Mat
Tujuan
Negara maju mencapai 7,6%, Negara berkembang 10,1% dengan variasi 5,7% sampai 19,1%.
Singapore: 11.9% (646) HCAIs (Cai, Y, et al, 2017)
European: 2,609,911 HCAIs (Cassini, A, et. al, 2016)
Southeast Asian countries (Brunei, Myanmar, Cambodia, East Timor, Indonesia, Laos,
Malaysia, the Philippines, Singapore, Thailand, and Vietnam): 9.1% (Ling, Ml, 2015)
LATAR BELAKANG
WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,70% dari 55 rumah sakit di 14 negara yang
berada di Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Pasifik menunjukkan adanya
HAIs.
Prevalensi HAIs paling banyak di Mediterania Timur dan Asia Tenggara yaitu sebesar
11,80% dan 10%. Sedangkan di Eropa dan Pasifik Barat masing- masing sebesar
7,70% dan 9% (Kurniawati, Satyabakti, & Arbianti, 2015)
• Peningkatan kasus-kasus penyakit infeksi, wabah/KLB
• Puskesmas sebagai fasilitas yankes berpotensi menularkan penyakit infeksi
kepada tenaga kesehatan, pasien, dan pengunjung
• Infeksi akibat layanan kesehatan (IRS)/ Healthcare-associated Infections (HAIs)
à merupakan penyebab bermakna angka morbiditas dan mortalitas
• Fasilitas yankes harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu, akuntabel,
transparan terhadap masyarakat: khususnya jaminan keselamatan pasien (patient
safety)
Dasar Hukum
• Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1)
mewajibkan Rumah Sakit menerapkan standar keselamatan pasien. Untuk
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit, Menteri Kesehatan menurut Pasal 3
ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, membentuk Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit.
• Peraturan Menteri Kesehatan (2011), Keselamatan pasien (patient safety) adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah
terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
• Patient Safety: Tidak adanya kesalahan atau bebas dari cedera karena kecelakaan
(Kohn, Corrigan & Donaldson, 2000).
• Peraturan Menteri Kesehatan no 27 tahun 2017 tentang pedoman pencegahan
dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 42 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas
Dasar Hukum
• Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI)adalah upaya untuk mencegah dan
meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien,
petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar
fasilitas pelayanan kesehatan.
• Pasal 3 (1) Setiap Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus melaksanakan PPI.
Kendala
Belum semua
pengambil kebijakan
paham PPI
Kewaspadaan
Berdasarkan
Transmisi
Airborne
Droplet
Vektor (lalat,
nyamuk, tikus)
Invasi tubuh oleh
Pencegahan dan
Penyakit infeksi terkait
Pengendalian Infeksi kesehatan (Healthcare
(PPI) Associated Infected/ HAIs)
Sumber Infeksi
Jumlah mikroba
pada tubuh seorang Pegangan keran
manusiaà >jumlah terdapat 229.000
penduduk di mikroba per inch
Indonesia
➤ Ruang rawat
➤ Dekontaminasi
pasien tdk perlu
permukaan dg H202
➤ Perlu terminal penanganan secara
0,5-1,4% dg lama
dekontaminasi khusus
kontak 30 detik-1 mnt
area sekitar pasien ➤ Perlu terminal
Peralatan ➤ (Baktericidal, virusidal)
atau ruangan dekontaminasi
untuk atau lama kontak 5
setelah pasien area sekitar pasien
perawatan mnt bila dg tu juan
pulang atau ruangan
pasien dan mikrobakterisidal atau
➤ Na hipoklorit 0,5% setelah pasien
lingkungan dry mist dg H202 5% di
bilas dengan air pulang
combinais dg Ag
atau dengan H202 ➤ Na hipoklorit 0,5%
dengan lama kontak
0,5-1,4% bilas dengan air
55 menit untuk luas
atau dengan H202
ruangan 0,135 m3
0,5-1,4%
Penggunaan APD (sarung tangan, masker,
pelindung mata, gaun/apron)
Manfaat Alat Pelindung
Alat Terhadap pasien Terhadap Nakes
Pelindung
Sarung tangan Mencegah kontak M.O dari tangan Mencegah kontak tangan nakes
nakes kepada pasien dengan darah dan cairan tubuh pasien,
mukosa, kulit luka à alkes/ permukaan
yang terkontaminasi
Masker Mencegah kontak droplet dari Mencegah mukosa nakes (hidung dan
mulut & hidung Nakes saat napas, mulut) kontak dengan percikan darah /
bicara, batuk kepada pasien cairan tubuh (c.t) pasien
Risiko
potensi
infeksi
Standar Prosedur Operasional (SPO)
• Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau
enzyme lalu dibersihkan dengan menggunakan spons
sebelum dilakukan DTT atau sterilisasi
• Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus di
dekontaminasi sblm dipakai pasien lain
• Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan
sesuai prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar
• Untuk alat bekas pakai yang akan dipakai lagi à setelah
dibersihkan dengan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama
10 menit
• Peralatan non-kritikal yang terkontaminasi à DTT dengan
menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal à DTT
atau disterilkan, peralatan kritikal à harus di DTT dan
disterilkan
• Peralatan besar spt USG dan X-ray à Dekontaminasi
permukaannya setelah digunakan di ruang isolasi
Pemprosesan alat bekas pakai
Pre-cleaning
Sterilisasi DTT
Kimiawi Pencucian Rebus
Autoklaf Kukus
Panas Kering
Kimiawi
Kering/Dingin-kan
dan Simpan
DEKONTAMINASI
Rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit
Radioaktif
Pengelolaan Limbah dan Sanitasi Ruangan
• Limbah Cair
• Sampah Medis
• Sampah RT
• Insinerasi
• Penguburan
• Disinfeksi
permukaan
Peran perawat dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di Puskesmas/
Rumah
Pertemuan Infection Control Nurses Association in the
Health Care 1990 di Birmingham
• Mengidentifikasi dan menginvestasi KLB
• Membuat, memonitoring dan evaluasi kebijakan
pencegahan infeksi
• Pendidikan dan pelatihan
• Memperkenalkan metode dan tehnologi baru dalam
pencegahan infeksi
• Pengukuran dan pencapaian
Masalah Keperawatan
• Risiko/ Infeksi
• Risiko/ kerusakan integritas kulit
• Risiko keracunan
• Risiko/ kerusakan jaringan
References
• https://id.wikipedia.org
• Permenkes RI, no. 27 tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan