Anda di halaman 1dari 5

Nama : Febryan

Nim : 30000218410005

Semester : II (Dua)

Tugas mata kuliah : Epidemiologi khusus

Dosen Pengampu : Prof. Dr.dr.Anies,M.Kes,PKK

PENYAKIT AKIBAT LINGKUNGAN


LEPTOSPIROSIS PASCABANJIR

Musim hujan sering menimbulkan banjir dibanyak tempat. Sebagian daerah, terutama
pantai utara Jawa, sering lumpuh oleh banjir. Kondisi semacam ini tidak hanya
mengakibatkan kerugian harta benda, tetapi segera disusul berjangkitnya beberapa macam
penyakit. Diare dan gatal-gatal karena penyakit kulit memang paling banyak diderita
masyarakat yang didaerahnya mengalami kebanjiran atau tergenang air. Namun, ada suatu
penyakit yang perlu diwaspadai pascabanjir, yaitu penyakit leptospirosis. Penyakit pada
hewan yang dapat berjangkit pada manusia (zoonosis) ini bahkan jarang disadari oleh
penderita sendiri.

Penyakit leptospirosis mula-mula dilaporkan oleh Adolf Weil pada tahun 1886, yaitu
munculnya penyakit dengan gejala panas tinggi disertai beberapa gejala saraf dan
pembesaran hati dan limpa. Waktu itu penyebabnya belum diketahui. Barulah 30 tahun
kemudian, Inado dan Ito di Jepang serta Hubener dan Reiter di Jerman menemukan
penyebabnya, yaitu leptospira, sejenis mikroorganisme dari golongan bakteri dan hanya dapat
dilihat menggunakan mikroskop lapangan gelap.

Di musim hujan, terutama pascabanjir, adanya gejala demam, sakit kepala, menggigil,
lemah, muntah, disertai nyeri otot, terutam betis, perlu diwaspadai kemungkinan
berjangkitnya penyakit ini. Sebenernya leptospirosis adalah penyakit pada binatang,
sebagaimana antraks. Namun, dalam kondisi tertentu penyakit ini dapat ditularkan pada
manusia. Meskipun demikian tetap juga berbahaya sebagaimana penyakit-penyakit lain yang
menyerang pada manusia, terutama karena mengenai beberapa organ dalam yang vital, lebih-
lebih penyakit ini disertai gejala dan tanda yang tidak berbeda dengan penyakit pada manusia
sehingga menimbulkan kekeliruan.

BERITA yang cukup mengejutkan ditampilkan oleh Suara Merdeka. Diberitakan, 89


orang meninggal akibat leptospirosis di Jawa Tengah (SM, 1/4). Meskipun, seperti dikatakan
oleh Kepala Dinas Kesehatan, bahwa kasus di Jateng paling tinggi dibandingkan dengan
provinsi lain di Indonesia. Paling khas terjadi, berkaitan dengan derasnya hujan. Di beberapa
daerah di Jateng bahkan telah terjadi banjir.
Dalam kondisi seperti ini, ada satu penyakit yang ditandai dengan keluhan ”nyeri betis”
dan ”kuning”, tanpa disadari penderitanya hampir selalu melonjak setiap habis kebanjiran,
yang dikenal dengan leptospirosis. Pada umumnya penderita kurang menyadari munculnya
”nyeri betis” sehabis daerahnya kebanjiran. Hal ini tentu berbeda dari diare atau gatal-gatal,
yang disadari sebagai gejala suatu penyakit, sehingga langsung mencari upaya pengobatan.

Seringkali ”nyeri betis” dianggap sebagai kelelahan semata, padahal ini merupakan gejala
penyakit serius. Pada musim hujan, terutama sehabis timbul banjir, gejala demam, sakit
kepala, menggigil, lemah, muntah, nyeri otot terutama betis, perlu diwaspadai kemungkinan
berjangkitnya penyakit ini.

Infeksi leptospira pada manusia merupakan kejadian yang bersifat insidental. Penyakit
leptospirosis justru sebenarnya khas terdapat pada binatang seperti anjing, kucing, kambing,
babi, binatang pengerat terutama tikus.

Dalam hal ini infeksi terjadi karena kontak dengan kulit, terutama kulit yang luka atau lecet.
Misalnya sewaktu seseorang membersihkan saluran air, mencebur di genangan air, tanah
lembab atau lumpur serta tanaman yang tercemar air kencing binatang yang mengandung
bakteri tadi.

Leptospira dikeluarkan bersama tinja dan air kencing binatang tersebut. Celakanya,
bakteri ini dapat hidup dan bertahan di alam luar, baik di tanah maupun air, sampai beberapa
minggu lamanya. Lama bertahan bisa lebih panjang lagi, jika keasaman tanah ataupun air
serta suhu sekitar sesuai bagi bakteri ini. Masa inkubasi, yakni sejak manusia terinfeksi
leptospira sampai timbulnya gejala pertama, berkisar antara 14-19 hari, dengan rata-rata 10
hari. Serangannya bersifat mendadak (akut). Dimulai dengan kelemahan, demam tinggi, rasa
”takut sinar” atau merasa nyeri bila melihat sinar.

