak sehingga

Laporan PUM 2013


5

tidak terpakai, maka data yang sangat meningkat tidak digunakan. Dari data yang

diperoleh ini dapat dicari proyeksi populasi ayam dan kebutuhan jagung pipilan

ayam petelur dan pedaging untuk tahun 2012 – 2017 seperti pada Tabel dibawah

ini (Tabel 1 ).

Tabel 2. Proyeksi populasi ayam petelur dan pedaging dan kebutuhan jagung di
Kabupaten Limapuluh Kota Tahun 2012 – 2017

Permintaan
Populasi Populasi Permintaan Total
jagung u/
ayam ayam jagung u/ permintaan
Tahun ayam
petelur pedaging ayam petelur jagung
pedaging
(ekor/thn) (ekor/thn) (ton/thn) (ton/thn)
(ton/thn)
2012 5.561.961 13.159.775 61.181,57 144.757,53 205.939,10
2013 5.950.742 23.632.324 65.458,16 259.955,56 325.414,72
2014 6.366.699 42.438.927 70.033,69 466.828,20 536.862,88
2015 6.811.731 76.211.825 74.929,04 838.330,07 913.259,11
2016 7.287.871 136.861.195 80.166,58 1.505.473,15 1.585.639,73
2017 7.797.293 245.775.334 85.770,22 2.703.528,67 2.789.298,89
Sumber: Hasil olahan data BPS Kabupaten Limapuluh Kota ( 2011 )

Permintaan akan jagung semakin meningkat dari tahun ke tahun seiring

dengan pertambahan populasi ayam dan diperkirakan untuk tahun ke depannya

permintaan akan semakin besar (Tabel 2).

2.1.2 Potensi Penawaran

Potensi permintaan yaitu besarnya potensi produksi suatu komoditi pada

suatu daerah yang dapat mengisi kebutuhan konsumen terhadap komoditi tersebut

dengan melihat penawaran suatu produk dari 5 tahun sebelumnya. Adapun tujuan

dari pengumpulan data penawaran tersebut untuk melihat perkembangan produk

supaya kita dapat memprediksi penawaran pada tahun berikutnya. Persentase

peningkatan penawaran produk dapat dihitung dengan rumus:

Laporan PUM 2013


6

Persentase Peningkatan=
∑ penawaran ta hun X −∑ penaw aran tah un ( X −1 ) ×100 %
∑ penawaranta h un ( X−1 )
Penawarantahun X penawaran tahun( x−1)+¿

Untuk daerah Kabupaten Limapuluh Kota potensi penawaran jagung dapat

dilihat pada Tabel di bawah ini.

Tabel 3. Potensi penawaran berdasarkan persentase peningkatan Produksi jagung


di Kabupaten Limapuluh Kota tahun 2006 – 2010

Tahun Produksi (ton/thn) % peningkatan


produksi
2006 11.544,00 -
2007 13.671,78 18,43
2008 14.730,10 7,74
2009 12.431,86 -15,60
2010 14.847,05 19,43
Rata-rata 7,5
Sumber: Data Balai Pusat Statistik Kabupaten Limapuluh Kota ( 2011 )

Berdasarkan rata–rata peningkatan produksi jagung pipilan maka dapat

diproyeksikan jumlah produksi jagung pipilan di Kabupaten Limapuluh Kota

untuk tahun 2012–2017 (Tabel 4).

Tabel 4. Proyeksi penawaran jagung berdasarkan produksi jagung di Kabupaten


Limapuluh Kota tahun 2012 – 2017

Tahun Proyeksi produksi (ton/thn)


2012 17.157,62
2013 18.444,44
2014 19.827,77
2015 21.314,85
2016 22.913,46
2017 24.631.97
Sumber: Hasil olahan data BPS Kabupaten Limapuluh Kota ( 2011 )

Laporan PUM 2013


7

2.1.3 Proyeksi Peluang Pasar

Berdasarkan proyeksi permintaan dan penawaran tahun 2012–2017 dapat

ditentukan proyeksi peluang pasar. Proyeksi peluang pasar adalah selisih antara

besarnya perkiraan permintaan dengan besarnya potensi penawaran dari produk

yang diusahakan atau Peluang pasar = Permintaan – Penawaran. Untuk peluang

pasar jagung pipilan di Kabupaten Limapuluh Kota dapat dilihat pada tabel

berikut :

Tabel 5. Proyeksi peluang pasar jagung pipilan untuk tahun 2012 – 2017 di
Kabupaten Limapuluh Kota.

Permintaan Penawaran Peluang pasar


Tahun
(Ton) (Ton) (Ton)
2012 205.939,10 17.157,62 188.781,48
2013 325.414,72 18.444,44 306.970,28
2014 536.862,88 19.827,77 517.035,11
2015 913.259,11 21.314,85 891.944,26
2016 1.585.639,73 22.913,46 1.562.726,27
2017 2.789.298,89 24.631.97 2.764.666,92
Sumber: Hasil olahan data BPS Kabupaten Limapuluh Kota ( 2011 )

2.1.4 Penjualan

Jagung pipilan kering hasil Proyek Usaha Mandiri (PUM) ini dijual

lansung pada peternakan ayam dengan harga Rp. 3.300,-/Kg, dengan cara

konsumen langsung menjemput kelokasi, sebelumnya mahasiswa memberikan

contoh jagung pipilan kering kepada pengusaha peternak ayam .

Laporan PUM 2013


8

2.2 Aspek komoditi dan lingkungan

2.2.1 Karakteristik komoditi

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman jagung

(Zea mays L) di klasifikasikan sebagai berikut ( Rukmana,1997) :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae (graminae)

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Sistem perakaran jagung terdiri atas akar-akar seminal, koronal, dan akar

udara. Akar koronal merupakan akar yang tumbuh dari bagian dasar pangkal

batang. Akar – akar ini tumbuh ke arah atas dari jaringan batang setelah plumula

muncul. Akar udara merupakan akar yang tumbuh dari buku–buku di atas

permukaan tanah, tetapi dapat masuk ke dalam tanah. Akar udara berfungsi

sebagai pendukung untuk memperkokoh batang terhadap kerebahan. (Rukmana,

1997)

Batang tanaman jagung beruas–ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara

10–40 ruas. Panjang batang jagung bervariasi berkisar antara 60 cm – 300 cm,

tergantung pada tipe jagung. Ruas – ruas batang bagian atas berbentuk silindris

dan ruas – ruas batang bagian bawah berbentuk bulat agak pipih. Tunas batang

yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina. Bagian tengah batang

Laporan PUM 2013


9

terdiri atas sel – sel parenchyma, yaitu seludang pembuluh yang diselubungi oleh

lapisan keras, termasuk lapisan epidermis.

Daun jagung tumbuh melekat pada buku – buku batang. Struktur daun

jagung terdiri atas tiga bagian, yaitu kelopak daun, lidah daun (ligula), dan helaian

daun. Bagian permukaan daun berbulu, dan terdiri atas sel – sel bullifor. Bagian

bawah daun pada umumnya tidak berbulu. Salah satu keunggulan dari tanaman

jagung (C4) ini dari tanaman C3 yaitu dari daya hantar stomata (fotosintesis),

daya hantar stomata tanaman jagung tidak akan menurun walaupun ukuran daun

jagung sudah maksimal (Lakitan, 1996). Jumlah daun tiap tanaman bervariasi

antara 8 – 48 helai. Ukuran daun berbeda – beda yaitu panjang 30 – 150 cm dan

lebar daun mencapai 15 cm. Letak daun atau duduk daun pada batang termasuk

daun bersilangan (Rukmana, 1997).

