Disusun Oleh :
TAHUN 2020
Latar belakang
Remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah usia antara 10 sampai
19 tahun, sedangkan perserikata bangsa-bangsa (PBB) menyebutkan kaum muda
(Youth) yaitu usia 15 sqampai 24 tahun. Sementara itu menurut The health Resource
And Services Administrations Guideline Amerika serikat, rentang usia remaja adalah
-21 tahun dan remaja akhir 18-21 tahun.(kusmiran,2014)
Sebuah pernikahan haruslah dilakukan ketika sudah mencapai usia yang matang
agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Menurut BKKBN yang menjelaskan
bahwa usia normal untuk melakukan sebuah pernikahan adalah untuk laki-laki adalah
25 tahun dan pada perempuan adalah 21 tahun, akan tetapi saat ini telah muncul satu
masalah yang terjadi dan stigma dari lingkungan remaja yang menyebabkan terjadinya
pernikahan dini.
Menurut BKKBN (2016) pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh
pasangan ataupun salah satu pasangannya dikategorikan masih anak-anak atau dibawah
21 tahun. Pernikahan dini menurut WHO adalah pernikahan dini atau early merried
adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan atau salah satu pasangan yang
dikategorikan masih remaja dibawah 9 tahun, menurut UU RI No.1 tahun 1974 pasal 7
ayat 1 menyatakan bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai
umur 19 tahun dan pihak operempuan mencapai umur 9 tahun, sedangkan menurut
united nation children fund (UNICEF) adalah pernikahan usia dini adalah pernikahan
yang dilaksanakan secara resmi sebelum usia 18 tahun.
Pengertian secara umum pernikahan dini yaitu dua insan lawan jenis yang masih
remaja dalam satu ikatan keluarga remaja itu sendiri adalah anak yang ada masa
peralihan anak-anak kedewasa. Pernikahan dibawah umur yang belum memenuhi batas
usia pernikahan pada hakikatnya disebut masih berusia muda atau anak-anak yang
ditegaskan dalam pasal 81 ayat 2 UU no. 23 anak adalah seseorang yang belum berusia
18 tahun.
Kesehatan reproduksi erat kaitannya dengan pernikahan dini yang pada umumnya
dilakukan oleh pasangan yang masih terlalu muda terutama perempuannya. Pernikahan
dini menyumbang 20% angka kematian ibu (WHO, 2015). Sebanyak 10% kehamilan
remaja usia 15-19 tahun juga akan meningkatkan resiko kematian dua hingga empat kali
lebih tinggi dibandingkan dengan usia lebih dari 20 tahun. Demikian pula dengan resiko
kematian bayi, 30% lebih tinggi pada ibu usia remaja, dibandingkan dengan bayi yang
dilahirkan oleh ibu yang sudah berusia 20 tahun keatas. Hal inilah yang menyebabkan
remaja perempuan rentan terhadap kematian maternal dan neonatal (Profil kesehatan,
2016).
Selain beresiko terhadap kematian ibu dan bayi, pernikahan dini juga beresiko
terhadap penurunan kesehatan reproduksi, beban ekonomi yang semakin berat,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perceraian dan bunuh diri (BKKBN, 2017) .
Remaja putri yang melakukan pernikahan dini akan kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan formal untuk mengembangkan dirinya dikarenakan
bertambahnya tanggung jawab di dalam rumah tangganya terutama setelah mengandung
dan memiliki anak (BKKBN, 2016). Terlebih lagi jika mereka menikah diusia muda
karena kurangnya pendidikan tentang seks sehingga menimbulkan suatu kehamilan
diluar pernikahan. Ibu yang menikah di usia muda dan hamil di usia muda lebih banyak
memiliki resiko bunuh diri (Bahar, 2014).