Tugas Pak Wur Larva
Tugas Pak Wur Larva
Soil-Transmitted Helminths
Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths (STH) adalah
cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai
untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Terdapat empat jenis STH yang paling
(Trichuris trichiura), dan cacing tambang atau hookworm (Necator americanus dan
gelang merupakan cacing yang hidup dan tersebar di daerah tropis dan sub tropis
dengan kelembaban udara yang tinggi. Cacing gelang dewasa habitatnya terdapat di
usus halus manusia dan stadium larvanya mengalami migrasi ke paru-paru. Cacing
dapat mencapai 40 cm. Ukuran cacing betina 20-35 cm dengan diameter 3-6 mm, dan
cacing jantan 15-31 cm dengan diameter 2-4 mm. Umur yang normal dari cacing
dewasa adalah 12 bulan, paling lama bisa lebih dari 24 bulan. Cacing betina dapat
memproduksi lebih dari 200.000 telur sehari terdiri dari telur yang dibuahi dan telur
yang tidak dibuahi. Dalam kondisi yang memungkinkan telur dapat tetap bertahan
hidup selama bertahun-tahun (Pacifico, 2001).Telur cacing yang telah dibuahi yang
keluar bersama tinja penderita, di dalam tanah yang lembab dan suhu yang optimal
akan berkembang menjadi telur yang infektif (mengandung larva cacing) dalam waktu
2-3 minggu. Infeksi terjadi dengan masuknya telur cacing yang infektif ke dalam
mulut, di dalam usus halus bagian atas dinding telur akan pecah sehingga larva dapat
keluar untuk selanjutnya menembus dinding usus halus dan masuk ke vena porta hati.
Bersama aliran darah vena, larva akan beredar menuju jantung, paru-paru, lalu
menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi ini berlangsung
akhirnya sampai ke usus halus. Sesudah berganti kulit, larva akan tumbuh menjadi cacing
dewasa. Dua bulan sejak infeksi (tertelan telur yang infektif), seekor cacing betina mulai
Siklus Hidup Ascaris lumbricoides, Cacing cambuk (T. trichiura) Cacing dewasa berbentuk
cambuk, dengan bagian anterior yang merupakan tiga perlima panjang tubuh berbentuk
langsing seperti tali cambuk, sedangkan dua perlima bagian tubuh posterior lebih tebal mirip
pegangan cambuk. Cacing jantan panjangnya sekitar 4 cm, dengan bagian ekor melengkung
ke arah ventral, mempunyai satu spikulum yang terselubung refraktil. Cacing betina
panjangnya 5 cm dengan bagian caudal membulat tumpul seperti koma. Telur berwarna
coklat mirip biji melon, berukuran sekitar 50x25 mikron, mempunyai dua kutub jernih yang
menonjol (Pacifico, 2001).Infeksi terjadi jika manusia tertelan telur yang infektif sesudah
telur mengalami pematangan di tanah dalam waktu 2-3 minggu. Di dalam usus halus dinding
telur pecah dan larva cacing keluar menuju sekum lalu berkembang menjadi cacing dewasa.
Cacing dewasa melekat pada mukosa usus halus terutama di daerah sekum dan kolon dengan
membenamkan kepalanya di dalam dinding usus. Satu bulan sejak masuknya telur infektif ke
dalam mulut, cacing dewasa yang terjadi sudah mulai mampu bertelur. Cacing dewasa dapat
hidup beberapa tahun di dalam usus manusia (Serra, 2011). Telur berbentuk lonjong tidak
berwarna, berukuran 65x40 mikron. Dinding telur tipis, tembus sinar, dan berisi embrio
(Soedarto, 2008).
.Jika larva filariform menembus kulit manusia, memasuki pembuluh darah dan limfe, beredar
di dalam aliran darah, masuk ke dalam jantung kanan, lalu masuk ke dalam kapiler
paru. Larva menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli, kemudian migrasi ke
bronki, trakea, laring, dan faring, akhirnya tertelan masuk ke filariform A.duodenale
jika tertelan juga dapat menyebabkan infeksi. larva berganti kulit untuk yang ketiga
kalinya. Migrasi ini berlangsung sekitar 10 hari. Dari esofaguslarva masuk ke usus
halus, berganti kulit untuk yang keempat kalinya, lalu tumbuh menjadi cacing dewasa.