Gejala yang khas pada penyakit ini yaitu timbulnya rasa nyeri pada otot, terutama otot betis.
Apabila dipegang, otot betis terasa nyeri sekali. Demikian pula pada otot-otot lain, biasanya
otot-otot punggung bagian bawah dan otot-otot paha juga terasa nyeri.

Gejala demikian biasanya juga bercampur dengan kelelahan, terutama setelah bekerja keras.
Leptospirosis memang memiliki gejala yang hampir mirip dengan keluhan orang ”masuk
angin”, sehingga orang menganggap seperti penyakit biasa.
Gejala awal itu seperti masuk angin, panas, pusing, nyeri sendi, terutama otot betis. Kalau
ada gejala seperti itu, langsung ke fasilitas pelayanan kesehatan. Apalagi kalau setelah
kerjabakti, baik di rumah atau di lingkungan yang berhubungan dengan sampah. Kondisi ini
harus waspada dan perlu berkonsultasi dokter.

Sebab untuk tahu leptospirosis harus dilakukan pemeriksaan laboratorium. Gejala lain yang
menyertai, antara lain nafsu makan berkurang sampai hilang sama sekali. Penderita merasa
mual sampai muntah-muntah hebat. Kadang-kadang justru disertai diare.

Di samping itu, disertai pula timbulnya manifestasi perdarahan, berupa muntah darah,
terdapat darah dalam tinja, perdarahan di bawah kulit dan sebagainya. Sering pula kelihatan
pembuluh darah halus yang tampak membayang (injeksi) pada selaput bening mata ataupun
hulu kerongkongan.

Hati dapat membesar dan disertai gejala serta tanda mirip orang ”sakit kuning” (hepatitis),
yaitu selaput lendir serta kulit berwarna kuning. Dalam kondisi tertentu, jantung dan ginjal
dapat terkena. Tidak jarang pula timbul gangguan saraf yang bermanifestasi sebagai kaku
kuduk sampai bingung.

Upaya Pencegahan

Musim hujan, terutama bila telah terjadi banjir, erat hubungannya dengan penyakit ini.
Karena itulah, hampir dapat dipastikan bahwa setiap musim hujan penyakit leptospirosis pasti
meningkat. Meskipun mudah dilakukan pengobatan oleh dokter, tetapi lebih baik jika tidak
sampai terjangkit.

Hal ini mengingat bahwa kebanyakan orang merasa tidak perlu mencari upaya pengobatan,
karena dianggap sebagai kelelahan atau ”masuk angin” biasa. Di samping itu, pencegahan
lebih murah dan mudah dilakukan.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pintu masuk pada manusia adalah kulit yang terluka
atau lecet, terutama pada kaki. Hal ini karena kaki memang sering tergenang air sewaktu
terjadi banjir. Di samping kaki, pintu masuk lain adalah selaput lendir mata, mulut maupun
hidung.
Pencelupan pada air yang telah tercemar air kencing binatang yang mengandung leptospira,
merupakan sumber penjangkitan yang banyak terjadi. Misalnya sehabis membersihkan sisa-
sisa banjir atau mengendarai sepeda ataupun sepeda motor tanpa menggunakan alas kaki.

Demikian pula para pekerja kasar yang sering kontak dengan air genangan, seperti petani
yang mencangkul di sawah atau pekerja pembersih selokan. Upaya pencegahan yang utama
adalah menjaga kebersihan diri atau lingkungan. Segeralah membnersihkan diri dan
lingkungan sekitar setelah terjadi banjir.

Setelah mencebur di air genangan, segeralah membersihkan diri, mencuci dan menyabun
secara bersih. Para pekerja dan ibu rumah tangga sebaiknya menggunakan sepatu bot, untuk
mengurangi sedapat mungkin kontak dengan air banjir. Rumah, terutama lantai dan dinding
yang terkena air banjir, harus segera dibersihkan dari sisa-sisa banjir.

Pergunaan lisol untuk campuran dalam membersihkan lantai. Apabila menemui gejala dan
tanda seperti disebutkan di depan, segera menghubungi dokter untuk memperoleh kepastian
serta pengobatan yang tepat. Pengobatan secara cepat dapat mencegah terjadinya berbagai
komplikasi.

Refrensi ;

__ Buku Ajar Kedokteran Lingkungan ; Penyakit Akibat Lingkungan , Prof.Dr. dr Anies


MKes PKK, tahun 2018

— suaramerdeka.com. Prof Dr dr Anies MKes PKK, guru besar Fakultas Kedokteran dan
Sekretaris Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai