Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“Pemekaran Daerah Untuk Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Berdasarkan UU


No. 23 Tahun 2014”

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Negara

Dosen Pengampu : Afifah Rangkuti. SH, MH

Disusun oleh :

Filjah Nabila (0203192054)

JURUSAN/SEMESTER : SIYASAH IVB

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

PRODI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang sudah memberikan kesehatan jasmani dan
rohani sehingga kita masih bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat serta
salam kita hadiahkan kepada teladan kita semua Nabi Muhammad SAW yang telah
memberitahu kepada kita jalan yang benar berupa ajaran agama yang sempurna serta
menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Makalah ini disusun selain guna memenuhi tugas mata kuliah ILMU NEGARA
juga untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai “Pemekaran Daerah Untuk
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Berdasarka UU No.23 Tahun 2014”

Akhir kata, penyusun sangat memahami apabila makalah ini tentu jauh dari kata
sempurna, maka dari itu saya butuh kritik dan sarannya yang bertujuan untuk
memperbaiki karya-karya selanjutnya yang akan datang.

Medan, Mei 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN ...........................................................................................1

A. Latar belakang............................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................1

BAB II

PEMBAHASAN................................................................................................

A. Pengertian Dan Latar Belakang Pemekaran Daerah...............................................


B. dasar hukum pemekaran daerah....................................................................
C. tujuan pemekaran daerah...............................................................................
D. Prosedur Pemekaran Daerah Berdasarkan Undang-Undang.........................

BAB III

PENUTUP..........................................................................................................

A. Kesimpulan...............................................................................................

B. Kritik dan Saran........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara historis, The Founding Fathers, telah menetapkan pasal 18 Undang-
Undang Dasar 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) sebagai dasar hukum
pemerintah daerah di Indonesia. Pasal 18 (perubahan kedua) UUD 1945.
Berkaitan dengan pembentukan daerah otonom, maka menafsirkan UUD 1945
tidak cukup hanya berfokus pada pasal 18 UUD 1945 saja, melainkan harus sistematis
dengan pasal 1 ayat (1) UUD 1945 bahwa Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik, yang dimana wilayah NKRI akan dibagi-bagi kedalam
bentuk daerah-daerah.
Otonomi yang diberikan kepada daerah kabupaten dan kota dilaksanakan
dengan memberikan kewenagan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada
pemerintah dengan secara proporsional. Artinya pelimpahan tanggung jawab akan
diikuti oleh pengaturan pembagian, pemanfaatan sumber daya nasional yang
berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat.
Berkaitan dengan pemekaran daerah, secara filosofis, bahwa tujuan pemekaran
daerah ada dua kepentingan, yakni pendekatan pelayanan umum pemerintah kepada
masyarakat, dan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, serta
memperpendek rentang kendali pemerintahan.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN LATAR BELAKANG PEMEKARAN DAERAH

Pemekaran daerah di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru


ditingkat provinsi maupun kota dan kabupaten dari induknya. Landasan terbaru untuk
pemekaran di Indonesia adalah UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. UUD
1945 tidak mengatur perihal pembentukan daerah atau pemekaran suatu wilayah secara
khusus, namun disebutkan dalam Pasal 18B ayat (1) : “Negara mengakui dan
menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
istimewa yang diatur dengan undang-undang.” Selanjutnya, pada ayat (2) pasal yang
sama tercantum kalimat sebagai berikut. “Negara mengakui dan menghormati kasatuan-
kesatuan.”

Menurut peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2007, pemekaran daerah/wilayah adalah


pemecahan suatu pemerintah baik provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan
menjadi dua daerah atau lebih. Menurut peraturan pemerintah No 129 Tahun 2000,
tentang persyaratan pembentukan dan kriteria pemekaran, penghapusan dan
penggabungan daerah, pada pasal 2 menyebutkan pemekaran daerah/wilayah bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui :

1. Percepatan pelayanan kepada masyarakat


2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah
4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningakatan keamanan dan ketertiban
6. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Pemekaran wilayah kabupaten/kota menjadi beberapa wilayah kabupaten baru


pada dasarnya merupakan upaya untuk peningkatan kualitas pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat. Dari segi pengembangan wilayah, calon kabupate baru
yang dibentuk diperlukan kaseimbangan anatar basis sumberdaya anatara satu dengan
yang lainnya. Hal ini perlu diupayakan agar tidak terjadi disparitas yang mencolok

2
dimasa yang akan datang. Selanjutnya, dalam usaha pembentukan kolektif masyarakat
disuatu daerah pemekaran.