Dalam waktu satu bulan cacing betina sudah mampu bertelur .(Pacifico, 2001)
Epidemiologi Cacing STH tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, terutama di
morbiditas dan penularan cacing ini berhubungan langsung dengan jumlah cacing di
prasekolah dan anak usia sekolah. Hal ini karena anak-anak tersebut terpapar dengan
banyak faktor resiko. Beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan tingginya
infeksi STH adalah kondisi geografis yang sesuai untuk perkembangan cacing,
fasilitas jamban yang belum memadai, higiene pribadi yang buruk, rendahnya tingkat
Migrasi larva STH dapat menimbulkan reaksi pada jaringan yang dilalui. Larva
reaksi inflamasi, dan pada individu sensitif dapat menyebabkan gejala seperti asma,
misalnya batuk, demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni
inflamasi eosinofilik granuloma pada jaringan paru yang dikenal dengan sindrom
inflamasi bronkiolar, dan eksudat serosa. Larva yang mati saat migrasi menimbulkan
vaskulitis dengan reaksi granuloma perivaskuler. Larva filariform cacing tambang saat
penetrasi menembus kulit menyebabkan perubahan pada kulit seperti pruritus dan
eritema yang disebut Ground itch. Bila larva cacing tambang masuk secara oral dapat
mengakibatkan nausea, muntah, iritasi faring, batuk, sesak nafas, dan suara serak
(Bethony, 2006).
Manifestasi klinik akibat infeksi STH di saluran gastrointestinal umumnya terjadi bila
intensitas infeksinya sedang dan berat, dengan intensitas infeksi yang paling tinggi
yang besar di usus halus dapat menyebabkan distensi abdomen dan rasa sakit, juga
dapat membentuk bolus yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal. Juga dapat
dan protein yang berpengaruh pada gangguan nutrisi dan pertumbuhan. Migrasi
cacing dewasa dari duodenum ke saluran empedu bisa menyebabkan kolik empedu,
dinding usus menimbulkan trauma dan kerusakan pada jaringan usus sehingga sering
terjadi infeksi sekunder dengan parasit usus lainnya seperti Entamoeba histolityca,
Shigella. Pada infeksi berat akan timbul gejala berupa anemia, diare berdarah, nyeri
perut, mual dan muntah, berat badan menurun, kadang terjadi prolaps rectum.
Kelainan akibat infeksi cacing tambang dewasa adalah kehilangan darah yang
disebabkan invasi ke mukosa dan sub mukosa usus halus. Hal ini menyebabkan
terjadinya anemia defisiensi besi, daya kognitif yang menurun, dan malnutrisi protein
larva, atau cacing dewasa dalam feses (Soedarto, 2008) 2.5Pencegahan dan
pemberantasan Secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga intervensi untuk
interval tertentu pada kelompok resiko tinggi mampu menurunkan angka kesakitan
dan memperbaiki kesehatan serta pertumbuhan anak. Anak usia pra sekolah (1-5
tahun) dan anak usia sekolah (5-15 tahun) merupakan kelompok resiko tinggi untuk
menderita infeksi STH dengan intensitas yang tinggi. Obat yang direkomendasikan
menurunkan kontaminasi air dan tanah. Sanitasi merupakan intervensi utama untuk
menghilangkan infeksi STH, tetapi agar efektif harus mencakup populasi yang luas
dan memerlukan waktu bertahun-tahun serta memerlukan biaya yang tidak sedikit
kesehatan diharapkan dapat mengurangi kontaminasi STH dengan tanah dan air
kebiasaan buang air besar tidak di jamban, pengobatan secara teratur tidak mampu
menurunkan penyebaran infeksi STH, hal ini karena setelah keberhasilan pengobatan
Telur keluar bersama tinja pada kondisi lembab, hangat, dan tempat yang teduh.
Telur menetas dalam 1-2 hari menjadi larva rabditiform yang tumbuh di tinja
dan/atau tanah menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5-10
hari. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari
langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Pada kontak hewan
(anjing dan kucing), larva menembus kulit dan dibawa melalui pembuluh darah
menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan
tempat kering, bersih, bebas urin, segera dikirim ke laboratorium pemeriksa. Lama tinja di
perjalanan sampai mencapai lab 1-2 jam setelah dikeluarkan penderita Sampel terbaik adalah
yang segar(baru) Pengumpulan harus dilakukan sebelum terapi antibiotika, antidiare, antasid,
Jumlah sampel yang dibutuhkan minimal 20-30 gram tinja padat atau 2-3 sendok
Bila dijumpai mukus atau darah maka sampel diambil dari tempat tersebut karena parasit
biasanya terdapat disitu. Tidak boleh menggunakan feses yang ditampung di kloset atau
terkontaminasi barium atau produk x-ray Beri label yang berisi identitas seperti nama,
Persiapan Penderita
Terangkan cara penampungan dan apa yang akan diperiksa Penderita diminta untuk defekasi