Tanaman jagung berumah satu (monoceus), yaitu bunga jantan terbentuk

pada ujung batang dan bunga betina terletak pada bagian tengah batang pada salah

satu ketiak daun. Tanaman jagung bersifat protandry, yaitu bunga jantan matang

lebih dahulu 1 – 2 hari daripada bunga betina. Letak bunga jantan dan betina

terpisah, sehingga penyerbukan tanaman jagung bersifat menyerbuk silang (cross

pollination) (Lakitan, 1996).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung

mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung

pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat

secara lurus atau berkelok – kelok dan berjumlah antara 8 – 20 baris biji. Biji

jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seed coat), endosperm, dan

embrio

Laporan PUM 2013


10

Biji jagung terletak pada tongkol yang tersusun rapi memanjang. Biji

jagung terdiri dari tiga bagian. Bagian paling luar disebut pericarp, bagian kedua

yaitu endosperm yang merupakan cadangan makanan biji. Sementara bagian

paling dalam yaitu embrio atau lembaga. (Suprapto, 1993)

Pada tongkol tersimpan biji-biji jagung yang menempel erat, sedangkan

pada buah jagung terdapat rambut-rambut yang memanjang hingga keluar dari

pembungkus. Biji juga memiliki bermacam-macam bentuk dan bervariasi.

Perkembangan biji dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain varietas tanaman,

tersedianya kebutuhan makanan di dalam tanah dan faktor lingkungan seperti

sinar matahari, kelembaban udara.

2.2 Aspek Lingkungan

a. Faktor Klimatik

Sebagian besar tanaman jagung menghendaki iklim sedang hingga iklim

subtropis atau tropis yang basah. Beberapa faktor yang dibutuhkan dalam

pertumbuhan tanaman jagung adalah suhu, intensitas penyinaran, curah hujan,

kemiringan tanah.

Suhu (temperatur) yang dikehendaki tanaman jagung antara 21–300C. Akan

tetapi temperatur optimum adalah antara 23–270C (AAK, 1993). Suhu minimum

untuk tanaman jagung 10C dan suhu optimum 450C (Suprapto, 1993). Temperatur

suatu daerah merupakan salah satu syarat tumbuh tanamn jagung, pada proses

perkecambahan benih membutuhkan suhu yang cocok sebab kelembagaan embrio

dan pertumbuhannya menjadi kecambah butuh kira–kira 300C (AAK, 1993).

Jagung membutuhkan curah hujan 85-200 mm/ bulan. Sedangkan

penyinaran matahari merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap

Laporan PUM 2013


11

pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Tanaman jagung merupakan

tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari penuh sebagai sumber energi

dalam proses asimilasi dari hasil fotosintesis pada daun (AAK, 1993). Karena

tanaman jagung membutuhkan penyinaran matahari penuh, maka tempat

penanamannya harus terbuka.

b. Faktor Edafik

Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang berstruktur

remah, aerase dan draenasenya baik, sehingga cukup air. Bila keadaan tanah

subur, gembur, dan kaya akan bahan organik maka tanaman akan tumbuh dan

berkembang dengan baik dan dapat mendorong peningkatan produksi jagung.

Sedangkan penanaman jagung pada tanah – tanah yang kekurangan air akan

menurunkan produksi hingga 15 % (Rukmana, 1997).

Ph tanah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal pada tanaman jagung

ialah 5,5 – 6,5. Tanaman jagung toleran terhadap keasaman tanah pada kisaran

pH 5,5 – 7,5 (AAK, 1993).

Di Indonesia jagung dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai daerah

pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1.000 – 1.800 meter di atas

permukaan air laut. Sedangkan ketinggian optimum untuk pertanaman jagung

adalah 750 meter diatas permukaan laut (Rukmana, 1997).

c. Faktor Biotik

Pada lahan penanaman di kebun Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

terdapat flora dan fauna yang dapat menambah kesuburan tanah dan yang dapat

merusak Jenis fauna yang banyak ditemukan di kebun percobaan Politeknik

Pertanian Universitas Andalas tempat dilaksanakannya PUM ini yaitu tikus dan

Laporan PUM 2013


12

belalang, Heliothis zea (penggerek tongkol). Ada juga ditemukan fauna yang

menguntungkan seperti cacing dan bakteri Rhyzobium, Sedangkan flora yang

terdapat diantaranya adalah gulma yang berdaun lebar, alang- alang, bayam

berduri, teki –tekian, dan golongan rumput- rumputan.

d. Faktor Ekonomi Finansial

Masyarakat kabupaten Limapuluh Kota pada umumnya beternak, terutama

untuk ternak ayam petelur yang pada tahun 2008 sebanyak 870 unit (Dinas

Peternakan dan Perikanan Kabupaten Lima Puluh Kota, 2009). Hasil produksi

jagung dijual lansung pada peternak ayam petelur yang ada di daerah Tanjung Pati

dan sekitarnya dengan harga Rp 3.300,-/kg dalam bentuk pipilan kering. Dalam

proses penjualan konsumen akan lansung menjemput jagung pipilan, dengan

ketentuan konsumen terlebih dahulu melihat mutu jagung pipilan dan mengukur

kadar air jagung dari sampel yang mereka ambil. Sumber modal untuk

menjalankan Proyek Usaha Mandiri ini diperoleh dari modal pribadi.

e. Faktor Sosial Budaya

Di daerah Tanjung Pati, masyarakatnya terkenal dengan ramah tamah dan

mau menolong, hal ini sangat menunjang produktifitas usaha. Kebutuhan

mendapatkan tenaga kerja tidak begitu sulit karena pada umumnya masyarakat

mau bekerja dan disiplin. Untuk kebutuhan tenaga kerja akan dijalin kerjasama

dengan tenaga lapang dari Politeknik Pertanian Universitas Andalas.

2.3 Aspek Teknologi

Laporan PUM 2013


13

T.diversifolia mengandung N total 1,31 % dan P total 0,47% yang

merupakan bahan organik berkualitas tinggi yang mampu meningkatkan

ketersediaan hara di dalam tanah sehingga produksi tanaman jagung akan

meningkat (Suryani, 2009). Gulma tithonia (pahitan) merupakan tumbuhan yang

mengandung unsur hara yang cukup tinggi untuk tanaman jika dibuat dalam

bentuk pupuk hijau ataupun kompos. Daun gulma tithonia mengandung unsur

hara yang cukup tinggi yaitu 3,5 4,0% N; 0,35 0,38 % P; 3,5 4,1 % K; 0,59 % Ca

dan 0,27 % Mg. Maka tanaman ini dapat dijadikan sebagai sumber unsur hara,

terutama N dan K.

Tithonia dapat tumbuh cepat dengan hasil biomas kering

± 25 ton/ha/tahun. Tanaman jagung yang dipupuk dengan Tithonia setara 60 kg

N/ha menghasilkan pipilan kering 4 ton/ha sedangkan yang dipupuk dengan urea

60 kg N/ha hanya 3,7 ton/ha ( Hartatik, 2007).

Pertumbuhan tanaman jagung yang diberikan Tithonia terlihat bahwa

Tanaman jagung tumbuh sangat baik dan optimal baik dari segi tubuh tanaman

seperti akar, batang maupun bagian tanaman jagung yang lainnya

( Hartatik, 2007 ). Laporan ICRAF diketahui bahwa tithonia juga efektif dalam

menyumbang K bagi tanaman, dengan penggunaan tithonia yang setara dengan 60

kg N tanpa KCl diperoleh hasil sebanyak 4,6 ton/ha. Berarti Tithonia dapat

mensubsidi kebutuhan N dan K tanaman jagung setara 60 kg N/ha dan 60 kg K/ha

(Mukuralinda, 2006).

Daun T.diversifolia berkonsentrasi fosfor yang cukup besar

(0,27-0,38% P). Kosentrasi tersebut lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan

pada tumbuhan polong kira-kira sebesar 0,15-0,20% posfor (Hakim, dkk, 2008)..

Laporan PUM 2013


14

Menurut Hartatik (2007) bahwa pemberian pupuk hijau T. diversifolia pada tanah

Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan dapat meningkatkan pH tanah,

menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan hara P, Ca, dan Mg tanah.

