Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS

SKABIES

PEMBIMBING
dr. Nadiah Soleman, Sp.KK, M.Kes

PENULIS
Nurpadila Ramadanti
030.13.151

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 10 DESEMBER 2018 – 12 JANUARI 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :


“SKABIES”

Disusun dan diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan


Kepanitraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Kardinah Tegal
periode 10 Desember 2018 – 12 Januari 2019

Disusun Oleh
Nurpadila Ramadanti
030.13.151

Tegal, Desember 2018


Mengetahui,

Pembimbing

dr. Nadiah Soleman, Sp.KK, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Skabies” dengan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di
Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal.
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Nadiah Soleman, Sp.KK selaku pembimbing, seluruh dokter bagian Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Kardinah kota Tegal, serta rekan-rekan
anggota Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah
memberi dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan
tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, penulis berharap adanya masukan,
kritik, maupun saran yang bersifat membangun. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi profesi, pendidikan, dan masyarakat. Akhir kata, penulis mohon
maaf atas segala kekurangan yang ada.

Tegal,
Desember 2018

Nurpadila Ramadanti
030.13.151

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh


infestasi dan sensitisasi tungau Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya
pada tubuh. Sarcoptes scabiei jenis ini tergolong famili atropoda kelas araknida,
ordo akarina, famili sarkoptes. Penyakit ini dikenal juga dengan nama the itch,
gudik atau gatal agogo. Saat ini Badan Dunia menganggap penyakit skabies
sebagai pengganggu dan perusak kesehatan yang tidak dapat dianggap lagi hanya
sekedar penyakitnya orang miskin karena penyakit skabies masa kini telah
merebak menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang semua tingkat sosial.
Skabies merupakan penyakit kulit menular yang terdapat di semua negara
dengan prevalensi yang bervariasi. Di negara yang sedang berkembang prevalensi
scabies 6%-27% populasi umum. Menurut Departemen Kesehatan RI prevalensi
skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986 adalah 4,6 % - 12,95 %
dan skabies menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering. Di bagian
Kulit dan Kelamin FKUI/RSCM pada tahun 1988, dijumpai 704 kasus skabies
yang merupakan 5,77 % dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989 dan 1990
prevalensi skabies adalah 6 % dan 3,9 %. Skabies menyerang semua ras dan
kelompok umur dan yang tersering adalah kelompok anak usia sekolah dan
dewasa muda (remaja). Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi
Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001 dari 9 rumah sakit di 7 kota
besar di Indonesia,diperoleh sebanyak 892 penderita skabies dengan insiden
tertinggi pada kelompok usia sekolah (5-14 tahun) sebesar 54,6%. Frekuensi
kejadian penyakit ini antara pria sama dengan wanita. Perkembangan penyakit ini
juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang rendah, tingkat higienitas
yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta
penatalaksanaan.

1
2
BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : An. MH
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 12 tahun
Alamat : Jalan. Kemuning RT 02 RW 03, Slerok
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : Kelas II SMP (pesantren)
Status pernikahan : Belum menikah
Tanggal datang ke poli : 18 Desember 2018
No. RM : 936590
Ruang : Poliklinik Kulit Kelamin

II. RIWAYAT PENYAKIT


A. ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 Desember 2018 pukul 10.00
WIB.
Lokasi : Ruang poliklinik kulit dan kelamin RSUD Kardinah Tegal
Tanggal/Waktu : Selasa, 18 Desember 2018

1. Keluhan Utama : Gatal-gatal di daerah sela-sela jari tangan kanan dan kiri,
kedua tungkai, dan alat kelamin sejak 6 bulan yang lalu

3
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik penyakit kulit dan kelamin RSUD Kardinah
Tegal dengan keluhan gatal-gatal di daerah sela-sela jari tangan kanan dan kiri,
kedua tungkai, dan alat kelamin sejak 6 bulan yang lalu. Selain itu awalnya
pasien mengeluh terdapat bruntus-bruntus berwarna kemerahan sebesar jarum
pentul dan terasa gatal yang memberat pada malam hari. Sekitar satu minggu yang
lalu, keluhan gatal dan bruntus-bruntus kemerahan tersebut semakin meluas
hingga ke sela paha, dan bokong. Pasien mengaku sulit tidur akibat rasa gatal
tersebut. Pasien sering menggaruk bagian yang terasa gatal sehingga
menyebabkan beberapa kulitnya tampak lecet dan berdarah.
Pasien mengaku bila tidak merasa digigit serangga sebelumnya. Pasien
juga menyangkal terdapat keluhan demam, batuk pilek maupun sulit menelan.
Pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya. Riwayat orang
sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh pasien, yaitu teman-
teman pasien yang sering diajak bermain dan terkadang tidur bersama. Pasien
biasanya mandi 2 kali dalam sehari, mengganti pakaiannya 2 kali sehari termasuk
pakaian dalam dan menggunakan handuk sendiri. Kebiasaan mengganti sprei
tidak tentu (kadang-kadang lebih dari 4 minggu).

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Tidak ada
riwayat alergi terhadap makanan, obat-obatan maupun debu. Riwayat
diabetes melitus disangkal.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Kaka kandung pasien pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini
sebelumnya dan sudah diobati. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat asma, alergi makanan, obat-obatan maupun debu.

4
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien mengaku biasanya mandi 2 kali dalam sehari dengan air
PAM dan memakai sabun, Handuk terkadang dipakai bergantian dengan
teman-temannya, pasien tidak menggunakan pakaian berganti-gantian
dengan temannya yang lain, pasien sering mengganti pakaian bila sehabis
mandi dan berkeringat banyak, sprei diganti tidak menentu (kadang lebih
dari 4 minggu), dan kasur jarang dijemur.

6. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya dan bila keluhan gatal-
gatal muncul pasien hanya dibawa ke UKS sekolah namun tidak ada
perbaikan dan sering kambuh-kambuhan dan pasien lupa nama obat yang
diberikan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
BB : 41 kg
TB : 149 cm
IMT : 18,46
Kesan gizi : Normal
Tanda Vital
Tekanan darah: 110/70 mmhg
Nadi : 84x/menit, reguler, isi cukup
Napas : 20x/menit
Suhu : 36,5˚C (diukur dengan thermometer)
SpO2 : 99%

5
Status Generalis
Kepala : Normocephali, kelainan pada kepala (-)
Rambut : Hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, luka/jaringan parut (-), malar rash (-)
oedem pipi (-)
Mata
Oedem palpebra : (-/-) Visus : tidak dilakukan
Ptosis : (-/-) Lagoftalmos : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-) Cekung : (-/-)
Konjungtiva anemis : (-/-) Injeksi : (-/-)
Eksoftalmos : (-/-) Endoftalmos : (-/-)
Strabismus : (-/-) Pupil : bulat, isokor
Refleks cahaya : langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Telinga
Bentuk : normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang +/+ Cairan : -/-
Serumen : -/- Ruam merah : -/-
Membran timpani : sulit dinilai
Refleks cahaya : sulit dinilai
Hidung
Bentuk : Simetris, tidak tampak deviasi
Napas cuping hidung : (-/-)
Mukosa hidung : Hiperemis (-/-)
Sekret : (-/-)
Bibir : Mukosa berwarna merah, kering (-), sianosis (-)
Mulut : Trismus (-), halitosis (-), mukosa gusi dan pipi merah
muda, oral hygiene baik
Lidah : Normoglosia, mukosa merah muda, atrofi papil (-),
tremor (-), coated tongue (-)
Tenggorokan : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah,

6
tonsil (T1-T1)
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran
tiroid maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak
teraba pembesaran tiroid maupun KGB, trakea teraba di
tengah. Buffalo hump (-) JVP 5+3cm
Toraks
Inspeksi : Bentuk dada normal, petechie (-), gerak dinding dada
statis dan dinamis simetris, tipe pernapasan
thorakoabdominal, pulsasi ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Pernapasan simetris, vokal fremitus simetris, ictus cordis
teraba pada ICS V Midclavicularis sinistra.
Perkusi : Hemitoraks kanan dan kiri sonor, batas paru dan hepar
setinggi ICS VI linea midclavicularis dekstra, batas paru
dan lambung setinggi ICS VIII linea axillaris anterior
sinistra.
Batas jantung kanan setinggi ICS VI linea
midclavicularis dekstra, batas jantung kiri setinggi ICS
VII linea axilla anterior, batas atas jantung setinggi ICS
II linea parasternalis sinistra.
Auskultasi : Suara napas vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak dijumpai adanya eflorosensi pada kulit
perut,kulit keriput (-), venektasi (-), gerak dinding perut
saat bernapas simetris
Auskultasi : Bising usung (+)
Perkusi : Shifting dullness (-),
Palpasi : Supel, defense muscular (-), nyeri tekan (-),nyeri lepas (-),
massa(-), Hepar dan lien tidak membesar, ballottement
ginjal (-), undulasi (-), turgor kulit kembali cepat.
Genitalia : Jenis kelamin laki-laki

7
Kelenjar getah bening
Preaurikular : Tidak teraba membesar
Postaurikular : Tidak teraba membesar
Submandibula : Tidak teraba membesar
Mentale : Tidak teraba membesar
Supraklavikula : Tidak teraba membesar
Aksila : Tidak teraba membesar
Inguinal : Tidak teraba membesar
Ekstremitas atas dan bawah
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang,
edema (-/-) pada ekstremitas bawah, hiperemis (-),
sianosis (-)
Palpasi : Capillary filling time < 2 detik, akral hangat pada keempat
ekstremitas, edema pretibial (-/-), teraba hangat, nyeri
tekan (-).
Kulit
Sawo matang, tidak tampak sianosis, tidak tampak ikterik, turgor kulit
kembali cepat < 2 detik.
Status Neurologis : Tidak dilakukan

Status Dermatologis
 Distribusi: regional
 Ad regio: genitalia, interdigitalis bilateral, dorsum manus
bilateral, dan cruris bilateral
 Lesi: multipel, berbentuk bulat, tidak teratur, berbatas tidak
tegas, ukuran miliar-lentikular, tidak tampak lesi tepi yang aktif
 Efloresensi: makula eritematosa hingga hiperpigmentasi, papul
eritematosa, pustul, dan ekskoriasi.

8
Gambar 1. Lesi pada interdigitalis bilateral dan dorsum manus bilateral

9
Gambar 2. Lesi pada cruris bilateral

IV. DIAGNOSIS
Diagnosis Banding
 Skabies
 Prurigo hebra
 Dermatitis

Diagnosis Kerja
Skabies

V. RESUME
Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun datang ke poliklinik RSUD
Kardinah dengan keluhan gatal-gatal pada daerah sela-sela jari tangan kanan dan
kiri, kedua tungkai, dan alat kelamin sejak 6 bulan yang lalu. Selain itu awalnya
pasien mengeluh terdapat bruntus-bruntus berwarna kemerahan sebesar jarum
pentul dan terasa gatal yang memberat pada malam hari. Sekitar satu minggu yang
lalu, keluhan gatal dan bruntus-bruntus kemerahan tersebut semakin meluas
hingga ke sela paha, dan bokong. Pasien mengaku sulit tidur akibat rasa gatal

10
tersebut. Pasien sering menggaruk bagian yang terasa gatal sehingga
menyebabkan beberapa kulitnya tampak lecet dan berdarah.
Pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya. Riwayat orang
sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh pasien, yaitu teman-
teman pasien yang sering diajak bermain dan terkadang tidur bersama.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam batas normal. Pada
status dermatologis ditemukan distribusi regional ad regio genitalia, interdigitalis
bilateral, dorsum manus bilateral, dan cruris bilateral. Lesi multipel, berbentuk
bulat, tidak teratur, berbatas tidak tegas, ukuran miliar-lentikular, tidak tampak
lesi tepi yang aktif. Dengan efloresensi makula eritematosa hingga
hiperpigmentasi, papul eritematosa, pustul, dan ekskoriasi.