Pada prinsipnya pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan


kesejahteraan masyarakat, dengan meningkatkan dan mempercepat pelayanan,
demokrasi, perekonomian daerah, pengelolaan potensi daerah. Pada hakikat tujuan
pemekaran wilayah sebagai upaya peningkatan sumber daya berkelanjutan,
meningkatkan keserasian dan perkembangan antar sektor, memperkuat integrasi
nasional. Untuk mencapai tujuan itu semua perlu adanya peningkatan kualitas sumber
daya aparatur disegala bidang karena peran sumber daya manusia diharapkan dapat
meningkatkan kinerja organisasi dalam memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat serta mendukung dalam pengembangan wilayah didaerah. Strategi
pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan secara konsisten dan
berkesinambungan melalui proses akumulasi dan utilisasi modal manusia telah
terbukti memiliki peran strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
luas. Ini menjelaskan pentingnya penerapan dan penegakan strategi manajemen
sumber daya manusia yang berorientasi investasi sumber daya manusia pada level
organisasi sehingga mampu berkontribusi bagi peningkatan daya saing bangsa secara
berkesinambungan.

B. DASAR HUKUM PEMEKARAN DAERAH

Setiap negara didirikan atas dasar falsafah tertentu, falsafah itu adalah
merupakan perwujudan dari rakyatnya. Karena itu setiap negara mempunyai falsafah
yang berbeda.1 Seperti Republik Indonesia yang mempunyai falsafah Pancasila.
Pancasila merupakan dasar negara dan sekaligus ideology bangsa, oleh sebab itu nilai-
nilai yang tersirat harus dijadikan landasan dan tujuan mengelola kehidupan Negara,
Bangsa maupun masyarakat.2 Dengan kata lain nilai-nilai Pancasila wajib dijadikan
norma dalam menyelenggarakan negara menuju cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang artinya
Pancasila merupakan norma tertinggi dalam menyelenggarakan urusan Pemerintah.

1
Moh. Kusnardi, Hermaily Ibrahim. “Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”. Jakarta Pusat : Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia. 1983. Hal, 101.
2
Geri Ismanto dkk. “Pendidikan Pancasila”. Pekanbaru : CV. Mulia Indah Kemala. 2013. Hal, 110.

3
Sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 18 ayat (7) bahwa susunan dan tata
cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam Undang-Undang, maka pada
tahun 2004 ditetapkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah. Seiring berjalannya waktu, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintah Daerah tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan tuntunan penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga Undang-Undang ini
perlu diganti. Sehingga pada tahun 2014 diterbitkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah.
Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemeintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Menurut Ermaya Suhardinata pemerintahan dalam arti luas adalah segala
kegiatan badan-badan publik yang meliputi kekuasaan Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif dalam usaha mencapai tujuan Negara, sedangkan dalam arti sempit,
pemerintahan adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi
kekusaan eksekutif.3 Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Istilah otonom secara etimologi berasal dari kata bahasa yunani autos yang
berarti sendiri dan dan namous yang berarti hukum atau peraturan.4 Undang-Undang
Nomor 23 tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah telah mengalami sedikit
perubahan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Adapun hal-hal yang dirubah
adalah tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota dalam hal memberikan
kepastian hukum dalam pemilihan kepala daerah yang berlandaskan kedaulatan rakyat
dan demokrasi.