Dari penelitian yang telah dilakukan Hakim, dkk. (2008). Pupuk hijau T.

diversifolia dapat menggantikan 50% pupuk buatan, Selain itu pemberian T.

diversifolia dapat meningkatkan kesuburan tanah/produktivitas lahan

sehingga meningkatkan produksi jagung.

Pseudomonas fluorescens merupakan bakteri berbentuk batang dengan

ukuran sel 0.5 – 1.0 x 1.5 – 5.0 μm, motil dengan satu atau lebih flagella, gram

negatif, aerob , tidak membentuk spora dan katalase positif, menggunakan H2,

atau karbon sebagai sumber energinya, beberapa spesies bersifat patogen bagi

tanaman, kebanyakan tidak dapat tumbuh pada kondisi masam (pH 4.5)

(Buntan, 1992).

P. fluorescens merupakan bakteri yang berperan sebagai pelarut fosfat untuk

meningkatkan ketersediaan hara P di dalam tanah dengan mengubahnya dari

bentuk tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia sehingga dapat diserap oleh

tanaman. P. fluorescens juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat

meningkatkan kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya

terhadap penyakit dan dapat mencegah tanaman dari patogen fungi yang berasal dari

tanah. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha

dan memperoleh hasil bobot basah jagung mencapai 4200 kg/ha. Pada tanaman

jagung, P. fluorescens mampu meningkatkan serapan P tanaman dan bobot kering

tanaman sampai 30% (Premono et al, 1991). Pada percobaan lain (Buntan,1992,

Premono dan Widyastuti, 1993), mendapatkan P. fluorescens mampu

Laporan PUM 2013


15

meningkatkan bobot kering tanaman jagung sampai 20%, dan mikroba ini stabil

sampai lebih dari 4 bulan pada media pembawa zeolit, tanpa kehilangan

kemampuan genetisnya dalam melarutkan batuan fosfat. Inokulasi P. fluorescens

pada tanaman jagung dapat meningkatkan bobot kering tanaman jagung sebesar

29% (Buntan,1992).

III. PELAKSANAAN PROYEK

Laporan PUM 2013


16

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri ini dimulai tanggal 10 bulan

September 2012 dan berakhir 06 Januari 2013, bertempat dikebun percobaan

Politeknik Pertanian Universitas Andalas Payakumbuh.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan dan alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan PUM ini antara lain

benih Pioner 21, T. difersifolia, P. fluorescens, pupuk Urea, pupuk SP36, pupuk

KCL,cangkul, karung, garu, tugal, meteran, tali rapia.

3.3 Prosedur pelaksanaan

3.3.1 Pengadaan benih

Benih yang digunakan pada pelaksanaan PUM ini adalah benih yang

bersertifikat yang dibeli di toko pertanian. Benih yang digunakan ialah benih

Pioneer 21 yang mempunyai daya kecambah 85 % dengan kebutuhan 25 kg / Ha

atau 0,75 kg untuk luasan 300 m2 sudah termasuk dengan benih untuk

penyulaman.

3.3.2 Pengolahan tanah

Pengolahan tanah dilakukan dengan cara membalik tanah dan memecah

bongkahan tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerase.

Tanah yang akan ditanami (calon tempat barisan tanaman) dicangkul sedalam 15-

20 cm, kemudian diratakan.

3.3.3 Pemberian T. diversifolia

Laporan PUM 2013


17

Tithonia dipangkas dari tanaman induk sepanjang 75 cm lalu dipotong-

potong atau dicincang kira-kira 3-5 cm , disebarkan di atas lahan secara merata

lalu di timbun dengan tanah, kemudian diinkubasikan selama 1 minggu. Untuk

kebutuhan pupuk hijau T. divesifolia ini diberikan dengan dosis 10 ton/ha atau

300 kg/300 m2..

4.3.4 Pembuatan lubang tanam

Lubang tanam dibuat dengan alat tugal dengan jarak tanam yaitu

70 x 25 cm. Kedalaman lubang perlu di perhatikan agar benih tidak terhambat

pertumbuhannya. Kedalaman lubang tanam antara: 3-5 cm, dan tiap lubang hanya

diisi 2 butir/lubang tanam.

4.3.5 Penanaman

Satu minggu setelah Tithonia diinkubasi, penanaman benih jagung dapat

dilakukan dengan menggunakan tugal dan dibantu dengan menggunakan tali.

Penanaman jagung dilakukan dengan jarak 70 x 25 cm setiap lubang tanam 2

biji/lobang tanam kemudian ditutup dengan tanah yang tipis.

Setelah dilakukan penanaman benih jagung, di lakukan pemberian

P. fluorescens yang berfungsi sebagai pelarut fosfat yang mana cara

pemberiannya yaitu dengan memasukkan ke dalam lubang tanam kemudian di

tutup dengan tanah. Dosis P. fluorescens per hektar adalah 300 liter, maka untuk

luas lahan 300 m2 yaitu di berikan sebanyak 9 liter dengan kosentrasinya 1,8

ml/300 m2.

3.3.6 Pemeliharaan

Laporan PUM 2013


18

a). Pemupukan

Pemupukan dilakukan dengan larikan di sebelah kiri dan kanan lobang

tanam dengan jarak antara 8-10 cm. Pupuk yang diberikan adalah 50 % pupuk

Urea dari dosis pupuk anjuran yaitu Urea 150 kg/ha, adanya pengurangan dosis

pupuk urea karena pada pupuk hijau Tithonia terkandung 3,5 % - 4 % unsur N.

KCl 25 kg/ha kemudian untuk SP36 diberikan setengah dosis anjuran yaitu SP36

75 kg/ha . Maka pupuk yang diberikan untuk luasan 300 m2 yaitu Urea 4,5

kg/300 m2, SP-36 2,25 kg/300 m2, dan KCl 0,75 kg/300 m2. Pemberian pupuk

urea dilakukan 2 kali saat tanam ½ dosis dan ½ dosis diberikan saat tanaman

sudah berumur 3 minggu setelah tanam.

b). Penjarangan dan Penyulaman

Penjarangan dapat menentukan jumlah tanaman per lubang sesuai

dengan yang dikehendaki. Apabila dalam 1 lubang tumbuh 2 tanaman, sedangkan

yang dikehendaki hanya 1, maka tanaman tersebut harus dikurangi. Tanaman

yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting yang

tajam tepat di atas permukaan tanah. Penyulaman bertujuan untuk mengganti

benih yang tidak tumbuh/mati. Kegiatan ini dilakukan 7-10 hari sesudah tanam.

Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu

penanaman.

c). Penyiangan

Laporan PUM 2013


19

Penyiangan dilakukan sebanyak 2 kali yaitu penyiangan pertama

dilakukan pada umur 3 minggu setelah tanam, dan penyiangan kedua dilakukan

pada umur 7 minggu setelah tanam. Penyiangan dilakukan dengan menggunakan

tangan atau kored/cangkul. Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari

tanaman pengganggu (gulma).

d). Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan pertama dan

bertujuan untuk memperkokoh posisi batang, sehingga tanaman tidak mudah

rebah. Selain itu juga untuk menutup akar yang bermunculan di atas permukaan

tanah karena adanya erosi. Kegiatan ini dilakukan pada saat tanaman berumur

6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Caranya, tanah di sebelah kanan

dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan

tanaman.

e). Pengendalian Hama Dan Penyakit

Hama yang ditemukan di lapangan yaitu hama Helicoverpa armigera dan

penyakit yang ditemukan dilapangan yaitu penyakit bulai dan karat daun, namun

pada kenyataannya Pengendalian hama dan penyakit tidak ada dilakukan karena

OPT yang ada belum melewati ambang toleransi dan belum menurunkan hasil

produksi secara ekonomis.

f). Panen dan pasca panen


Laporan PUM 2013
20

Panen dilakukan saat jagung berumur 103 hari setelah tanam, Waktu

panen dipengaruhi oleh cuaca dan derajat masak. Kegiatan pemanenan ini

dilakukan pada waktu cuaca nya cerah dan mendukung yang mana pada saat itu

harinya panas. Jagung merupakan komoditi yang sangat mudah rusak sehingga

perlu penanganan yang teliti sejak panen (Suprapto, 1999).