VI. USULAN PEMERIKSAAN


 Menemukan tungau dengan jarum
 Kuretase terowongan

VII. TATALAKSANA
 Non Farmakologis
a. Promotif
1) Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini disebabkan oleh
infestasi parasit di mana penyakit ini berhubungan dengan
higienitas yang rendah. Diterangkan juga bahwa penyakit ini
sangat menular.
2) Menjemur kasur, karpet, dan sofa dibawah sinar matahari.
3) Ganti pakaian, handuk, sprei, yang telah pasien gunakan, bila perlu
direndam dengan air panas.

b. Preventif
1) Edukasi kepada pasien dan keluarga untuk meningkatkan
kebersihan perorangan dan lingkungan, antara lain kebiasaan

11
mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun dan menggosok
anggota badan dengan baik. Membersihkan lantai rumah dengan
baik, tidak menggantung pakaian, dan membuka jendela rumah
pada siang hari sebagai pencahayaan dan ventilasi.
2) Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota
keluarga serumah.
3) Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan
pengobatan yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

 Farmakologis
o Sistemik:
1) Cetirizin 75 mg 1x1

o Topikal:
1) Krim permethrin 5% dioleskan jam 18.00 wib (mandi sore) dan
boleh terkena air lagi jam 05.00 wib (mandi pagi), didiamkan
selama 8-10 jam, ulangi dalam 7 hari.

VIII. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

IX. KOMPLIKASI
Infeksi sekunder
Dermatitis iritan

12
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis pada kasus ini berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik


yang dilakukan. Dari anamnesis didapatkan bintik kemerahan yang gatal timbul
pada sela-sela jari kedua tangan, kedua tungkai, dan alat kelamin. Keluhan gatal
dirasakan semakin hebat pada malam hari. Pasien tinggal di pesantren bersama
teman-temannya. Riwayat orang sekitar yang mengalami keluhan yang sama
dibenarkan oleh pasien, yaitu teman-teman pasien yang sering diajak bermain dan
terkadang tidur bersama. Pasien dapat didiagnosis menderita penyakit skabies,
dimana hal ini sesuai dengan teori yang ada bahwa dengan ditemukannya 2 dari 4
tanda kardinal skabies maka diagnosis klinis dapat ditegakkan. Tanda kardinal
tersebut antara lain:

 Proritus nokturna, yaitu gatal pada malam hari karena aktivitas


tungau lebih tinggi pada malam hari

 Ditemukan pada sekelompok manusia, misalnya mengenai seluruh


keluarga, sebagian tetangga yang berdekatan

 Ditemukannya kanalikulus pada tempat predileksi yang berwarna


putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ditemukan papul atau
vesikel

 Menemukan tunggau. Merupakan hal yang paling diagnostik

Tanda kardinal yang ditemukan pada pasien adalah pruritus nokturna, adanya
orang disekitar pasien yang mempunyai riwayat keluhan yang sama dan
ditemukannya kanalikulus.

13
Dari status dermatologis didapatkan lesi yang letaknya regional pada
regio genitalia, interdigitalis bilateral, dorsum manus bilateral, dan cruris
bilateral. Lesi multipel, berbentuk bulat, tidak teratur, berbatas tidak tegas, ukuran
miliar-lentikular, tidak tampak lesi tepi yang aktif. Efloresensi makula
eritematosa hingga hiperpigmentasi, papul eritematosa, pustul, dan ekskoriasi. Hal
ini sesuai dengan diagnosis skabies, dimana pada teori dikatakan bahwa predileksi
terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis maka penyebarannya
dapat bersifat atipikal.

Pada kasus ini dipikirkan diagnosis banding yaitu pruritus hebra yaitu
penyakit kulit kronis dimulai sejak bayi atau anak, sering terdapat pada anak
dengan tingkat sosial ekonomi dan hygiene yang rendah. Penyebab pasti belum
diketahui, diduga sebagai penyakit herediter akibat kepekaan kulit terhadap
gigitan serangga. Tanda khasnya adalah adanya papul-papul miliar tidak
berwarna, berbentuk kubah, sangat gatal. Tempat predileksinya di ekstremitas
bagian ekstensor dan simetris. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien baru
mengalami.

Sedangkan pada dermatitis, meskipun memberikan kelainan kulit yang


hampir sama namun pada dermatitis tidak akan ditemukan kanalikuli dan pada
anamnesis tidak didapatkan adanya anggota keluarga atau orang sekitar yang
menderita keluhan yang sama.

Penatalaksanaan pada kasus skabies dapat dilakukan dengan non


medikamentosa dan medikamentosa. Penatalaksanaan non medikamentosa yaitu
dengan memberikan edukasi seperti rajin melakukan pengobatan dan seluruh
anggota keluarga atau orang sekitar yang mengalami keluhan yang serupa harus
diobati, menjaga kebersihan pasien dan keluarga, seluruh pakaian di rumah dicuci
dengan menggunakan air hangat, kasur, bantal dan benda-benda lain yang tidak

14
dapat dicuci harus dijemur, kontrol seminggu sekali untuk melihat hasil terapi dan
perkembangan penyakit.
Penatalaksanaan medikamentosa pada pasien ini adalah dengan
memberikan obat secara topikal dan sistemik. Obat topikal yang diberikan
permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari baik yang gatal
maupun tidak didiamkan selama 8-10 jam, dan dioleskan setiap satu kali dalam
seminggu. Pada teori yang telah dikemukakan bahwa obat topikal yang paling
baik diberikan pada anak-anak berupa permetrin 5% krim mengingat efektif pada
semua stadium skabies dan toksisitasnya yang rendah serta penggunaanya yang
mudah dan dapat diperoleh dengan mudah di apotek. Target utama pengobatan
permetrin adalah membran sel skabies. Obat ini membuat ion Cl masuk ke dalam
sel secara berlebihan, membuat sel saraf sulit depolarisasi dan parasit akan
paralisis/lumpuh. Obat ini efektif membunuh parasit, tetapi tidak efektif untuk
telur. Oleh karena itu, penggunaan permetrin hingga 3 kali pemberian sesuai
siklus hidup tunggau. Pemberian kedua dan ketiga dapat membunuh tunggau yang
baru menetas. Obat sistemik yang diberikan berupa cetirizin yang merupakan obat
golongan antihistamin sehingga dapat mengurangi rasa gatal pasien. Prognosis
dari skabies yang diderita pasien pada umumnya adalah baik bila diobati dengan
benar dan juga menghindari faktor pencetus dan predisposisi, demikian juga
sebaliknya. Selain itu, perlu juga dilakukan pengobatan kepada anggota keluarga
atau orang sekitarnya yang mengalami keluhan yang sama. Bila dalam
perjalanannya skabies tidak diobati dengan baik dan adekuat maka Sarcoptes
scabei akan tetap hidup dalam tubuh manusia karena manusia merupakan host
definitive dari parasit tersebut.

15
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

a. Anatomi dan Faal Kulit


Kulit adalah organ terbesar pada tubuh manusia dengan berat sekitar 5
kg dan luas 2 m2 pada seseorang dengan berat badan 70 kg. Bila diamati
lebih teliti, terdapat variasi kulit sesuai dengan area tubuh. Kulit yang tidak
berambut disebut kulit glabrosa, ditemukan pada telapak tangan, dan telapak
kaki. Pada kedua lokasi tersebut, kulit memiliki relief yang jelas di
permukaannya yang disebut dermatoglyphics.1
Secara Histologi, kulit glabrosa kaya akan kelenjar keringat tetapi
miskin kelenjar sebasea. Kulit yang berambut selain memiliki folikel rambut
yang besar dan terletak dalam hingga ke lapisan lemak kulit (subkutis),
sedangkan kulit dahi memiliki rambut yang halus rambut yang halus atau
rambut velus tetapi dengan kelenjar sebasea yang berukuran besar.1
Kulit dan adneksanya menjalankan berbagai tugas dalam memelihara
kesehatan manusia secara utuh yang meliputi fungsi, yaitu:
1. Perlindungan fisik terhadap gaya mekanik, sinar ultraviolet,
bahan kimia
2. Perlindungan imunologik
3. Ekskresi
4. Penginderaan
5. Pengaturan suhu tubuh
6. Pembentukan vitamin D
7. Kosmetis
Fungsi-fungsi tersebut lebih mudah dipahami dengan meninjau struktur
mikroskopik kulit yang terbagi menjadi 3 lapisan: epidermis, dermis, dan
subkutis. Dalam menjalankan berbagai fungsi di atas, ketiga lapisan tersebut
bertindak sebagai satu kesatuan yang saling terkait satu dengan yang lain.
 Epidermis
Terbagi atas beberapa lapisan yaitu :

16
a. Stratum basal
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-
selnya terletak dibagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel
di atasnya dan merupakan sel-sel induk.
b. Stratum spinosum
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai
0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan.
c. Stratum granulosum
Stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut
hanya terdapat 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit.
d. Stratum lusidum
Langsung dibawah lapisan korneum, terdapat sel-sel gepeng tanpa inti
dengan protoplasma.
e. Stratum korneum
Stratum korneum memiliki sel yang sudah mati, tidak mempunyai inti
sel dan mengandung zat keratin. 1

 Dermis
Lapisan dermis jauh lebih tebal dibanding epidermis terdiri atas lapisan
elastic dan fibrosa padat dan folikel rambut.
Dibagi menjadi 2 bagian
o Pars papilare
 Bagian ini menonjol ke epidermis
 Terdiri dari free nerve ending/ujung saraf bebas dan
pembuluh darah
o Pars retikulare
 Bagian ini menonjol kearah subkutan
 Terdiri atas serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin,
retikulin)
 Kolagen dibentuk oleh fibroblas

17
 Retikulin mirip dengan kolagen, tetapi kolagen yang muda.1

 Hipodermis (subkutis)
Terdiri atas jaringan ikat longgar (sel-sel lemak), ujung saraf tepi,
pembuluh darah dan getah bening.

Gambar struktur kulit

 Vaskularisasi
Diatur oleh 2 pleksus:
o Pleksus superfisial
Terletak diatas bagian dermis. Pleksus superfisial bagian atas
terdapat anastomosis di papil dermis. Pleksus superfisial di pars retikulare
dan pleksus profunda terapat anastomosis.1

o Pleksus profunda
Terletak di subkutis.

 Adneksa Kulit
Terdiri dari:

18
a. Kelenjar kulit
 Glandula sudorifera
Ada dua macam kelenjar keringat, kelenjar ekrin (kecil,
letak dangkal di dermis dan sekret encer) dan kelenjar apokrin
(lebih besar, letak dalam dan sekret lebih kental).
 Glandula sebasea
Terletak diseluruh permukaan kulit kecuali telapak tangan
dan kaki. Jenis kelenjar holokrin (tidak berlumen dan sekret
kelenjar berasal dari dekomposisi). Biasanya terletak disamping
akar rambut dan muaranya terdapat pada lumen akar rambut.1

b. Rambut
Dibagi menjadi akar rambut dan batang rambut, terdapat 3
macam tipe rambut, lanugo (halus, tidak ada pigmen, terdapat
pada bayi), velus (pendek, halus dan tidak berpigmen) dan
rambut terminal (lebih kasar, banyak pigmen dan terdapat pada
orang dewasa)1

c. Kuku
Salah satu adneksa kulit yang mengandung lapisan tanduk,
terdapat pada ujung-ujung jari tangan dan kaki. Fungsinya
selain membantu jari-jari untuk memegang, juga digunakan
sebagai cermin kecantikan. Terdiri dari matriks kuku, dinding
kuku,, dasar kuku, alur kuku, akar kuku, lempeng kuku, lunula,
eponikium, dan hiponikium.1

b. Definisi Skabies
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiel var, hominis, dan produknya. Ditandai

