OLEH :
020.02.1135
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
FRAKTUR LUMBAL
A. PENGERTIAN
a. Frankel A : Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali di bawah
level lesi.
b. Frankel B : Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masih tersisa di
bawah level lesi.
c. Frankel C : Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapi tidak
fungsional.
d. Frankel D : Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara dan
fungsional.
e. Frankel E : Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficit
neurologisnya.
B. ETIOLOGI
a. Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari fraktur adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industri
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Luka tusuk, luka tembak
6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
7. Kejatuhan benda keras
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis fraktur antara lain :
1. Edema/pembengkakan
2. Nyeri : spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsung
pada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori,
pergerakan pada daerah fraktur.
3. Echimosis : ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan.
4. Crepitasi : pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma
terbuka.
5. Kehilangan fungsi
6. Deformitas
L1 : Abdominalis
L4-L5 : Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut
Mahadewa dan Maliawan (2009) adalah :
a. Foto Polos
Pemeriksaan foto polos terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view.
Posisi lateral dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk
melihat instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat
kesegarisan pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae,
garis spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak interspinosus. Posisi oblique
berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan subluksasi facet.
b. C T S c a n
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang
mengenai elemen posterior dari tulang belakang. Fraktur dengan garis fraktur
sesuai bidang horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang
baik dilihat dengan CT scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat digunakan
untuk melihat pendesakan kanal oleh fragmen tulang, dan melihat fraktur
elemen posterior.
c. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medula
spinalis dan struktur ligamen. Identifikasi ligamen yang robek seringkali lebih
mudah dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap
penderita yang menggunakan fiksasi metal, dimana akan memberikan artifact
yang menggangu penilaian.
Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bisa
melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligamen, diskus dan
medula spinalis). Informasi ini sangat penting untuk menetukan klasifikasi
cedera, identifikasi keadaan instabilitas yang berguna untuk memilih
instrumentasi yang tepat untuk stabilisasi tulang.
e. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan untuk menilai
komplikasi pada organ lain akibat cedera tulang belakang.
E. PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama dan penanganan darurat:
a. Survey primer
1. Pertahankan airway dan imobilisasi tulang belakang.
2. Breathing.
3. Sirkulasi dan perdarahan.
4. Disabilitas: AVPU /GCS, pupil.
5. Exposure: cegah hipertermi.
b. Resusitasi
1. Pastikan paten/intubasi.
2. Ventilasi adaptif.
3. Perdarahan berhenti, nadi, CRT, urin output.
c. Survey sekunder
1. GCS.
2. Kaji TTV, nadi, tekanan darah, suhu, RR.
F. KOMPLIKASI
a. Syok
b. Mal union
Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga
menimbulkan deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi yang jelek
menyebabkan mal union, selain itu infeksi dari jaringan lunak yang terjepit
diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling beradaptasi dan
membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union) juga dapat
menyebabkan mal union.
c. Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang. Non
union dapat di bagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
d. Delayed union
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau
pada saat pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat
seperti plate, paku pada fraktur.
f. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sum-
sum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung
dengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh
darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan organ lain.
g. Sindrom Kompartemen
i. Dekubitus
Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips, oleh karena
itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.
G. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Menurut Arif Muttaqin (2009) hal-hal yang perlu dikaji pada pasien
fraktur lumbal adalah sebagai berikut :
H. Pengkajian.
g. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada
keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk
mendukung data pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik
sebaiknya dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone) yang terarah dan
dihubungkan dengan keluhan klien. Umumnya, klien yang
mengalami cedera tulang belakang tidak mengalami
penurunan kesadaran. Tanda-tanda vital mengalami
perubahan, seperti bradikardia, hipotensi, dan tandatanda syok
neurogenik, terutama trauma pada servikal dan toraks bagian
atas.
a. Pernapasan
c. Persyarafan
a) Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap
Iingkungan adalah indika tor paling sensitif untuk disfungsi
sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat
peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut, kesadaran klien cedera tulang belakang
biasanya berkisar dari letargi,
stupor, semikoma sampai koma.
b) Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan
mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara,
ekspresi wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah
lama mengalami cedera
tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
c) Pemeriksaan Saraf kranial:
a) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang
belakang dan tidak ada kelainanfungsi penciuman.
b) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam
kondisi normal.
c) Saraf III, 1V, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata dan pupil isokor.
d) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak
mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks komea
biasanya tidak ada kelainan
e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.
f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
g) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sterno kleidomastoideus
dan trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi
leher dan kaku
kuduk
h) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Pemeriksaan refleks:
a) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles menghilang dan
refleks pa tela biasanya melemah karena kelemahan pada
otot hamstring.
b) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks
fisiologis akan menghilang. Se telah beberapa hari refleks
fisiologis akan muncul kembali yang didahului dengan
refleks patologis.
e. Pemeriksaan sensorik.
Apabila klien mengalami trauma pada kauda ekuina, is
mengalami hilangnya sensibilitas secara me-netap pada kedua
bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan sensorik superfisial
dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma
di daerah tulang belakang.
f. Perkemihan
Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah, dan karakteristik
urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan
peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat menurun-nya
perfusi pada ginjal.
g. Pencernaan.
Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering dida-patkan
adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan hilangnya bising
usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal ini merupakan
gejala awal dari syok spinal yang akan berlangsung beberapa ha ri
sampai beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena
adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi. Pemeriksaan rongga
mulut dengan menilai ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan
pada lidah dapat menunjukkan adanya dehidrasi.
h. Muskuloskletal.
Implementasi Keperawatan
Sources Oriented
Record Problem
Oriented Record
Computer
Assisted Record
5. Evaluasi Keperawatan
Adalah mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan tindakan
keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Teknik penilaian yang didapat dari beberapa cara, yaitu :
1. Wawancara : Dilakukan pada klien dan keluarga
2. Pengamatan : Pengamatan klien terhadap sikap, pelaksanaan, hasil yang
dicapai dan perubahan tingkah
laku klien. Jenis evaluasi ada
dua macam, yaitu :
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi yang dilakukan pada saat memberikan intervensi dengan respon
segera.
b. Evaluasi Sumatif
Merupakan rekapitulasi dari hasil observasi dan analisis status
pasien pada saat tertentu berdasarkan tujuan rekapitulasi dari hasil
yang direncanakan pada tahap perencanaan. Ada tiga alternatif
yang dapat dipergunakan oleh
perawat dalam memutuskan/ menilai :
1) Tujuan tercapai : Jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan.
2) Tujuan tercapai sebagian : Jika klien menunjukkan perubahan sebagian
dari standar dan kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai : Jika klien tidak menunjukkan perubahan
dan kemajuan sama sekali dan akan timbul masalah baru.
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda NIC-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja