Anda di halaman 1dari 5

Perilaku Orang Tua Terhadap

Penanganan Penyakit Campak Pada Anak-Anak

Samuel Oktamartdeo Haryanugroho


Prodi Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret, Indonesia
samueloktamartdeo08@gmail.com

Abstract. Measles is an infectious disease which means, this disease is a contagious disease.
Measles is categorized as an infectious disease because the disease is caused by a virus. This
measles or dabaken or morbili or in its medical language, rubeola, is very different from
German measles or rubella. Although in terms of transmission and symptoms the same,
basically the disease is different. Because rubella or German measles is caused by the rubella
virus, while measles or rubeola is caused by a virus that includes the paramyxovirus family.
The measles is most commonly found in children. Because in children, especially toddlers,
they do not have the best body resistance or immunity in adults. Therefore, children should be
given measles immunization to improve their immunity. In this study, I found that most parents
had given measles immunization to their children while they were toddlers, although in the
end they could still be affected by measles.

Keywords : measles, rubeola, parent’s action, handling measles

1. PENDAHULUAN

Penyakit campak atau morbili atau measles merupakan salah satu jenis penyakit yang
menular (Meilani, 2013). Penyakit campak ini sebagian besar kasusnya terjadi pada anak-anak
yang masih berusia di bawah 15 tahun, tetapi juga bisa terjadi pada orang dewasa. Penyakit
campak ini sangatlah berbeda dengan penyakit campak jerman (rubella). Pada gejala yang timbul,
penyakit campak lebih menunjukkan adanya gejala jika mulai terjangkit, berbeda dengan penyakit
rubella yang sulit diperhatikan ada tidaknya gejala yang timbul, karena munculnya gejala ini
biasanya 2-3 minggu setelah terjangkit penyakit tersebut. Selain itu, campak besar kemungkinan
bisa menimbulkan komplikasi, seperti pneumonia, diare, infeksi telinga, dan ensefalitis, sedangkan
rubella jarang menimbulkan komplikasi, meskipun penyakit ini juga dapat menimbulkan
komplikasi seperti, peradangan otak dan infeksi pada telinga. Namun, rubella yang menyerang ibu
hamil bisa menyebabkan terjadinya sindrom rubella kongenital.
Penyakit campak itu sendiri disebabkan oleh virus yang termasuk dalam keluarga
paramyxovirus. Virus yang termasuk keluarga paramyxovirus ini sangat mudah menyebar melalui
sistem pernapasan, terutama dalam bentuk droplet atau percikan ludah atau cairan yang keluar dari
sistem pernapasan, seperti pada saat bersin, batuk, maupun berbicara (Kemenkes RI dalam
Oktaviasari, 2018).
Gejala-gejala dari penyakit campak itu berupa, demam tinggi yaitu, ketika suhu tubuh
dapat mencapai angka 39 – 40 derajat celcius. Gejala yang lain, yang umum ditemukan pada
penderita campak adalah, mata kemerahan, batuk, pilek, dan nyeri sendi.
Paramyxovirus yang menularkan penyakit campak ini akan melalui beberapa fase dalam
penularannya. Fase yang pertama, yaitu fase atau masa inkubasi. Masa inkubasi ini adalah masa
atau fase dimana pertama kali seseorang terjangkit penyakit campak atau fase pertama dari
penularan penyakit campak, biasanya berlangsung selama 7 sampai 14 hari setelah terkena
penyakit campak. Setelah mengalami masa inkubasi ini, biasanya pada seseorang akan mulai
timbul gejala-gejala penyakit campak tersebut. Setelah timbul gejala-gejala tersebut, pada hari ke-
3 dan ke-4 akan timbul ruam kemerahan yang diawali pada bagian belakang telinga yang
menyebar ke seluruh tubuh. Penderita campak biasanya dapat menularkan penyakit pada saat
sebelum gejala timbul hingga empat hari setelah ruam timbul (NSWHealth, 2008). Selain gejala-
gejala di atas, juga masih ada gejala yang khas pada penderita penyakit campak, yaitu koplik spot.
Koplik spot adalah suatu bitnik putih keabuan yang terdapat di mukosa pipi bagian dalam.
Maka dari itu, di sinilah peran orang tua sangat besar pengaruhnya sejak masih masa
pemberian ASI pada usia 0-4 bulan yang menunjukkan data bahwa terdapat perbedaan faktor
risiko terkena penyakit campak antara bayi yang diberi ASI eksklusif dengan yang tidak (Mujiati,
2015). Hal lain yang membuat peran orang tua sangat dibutuhkan adalah pemberian imunisasi,
imunisasi campak adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak pada anak
karena campak termasuk penyakit menular (Hidayat dalam Mujiati, 2015) dan merupakan faktor
penting untuk mengurangi angka kematian pada balita (Depkes RI dalam Marniasih, 2012).
Pentingnya pemberian imunisasi dapat dilihat dari jumlah balita yang meninggal akibat penyakit
yang dapat di cegah dengan imunisasi (PD3I) oleh karena itu, untuk mencegah balita terkena
beberapa penyakit yang menular dan berbahaya, imunisasi pada bayi dan balita harus lengkap serta
di berikan sesuai jadwal (Mantang, 2013). Sehingga diperlukannya sosialisasi tentang betapa
pentingnya imunisasi bagi kesehatan balitanya, terutama dalam forum-forum pertemuan, seperti
arisan PKK, juga ketika memberikan imunisasi rutin di posyandu (Giarsawan, 2014).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka, rumusan masalah dari penelitian ini
adalah bagaimana perilaku orang tua terhadap penanganan penyakit campak pada anak-anak.
Sedangkan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengamati perilaku orang tua
terhadap penanganan penyakit campak pada anak-anak.

2. METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut Lexy J. Moleong


(2005:6), metode penelitian kualitatif adalah suatu riset atau penelitian yang bertujuan untuk
memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian. Misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara kepada dr. Ivan Oetomo, MPH.,
wawancara dengan orang tua dari anak yang sedang menderita penyakit campak, dan pengamatan
terhadap beberapa anak yang sedang menderita penyakit campak.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara yang telah kami lakukan dengan dr. Ivan Oetomo, MPH. kami
mendapatkan beberapa hasil terkait bagaimana perilaku orang tua terhadap penanganan penyakit
campak pada anak-anak. Orang tua yang memiliki anak yang sedang menderita penyakit campak,
biasanya tidak melakukan tindakan apapun pada hari-hari awal anaknya terjangkit penyakit
campak. Hal ini dikarenakan para orang tua tersebut menanggap gejala yang timbul belum begitu
parah, sehingga mereka biasanya hanya akan mengawasi anaknya jika mulai timbul sesuatu hal
yang anak tersebut rasakan. Barulah pada hari ke-3 atau ke-4 setelah timbul gejala-gejala dari
penyakit campak tersebut, para orang tua baru akan memeriksakan anaknya ke dokter ataupun
puskesmas. Sedangkan terkait pencegahan dari penyakit campak, biasanya orang tua yang tidak
memiliki kesibukan dalam peekrjaannya justru kadang lupa dalam memberikan imunisasi pada
anaknya. Orang tua, khususnya yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga ini justru lebih banyak
lupa dalam jadwal pemberian imunisasi pada anaknya. Hal lain yang terjadi adalah, kebanyakan
orang tua juga tidak teratur dalam melakukan pemberian imunisasi pada anaknya, yang
penyebabnya juga karena kesibukan dalam mengurusi pekerjaannya ataupun sibuk mengurusi
kebutuhan rumah anggota keluarga lainnya. Selain itu, juga adanya kesalahan persepsi atau
pemahaman di masyarakat tentang imunisasi (Dewi, 2014). Padahal berdasarkan uraian pada latar
belakang di atas, sudah jelas bahwa imunisasi merupakan salah satu cara untuk menurunkan angka
kematian pada bayi dan balita.
Ditambah lagi, kebanyakan orang tua yang memeriksakan anaknya yang menderita
penyakit campak ini adalah yang anak-anaknya berusia dua hingga sepuluh tahun. Seperti yang
sudah disampaikan di atas, anak-anak dengan usia tersebut memang belum memiliki sistem
kekebalan atau imunitas tubuh yang cukup kuat tanpa adanya dukungan imunisasi untuk proses
pencegahan dan penanganan penyakit campak dari faktor dirinya sendiri. Selain itu, terkait
penyembuhan dan penanganan penyakit campak juga perlu didukung dengan pemberian asupan
makanan yang bergizi. Makanan yang bergizi dan tinggi serat disini berfungsi sebagai pendukung
sistem imunitas tubuh anak-anak agar semakin kebal terhadap virus penyakit campak.
Para orang tua disini juga diberikan edukasi terkait penanganan penyakit campak yang
diderita anak-anaknya terutama dalam hal menangani gejala-gejala yang ditimbulkan setelah
terjangkit penyakit campak. Menurut beliau, para orang tua diberi edukasi agar segera memberikan
tindakan medis jika sang buah hati sudah menunjukkan gejala-gejala khususnya, demam. Demam