3
Zaidan Nawawi, “Managemen Pemerintahan”, Jakarta : Rajawali Pers, 2013. Hal, 9.
4
Abu Samah, “Hukum Pemerintahan Daerah dan Desa di Indonesia”. Pekanbaru : Fakultas Syariah dan
Hukum. 2016. Hal,1

4
Selain Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
(PERPU) terdapat beberapa peraturan yang merupakan dasar hukum pemekaran
daerah seperti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2005
Tentang Pedoman dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah yang
merupakan ketentuan dalam melaksanakan Undang-Undang.
Selain itu juga terdapat Peraturan Mentri dalam Negeri Nomor 31 Tahun 2006
Tentang pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan. Pembentukan
kelurahan sekurang-kurangnya memenuhi syarat :
1. Jumlah penduduk, jumlah penduduk sebagaimana yang dimaksud yaitu :
a. Wilayah Jawa dan Bali paling sedikit 4.500 jiwa atau 900 kk
b. Wilayah Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 2.000 jiwa atau 400 kk,
dan
c. Wilayah Kalimantan, NTB, NTT, Maluku, Papua paling sedikit 900
jiwa atai 180 kk.

2. Luas wilayah, luas wilayah sebagaimana yang dimaksud yaitu :


a. Jawa dan Bali paling sedikit 3 km2
b. Sumatera dan Sulawesi paling sedikit 5 km2, dan
c. Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua paling sedikit 7 km2.

3. Bagian wilayah kerja, bagian wilayah kerja bagaimana yang dimaksud


dalam pasal 4 huruf c adalah wilayah yang dapat dijangkau dalam
meningkatkan pelayanan dan pembinaan masyarakat.

4. Sarana dan prasarana pemerintahan. Sarana dan prasarana pemerintahan


sebagaimana disebutkan yaitu :
a. Memiliki kantor pemerintahan
b. Memiliki jaringan perhubungan yang lancar
c. Sarana komunikasi
d. Fasilitas umum yang memadai.

Dimana dalam peraturan ini dijelaskan bahwa Kelurahan dibentuk di wilayah


kecamatan. Pembentukan kelurahan dapat berupa penggabungan beberapa kelurahan
atau bagian kelurahan yang bersandingan, atau pemekaran dari satu kelurahan
5
menjadi dua kelurahan atau lebih sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 2005 Tentang Kelurahan yang mengatur lebih detail terkait
kelurahan. Kelurahan yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi
persyaratan dapat di hapus atau digabung. Pemekaran dari satu kelurahan atau lebih
dapat dilakukan setelah mencapai minimal 5 (lima) tahun penyelenggaraan
pemerintahan kelurahan. Kelurahan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota
yang berkedudukan diwilayah kecamatan. Yang dipimpin oleh lurah yang berada
dibawah dan bertanggung jawan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Lurah
diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari pegawai negeri sipil.

C. TUJUAN PEMEKARAN DAERAH


Otonom daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inti dari konsep
pelaksanaan otonomi daerah, adalah upaya memaksimalkan hasil yang akan dicapai
sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelasanaan otonomi
daerah.5 Dengan demikian tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan
penerapan otonom daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan,
serta memelihara kesenambungan fiscal secara nasional.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini adalah antara lain
menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah dan meningkatkan daya saing
daerah dalam proses pertumbuhan.6
David Hulme dan Mark Turner (1997) menyatakan bahwa desentralisasi
merupakan pelimpahan kewenangan dalam rangka penyediyaan layanan pemerintah
pusat (individu atau agen) kepada individu atau agen yang “lebih dekat” dengan
public yang akan dilayani. Terdapat dua yang melatarbelakangi pelimpahan
kewenangan. Pertama, aspek teritorial (kewilayahan), hal ini di motivasi oleh
keinginan untuk menempatkan kewenagan pada level pemerintahan yang lebih rendah
dalam hirarki teritorial dan secara geografis lebih dekat antara penyedia layanan dan
(agen pemerintah) dengan pengguna layanan (publik). Kedua, aspek fungsional yakni
5
Haw Widjaja, “Otonomi Daerah dan Daerah Otonom”. Jakarta : PT. Raja Gravindo Persada. 2002. Hal,21-
22.
6
Ibid. hal, 22.

6
pelimpahan kewenangan kepada agen tertentu yang secara fungsional telah
terspesialisasi.
Adapun tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu
:
1. Tujuan politik akan memposisikan Pemerintah Daerah sebagai medium
pendidikan politik bagi masyarakat ditingkat local dan secara agergat akan
berkonstribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mempercepat
civil society.
2. Tujuan administratif akan memposisikan pemerintah daerah sebagai unit
pemerintahan ditingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan
pelayanan masyarakat secara efektif, efisien dan ekonomis.7

Dalam konteks otonomi daerah, kebereradaan Pemerintah Daerah (Pemda)


bertujuan untuk menyediakan pelayanan prima dan memfasilitasi proses
pemberdayaan masyarakat.8 Sebagaimana bahwa pemerintah daerah merupakan unit
organisasi pemerintah yang berhubungan secara langsung dengan masyarakat. Oleh
karnanya, pemerintah daerah dinilai memiliki kompetensi untuk menterjemahkan
keinginan masyarakat secara lebih akurat dibandingkan institusi vertical pemerintah
lainnya. Dalam pelaksanaan desentralisasi dilakukan penataan daerah yang bertujuan
untuk :

1. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah


2. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat
3. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan public
4. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintah
5. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah
6. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah.

Penataan daerah terdiri atas pementukan daerah dan penyesuaian daerah yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan kepentingan strategis nasional. Pembentukan
daerah sebagaimana dimaksud yaitu berupa :

1. Pemekaran daerah
2. Penggabungan daerah
7
Ibid. hal, 11-12.
8
Kristian Widya Wicaksono, “Administrasi dan Birokrasi Pemerintah”, Yogyakarta : Graha Ilmu. 2006.
Hal,41.

7
Pembentukan daerah mencakup pembentukan daerah provinsi dan
pembentukan daerah kabupaten/kota. Sementara pemekaran daerah dapat berupa yaitu
:

1. Pemecahan daerah provinsi atau daerah kabupaten/kota untuk menjadi dua


atau lebih daerah baru.
2. Penggabungan pembagian daerah dari daerah yang bersanding dalam 1
(satu) daerah provinsi menjadi satu daerah baru.

Pemekaran daerah dilakukan melalui tahapan daerah persiapan provinsi atau


daerah persiapan kabupaten/kota. Pembentukan persiapan harus memenuhi
persyaratan dasar dan persyaratan asministratif. Persyaratan dasar tersebut meliputi
persyaratan dasar kewilayahan dan persyaratan dasar kapasitas daerah.

Persyaratan dasar kewilayahan meliputi luas wilayah minimal, jumlah


penduduk minimal, batas wilayah, cakupan wilayah dan batas usia minimal daerah
provinsi, daerah kabupaten/kota, dan kecamatan. Persyaratan dasar kapasitas daerah
adalah kemampuan daerah untuk berkembang dalam mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Cakupan wilayah meliputi paling sedikit 5 (lima) daerah kabupaten/kota
untuk pembentukan Daerah Provinsi, paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk
pembentukan Daerah kabupaten, dan paling sedikit 4 (empat) kecamatan untuk
pembentukan Daerah kota. Batas usia meliputi minimal :

1. Batas usia minimal Daerah Provinsi 10 (sepuluh) tahun dan Daerah


kabupaten/kota 7 (tujuh) tahun terhitung sejak pembentukan
2. Batas usia minimal kecematan yang menjadi cakupan wilayah daerah
kabupaten/kota 5 (lima) tahun terhitung sejak pembentukan.

Persyaratan dasar kapasitas daerah didasarkan pada parameter :


1. Geografi
2. Demografi
3. Keamanan
4. Sosial politik, adat, dan tradisi
5. Potensi ekonomi
6. Keuangan daerah
7. Kemampuan penyelenggaraan pemerintahan.

8
D. PROSEDUR PEMEKARAN DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NO.32 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UU No. 23 tahun 2014 menentukan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi


dilakukan penataan daerah. Pasal 31 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2014 menentukan
bahwa penataan daerah terdiri atas pembentukan daerah dan penyesuaian daerah.
Adapun tujuan dilakukannya penataan daerah adalah mewujudkan efektifitas
penyelenggaraan pemerintahan dearah, mempercepat peningkatan kesejahteraan
masyarakat, mempercepat peningkatan kesejahteraan publik, meningkatkan kualitas tata
kelola pemerintah, meningkatka daya saing daerah dan daya saing nasional, dan
memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya daerah.