Ciri jagung yang siap dipanen memiliki kriteria yang mana telah berumur

86-96 hari setelah tanam, kemudian jagung siap dipanen dengan tongkol atau

kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji

bagian lembaga dan Biji kering, keras, dan mengkilat, apabila ditekan tidak

membekas. Cara panen jagung yang dilakukan dilapangan adalah dengan cara

manual ( menggunakan tangan saja ) yang mana kegiatan nya dilakukan dengan

memutar tongkol jagung tersebut berikut kelobotnya.

g). Pemasaran

Pemasaran yang dilakukan dilapangan adalah dengan menegoisasikan

jagung tersebut dengan konsumen peternak ayam petelur. Kesepakatan yang telah

disepakati dengan konsumen peternak ayam petelur adalah harga jual sebesar Rp

3.300,-/kg jagung pipilan kering yang langsung dijemput oleh konsumen

ketempat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Laporan PUM 2013
21

4.1 Hasil

4.1.1 Produksi, biaya dan penerimaan

a. Produksi

Budidaya jagung dengan menerapkan teknolgi penggunaan pupuk hijau

T. diversifolia dan P. fluorescens sebagai pelarut fosfat untuk meningkatkan

produksi jagung ini menghasilkan jagung pipilan kering sebanyak 129 kg / 300

m2 setara dengan 3,87 ton / Ha.

b. Biaya

Biaya yang dikeluarkan selama proses produki meliputi biaya operasional

dan biaya non operasional. Biaya operasi terdiri dari biaya sarana produksi, tenaga

kerja dan biaya lain-lain. Biaya operasi pada budidaya tanaman jagung adalah

sebagai berikut:

1). Biaya operasional

a). Biaya sarana produksi

Tabel 6 : Kebutuhan biaya sarana produksi budidaya jagung untuk luasan 300 m2

Harga
No Nama Bahan Satuan Kebutuhan Satuan Total
(Rp)
1 Benih Kg 0,75 60.000 45.000
2 P. fluorescens ltr 7,5 12.500 93.750
3 Pupuk SP 36 Kg 2,25 3.000 6.750
4 Pupuk KCL Kg 0,75 6.000 4.500
5 Pupuk Urea Kg 4,5 2.500 11.250
6 Tali Plastik gulung 1 1.500 1.500
7 Karung Buah 4 1.500 6.000
Jumlah 168.750

b). Biaya tenaga kerja dan biaya peralatan

Laporan PUM 2013


22

Biaya tenaga kerja yaitu biaya kegiatan selama dilakukannya Proyek

Usaha Mandiri, mulai dari pengolahan tanah sampai pasca panen, sedangkan

biaya alat mencangkup semua peralatan yang digunakan dalam melakukan

kegiatan Proyek Usaha Mandiri (Tabel 7) :

Tabel 7 : Biaya tenaga kerja budidaya Jagung dengan luas lahan 300 m²

Harga
Satua Kebutuha
No Jenis Kegiatan Satuan Total
n n
(Rp)
1 Pengolahan Tanah I dan II HKP 1 40.000 40.000
Pengambilan Thitonia dan
2 HKP 0,5 40.000 20.000
Pengangkutan
4 Pemberian Tithonia HKP 0,25 40.000 10.000
Penanaman dan pemupukan
5 HKP 0.5 40.000 20.000
dasar
Penyulaman dan
6 HKP 0,25 40.000 10.000
pembumbunan
7 Pemupukan susulan HKP 0,14 40.000 5.600
8 Penyiangan HKP 0,5 40.000 20.000
Pengendalian hama dan
9 HKP 0 40.000 0
penyakit
10 Panen dan pasca panen HKP 0,5 40.000 20.000
12 Pemasaran HKP 0.07 40.000 2.800
Jumlah 148.400

Total biaya operasi = Biaya sarana produksi + Biaya tenaga kerja+ biaya peralatan

= Rp. 168.750 + Rp 148.400

= Rp. 317.150,-

2). Biaya non operasional


Laporan PUM 2013
23

Tabel 8. Biaya penyusutan alat untuk budidaya jagung dengan luas 300 m²

Umur Depresiasi
Harga
No Jenis Alat Satuan Jumlah Ekonomis periode
Satuan
(tahun) tanam
1 Cangkul Unit 1 60.000 5 4.000
2 Garu Unit 1 25.000 2 4.166
3 Ember Unit 1 15.000 1 5.000
4 Tugal Unit 1 2.000 3 222
5 Meteran Unit 1 2.500 2 417
Total 13.805

3). Biaya Lain-lain

Sewa lahan = Luas lahan/Ha x Sewa lahan/Tahun x Lama pemakaian/ Tahun

= 300/10.000 x Rp. 2.000.000 x 4/12

= Rp. 20.000

Biaya bunga modal = 15 % x (Biaya operasi + Biaya non operasi + Biaya

sewa lahan) x musim tanam/tahun

= 15 % (Rp. 317.150 + Rp. 13.805 + Rp. 20.000) x 4/12

= Rp. 17.547,-

Biaya Total lain –lain = Biaya sewa lahan + Biaya bunga modal

= Rp. 20.000 + Rp. 17.547,-

= Rp 37.547,-

Biaya total (TC) = Biaya operasi + Biaya non operasi + B. total lain-lain

= Rp. 317.150 + Rp. 13.805 + Rp 37.547

= Rp 368.502,-

c. Penerimaan (TR)
Laporan PUM 2013
24

Hasil yang didapat dari budidaya jagung dengan luasan lahan 300 M2

adalah 129 kg biji kering, yang dijual dengan harga Rp. 3.300,-/kg.

Penerimaan = Produksi X Harga

= 129 kg x Rp. 3.300

= Rp. 425.700,-

4.1.2 Laba Rugi

Laba – rugi = penerimaan total (TR) – biaya total (TC)

= Rp. 425.700 – Rp 368.502

= Rp. 57.198,-

a. Analisa Finansial

Profitabilitas = TR – TC x 100%

TC

= Rp. 425.700 – Rp. 368.502x 100 %


Rp. 368.502

= 15,5 %

R.C ratio = TR

TC

= Rp. 425700
Rp. 368.502

= 1,15

BEP Harga = TC

Hasil
Laporan PUM 2013
25

= Rp. 368.502
129 kg

= Rp. 2.856 /kg

BEP Hasil = TC

Harga/Kg

= Rp. 368.502
Rp. 3.300/kg

= 111 kg

BEP Lahan = TC x luas lahan

TR

= Rp. 368.502x 300 m2


Rp. 425.700

= 259 m2

4.2. Pembahasan

4.2.1 Analisa finansial

Tabel 9 : Perbandingan biaya sarana produksi perencanaan dan realisasi budidaya


jagung untuk luasan 300 m2

Rencana Realisasi
Nama
No
Bahan

Laporan PUM 2013


26

Harga Harga
Kebutu Kebu selisih
Satuan Satuan Total Satuan Total
han tuhan biaya
(Rp) (Rp)
1 Benih Kg 0,75 60.000 45.000 0,75 60.000 45.000 0
2 P.fluorescens liter - - - 7,5 12.500 93.750 93.750
3 Pupuk Urea Kg 4,5 2.500 11.250 4,5 2.500 11.250 0
4 Pupuk Kcl kg 0,75 6000 4.500 0,75 6.000 4.500 0
Pupuk
5 Sp 36 Kg 2,25 3000 6.750 2,25 3.000 6.750 0
Tali rafia gulung
6 1 2.500 2.500 1 1.500 1.500 1000
Karung Buah
7 12 2.000 24.000 4 1.500 6.000 18.000
Jumlah 94.000 168.750 -74.750

Biaya sarana produksi pada perencanaan lebih rendah dari realisasi yaitu

Rp.94.000 menjadi Rp.168.750, perbedaan ini disebabkan karena pada

perencanaan biaya produksi untuk pembelian bakteri P. fluorescens tidak

dimasukkan sehingga biaya yang terealisasi lebih besar dari perencanaan

sebelumnya. Selain itu kebutuhan karung juga berbeda dimana pada saat

perencanaan jumlah karung yang dibutuhkan 12 buah dengan harga Rp 2.000/

buah, pada saat realisasi di lapangan karung yang digunakan hanya 4 buah karung

dengan harga 1.500/buah, sudah dapat menampung seluruh tongkol jagung yang

telah dipanen dan dibuka klobotnya. Selain itu kebutuhan tali rafia pada

perencanaan dan realisasinya sama namun, harganya yang berbeda yang mana

pada perencanaan harga tali rafia sebesar Rp.2500,/buah sedangkan pada

realisasinya adalah Rp. 1.500,/buah, hal ini dikarenakan kebutuhan tali rafia

dilapangan tidak terlalu banyak sehingga tali rafia yang dibeli ukuran sedang.

Tabel 10: Perbandingan perencanaan dan realisasi biaya tenaga kerja budidaya
jagung untuk luasan 300 m2

Rencana Realisasi Selisih


N Kebu Harga Kebu Harga
Jenis Kegiatan Satuan
o Tuh Satuan Total Tuh Satuan Total Biaya
An (Rp) An (Rp)
Pengolahan
M² 300 100 30.000 - - -
1 Tanah - 10.000
Secara manual HKP - 40.000 - 1 40.000 40.000

Laporan PUM 2013


27

Pengambilan
2 Tithonia dan HKP - 40.000 - 0,5 40.000 20.000 20.000
pengangkutan

Pemberian
3 HKP - 40.000 - 0,25 40.000 10.000 10.000
tithonia

Penanaman dan
4 pemupukan HKP 1 40.000 40.000 0,5 40.000 20.000 20.000
dasar
Penyulaman
5 dan HKP 0,28 40.000 11.200 0,25 40.000 10.000 1.200
pembumbunan
Pemupukkan
6 HKP 0,14 40.000 5.600 0,14 40.000 5.600 0
susulan
7 Penyiangan HKP - 40.000 - 0,5 40.000 20.000 20.000
Pengendalian
8 hama dan HKP - 40.000 - - 40.000 - 0
penyakit
9 Panen HKP 1 40.000 40.000 0,25 40.000 10.000 30.000
10 pasca panen HKP 1 40.000 40.000 0,25 40.000 10.000 30.000
11 Pemasaran HKP 0,07 40.000 2.800 0,07 40.000 2.800 0
Jumlah 169.600 148.400 21.200

Biaya tenaga kerja antara perencanaan dengan realisasi mengalami

perubahan (Tabel 10). Hal ini terlihat pada Biaya tenaga kerja pengolahan tanah

dimana perencanaan awal menggunakan traktor dengan harga Rp. 30.000/300m2,

namun pada realisasinya menggunakan cangkul dengan waktu yang terpakai 1

HKP (Rp.40.000), karena tidak melakukan olah tanah sempurna, pengolahan

tanah yang dilakukan hanya membuat alur untuk membuatan lobang tanam sesuai

dengan jarak tanam. Sedangkan pada biaya tenaga kerja pengambilan tithonia

serta pengangkutannya dan pemberiannya pada perencanaan tidak dimasukkan,

pada realisasinya jumlah hari kerjanya yang terpakai adalah 0,5 HKP

(Rp.20.000,-) untuk pengambilan tithonia dan 0,25 HKP (Rp.10.000,-) untuk

aplikasi tithonia. Biaya tenaga kerja untuk penanaman dan pemupukkan dasar

juga mengalami perubahan, dimana pada perencanaanya jumlah hari kerja yang

terpakai yaitu 1 HKP (Rp.40.000,-), sedangkan pada realisasinya hanya 0,5

HKP/0,7 HKW (Rp.24.500,-), ini dikarenakan tenaga kerja yang melaksanakan

Laporan PUM 2013


28

kegiatan tersebut cukup banyak yaitu 6 orang tenaga kerja, sehingga

pekerjaannya lebih cepat dilakukan.

Pada perencanaan tenaga kerja penyulaman dan pembumbunan juga

mengalami penurunan yaitu 0,28 HKP (Rp.11.200,-) pada perencanaan dan 0,25

HKP (Rp.10.000,-) pada realisasi, hal ini dikarenakan hampir 90% jagung tumbuh

dengan baik, jadi hanya sedikit yang disulam sehingga waktu yang dibutuhkan

untuk pembumbunan juga lebih cepat. Pada kegiatan pemupukkan susulan

perencanaan dan realisasinya tidak mengalami perubahan jumlah hari kerja yaitu

0,14 HKP (Rp.5.600,-) dan realisasi juga sama. Pada saat perencanaan tenaga

kerja untuk penyiangan tidak terhitung, namun pada realisasi HKP yang

dibutuhkan adalah 0,5 HKP (Rp.20.000,-), ini dikarenakan pada perencanaan

penulis beranggapan bahwa gulma yang terdapat dilahan tersebut tidak terlalu

banyak, karena lahan penulis merupakan lahan yang tanahnya bertekstur keras,

sehingga gulma sulit untuk tumbuh pada lahan tersebut.

Pengendalian hama dan penyakit pada perencanaan tidak terhitungkan

begitu juga pada realisasinya kegiatan ini tidak dilakukan dan tidak

dikeluarkannya biaya dikarenakan OPT yang terdapat pada lahan belum melewati

ambang ekonomis.

Pada perencanaan biaya panen dan pasca panen juga mengalami perubahan

yang cukup jauh yang mana pada perencanaan tenaga kerja yang dibutuhkan

untuk Panen dan Pasca panen adalah 2 HKP (Rp.80.000,-), namun realisasinya

hanya membutuhkan 0,5 HKP (Rp.20.000,-) untuk kedua kegiatan tersebut, ini

disebabkan karena produksi yang dihasilkan tidak terlalu banyak dan pada pasca

panen digunakan mesin pemipil jagung dengan satuan biaya yaitu Rp 100,-/kg ,

Laporan PUM 2013


29

jika di kalkulasikan untuk 129 kg jagung maka biaya yang dikeluarkan untuk

mesin tersebut adalah Rp. 12.900,-.

Pemasaran pada perencanaan dan realisasinya tidak ada perubahan jumlah

tenaga kerjanya, yang mana pada perencanaan sama dengan realisasi di lapangan

yaitu 0,07 HKP (Rp.2.800,-) (tabel 10).

Tabel 11: Perbandingan perencanaan dan realisasi biaya penyusutan alat budidaya
jagung untuk luasan 300 m2

Rencana Realisasi
Jenis Satu Umur Umur
Alat an Harga Jumlah Harga Jumlah
Jumlah Ekono ekono
Satuan Biaya satuan Biaya
mis mis
Cangkul Unit 1 60.000 5 4.000 40.000 5 4.000
Garu Unit 1 25.000 2 4.167 15.000 2 4.167
Ember Unit 1 15.000 1 5.000 7.500 1 5.000
Tugal Unit 1 2000 3 222 4.000 3 222
Meteran Unit 0 2.500 2 0 2.500 2 417
Total 13.388 13.805

Biaya penyusutan alat pada budidaya jagung rencana dan realisasinya

sedikit berbeda dari perencanaan nya, pada perencanaan budidaya jagung tidak

memerlukan meteran tetapi kenyataan di realisasinya menggunakan meteran,

sehingga jumlah depresiasi periode tanamnya berbeda dengan yang ada

dilapangan yang mana pada perencanaanya defresiasi periode tanam untuk

penyusutan meteran tidak ada namun di realisasinya defresiasinya periode

tanamnya adalah Rp. 417. Hal ini menyebabkan penaikkan jumlah total

defresiasinya yaitu Rp.13.388 menjadi Rp.13.805 (tabel 11) .