memang banyak dianggap sepele oleh kebanyakan orang tua, karena mereka hanya menanggap
demam itu hanya panas biasa dan akan turun sendiri jika sudah diberi obat jenis paracetamol.
Meskipun begitu, demam merupakan salah satu gejala penyakit campak yang harus benar-benar
diperhatikan karena demam ini dapat menimbulkan keluhan yang lebih kompleks terkait penyakit
campak bahkan sangat berisiko menimbulkan komplikasi yang ditimbulkan setelah terjangkit
penyakit campak.
Hal-hal yang termasuk komplikasi dari penyakit campak ini adalah diare, muntah, infeksi
pernapasan seperti, pneumonia, bahkan peradangan pada otak. Diare disini bisa terjadi jika anak
penderita penyakit campak tidak segera ditangani dengan pemberian asupan makanan bergizi dan
tinggi serat. Karena penyakit infeksius seperti campak disini akan sangat mengubah pola makan si
anak, dan jika hal ini dibiarkan secara terus-menerus maka, si anak bisa terkena diare yang hebat
dan akan berakibat memburuknya kualitas gizi si anak. Selain diare, jika virus penyakit campak
sudah menginfeksi saluran pencernaan maka, penderita dapat mengalami komplikasi lain dari
penyakit tersebut, yaitu muntah. Seperti diare, makanan bergizi sangat berpengaruh dalam menjaga
sistem imunitas tubuh anak. Pola makan yang kemungkinan besar berubah karena infeksi virus
tersebut, akan besar kemungkinan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan sistem kekebalan
tubuh si anak. Sedangkan, infeksi pernapasan seperti pneumonia akan sangat mudah menyerang si
anak, karena penularan penyakit campak sendiri adalah melalui virus yang menular melalui udara.
Bersin dan batuk disini merupakan sarana penularan virus penyakit campak yang akan menularkan
paramyxovirus dalam bentuk droplet-droplet udara. Infeksi yang lain, yaitu peradangan pada otak,
namun hal ini jarang terjadi, karena biasanya anak yang menderita penyakit campak dapat
mengalami peradangan pada otak adalah jika anak tersebut masih belum memiliki sistem
kekebalan tubuh yang cukup kuat untuk menangkal virus-virus penyebab penyakit campak
tersebut. Biasanya kasus ini terjadi pada bayi yang masih berusia 0 sampai 1 tahun. Jika sudah
terkena komplikasi peradangan otak tersebut, si bayi akan mudah mengalami kejang-kejang dan
mudah mengalami penurunan kesadaran. Ada satu lagi komplikasi yang dapat timbul karena
infeksi virus penyakit campak, yaitu trombositopenia. Namun, kasus penyakit trombositopenia ini
termasuk jenis komplikasi penyakit campak yang sangat jarang terjadi.
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan, para orang tua yang memiliki anak yang
sedang menderita penyakit campak, akan tetap melakukan aktivitas dan kesibukan sehari-harinya
tanpa membatasi aktivitas sang anak. Anak-anak tersebut biasanya hanya akan dipakaikan masker
untuk menanggulangi dan mencegah penularan penyakit campak tersebut. Masker atau penutup
hidung dan mulut ini berfungsi menutup mulut dan hidung saat anak tersebut bersin ataupun batuk.
Biasanya, hidung akan terasa sangat gatal dan saluran pernapasan juga terasa seperti ada yang
mengganggu karena infeksi dari virus penyakit campak ini. Dalam hal ini, orang tua juga sangat
berperan untuk mengawasi semua aktivitas sang buah hati. Dokter biasanya akan memberi edukasi
kepada para orang tua agar selalu menjaga sang anak untuk menghindari kontak dengan orang lain,
karena kuman atau bakteri ini akan bertahan selama 2 jam saat berada di udara dalam bentuk
droplet-droplet yang dikeluarkan saat bersin maupun batuk.
Untuk aktivitas lainnya seperti mandi tidak akan begitu berpengaruh pada penularan
penyakit campak. Biasanya para orang tua akan berpikir apakah akan tetap memandikan anaknya
seperti biasa atau tidak, apalagi jika anak-anaknya sudah timbul ruam atau bintik-bintik merah
pada kulitnya. Menurut dr. Ivan Oetomo, MPH. sebenarnya mandi tidak akan menimbulkan
masalah yang lebih kompleks dari gejala yang ditimbulkan penyakit campak. Justru yang menjadi
masalah adalah jika anak tersebut tidak mandi, keringat yang keluar dari tubuh anak akan
menimbulkan rasa gatal yang lebih hebat dan memicu timbulnya ruam-ruam pada kulit yang lebih
banyak lagi. Jika sudah muncul tanda-tanda seperti itu, orang tua harus sesegera mungkin
membawa anaknya ke dokter untuk diperiksa seberapa parah kondisi pada tubuhnya. Kalau dokter
umum sudah menyerah untuk menangani kondisi ruam yang cukup parah ini, biasanya akan diberi
surat rujukan ke dokter spesialis kulit untuk penanganan lebih lanjut terkait ruam atau bitnik-bintik
merah tersebut.
Para orang tua kebanyakan akan diberi edukasi terkait bagaimana cara pencegahan
terjadinya infeksi virus penyakit campak daripada cara penangannya. Slogan “mencegah lebih baik
daripada mengobati” memang tepat untuk kasus penyakit campak ini. Orang tua khususnya, ibu-
ibu kebanyakan akan diberi penyuluhan tentang pentingnya pemberian imunisasi pada anak-anak,
khususnya bayi usia 0 sampai 2 tahun. Selain itu, biasanya para petugas dari puskesmas setempat
akan melakukan sweeping ke beberapa rumah terutama yang cukup jauh jangkauannya (Yulianti
dan Achadi, 2010). Dari pengamatan yang kami lakukan, orang tua dari anak penderita penyakit
campak tersebut sudah memberikan imunisasi campak atau vaksin dengan jenis MMR (Mumps
Measless Rubella) pada saat anaknya masih berusia di bawah 2 tahun. Bahkan salah satu
diantaranya, cukup rutin dan sangat tertib sesuai jadwal pemberian vaksin imunisasi pada anaknya.
Kasus yang saya amati ini sebenarnya sama, karena terjadi pada anak berusia antara 0 sampai 3
tahun. Usia-usia tersebut merupakan saat-saat dimana terjadinya tahapan pertumbuh-kembangan
anak yang paling pesat atau bisa disebut sebagai golden age. Dimana seluruh sistem akan
berkembang menjadi suatu sistem yang kompleks dengan fungsinya masing-masing yang nantinya
akan membentuk suatu integrasi sistem tubuh yang sangat kompleks dan matang serta sudah bisa
memainkan perannya masing-masing.
Memang ada beberapa orang tua yang kurang begitu memperhatikan betapa pentingnya
pemberian vaksin MMR atau imunisasi penyakit campak. Karena kesibukan pekerjaan dan
banyaknya kegiatan yang dilakukan, membuat para orang tua ini khususnya, ibu-ibu lebih
mengutamakan kepentingannya dan mengesampingkan upaya pencegahan tersebut. Kebanyakan
orang tua memang masih menunjukkan adanya rasa cemas ketika dihadapkan pilihan untuk
memandikan anaknya atau tidak. Kalau secara medis seperti yang sudah disampaikan di atas,
bahwa mandi tidak begitu menimbulkan masalah yang sangat kompleks atau bahkan menimbulkan
risiko komplikasi dari penyakit campak tersebut. Selain itu, ruam-ruam di kulit yang disebabkan
dari penyakit campak tersebut tidak akan menyebar ke bagian tubuh lain meskipun digaruk-garuk
oleh si anak. Kebanyakan orang tua pasti akan melarang anaknya untuk menggaruk pada bagian
tubuh yang muncul ruam-ruam tersebut. Meskipun tidak dilarang, sebaiknya orang tua juga diberi
edukasi untuk memperhatikan si anak agar tidak selalu menggaruk bagian tubuhnya yang terdapat
ruam-ruam. Karena jika ruam-ruam tersebut digaruk, terutama ketika si anak merasa sangat gerah
dan kepanasan, akan dapat menimbulkan infeksi lain pada kulit si anak. Maka dari itu, si anak
harus segera dibersihkan atau dimandikan dengan menggunakan antiseptik. Para orang tua juga
meningkatan pengawasannya terhadap pemberian asupan gizi yang dimakan oleh si anak.
Biasanya, para orang tua tersebut akan lebih banyak memberikan makanan-makanan yang tinggi
serat, terutama sayur dan buah agar dapat meningkatkan sistem imunitas si anak. Selain makanan
yang bergizi dan tinggi serat, para orang tua dianjurkan untuk memberikan air minum yang cukup
kepada si anak. Karena penyakit campak yang infeksius ini dapat menurunkan jumlah cairan yang
ada di dalam tubuh anak dan mencegah dehidrasi pada si anak.
Selain tidak dibatasinya aktivitas-aktivitas yang dilakukan anak, para orang tua tersebut
biasanya juga akan diberi obat ketika sudah memeriksakan anaknya ke dokter. Obat-obat yang
diberikan bukan untuk mengobati penyakit campak tersebut, melainkan berfungsi untuk
menurunkan risiko dari gejala-gejala yang ditimbulkan dari penyakit campak tersebut. Biasanya
obat yang diberikan adalah obat untuk mengatasi demam, seperti acetaminophen atau ibuprofen
bahkan terkadang juga diberikan obat penurun panas atau paracetamol. Untuk risiko gatal karena
ruam-ruam yang timbul, para dokter biasanya akan memberikan obat jenis anti histamine.
Sedangkan antibiotik jarang diberikan para dokter jika pada anak tersebut tidak tampak adanya
infeksi lain atau infeksi sekunder dari penyakit campak tersebut. Juga sering diberikan suplemen
vitamin A yang akan dapat mempercepat proses pemulihan kondisi tubuh si anak. Suplemen
tersebut diberikan oleh dokter berdasarkan dosis dan usia si anak. Risiko komplikasi lain yang
dapat ditimbulkan adalah mata memerah dan cara penangannya adalah dengan mengusap
mata si anak dengan kapas yang dibasahkan. Mata yang memerah biasanya cukup sensitif terhadap
cahaya, untuk mengatasinya adalah dengan menutup jendela kamar anak dengan tirai atau gorden
dan menyuruh anak untuk memakai kacamata hitam jika keluar rumah. Meskipun begitu, paparan
sinar matahari yang ringan tidak akan menyakiti mata. Risiko komplikasi yang lain adalah batuk,
biasanya anak tersebut akan diberikan obat-obat batuk yang berbentuk permen atau cair, seperti
dextromethorphan. Jika sampai terjadi sesak pada saluran pernapasan, biasanya orang tua tersebut
akan dianjurkan oleh dokter untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan uap.

4. SIMPULAN

Setelah dilakukan pengamatan terhadap beberapa perilaku orang tua terhadap penanganan
penyakit campak pada anak-anak dan wawancara dengan dr. Ivan Oetomo, MPH. dapat kami
simpulkan bahwa pada saat ini kebanyakan orang tua baru akan memperhatikan kondisi si anak
setelah sang anak terkena penyakit campak. Memang masih ada orang tua yang memiliki
kesadaran untuk melakukan imunisasi vaksin campak kepada anaknya, tetapi jumlahnya tidak
begitu banyak. Jadi, perilaku orang tua sangat berpengaruh pada penanganan, penyembuhan dan
pencegahan penyakit campak pada anak-anak.

5. SARAN

Penyakit campak memang bukan termasuk penyakit yang berbahaya, tetapi harus dapat
dilakukan pencegahan sebelum terkena infeksinya. Orang tua harus benar-benar memperhatikan
kondisi tubuh si anak terutama balita mulai dari munculnya gejala-gejala hingga bagaimana cara
menangani penularan dan penyebaran infeksi virus penyakit campak tersebut.

6. DAFTAR PUSTAKA
Jurnal
Dewi, Atika Putri, Darwin E, Edison. (2014). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu dengan Pemberian
Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi di Kelurahan Parupuk Tabing Wilayah Kerja Puskesmas
Lubuk Buaya Kota Padang Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(2), 114-118.
Giarsawan, Nyoman, Asmara, IWS, Yulianti, AE. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Campak di Wilayah Puskesmas Tejakula I Kabupaten Buleleng Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, 4(2), 140-145.
Mantang, Indriyati, Rantung, M, FreikeLumy. (2013). Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian
Imunisasi Campak pada Bayi di Puskesmas Bilalang Kota Kotamobagu. Jurnal Ilmiah Bidan,
1(1), 60-66.
Marniasih, Wulan, Hermawan, D, Abidin, Z. (2012). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Natar Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2012.
Jurnal Dunia Kesmas, 1(2), 1-10.
Meilani, Rina & Budiati, R E. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Campak di
Puskesmas Purwosari Kabupaten Kudus. Jurnal Keperawatan dan Kesehatan Masyarakat
Cendekia Utama, 2(1), 93-100.
Mujiati, Eka, Mutahar, R, Rahmiwati, A. (2015). Faktor Risiko Kejadian Campak pada Anak Usia 1-
14 Tahun di Kecamatan Metro Pusat Provinsi Lampung Tahun 2013-2014. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 6(2), 100-112.
Oktiavasari, Khuril Eka. (2018). Hubungan Imunisasi Campak dengan Kejadian Campak di Provinsi
Jawa Timur. Jurnal Berkala Epidemiologi, 6(2), 166-173.
Yulianti, Dini & Achadi, A. (2010). Kepatuhan Petugas terhadap SOP Imunisasi pada Penanganan
Vaksin Campak. Jurnal Kesehatan Masyarkat Nasional, 4(4), 154-161.

Anda mungkin juga menyukai