19
gatal pada malam hari, mengenai sekelompok orang, dengan tempat
predileksi di lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dapat
terlihat polimorfi tersebar diseluruh badan.
Sinonim atau nama lain skabies adalah the itch, sky-bees, gudik,
budukan, gatal agogo.2

c. Etiologi dan morfologi


Penyakit skabies disebabkan oleh parasit hewani yaitu Sarcoptes scabiei
termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili
Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. Hominis. Selain itu,
terdapat S. Scabiei lain, misalnya pada kambing dan babi.1,2
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggung
cembung, bagian perut rata, dan mempunyai 8 kaki. Tungau ini translusen,
berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukuran yang betina berkisar antara
330-450 mikron x 250-350 mikron. Sedangkan yang jantan berukuran lebih
kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa memiliki 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.1,2

gambar S. scabiei jantan dan betina

20
d. Patogenesis
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut; setelah perkawinan atau kopulasi
yang terjadi diatas kulit, tungau jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina.
Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum
korneum dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari sambil meletakkan telurnya
2 hingga 50 butir. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan
lamanya. Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari larva akan menjadi
nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidup mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan
waktu antara 8-12 hari.3
Aktivitas S. Scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan
menimbulkan respons imunitas selular dan humoral serta mampu
meningkatkan IgE baik di serum maupun di kulit. Masa inkubasi berlangsung
lama 4-6 minggu. Skabies adalah penyakit yang sangat menular, transmisi
melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan secara tidak langsung apabila
melalui benda yang terkontaminasi seperti seprei, sarung bantal, handuk, dsb.
Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam. Tungau
dapat di transmisi melalui kontak seksual, walaupun menggunakan kondom
karena tetap kontak dengan kulit diluar kondom.
Kelainan kulit dapat tidak hanya disebabkan oleh tungau skabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-
kira sebulan setelah investasi. Pada saat itu, kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.3

21
e. Klasifikasi Skabies
1. Skabies Norwegia (skabies berkrusta)
Bentuk skabies ini ditandai dengan dermatosis berkrusta pada
tangan dan kaki, kuku yang distrofik, serta skuama yang generalisata.
Bentuk ini sangat menular, tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau
dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak. Penyakit terdapat
pada pasien dengan retardasi mental, kelemahan fisik, gangguan
imunologik, dan psikosis.

2. Skabies Nodular
Skabies dapat berbentuk nodular bila lama tidak mendapat terapi,
sering terjadi pada bayi dan anak-anak, atau pada pasien dengan
imunokompremais.4

f. Gejala klinis
Kelainan klinis pada kulit yang ditimbulkan oleh infestasi Sarcoptes
scabiei sangat bervariasi. Meskipun demikian kita dapat menemukan
gambaran klinis berupa keluhan subjektif dan objektif yang spesifik. Dikenal
ada 4 tanda utama atau cardinal sign pada infestasi skabies, antara lain:5

1. Pruritus nokturnal
Pruritus nokturnal adalah rasa gatal terasa lebih hebat pada malam hari
karena meningkatnya aktivitas tungau akibat suhu yang lebih lembab dan
panas. Sensasi gatal yang hebat seringkali mengganggu tidur dan penderita
menjadi gelisah. Pada infeksi inisial, gatal timbul setelah 3 sampai 4
minggu, tetapi paparan ulang menimbulkan rasa gatal hanya dalam waktu
beberapa jam.Studi lain menunjukkan pada infestasi rekuren, gejala dapat
timbul dalam 4-6 hari karena telah ada reaksi sensitisasi sebelumnya.5

22
2. Sekelompok orang
Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, sehingga biasanya
mengenai seluruh anggota keluarga. Begitu pula dalam sebuah pemukiman
yang padat penduduknya, skabies dapat menular hampir ke seluruh
penduduk. Di dalam kelompok mungkin akan ditemukan individu yang
hiposensitisasi, walaupun terinfestasi oleh parasit sehingga tidak
menimbulkan keluhan klinis akan tetapi menjadi pembawa (carier) bagi
individu lain.5
3. Adanya terowongan (kunikulus)
Kelangsungan hidup Sarcoptes scabiei sangat bergantung kepada
kemampuannya meletakkan telur, larva, dan nimfa di dalam stratum
korneum. Oleh karena itu, tungau ini sangat menyukai bagian kulit yang
memiliki stratum korneum yang relatif lebih longgar dan tipis, seperti sela-
sela jari tangan, telapak tangan bagian lateral, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae
(wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria). Lesi yang timbul
berupa eritema, krusta, ekskoriasi, papul, dan nodul. Erupsi eritem atous
dapat tersebar di bagian badan sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap
antigen tungau. Bila ada infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf
(pustul, ekskoriasi, dan lain-lain).

23
gambar lesi skabies pada sela jari tangan dan punggung.

gambar lesi skabies pada mamae dan penis.

Lesi yang patognomonik adalah terowongan yang tipis dan kecil


seperti benang, berstruktur linear kurang lebih 1-10 mm, berwarna putih
abu-abu, pada ujung terowongan ditemukan papul atau vesikel yang
merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan ini terlihat jelas kelihatan di sela-sela jari, pergelangan
tangan, dan daerah siku. Akan tetapi, terowongan tersebut sukar
ditemukan di awal infeksi karena aktivitas menggaruk pasien yang hebat.
4. Menemukan Sarcoptes scabiei
Apabila kita dapat menemukan terowongan yang masih utuh kemungkinan besar
kita dapat menemukan tungau dewasa, larva, nimfa, maupun skibala (fecal pellet)
yang merupakan poin diagnosis pasti. Akan tetapi, kriteria yang keempat ini agak
susah ditemukan karena hampir sebagian besar penderita pada umumnya datang
dengan lesi yang sangat variatif dan tidak spesifik. Pada kasus skabies yang
klasik, jumlah tungau sedikit sehingga diperlukan beberapa lokasi kerokan kulit.
Teknik pemeriksaan ini sangat tergantung pada operator pemeriksaan, sehingga
kegagalan menemukan tungau sering terjadi namun tidak menyingkirkan
diagnosis skabies.5

Selain skabies dengan manifestasi klinis yang klasik, terdapat pula


bentuk-bentuk khusus skabies sebagai berikut:

24
 Skabies nodular
Bentuk ini sangat jarang dijumpai dan merupakan suatu bentuk
hipersensitivitas terhadap tungau skabies, di mana pada lesi tidak
ditemukan Sarcoptes scabiei. Lesi berupa nodul merah kecokelatan
berukuran 2-20 mm yang gatal. Umumnya terdapat pada daerah yang
tertutup terutama pada genitalia, inguinal, dan ketiak. Pada nodus yang
lama, tungau sukar ditemukan dan dapat menetap selama beberapa minggu
hingga beberapa bulan walaupun sudah mendapat pengobatan
antiskabies.14,15 Untuk menyingkirkan dengan limfoma kulit, diperlukan
biopsi. Bentuk ini juga terkadang mirip dengan beberapa dermatitis atopik
kronik. Apabila secara inspeksi, kerokan atau pun biopsi tidak jelas, maka
penegakan diagnosis dapat melalui adanya riwayat kontak dengan
penderita skabies atau lesi membaik denngan pengobatan khusus untuk
skabies.4