Tabel 12 : Perbandingan biaya lain-lain perencanaan dengan realisasi budidaya


jagung untuk luasan 300 M2

Biaya lain-lain (Rp) Selisih


No Uraian kebutuhan Satuan
Rencana Realisasi biaya
A Biaya lain-lain
1 Sewa lahan m2 4.500 20.000 -15.500
2 Bunga modal Rp 18.165 17.547 618
3 Biaya tak terduga Rp 18.165 0 18.165

Laporan PUM 2013


30

4 Jumlah biaya lain-lain Rp 40.830 37.547 3.283


5 Biaya total (TC) Rp 399.638 368.502 31.136
6 Biaya penerimaan total Rp 494.100 425.700 68.400

Hasil di atas menunjukkan bahwa terdapat perubahan biaya pada

perencanaan dengan realisasi di lapangan seperti sewa lahan terjadi peningkatan

pertahunnya setelah pemanenan jagung, dan berpengaruh terhadap perhitungan

biaya. Jumlah biaya lain-lain pada realisasi menurun, seperti bunga modal yang

diakibatkan pada realisasi perhitungan biaya tak terduga tidak dihitung lagi

sehingga bunga modal menurun, dengan menurunnya bunga modal juga berakibat

pada turunnya jumlah biaya lain-lain serta biaya total. Untuk biaya penerimaan

total menurun karena produksi jagung pipilan yang diperoleh juga menurun

sehingga berpengaruh terhadap perhitungan biaya penerimaan total (tabel 12).

Tabel 13: Perbandingan analisa finansial antara rencana dengan realisasi budidaya
jagung luasan 300 M2
Biaya lain-lain
No Uraian kebutuhan Satuan Selisih
Rencana Realisasi
1 Profitabilitas % 23,63 15,5 35,46
2 R.C ratio 1,23 1,15 0,3
3 BEP harga Rp/kg 2.183 2.856 -197
4 BEP hasil Kg 148 111 10,8
5 BEP lahan M2 242,64 259 -55,96
Biaya antara perencanaan dengan realisasi juga berbeda, dimana

perhitungan profitabilitas dan R,C rationya menurun disebabkan biaya

penerimaan yang diperoleh pada saat realisasi rendah. Untuk BEP harga

Laporan PUM 2013


31

meningkat pada saat realisasi, hal ini dikarenakan harga jual jagung pipilan/kg

juga meningkat yaitu Rp 3.300/kg. Untuk BEP hasil menurun dikarenakan

produksi jagung yang diperoleh menurun tidak sesuai dengan perencanaan, dan

BEP lahan pada realisasinya meningkat dari perencanaan diakibatkan besarnya

pengeluaran biaya operasional pada budidaya jagung sedangkan biaya penerimaan

menurun, sehingga berpengaruh pada perhitungan biaya (Tabel 13).

4.2.2 Manajemen pelaksanaan

Proyek Usaha Mandiri ( PUM ) telah dilaksanakan di kebun percobaan

Politeknik Pertanian Universitas Andalas, Tanjung Pati, Kabupaten Limapuluh

Kota. PUM yang dilaksanakan menggunakan teknologi penggunaan pupuk hijau

T. diversifolia dan P. fluorescens sebagai pelarut fosfat untuk meningkatkan

produksi jagung. Untuk memulai proyek ini, maka hal pertama yang dilakukan

adalah penyusunan rencana pelaksanaan (proposal PUM) sebagai pedoman dalam

pelaksanaan proyek. Setelah itu dilakukan pengukuran lahan seluas 300 m2.

Pada perencanaan pengolahan tanah dilakukan pada minggu ke 1 bulan

September dengan menggunakan traktor namun pada realisasi dilapangan

pengolahan tanah dilakukan pada minggu ke 2 secara manual menggunakan

cangkul hal ini dikarenakan pekerjaan pengolahan tanah mudah dilakukan hanya

membuat alur penanaman untuk pembuatan lobang tanam saja. Perbedaan waktu

pengolahan tanah diakibatkan penentuan lokasi penanaman lama ditetapkan.

Sehingga seluruh tahapan jadwal yang telah direncanakan tertunda 1 minggu,

akibatnya proses peksanakaan kegiatan budidaya terlambat dari jadwal yang telah

ditetapkan, akibatnya waktu panen lebih cepat dari kriteria panen yang sudah

direncanakan (kadar air masih tinggi). Apabila panen dengan kadar air yang agak

Laporan PUM 2013


32

tinggi menyebabkan banyak biji jagung yang pecah saat pemipilan. Menurut

Suprapto (1997), pada saat pemungutan hasil panen sebaiknya jatuh pada saat

tidak hujan agar kadar air nya tidak terlalu tinggi, sehingga pada proses pemipilan

jagung biji jagung tidak pecah maupun hancur yang mana kadar airnya sudah

konstan ( kadar air kurang lebih 12-14%).

Pemberian pupuk hijau T. diversifolia dilakukan 1 minggu sebelum tanam.

Pada saat penanaman T. diversifolia ini sudah melapuk, meskipun tidak dilakukan

pengomposan, dengan pemberian langsung 1 minggu sebelum tanam ternyata

cukup efektif, karena pupuk hijau T. diversifolia merupakan tanaman yang mudah

lapuk. Menurut Hartatik (2007), T. diversifolia merupakan jenis tanaman yang

sangat mudah lapuk dan berperan aktif terhadap penigkatan Ph tanah dan

penurunan Al-dd sehingga apabila tanaman T. diversifolia tersebut dibenamkan

kedalam tanah, maka proses pelapukannya terjadi sangat cepat ( 1 minggu sudah

mengalami proses pelapukkan ).

Meskipun pelapukkan pupuk hijau T. diversifolia ini cepat , namun tidak

nampak pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah dimana apabila hujan tanah terlihat

lengket dan apabila musim kemarau tanah kering dan keras terutama pada lahan

yang miring. Hal ini disebabkan pupuk hijau yang diberikan tercuci, menurut

Hartatik (2007), proses pelapukkan tithonia akan lebih aktif apabila kondisi aerase

dan draenase tanah stabil (lahan mring dan bersifat liat) yang mana apabila tidak

stabil kondisi tanahnya maka tithonia yang telah lapuk tersebut akan mengalami

proses pencucian oleh air hujan dengan mudah, begitu juga dengan P. fluorescens

yang diberikan tidak terlihat pengaruhnya pada tanah maupun tanaman.

Laporan PUM 2013


33

Penanaman dilapangan dilakukan setelah pembuatan lobang tanam 1

minggu setelah pemberian pupuk hijau T. diversifolia. Jadwal kegiatan untuk

pemberian tithonia berdasarkan perencanaan dan realisasinya tidak terjadi

perubahan yang mana kegiatan ini sesuai dengan perencanaan.

Benih yang digunakan pada budidaya jagung ini adalah jenis benih hibrida

Pioneer P-21. Kebutuhan benih pada saat perencanaan sama dengan realisasi

dilapangan yaitu 0,75 kg sudah termasuk dengan benih untuk penyulaman, yang

hanya dilakukan 1 kali saja, dikarenakan hampir 90% jagung tumbuh dengan

baik, dikarenakan mutu benih yang baik, jadi hanya sedikit yang disulam sehingga

waktu yang dibutuhkan untuk pembumbunan juga lebih cepat. Menurut

Rukmana, R (1997), adapun benih jagung yang baik untuk ditanam dilahan

pertanian yaitu benih yang unggul yang mana mempunyai daya tumbuhnya tinggi

yaitu 85-90% sehingga hasil produksi yang didapat nantinya sesuai dengan

potensi hasil yang telah direncanakan. Dengan tingginya daya tumbuh ini,

menyebabkan kebutuhan benih yang digunakan sama dengan yang direncanakan

sebelumnya.