Pasal 32 UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa pembentukan daerah berupa


pemekaran daerah dan penggabungan daerah. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut,
maka dapat diketahui bahwa pembentukan daerah dapat dilakukan dengan melalui
pemekaran daerah, dan pembentukan daerah melalui penggabungan daerah.

Berkaitan dengan pemekaran daerah, Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014
menentukan bahwa pemekaran daerah berupa pemecahan daerah provinsi atau daerah
kabupaten/kota untuk menjadi 2 (dua) daerah atau lebih daerah baru atau penggabungan
bagian daerah dari daerah yang bersanding dalam 1 (satu) daerah provinsi menjadi satu
daerah. Adapun untuk memekarkan satu daerah provinsi maupun kabupaten/kota UU No.
23 Tahun 2014 menentukan bahwa daerah yang akan dimekarkan harus melalui tahapan
daerah persiapan selama 3 (tiga) tahun, dengan tujuan agar nantinya daerah baru yang
akan dimekarkan ketika menjadi satu daerah baru benar-benar siap dalam mengurus dan
mengatur kepentingan daerahnya dan tidak membebani daerah induknya.

Secara umum, pembentukan daerah persiapan sebagaimana yang dimaksud


dalam Pasal 33 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014, harus memenuhi 2 (dua) persyaratan
, yaitu persyaratan pertama, persyaratan dasar yang dimana persyaratan dasar terbagi
atas persyaratan dasar kewilayahan yang meliputi luas wilayah minimal, jumlah
penduduk minimal, batas usia minimal daerah provinsi, daerah kabupaten/kota, dan

9
kecamatan. Persyaratan dasar kedua yang harus dipenuhi adalah persyaratan kapasitas
daerah yang meliputi :
1. Geografi
2. Demografi
3. Keamanan
4. Sosial politik, adat istiadat, dan tradisi
5. Potensi ekonomi
6. Kaeuangan daerah
7. Kemampuan penyelenggaraan pemerintah

Persyaratan kedua yang harus dipenuhi untuk pembentukan daerah persiapan


adalah persyaratan administratif, yang dimana dalam persyaratan administratif terbagi
lagi atas persyaratan administratif untuk pembentukan daerah persiapan provinsi dan
pembentukan daerah persiapan kabupaten/kota. Adapun persyaratan administratif
untuk pembentukan daerah persiapan provinsi adalah sebagai berikut :

1. Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan


wilayah daerah pesiapan.
2. Persetujuan bersama DPRD provinsi induk dan gubernur daerah provinsi
induk.

Sedangkan persyaratan administratif untuk pembentukan daerah persiapan


kabupaten/kota meliputi :

1. Keputusan musyawarah desa yang akan menjadi cakupan wilayah daerah


kabupaten/kota
2. Persetujuan bersama DPRD kabupaten/kota induk dengan bupati/walikota
daerah induk
3. Persetujuan bersama DPRD provinsi dengan gubernur dari daerah provinsi
yang akan mencakupi daerah persiapan kabupaten/kota yang akan
dibentuk.

Berkaitan dengan prosedur pemekaran daerah sebagaimana dimaksud dalam


pasal 33 Ayat (2), daerah persiapan diusukan oleh Gubernur kepeda pemerintah pusat,
DPR RI, dan DPRD RI dengan melampirkan persyaratan dasar kewilayahan dan
persyaratan administratif yang telah dipenuhi sebagai syarat pembentukan daerah

10
persiapan provinsi maupun kabupaten/kota. Berdasarkan usulan tersebut, pemerintah
pusat melakukan penilaian terhadap pemenuhan syarat-syarat yang telah disebutkan
sebelumnya, hasil penilaian tersebut disampaikan oleh pemerintah pusat kepada DPR
RI untuk mendapat persetujuan. Dalam hal DPR RI menyetujui usulan pembentukan
daerah persiapan tersebut pemerintah pusat membentuk Tim Kajian Independen untuk
melakukan kajian terhadap persyaratan dasar kapasitas daerah. Selanjutnya hasil
kajian Tim Independen disampaikan kepada pemerintah pusat. Selanjutnya oleh
pemerintah pusat dikonsultasikan kepada DPR RI. Berdasarkan hasil konsultasi
tersebut dijadikan dasar pertimbangan oleh pemerintah pusat dalam menetapkan
kelayakan pembentukan satu daerah persiapan, dan perlu diketahui bahwa untuk
menetapkan satu daerah persiapan, ditetapkan dengan peratuaran pemerintah.