 Skabies norwegia (skabies berkrusta)


Skabies Norwegia merujuk pada negara pertama mendeskripsikan kelainan
yang juga disebut skabies berkrusta yang memiliki karakteristik lesi
berskuama tebal yang penuh dengan infestasi tungau lebih dari sejuta
tungau. Kadar IgE yang tinggi, eosinofil perifer, dan perkembangan krusta
di kulit yang hiperkeratotik dengan skuama dan penebalan menjadi
karakteristik penyakit ini. Plak hiperkeratotik tersebar pada daerah palmar
dan plantar dengan penebalan dan distrofi kuku jari kaki dan tangan. Lesi
tersebut menyebar secara generalisata, seperti daerah leher, kepala, telinga,
bokong, siku, dan lutut. Kulit yang lain biasanya terlihat xerotik. Pruritus
dapat bervariasi dan dapat pula tidak ditemukan pada bentuk penyakit ini.
Penyakit ini dikaitkan dengan penderita yang memiliki defek imunologis
misalnya usia tua, HIV/AIDS, lepra, dan leukemia tipe I; debilitas;

25
disabilitas pertumbuhan; seperti sindrom Down dan retardasi mental;
penderita yang mendapat terapi imunosupresan, penderita gangguan
neurologis; . Tidak seperti skabies pada umumnya, penyakit ini dapat
menular melalui kontak biasa. Masih belum jelas apakah hal ini
disebabkan jumlah tungau yang sangat banyak atau karena galur tungau
yang berbeda. Studi lain menunjukkan bahwa transmisi tidak langsung
seperti lewat handuk dan pakaian paling sering menyebabkan skabies
berkrusta.4,5

gambar predileksi skabies.

g. Penunjang Diagnosis
Cara menemukan tungau:
1. Carilah mula-mula terowongan kemudian pada ujung yang
terlihat papul atau vesikel dicongkel dengan jarum dan
diletakkan diatas sebuah objek, lalu ditutup dengan kaca
penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.

26
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung di atas
selembar kertas putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya: lesi dijepit dengan 2
jari kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa
dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan
hematoksilin eosin (H.E.).5

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Umum
Penatalaksanaan umum meliputi edukasi kepada pasien sebagai berikut:
a. Mandi dengan air hangat dan keringkan badan.
b. Pengobatan skabisid topikal yang diberikan dioleskan di seluruh kulit,
kecuali wajah, sebaiknya dilakukan pada malam hari sebelum tidur.
c. Hindari menyentuh mulut dan mata dengan tangan.
d. Ganti pakaian, handuk, sprei, yang digunakan, selalu cuci dengan
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Tungau akan mati
pada suhu 130oC.
e. Hindari penggunaan pakaian, handuk, sprei bersama anggota keluarga
serumah.
f. Setelah periode waktu yang dianjurkan, segera bersihkan skabisid.
Tidak boleh mengulangi penggunaan skabisid yang berlebihan setelah
seminggu walaupun gatal masih dirasakan sampai 4 minggu kemudian.
g. Setiap anggota keluarga serumah sebaiknya mendapatkan pengobatan
yang sama dan ikut menjaga kebersihan.

2. Penatalaksanaan Khusus
Pengobatan skabies harus efektif terhadap tungau dewasa, telur dan
produknya, mudah diaplikasikan, nontoksik, tidak mengiritasi, aman untuk semua
umur, dan terjangkau biayanya. Pengobatan skabies dapat berupa topikal maupun
oral. Pada pasien dewasa, skabisid topikal harus dioleskan di seluruh permukaan

27
tubuh kecuali area wajah dan kulit kepala, lebih difokuskan di daerah sela-sela
jari, inguinal, genital, area lipatan kulit sekitar kuku, dan area belakang telinga.
Pada pasien anak dan skabies berkrusta, area wajah dan kulit kepala juga harus
dioleskan skabisid topikal. Steroid topikal, anti histamin, maupun steroid sistemik
jangka pendek dapat diberikan untuk menghilangkan ruam dan gatal pada pasien
yang tidak membaik setelah pemberian terapi skabisid yang lengkap.2

a. Krim Permetrin (Elimete, Acticin)


Suatu skabisid berupa piretroid sintesis yang efektif pada manusia
dengan toksisitas rendah, bahkan dengan pemakaian yang berlebihan
sekalipun. Permetrin bekerja dengan cara mengganggu polarisasi
dinding sel melalui ikatan dengan natrium sehingga menghambat
repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralisis parasite. Obat ini
ditoleransi dengan baik, diserap minimal oleh kulit, tidak diabsorbsi
sistemik, dimetabolisasi dengan cepat, serta dikeluarkan kembali
melalui keringat dan sebum. Oleh karena itu, obat ini merupakan terapi
pilihan lini pertama rekomendasi CDC untuk terapi tungau tubuh.
Penggunaan obat ini biasanya pada sediaan krim dengan kadar 1%
untuk terapi tungau pada kepala dan kadar 5% untuk terapi tungau
tubuh. Studi menunjukkan penggunaan permetrin 1% untuk tungau
daerah kepala lebih baik dari lindane karena aman dan tidak diabsorbsi
secara sistemik.
Cara pemakaiannya dengan dioleskan pada seluruh area tubuh
dari leher ke bawah dan dibilas setelah 8-14 jam. Bila diperlukan,
pengobatan dapat diulang setelah 5-7 hari kemudian. Belum ada
laporan terjadinya resistensi yang signifikan tetapi beberapa studi
menunjukkan adanya resistensi permetrin 1% pada tungau kepala
namun dapat ditangani dengan pemberian permetrin 5%. Permetrin
sebaiknya tidak digunakan pada bayi berumur kurang dari 2 bulan atau
pada wanita hamil dan menyusui namun studi lain mengatakan bahwa
obat ini merupakan drug of choice untuk wanita hamil dengan
penggunaan yang tidak lebih dari 2 jam. Dikatakan bahwa permetrin