Penyiangan, pembumbunan dan pemberian pupuk susulan dilakukan secara

bersamaan yaitu umur 4 minggu setelah tanam. Setelah penyiangan dilakukan,

hujan turun berturut selama 1 minggu, sehingga menyulitkan dalam kegiatan

pembumbunan dan pemberian pupuk susulan, namum kegiatan tersebut tetap

dilakukan karena pada saat itu sudah mulai memasuki musim hujan. Menurut

Suprapto (1993), Pembumbunan dan pemupukan susulan yang dilakukan pada

musim hujan menyebabkan kandungan unsur hara yang telah diberikan tercuci

yang diakibatkan oleh derasnya hujan yang terjadi di lahan budidaya tersebut.

Laporan PUM 2013


34

Sedangkan dalam pengendalian hama dan penyakit pada perencanaan tidak

di perhitungkan begitu juga pada realisasinya kegiatan ini tidak dilakukan dan

tidak dikeluarkannya biaya dikarenakan OPT yang terdapat pada lahan belum

melewati ambang ekonomis.

Panen dilakukan lebih cepat 9 hari dibandingkan umur panen yang ada pada

diskripsi yaitu 110 hari. Namun kenyataannya pada saat tanaman umur 98 hari

panen lebih cepat dilakukan karena melihat kondisi pasar yang menunjukkan

adanya kecendrungan penurunan harga. Produksi jagung pipilan kering yang

diperoleh tidak sesuai dengan yang telah direncanakan, yaitu 183 kg / 300 m2

setara dengan 5,49 ton/ Ha. Namun pada realisasinya hanya 129 kg / 300 m2

setara dengan 4,17 ton / Ha.

Turunnya hasil produksi diakibatkan pertumbuhan tanaman terlalu rapat,

dan berkaitan juga dengan keadaan iklim pada saat pelaksanaan PUM ini. Pada

awal penanaman cuaca panas (kemarau) mengakibatkan kelembaban menjadi

rendah, sehingga embrio yang terdapat pada biji jagung sulit untuk berkecambah,

dan energi untuk menembus tanah berkurang. Jika dilihat dari kondisi lahan juga

kurang mendukung, dikarenakan lahan tersebut ternaungi oleh pepohonan besar

yang ada di sekitar lahan tersebut sehingga tanaman jagung sulit untuk melakukan

proses perkembangan dan pertumbuhan secara optimal. Adapun persentase

tanaman yang ternaungi cukup besar yaitu sekitar 35% dari persentase tanaman

yang tidak ternaungi.

Tanaman jagung yang kecil dan tidak tumbuh seragam diakibatkan adanya

kondisi iklim atau cuaca pada saat penanaman tidak sesuai, pada saat tanaman

membutuhkan air yang banyak untuk menjaga kelembaban pada saat

Laporan PUM 2013


35

berkecambah iklim tidak mendukung karena tidak terjadinya hujan (musim

kemarau), namun pada saat tanaman membutuhkan cahaya yang tinggi untuk

pertumbuhan dan pembentukan buah kondisi iklim pada saat itu sering turun

hujan yang mengakibatkan awan di atsmosfir meningkat sehingga intensitas

cahaya yang diterima tanaman jagung sedikit. Awan yang mendatangkan hujan

tergolong pada klasifikasi awan famili C yang disebut dengan Nimbostrastus(Ns),

jika lapisan awan tebal maka penyerapan dan pemantulan dari awan itu sendiri

dapat melenyapkan 35-80 % dari radiasi matahari, sehingga radiasi yang

dipancarkan matahari hanya dapat sampai kepermukaan bumi 45-0%. ( Yulensri,

2012)

Penyinaran matahari merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Tanaman jagung merupakan

tanaman C4 yang membutuhkan sinar matahari penuh sebagai sumber energi

dalam proses asimilasi dan hasil fotosintesis pada daun, tanaman jagung

membutuhkan penyinaran matahari penuh, maka tempat penanamannya harus

terbuka (Rukmana, 1997).

Menurut Purnomo dan Hartono (2007), pertumbuhan tanaman jagung sangat

membutuhkan sinar matahari. Intensitas sinar matahari sangat penting bagi

tanaman, terutama pada masa pertumbuhan. Sebaiknya tanaman jagung

mendapatkan sinar matahari lansung. Dengan demikian hasil yang diperoleh akan

maksimal, apabila ternaungi pertumbuhan akan terhambat, secara tidak lansung

mempengaruhi produksi biji jagung yang dihasilkan kurang baik, bahkan tidak

terbentuk buah.

Laporan PUM 2013


36

Rendahnya hasil produksi jagung juga dipengaruhi oleh lokasi yang

diperoleh kurang menguntungkan, dimana lokasi tempat penanaman tergolong

kedalam tanah liat, apabila hujan deras terdapat bagian lahan tertentu yang tidak

dapat menyerap air secara lansung (jenuh), sehingga mengakibatkan lahan

tergenang dan mempengaruhi pertumbuhan tanaman, dimana pada lahan yang

tergenang tersebut tanaman tumbuh dengan kerdil dan menguning. Apabila

musim kemarau tanah menjadi kering dan terbentuk gumpalan-gumpalan seperti

batu-batu kecil.

Teknologi yang diterapkan pada lahan yang tidak bermasalah cukup

terliahat pengaruhnya, dimana pada lokasi tersebut tanah kelihatan gembur,

pertumbuhan jagung cukup bagus dengan tongkol yang besar ( diameter 19 cm

dan panjang 17 cm ). Menurut Hartatik (2007) T. diversifolia merupakan pupuk

hijau yang mengandung unsur hara N, P dan K yang tinggi dan terdekomposisi

sangat cepat sehingga tanah menjadi gembur dan dapat dijadian sumber N, P, dan

K bagi tanaman jagung, sedangkan Menurut Premono ET, AL ( 1991),

P.fluorescens merupakan bakteri/mikroba yang mempunyai kestabilan lebih

kurang 4 bulan pada media pembawa zeolit, tanapa kehilanagan sefat genetisnya

dalam melarutkan fosfat, sehingga bakteri P. folurescens mampu menigkatkan

serapan P tanaman dan dapat menhasilkan bobot kering tanaman samapai 30%

sedangkan menurut Buntan (1992), inokulasi dengan P. fluorescens pada tanaman

jagung dapat meningkatkan bobot kering tanaman jagung sebesar 29%.

Laporan PUM 2013


37

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pelaksanaan Proyek Usaha Mandiri (PUM) Adapun dapat diambil

kesimpulan pada budidaya Jagung dengan Teknologi penggunaan pupuk hayati

cair dan pupuk kandang kotoran ayam sebagai berikut:

1) Dengan penggunaan pupuk hijau T.diversifolia dan Bakteri P.fluorescens

sebagai pelarut fosfat ternyata cocok diaplikasikan kelapangan, yang mana

hasil pertumbuhan jagung pada fase vegetatif sangat bagus hingga fase

generatif, hal ini menunjukkan bahwa kandungan hara dan aktivitas

Laporan PUM 2013


38

mikroorganisme berkembang dengan baik dan bagus sehingga menunjang

pertumbuhan yang boptimal pada jagung tersebut.

2) Produksi jagung yang diperoleh rendah dari yang diharapkan, namun tidak

tertutup kemungkinan bahwasanya, walaupun pada perencanaan hasil

tidak sama, namun pada kenyataan nya jika dilihat R/C rationya 1,15

dengan profitabilitas 15,5 %, maka usaha budidaya jagung dengan

menggunakan pupuk hijau T. diversifolia dan P. fluorescens ini layak

untuk dilaksanakan.

3) Pada analisa finansial budidaya jagung dengan teknologi penggunaan

pupuk hijau T. difersifolia dan P. fluorescens, mengalami perbandingan

yang berbeda tetapi tidak signifikan, yang mana biaya yang banyak

dikeluarkan pada budidaya jagung adalah pada pembelian P.fluorescens

sehingga berpengaruh terhadap perbandingan biaya yang lainnya.

