Anda di halaman 1dari 2

Sesi V Rencana Bersama (Aplikasi dalam Kehidupan Konkrit)

Tujuan Umum:
Guru-guru Katolik dapat bekerja sama dalam suatu organisasi untuk suatu visi dan misi yang
terpadu demi pengembangan diri sebagai Guru Katolik.

Tujuan Khusus:
1) Guru-guru Katolik dapat membentuk wadah perkumpulan untuk sharing dan
pengembangan diri dalam menghayati profesi guru ini.
2) Guru-guru katolik dapat saling memotivasi dan bertukar pikiran dalam fungsi
pendidikannya sehari-hari.

Model kegiatan : pertemuan bersama, aksi nyata ke depannya.

Pengantar Singkat
Pendidikan Katolik harus berani membuat terobosan-terobosan baru dengan membaca
tanda-tanda jaman, yang membuat peserta didik menjadi cerdas dan berkarakter. Pendidikan itu
ibarat menabur benih, kita berharap benih yang ditabur itu akan tumbuh dan berkembang dengan
baik. Tentu disana-sini tetap muncul kecemasan dan ketakutan dalam proses pendidikan. Namun,
hal itu dapat kita kurangi dengan berani membuat terobosan-terobosan baru untuk mencapai hal
yang lebih baik.
Dalam hal ini pendidikan karakter haruslah mendapatkan perhatian khusus karena
pendidikan harus menghasilkan orang-orang yang berkarakter. Pendidikan harus bisa
memfasilitasi peserta didik untuk mampu melihat permasalahan jaman. Pendidikan Katolik
dewasa ini sangat sentral dan esensial dalam kehidupan kita karena mengemban misi Gereja
yakni mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus kepada semua orang untuk memperoleh
keselamatan.
Pendidikan Katolik hendaknya menampilkan tiga pilar yang masing-masing tidak boleh
terpisah yaitu pengembangan iman, ilmu pengetahuan dan budaya. Karya dan lembaga
pendidikan merupakan pilihan politis yang menjalankan peran ganda, yakni sebagai pelaku
perubahan sosial sekaligus memunculkan pelaku-pelaku perubahan sosial. Dan salah satu
tantangan yang dihadapi adalah globalisasi.
Ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh guru dalam mengembangkan pendidikan
perspektif global:yaitu kemampuan konseptual, pengalaman lintas budaya dan keterampilan
pedagogis. Pertama, kemampuan konseptual berkenaan dengan peningkatan pengetahuan guru
dalam konteks isu-isu global. Guru harus memiliki wawasan tentang isu, dinamika, sejarah, dan
nilai-nilai global agar mereka memiliki keterampilan mengapresiasikan persamaan dan
perbedaan budaya dalam masyarakat dunia. Penguasaan konseptual dalam tema perspektif global
diyakini dapat menjadi pemicu yang cukup potensial bagi guru dalam membangun suasana
belajar yang dinamis agar siswa mampu merespons isu-isu lokal dalam kaitannya dengan
masalah global. Guru harus dapat mengaitkan isu-isu apa pun, baik lokal maupun nasional,
dalam hubungannya dengan kejadian global. Dalam pelajaran ekonomi, misalnya, kondisi
ekonomi daerah dan nasional dianalisis dari perspektif global, hubungan ekonomi antarnegara,
dan juga percaturan modal yang mengalir antara satu negara dengan negara lain. Masalah politik
juga dapat dikaitkan dalam hubungannya dengan kepentingan global dalam pelajaran
kewarganegaraan.
Kedua, pengalaman lintas budaya. Syarat ini masih belum banyak dimiliki oleh para guru
kita, terutama disebabkan oleh profesi guru yang berlatar belakang studinya hanya di daerah atau
nasional. Mayoritas guru kita adalah lulusan di bawah S1 dan rata-rata sekolahnya tidak berada
jauh dari tempat asalnya. Berbeda dengan lulusan S1 atau perguruan tinggi yang biasanya dihuni
oleh mahasiswa dari berbagai macam etnik, ras, agama, dan adat-istiadat. Mereka telah belajar
berinteraksi secara inter-kultural dan demikian lebih dapat mengerti perbedaan latar belakang
masing-masing orang. Di samping itu, juga sangat sedikit guru yang pernah belajar ke luar negeri
yang secara langsung pernah hidup dalam keadaan budaya yang berbeda dengan dirinya.
Kesadaran multi-budaya akan mudah terbentuk apabila orang secara langsung mengalaminya
dalam kehidupan sesungguhnya. Ketidaktahuan hanya akan menimbulkan adaptasi terhadap hasil
interaksi dengan orang dari etnis atau etinitas budaya lain yang ditemuinya. Dalam proses
globalisasi terjadi transnasionalisasi sehingga apa yang bersifat lokal dapat menembus batas-
batas teritorial dan mengalami pemaknaan yang berbeda bagi umat manusia. Jadi, tidak berarti
bahwa trans-nasionalisasi atau globalisasi ini tidak terkait dengan ’’tempat’’. Trans-nasionalisasi
atau globalisasi memungkinkan manusia untuk membuat tindakan simultan dalam pelbagai
tempat yang berbeda sekaligus. ’’Global’’ di sini berarti ’’trans-lokal.’’ Apa yang lokal
bukannya tidak penting, tapi justru dapat arti yang baru dalam hubungan masyarakatnya.
Ketiga, keterampilan pedagogis dalam perspektif global. Keterampilan pedagogis
tentunya menyangkut metode mengajar yang tepat oleh guru agar peserta didik dapat memahami
suatu masalah dalam konteks yang luas dan komprehensif (global). Selain menguasai materi dan
konsepsi permasalahan, guru harus memiliki kemampuan agar apa yang disampaikan mudah
diterima, serta muncul motivasi bagi peserta didik untuk mempelajari dan mendalami tema-tema
yang ada di luar kelas.
Berangkat dari tiga kompeteni yang dibutuhkan ini maka kita perlu merancang aksi ke
depannya. Kita sudah disadarkan bahwa menjadi ruru adalah pangglan yang mulia. Oleh karena
itu mri kita bekerja sama untuk membangun kehidan yang lebih baik dan bermakna dalam
kebersamaan kita.

Sesudah pengantar singkat ini maka seluruh guru katolik dipanggil untuk dikumpulkan dalam
menyusun suatu rencana pengambangan ke depannya. Dalam pertemuan yang dihadiri seluruh
peserta. Peserta diberikan kesempatan untuk menyusun rencana pengambangan diri dan
kelompok guru ini ke depannya.

Anda mungkin juga menyukai