Berkaitan dengan ditetapkan satu daerah persiapan dengan peraturan


pemerintah, maka selama daerah persiapan menjadi tahapan daerah persiapan, UU
No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa pemerintah pusat wajib melakukan
pengawasan, pembinaan, dan mengevaluasi daerah persiapan tersebut dan
menyampaikan hasil pengawasan, pembinaan, dan hasil pengawasan pembinaan dan
hasil evaluasi tersebut kepada DPR RI. Berkaitan dengan lembaga negara diatas, UU
No. 23 Tahun 2014 juga menentukan wajib melakukan pengawasan pada daerah
persiapan yang telah terbentuk.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, diketahui bahwa jangka waktu yang


harus dilalui oleh satu daerah persiapan untuk dibentuk menjadi satu daerah baru
adalah 3 (tiga) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun, oleh karena itu UU No. 23
Tahun 2014 menentukan bahwa setelah satu daerah persiapan melalui jangka waktu
yang ditentukan, maka pemerintah pusat wajib melakukan evaluasi akhir dalam hal ini
untuk mennetukan apakah daerah persiapan tersebut layak atau tidak untuk dijadikan
satu daerah baru. Apabila daerah persiapan tersebut dinyatakan layak, maka
pembentukan daerah tersebur ditetapkan dengan undang-undang pembentukan daerah.
Dan apabila daeah tersebut tidak layak, maka statusnya sebagai daerah persiapan
dicabut dengan peraturan pemerintah dan dikembalikan ke daerah induknya.9

9
Herman Kombuno, “Pemekaran Daerah Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah”. Vol. 01 No. 10, 2018, hal. 6-9.

11
E. SOLUSI PENGATURAN DAERAH PEMEKARAN YANG DIANGGAP GAGAL
DALAM MELAKSANAKAN OTONOM DAERAH

Berbicara mengenai solusi pengaturan bagi daerah yang dianggap gagal dalam
melaksanakan otonomi daerah, maka secara otomatis ada hal yang menyebabkan satu
daerah tersebut gagal. Oleh karena itu sebelum lebih lanjut membahas tentang solusi
pengaturan terhadap daerah yang dinyatakan gagal, maka terlebih dahulu harus
diketahui penyebab terjadinya satu daerah dimekarkan dan penyebab gagalnya satu
daerah pemekaran melaksanakan otonomi daerah. Adapun penyebab satu daerah
dimekarkan secara umum dapat dipetakan sebagai berikut :
1. Keadaan wilayah yang luas serta jumlah penduduk. Luas daerah dan
bentuk geografis Indonesia yang merupakan kepulauan membutuhkan
rentang kendali yang panjang, serta jumlah penduduk yang banyak akan
mengakibatkan pelayanan terhadap masyarakat tidak efektif dan efisien,
sehingga pemerintah perlu memperpendek rentang kendali pemerintah
tersebut dengan cara memekarkan satu daerah dengan tujuan
memperpendek rentang kendali pemerintah dan masyarakat.
2. Perbedaan etnis (budaya) dalam satu wilayah pemerintahan.
3. Untuk mendapatkan keadilan.
4. Timpangnya pemerataan pembangunan.
5. Untuk mendapatkan status kekuasaan.

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan satu daerah gagal melaksanakan


otonomi daerah adalah sebagai berikut :

1. Kinerja aparatur pemerintahan daerah


2. Usia penyelenggaraan pemerintahan satu daerah yang akan dimekarkan
3. Longgarnya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
pemerintahan daerah
4. Motivasi pembentukan daerah melalui pemekaran yang salah. Pemahaman
yang keliru dikalangan para elit daerah adalah pembentukan daerah
melalui penggabungan maupun pemekaran daerah dimaksudkan sebagai
jalan keluar untuk mewujudkan bentuk identitas yang berbeda atau

12
sebagai akibat reaktif perlakuan daerah induk yang tidak adil, untuk
memperoleh dana alokasi umum (DAU), sehingga tuntunan-tuntunan
pemekaran daerah seakan-akan dimaknai sebagai hak asasi daerah untuk
menentukan identitasnya.

Berkaitan dengan solusi pengaturan bagi daerah yang gagal melaksanakan


otonomi daerah, UU No. 23 Tahun 2014 menentukan bahwa suatu daerah hasil
pemekaran apabila tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, maka daerah
tersebut dapat digabungkan kembali dengan daearah induknya ataupun dengan daerah
lainnya. Ketentuan daerah dapat digabungkan apabila tidak dapat menyelenggarakan
otonomi daerah bukan hanya dapat dalam ketentuan UU No. 23 Tahun 2014 saja,
melainkan undang-undang pemerintahan daerah sebelum UU No. 23 Tahun 2014
telah mennetukan bahwa daerah yang tidak dapat menyelenggarakan otonomi daerah
dapat dihapus dan digabungkan dengan daerah lain. Namun, jika kita melihat sejarah
pemerintahan negara Indonesia dan sejarah pemerintah daerah dari tahun 1945 sampai
sekarang ini, dapat diketahui bahwa pemerintah Negara Indonesia belum pernah
melakukan penggabungan daerah sebagaimana yang di maksud dalam UU No. 23
Tahun 2014 tersebut atau undang-undang pemerintahan daerah sebelumnya. Sehingga
terkesan bahwa pemerintah selama ini hanya terfokus melakukan pemekaran daerah
provinsi dan pemekaran kabupaten/kota.

Adapun solusinya ialah sebagai berikut :

Pertama, dari segi peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang


pemekaran daerah yaitu UU No. 23 Tahun 2014 maupun aturan pelaksanaan dari UU
No. 23 Tahun 2014, seharusnya mencatumkan tentang sanksi yang tegas bagi
pengusul pemekaran daerah yang data-datanya tidak sesuai dengan kondisi yang ada
di daerah.Kedua, seharusnya pemerintah mengimplementasikan ketentuan dari Pasal
47 Ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 yang dimana dikatakan bagi daerah yang tidak
mampu menyelenggarakan otonomi daerah, maka daerah tersebut harus digabungkan
dengan kambali dengan daerah induknya atau dengan daerah lain. Ketiga, sari segi
pembinaan dan pengawasan. Seharusnya pemerintah lebih mengefesienkan
pembinaan dan pengawasan dari tahap daerah persiapan sampai pada tahap
pemekaran daerah dengan membentuk satu lembaga yang berwenang melakukan

13
pengawasan serta memberikan pembinaan kepada daerah-daeah pemekaran, dan
bertanggung jawab kepada presiden. Keempat, sebaiknya pengajuan usulan
pemekaran daerah sebaiknya dilakukan melalui satu pintu yakni pemerintah.

Berdasarkan penjelasan diatas maka hal-hal yang dapat dilakukan pemerintah


adalah sebagai berikut :

1. Dalam peraturan perundang-undangan pemerntahan daerah mencantumkan


sanksi yang tegas bagi yang mengusulkan pemekaran daerah yang data-
data yang dicantumkan dalam persyaratan pemekaran daerah tidak sesuai
dengan kondisi daerah yang sebenarnya.
2. Segera melakukan penggabungan daerah bagi daerah yang dinyatakan
gagal melaksankan otonomi daerah, dengan dasal Pasal 47 Ayat (1) UU
No. 23 Tahun 2014.
3. Menutup pintu DPR dan DPD dalam hal pengajuan permohonan untuk
memekarkan daerah, menjadi satu pntu yaitu pemerintah pusat.
4. Memperkuat fungsi control terhadap pemerintah daerah yang dilakukan
ole masyarakat, pemerintah pusat dan lembaga legislatif daerah,
meningkatkan mutu pendidikan sehingga memunculkan sumber daya
manusia yang berkualitas (berkaitan dengan kinerja aparatur pemerintah
daerah), dalam memahami asas-asas umum pemerintahan yang baik
meliputi:
a. Asas persamaan
b. Asas kepercayaan
c. Asas kepastian hukum
d. Asas kecermatan
e. Asas pemberian alasan
f. Asas larangan bertindak kesewenang-wenangan.
5. Membentuk netralitas tim independen yang memberikan penilaian atas
pemekaran daerah, untuk menghindari kemungkinan pembenturan
pandangan politik antara pihak-pihak tertentu dalam daerah atau pimpinan
pemerintahan daerah dan aparatur biroaksi, serta masyarakatnya daerah
induknya.