5.2 Saran

Adapun saran yang perlu penulis perhatikan didalam budidaya jagung

dengan teknologi penggunaan pupuk hayati cair dan pupuk kandang kotoran ayam

adalah sebagai berilut :

1) Dalam budidaya tanaman jagung agar pertumbuhannya baik dan

produksi yang dihasilkan cukup optimal maka keadaaan iklim harus

diperhatikan dan dipertimbangkan, karena dengan keadaan cuaca dan

curah hujan tinggi mengakibatkan awan banyak diatsmosfir dan hal itu

akan menyebabkan penyinaran kurang.

Laporan PUM 2013


39

2) Dalam budidaya jagung juga harus dipertimbangkan jenis dan kondisi

tanah, karena pada tanah yang tergolong gambut tahapan budidaya

jagung harus diperhatikan secara intensif.

3) Untuk budidaya tanaman jagung diharapkan menggunakan pupuk hijau

T. Diversifolia karena dapat mengurangi biaya pemupukan sehingga

biaya prtoduksi berkurang dan pemeliharaan harus dilakukan secra

intensif sehingga produksi maksimal..

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung, Kanisius. Yokyakarta

Buntan, 1992. Manfaat mikroorganisme pelarut fosfat terhadap produksi tanaman.


http://Buntan.wordpress.com//1972/07/22/manfaat-mikroorganisme pelarut-
fosfat-terhadap-produksi-tanaman. Html.

Djojosuwito dan Soedijono.2004. Tithonia diversifolia Pertanian Organik dan


Multiguna. Kanisius. yogyakarta. 59 hal.

Hakim, 2008. Konsentrasi unsur hara N, P, K pada Tithonia diversifolia dan


manfaat bagi pertumbuhan tanaman jagung. Penebar swadaya. Jakarta. 76
hlm

Laporan PUM 2013


40

Hartatik. 2007. peranan pupuk hijau tithonia diversifolia terhadap pertumbuhan


jagung. http://www.scribd.com/doc/45684550/Tithonia-Diversifolia

Kresnatita Susi, 2009. Aplikasi pupuk organik dan nitrogen pada jagung manis
Application of organic manure and nitrogen on sweetcorn. Penebar
swadaya. Yogyakarta; 143 hlm

Mukuralinda, A, 2006. Predicting phosphorus mineralization and maize yield in


high P adsorption soils using plant quality indices. World Agroforestry
Centre, ICRAF.http://www.fem.wur.nl/NR/rdonlyres/56414484-E430-
4377BC5B67FF31FF1E51/74338/AthanaseMukuralindaPredictingPmine
ralization.pdf (2 mei 2011)

Murbandono . 2009. Membuat kompos. Penebar swadaya. Jakarta; 60 hlm

Premono, 1991. Peningkatan bobot kering pada jagung dengan proses aplikasi
bakteri pelarut fosfat. Penebar swadaya. Jakarta.

Premono dan Widyastuti, 1993. Peningkatan produksi bobot kering tanaman


palawija akibat dampak bakteri pelarut fosfat ( Pseudomonas fluorescens ).
Penebar swadaya. Jakarta. 87 hlm.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung, Kanisius. Yokyakarta.

Suprapto, 1993. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suryani. Sri, 2009. Pembuatan pupuk hijau. http:// bengkulu. litbang. Deptan.
go.id/ind/index.php?
option=com_content&view=article&id=80:pembuatan-tithonia-
diversifoliai&catid=14:alsin.

Laporan PUM 2013


41

Dokumen Kegiatan yang dilakukan selama Proyek Usaha Mandiri (PUM)

Gambar 1. Pengambilan tithonia diersifolia Gambar 2. Pengaplikasian PF Gambar 3. Penanaman Jagung

Gambar 4: umur jagung 3 minggu Gambar 5: Tongkol jagung Gambar 6: Penjemuran jagung pipilan
sebelum panen

Laporan PUM 2013


42

Lampiran 1 : Distribusi Jadwal Kegiatan Proyek Usaha Mandiri (PUM) 2011/2012

Kegiatan September Oktotober November Desember Januari


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Pengolahan tanah                                        
Pengambilan Tithonia dan pengangkutannya                                        
Pemberian Tithonia diversifolia                                        
Penanaman dan pemupukkan dasar                                        
Penyulaman dan pembumbunan                                        
penyiangan                                        
Pemupukkan susulan                                        
Panen                                        

Pasca panen                                        
Pemasaran                                  

Laporan PUM 2013


43

Lampiran 2: Tata letak pertanaman dilapangan

Lokasi proyek

o Proyek Usaha Mandiri dilaksanakan dikebun Percobaan Politeknik

Pertanian Universitas Andalas, Desa Tanjung Pati, Kota

payakumbuh, Kecamatan Harau, Kabupaten Limapuluh Kota,

Propinsi Sumatera Barat.

Keterangan :

: Jarak tanam antar barisan 70 cm

: Jarak tanam dalam barisan 25 cm

U : Utara

: Jarak antar bedengan 50 cm

: Lebar bedengan 90 cm dan panjang disesuaikan dengan luas


lahan

Laporan PUM 2013


44

Lampiran 3: Data curah hujan dari bulan september 2012 sampai januari 2013
satuan dalam milimeter

Bulan/tgl September Oktober November Desember Januari


1 4 0 30 15 0
2 3 0 24 0 0
3 15 0 6 0 0
4 55 0 6 0 0
5 11 0 9 0 5
6 0 0 0 0 20
7 0 0 0 0 6
8 0 0 3 12 0
9 0 0 0 8 2
10 30 0 0 0 0
11 9 0 15 0 0
12 0 0 0 24 0
13 0 0 10 28 0
14 0 35 56 0 0
15 63 0 22 0 0
16 0 0 11 6 0
17 28 16,5 0 22 0
18 0 0 6 20 17
19 3 25 16 10 0
20 10 5 36 9 0
21 0 15 0 7,5 0
22 41 0 0 0 0
23 0 15 3 0 0
24 0 2 18 0 0
25 0 30 17 20 0
26 2 6 6 27 0
27 3 30 10 5 0
28 0 44 3 2 0
29 0 30 0 0 0
30 0 0 0 0 0
31 0 15 0 0 0
Jumlah 227 268,5 307 50
Banyak
hari 14 13 20 15 5
hujan
Total 1118
Rerata 279,5
Sumber : BPP Tanjung pati, 2012

Laporan PUM 2013


45

Lampiran 4: Diskripsi varietas pioneer 21

Tanggal Dilepas 29 Juli 2003


Asal F1 antara galur murni F30Y87 dengan M30Y877
Umur Berumur agak dalam
Batang Tegap, besar dan cukup kokoh
Warna Batang Hijau
Tinggi Tanaman ± 210 cm
Bentuk Daun Setengah tegap dan lebar
Warna Daun Hijau tua
Keragaman Tanaman Sangat seragam
perakaran Baik
Kerebahan Tahan rebah
Bentuk Malai Besar dan terbuka
Warna Malai Putih kekuningan
Warna Sekam Hijau keunguan
Hijau terang/putih dengan warna kemerahan
Warna Rambut diujungnya
Tongkol Besar, panjang dan silinder
Kedudukan Tongkol ± 95 cm
Kelobot Menutup biji dengan baik
Tipe Biji Semi mutiara
Warna Biji Orange
Baris Biji Rapat
Jumlah Baris/Tongkol 14-16 bari
Bobot 1000 Biji ± 311 gr
Rata-rata Hasil 6,1 ton/ha pipilan kering
Potensi Hasil 13,3 ton/ha pipilan kering
Ketahanan Tahan karat daun, bercak daun
Keunggulan Potensi hasil tinggi

Laporan PUM 2013

Anda mungkin juga menyukai