28
memiliki angka kesembuhan hingga 97,8% jika dibandingkan dengan
penggunaan ivermectin yang memiliki angka kesembuhan 70%. Tetapi
penggunaan 2 dosis ivermectin selama 2 minggu memiliki keefektifan
sama dengan permetrin. Efek samping yang sering ditemukan adalah
rasa terbakar, perih dan gatal, sedangkanyang jarang adalah dermatitis
kontak derajat ringan sampai sedang.2

b. Gamma benzene heksaklorida (Lindane)


Lindane merupakan pilihan terapi lini kedua rekomendasi CDC.
Dalam beberapa studi memperlihatkan keefektifan yang sama dengan
permetrin. Studi lain menunjukkan lindane kurang unggul dibanding
permetrin. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus,
dan selaput lender, kemudian ke seluruh bagian tubuh tungau dengan
konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang
menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane
dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses. Lindane
memiliki angka penyembuhan hingga 98% dan diabsorbsi secara
sistemik pada penggunaan topikal terutama pada kulit yang rusak.
Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau
dan tidak berwarna. Sediaan obat ini biasanya sebanyak 60 mg.
Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari
leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion.
Setelah pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1
minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan
tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian
menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif.
Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta
tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.3
Salah satu kekurangan obat ini adalah absorbsi secara sistemik
terutama pada bayi, anak, dan orang dewasa dengan kerusakan kulit

29
yang luas. Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas
SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun
jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan
lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor,
disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan
pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane
dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti
anemia aplastik, trombositopenia, dan pansitopenia. Lindane sebaiknya
tidak digunakan untuk bayi, anak dibawah 2 tahun, dermatitis yang
meluas, wanita hamil atau menyusui, penderita yang pernah
mengalami kejang atau penyakit neurologi lainnya. Belum ada laporan
mengenai toleransi yang signifikan terhadap pemakaian lindane.5

c. Presipitat Sulfur
Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25
M. Preparat sulfur yang tersedia dalam bentuk salep (2% -10%) dan
umumnya salep konsentrasi 6% dalam petrolatum lebih disukai. Cara
aplikasi salep sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah
mandi atau malam hari ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama
tiga hari berturut-turut, kemudian dibersihkan. Keuntungan
penggunaan obat ini adalah harganya yang murah dan mungkin
merupakan satu-satunya pilihan di negara yang membutuhkan terapi
massal.
Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan
membentuk hidrogen sulfida dan asam pentationida (CH2S5O6) yang
bersifat germisida dan fungisida. Secara umum sulfur bersifat aman
bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta
efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi. Kerugian pemakaian obat
ini adalah bau tidak enak, meninggalkan noda yang berminyak,
mewarnai pakaian, dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.1

30
d. Benzil benzoate
Benzil benzoate adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang
merupakan bahan sintesis balsam Peru. Benzil benzoate bersifat
neurotoksik pada tungau skabies, efektif untuk semua stadium.
Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan
pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi
12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan
teratur dan secara kosmetik bisa diterima. Efek samping dari benzil
benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan
skrotum, sehingga penderita harus diingatkan untuk tidak
menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat
menyebabkan dermatitis alergi. Kontraindikasi obat ini yaitu wanita
hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi
benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted
skabies. Di negara-negara berkembang dimana sumber daya yang
terbatas, benzil benzoate digunakan dalam pengelolaan skabies sebagai
alternatif yang lebih murah.1

e. Krim Crotamiton (Eurax)


Crotamiton atau crotonyl-n-ethyl-o-toluidine digunakan sebagai krim
10% atau lotion. Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.
Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari selama
lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari
leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi
kedua. Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan
jangka panjang.3 Beberapa ahli beranggapan bahwa crotamiton krim ini
tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Kualitas krim
ini di bawah permetrin dan setara dengan benzyl benzoate dan sulfur.
Crotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek
sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi, dan anak kecil.

31
f. Ivermectin
Ivermectin adalah bahan semisintetik yang dihasilkan oleh
Streptomyces avermitilis, anti parasit yang strukturnya mirip antibiotik
makrolid, namun tidak mempunyai aktifitas sebagai antibiotik,
diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit. Digunakan untuk
pengobatan penyakit filariasis terutama oncocerciasis. Diberikan
secara oral, dosis tunggal, 200 ug/kgBB dan dilaporkan efektif untuk
skabies. Digunakan pada umur lebih dari 5 tahun. Juga dilaporkan
secara khusus tentang formulasi ivermectin topikal efektif untuk
mengobati skabies. Ivermectin merupakan pilihan terapi lini ketiga
rekomendari CDC. Efek samping yang sering adalah kontak dermatitis
dan nekrolisis epidermal toksik. Penggunaan ivermectin tidak boleh
pada wanita hamil dan menyusui. 2

g. Monosulfiram
Tersedia dalam bentuk lotion 25% sebelum digunakan harus
ditambahkan 2-3 bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari.

h. Malathion
Malathion 0,5% adalah insektisida organosfosfa dengan dasar air
digunakan selama 24 jam. Pemberian berikutnya beberapa hari
kemudian. Namun saat ini tidak lagi direkomendasikan karena
berpotensi memberikan efek samping yang buruk.

32
Tabel 1. Pengobatan Topikal Skabies
Jenis Obat Dosis Keterangan
Permetrin Dioleskan selama 8-14 jam, Terapi lini pertama di US dan
5% krim diulangi selama 7 hari. kehamilan kategori B.
Lindane 1% Dioleskan selama 8 jam Tidak dapat diberikan pada anak
lotion setelah itu dibersihkan, umur 2 tahun kebawah, wanita
olesan kedua diberikan 1 selama masa kehamilan, dan
minggu kemudian. laktasi.
Crotamiton Dioleskan selama 2 hari Memiliki efek anti pruritus tetapi
10% krim berturut-turut, diulangi dalam efektifitas tidak sebaik topikal
5 hari. lainnya.
Sulfur Dioleskan selama 3 hari lalu Aman untuk anak <2 bulan dan
precipitatum dibersihkan. wanita hamil dan laktasi, tetapi
5-10% tampak kotor dalam
pemakaiannya dan data efisiensi
obat in masih kurang.
Benzyl Dioleskan selama 24 jam lalu Efektif namun dapat
benzoat 10% dibersihkan. menyebabkan dermatitis pada
lotion wajah.
Ivermectin Dosis tunggal oral, bisa Memiliki efektifitas yang tinggi
200 ug/kgBB diulangi selama 10-14 hari. dan aman. Dapat digunakan
bersama bahan topikal lainnya.
Digunakan pada kasus-kasus
skabies berkrusta dan skabies
resisten.

I. Pencegahan
Untuk melakukan pencegahan terhadap penularan skabies, orang-orang
yang kontak langsung atau dekat dengan penderita harus diterapi dengan
topikal skabisid. Terapi pencegahan ini harus diberikan untuk mencegah
penyebaran skabies karena seseorang mungkin saja telah mengandung

33
tungau skabies yang masih dalam periode inkubasi asimptomatik. Selain itu
untuk mencegah terjadinya reinfeksi melalui sprei, bantal, handuk dan
pakaian yang digunakan dalam 5 hari terakhir, harus dicuci bersih dan
dikeringkan dengan udara panas karena tungau skabies dapat hidup hingga 3
hari diluar kulit, karpet, dan kain pelapis lainnya.4

J. Komplikasi
Infeksi sekunder pada pasien skabies merupakan akibat dari infeksi
bakteri atau karena garukan. Keduanya mendominasi gambaran klinik yang
ada. Erosi merupakan tanda yang paling sering muncul pada lesi sekunder.
Infeksi sekunder dapat ditandai dengan munculnya pustul, supurasi, dan
ulkus. Selain itu dapat muncul eritema, skuama, dan semua tanda inflamasi
lain pada ekzem sebagai respon imun tubuh yang kuat terhadap iritasi. Nodul-
nodul muncul pada daerah yang tertutup seperti bokong, skrotum, inguinal,
penis, dan axilla. Infeksi sekunder lokal sebagian besar disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan biasanya mempunyai respon yang bagus terhadap
topikal atau antibiotik oral, tergantung tingkat piodermanya. Selain itu,
limfangitis dan septiksemia dapat juga terjadi terutama pada skabies
Norwegian, glomerulonefritis post streptococcus bisa terjadi karena skabies-
induced pyodermas yang disebabkan oleh Streptococcus pyogens.
Semua pasien harus diberikan informasi bahwa bercak-bercak dan gatal
karena skabies tersebut mungkin akan menetap lebih dari 2 minggu setelah
terapi selesai. Ketika gejala dan tanda masih menetap lebih dari 12 minggu,
terdapat beberapa kemungkinan yang dapat dijelaskan diantaranya resistensi
terapi, kegagalan terapi, reinfeksi dari anggota keluarga lain atau teman
sekamar, alergi obat, atau perburukan gejala karena reaktivitas silang dengan
antigen dari penderita skabies lainnya. Respon yang buruk dan dugaan
resistensi terhadap lindane pernah dilaporkan di tempat lain. Kegagagalan
terapi yang tidak berhubungan dengan resistensi terapi bisa disebabkan
karena kegagalan penggunaan terapi skabisid topikal. Pasien dengan skabies
berkrusta mungkin memiliki penetrasi obat skabisid yang buruk ke dalam

34
lapisannya yang bersisik tersebut dan mungkin karena tungau bersembunyi di
lapisan yang sulit di penetrasi. Untuk menghindari infeksi berulang,
direkomendasikan agar seluruh kontak dekat dengan pasien harus dieradikasi.
1

K. Prognosis
Dengan memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat
pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, antara lain hygiene, serta
semua orang yang berkontak erat dengan pasien harus diobati, maka penyakit
ini dapat diberantas dan prognosis baik.1

35
BAB V
KESIMPULAN

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun datang ke poliklinik RSUD


Kardinah dengan keluhan gatal-gatal pada daerah sela-sela jari tangan kanan dan
kiri, kedua tungkai, dan alat kelamin sejak 6 bulan yang lalu. Selain itu awalnya
pasien mengeluh terdapat bruntus-bruntus berwarna kemerahan sebesar jarum
pentul dan terasa gatal yang memberat pada malam hari. Sekitar satu minggu yang
lalu, keluhan gatal dan bruntus-bruntus kemerahan tersebut semakin meluas
hingga ke sela paha, dan bokong. Pasien mengaku sulit tidur akibat rasa gatal
tersebut. Pasien sering menggaruk bagian yang terasa gatal sehingga
menyebabkan beberapa kulitnya tampak lecet dan berdarah.
Pasien tinggal di pesantren bersama teman-temannya. Riwayat orang
sekitar yang mengalami keluhan yang sama dibenarkan oleh pasien, yaitu teman-
teman pasien yang sering diajak bermain dan terkadang tidur bersama.
Pada pemeriksaan fisik, ditemukan status generalis dalam batas normal.
Pada status dermatologis ditemukan distribusi regional ad regio genitalia,
interdigitalis bilateral, dorsum manus bilateral, dan cruris bilateral. Lesi multipel,
berbentuk bulat, tidak teratur, berbatas tidak tegas, ukuran miliar-lentikular, tidak
tampak lesi tepi yang aktif. Dengan efloresensi makula eritematosa hingga
hiperpigmentasi, papul eritematosa, pustul, dan ekskoriasi.
Diagnosis kerja ditetapkan sebagai skabies dikarenakan gejala-gejala yang
dikeluhkan memenuhi minimal 2 dari 4 tanda kardinal skabies, yang ditemukan
pada pasien terdapat 3 kardinal yaitu pruritus nokturna, adanya orang disekitar
pasien yang mempunyai riwayat keluhan yang sama dan ditemukannya
kanalikulus. Kebiasaan mengganti sprei tidak tentu (kadang-kadang lebih dari 4
minggu), jarang meyetrika pakaian, kontak dan tinggal bersama dengan orang
yang mempunyai keluhan serupa dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya
skabies.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah


S, ed. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. 2016:3-6.
2. Handoko R. Skabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, ed. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ke-5, cetakan ke-4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2009: 119-22.
3. Sungkar S. Skabies. Jakarta : Yayasan Penerbitan IDI. 1995: 1-25.
4. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies
Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med
Sci. 2010: (25) 88-91.
5. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease
in Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007: 268-79.

37

Anda mungkin juga menyukai