14
Kebijakan pemekaran dalam implementasinya sering prosedurnya tidak benar
sehingga banyak yang justru menimbulkan konflik yang pada gilirannya juga
menimbulkan masalah horizontal dan vertical dalam masyarakat. Sengketa antara
pemerintah daerah induk dengan pemerintah daerah pemekaran dalam hal pengalihan
aset dan batas wilayah, seringkali berimplikasi pada ketegangan antar kubu
masyarakat dan antar masyarakat dengan pemerintah daerah.

Dampak DOM (daerah otonomi baru) terhadap pelayanan publik kebijakan


pemekaran daerah tidak hanya dapat memperpendek jarak geografis antara pusat
pelayanan dan pemukiman penduduk, tetapi juga mengurangi ruang lingkup kendali
antara pemerintah daerah dan unit pemerintahan dibawahnya. Selain itu, pemekaran
juga dapat memberikan jenis layanan baru, seperti listrik, layanan telepon, dan
fasilitas perkotaan lainnya, terutama di ibukota wilayah pemekaran. Namun disisi
lain, pemekaran juga berdampak negatif pada pelayanan publik terutama ditingkat
nasional dibandingkan dengan penurunan alokasi anggaran pelayanan publik hal ini
disebabkan adanya pengeluaran yang perlu dikeluarkan untuk peralatan dan prasarana
pemerintahan lainnya, yang sejalan dengan pembentukan DPRD dan birokrasi yang
disebab kan oleh pemakaran daerah.

Dampak daerah otonom baru bagi pembangunan ekonomi setelah


terbentuknya daerah otonom baru, ada peluang besar untuk mempercepat
pembangunan ekonomi didaerah baru tersebut. Yang baru berdiri bukan hanya
infrastuktur pemerintah, tetapi juga infrastuktur yang terkait dengan kebijakan
pembangunan ekonomi dan infrastuktur berwujud yang dikeluarkan oleh pemerintah
daerah otonom baru. Semua infrastuktur ini akan membawa peluang lebih besar untuk
memperluas wilayah guna mendorong pembangunan ekonomi. Namun, kemungkinan
percepatan pembangunan ini harus di kompensasikan dengan anggaran belanja
pegawai dan belanja operasional pemerintah daerah. Secara teori, pengeluaran ini
dapat di minimalisir melalui kebijakan pembangunan ekonomi yang mencakup
seluruh wilayah, sehingga pembangunan ekonomi tetap dapat didorong dengan harga
yang lebih murah. Namun, dari perspektif masyarakat setempat, sejauh ini tidak ada
bukti yang menyakinkan bahwa pemerintah pusat akan melakukan hal tersebut tanpa
partisipasi pemerintah daerah otonom.

15
Pada suatu daerah yang baru mekar justru produk hukum pemerintah daerah,
mencakup berbagai produk pengaturan atau penetapan atau keputusan, termasuk
didalamnya bentuk pengaturan perda DPRD, stagnan nya peraturan daerah serta
masih sering terjadi kekosongan produk kosong daerah di dearah pemekaran.
Implikasi hukum jika telah terpenuhinya syarat dasar kewilayahan namun mengenai
syarat dasar kapasitas daerah belum terpenuhi maka hal ini akan mengacu pada solusi
pengaturan bagi daerah yang dianggap tidak berhasil atau gagal dalam melakukan
otonomi daerah, bisa dimekarkan tetapi hanya bersifat sementara ketika pemekaran
ditunda dan dipenuhi dengan baik dan pada daerah perwakilan.

16
17

Anda mungkin juga menyukai