pada penampung feses bermulut lebar Jangan kencing di tempat penampungan Jangan
meletakkan kertas toilet pada penampung karena akan berpengaruh terhadap hasil
Pemeriksaan tinja cara langsung dengan kaca tutup cara langsung foto pem feses.doc
Pemeriksaan tinja dengan cara sedimentasi (metode Faust&Russell) Pemeriksaan tinja cara
flotasi dengan larutan NaCl jenuh (Metode Willis) Pemeriksaan tinja dengan teknik Kato
Cara Pemeriksaan tinja dengan teknik modifikasi Kato Katz Pemeriksaan tinja dengan teknik
(Army Med.Sch) Teknik hitung telur (Stool) Sediaan tinja langsung kaca tutup metoda
Beaver
Beberapa macam telur dalam tinja tidak dapat menentukan spesiesnya seperti cacing tambang
Cara biakan Harada-Mori Cara biakan modifikasi Harada-Mori Cara biakan Medium arang
yang mungkin ditemukan : E.hystolitica dan telur cacing Cara pengambilan bahan : cara
sedimentasi
Dahak : Larva dari Ascaris lumbricoides, SS,cacing tambang. Telur Paragonimus westermani
Kulit : (dengan irisan kulit) contoh : Onchocerca volvulus Kelenjar limfe : toxoplasma, filaria
Larva rhabditiform :tinja segar,biakan,aspirasi duodenum Larva filariform dan dws: biakan
mikrofilaria dalam darah tahapan pem filaria.doc PCR D/ Radioologi : USG, limfosintigrafi
deteksi Ag USG D/ fasioliasis bilier P.westermani : Telur dalm sputum/cairan pleura Reaksi
serologis
Cestoda T.saginata=T.solium
Proglotid keluar aktif dengan tinja/keluar spontan Telur dalam tinja atau anal swab D/
(EIA) merupakan teknik biokimia yang banyak digunakan di bidang imunologi untuk
mendeteksi adanya antibody atau antigen pada suatu sampel. ELISA diperkenalkan pada
tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya
interaksiantigendenganantibodidi dalam suatu sampel dengan menggunakanenzimsebagai
reporter label. Terdapat beberapa jenis teknik ELISA, yaitu (1) Indirect ELISA; (2) Direct
2ELISA Biotin Streptavidin. Dalam penggunaan sehari-hari ELISA bisa digunakan unruk
melabel suatu antigen atau mengetahui antibody yang ada dalam tubuh. Apabila kita ingin
mengetahui antigen apa yang ada di dalam tubuh, maka yang diendapkan adalah antibody-
nya, begitu pula sebaliknya. Untuk mendeteksi kadar suatu protein, maka dapat digunakan
teknik ELISA sandwich assaydengan dengan mengedapkan antibody pada well plate.Gambar
1. Prinsip metode ELISA sandwichuntuk memeriksa kadar protein sampelFungsi dari test
ELISA yaitu bukan hanya untuk mengetahui keberadaan suatu antigen dengan antibodi tetapi
juga untuk mengukur kadar antigen atau antibodi tersebut dengan menggunakan
alatspektrofotometer. Spektrofotometer adalah sebuah alat yang dapat mengukur jumlah dari
cahaya yang menembus sumuran dari microplate. Kompleks antigen-antibodi yang terjadi
pada well mcroplate dan setelah pemberian substrat, enzim yang terikat pada antibody ke dua
pada kompleks antigen-antibodi yang terbentuk akan memberikan perubahan warna pada
cairan tersebut, sehingga akan memberikan optical densityyang berbeda. Optical densitydapat
akan menghasilkan kurva dose-response yang nantinya akan digunakan untuk mengestimasi
Sampel
dalam tabung yang berisi EDTA untuk diambil plasma darahnya, sementara sampel ke 3
Perlengkapan
untuk pengambilan sampel darah, (Alkohol Swab, Torniquet dan Plester) b.Tabung sampel
menggunakan micropipet, masukkan Standard 7-0 ke dalam well kolom 1 (A-H) sebanyak
100 μL.2.Dengan menggunakan micropipet, masukkan Sampel 1-3 ke dalam well kolom 2
(A-H) sebanyak 100 μL.3.Diinkubasikan pada suhu ruangan selama 60±2 menit. Tutup well
platedengan plastik transparan dan dalam posisi sejajar.Gambar 5.Elisa Well Plateyang telah
dicoating dengan antibody anti-prealbumin dari pabrik. Standard 0-7 dimasukkan masingke
dalam well A01-H01, sementara sampel 1 pada well A02, D02dan G02; sampel 2 pada well
B02, E02 dan H02; sampel 3 pada well C02 dan F02standardSampel
tutup dengan aluminium foil (dalam keadaan gelap) dan inkubasi selama 30±2
Solution)pada masing-masing welldan inkubasi dengan suhu ruangan dan keadaan gelap
well.11.Masukkan seluruh well ke Elisa Reader Multiskan GOdan lakukan pembacaan hasil
Solutionc.Standard dan smpel berwarna biru sebelum diberikan substrat d. setelah pemberian
substrat dan stop solution menjadi berwarna kekuningan dan diperiksa menggunakan ELISA
__ https://s3-us-west-2.amazonaws.com/oww-files-public/9/97/Laporan_ELISA.pdf
__ http://www.pdspatklin.or.id/assets/files/pdspatklin_2017_10_03_10_53_12.pdf
__http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/50223/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
__https://e-journal.unair.ac.id/BIOPASCA/issue/view/390
__https://medlab.id/cacing-tambang-hook-worm/