PGPR (Fishal et al., 2010), serta pemberian spora yang dihasilkan oleh Foc dapat bertahan sangat
elisitor (Thakker et al., 2013). Elisitor lama di dalam tanah sebelum berada dekat dengan akar
merupakan senyawa atau komponen tumbuhan dan memulai pertumbuhannya. Selain
biotik/abiotik yang didedahkan dalam ditularkan melalui tanah, spora Foc juga dapat
konsentrasi tertentu dan berfungsi untuk memicu menyebar melalui air, tanah serta peralatan pertanian
respons ketahanan tanaman (Mishra et al., 2011). (Ploetz, 2015). Tercatat kasus penyakit layu fusarium
Harapannya, tanaman yang dielisitasi akan pisang di Indonesia mulai bermunculan di beberapa
menunjukkan ketahanan yang lebih baik ketika daerah pada tahun 1980-an. Pada saat ini penyakit layu
terserang patogen di kemudian hari (Thakker et fusarium dapat ditemukan hampir di semua daerah di
al., 2013). Indonesia yang memproduksi pisang (Manti, 2008).
Infeksi Fusarium oxysporum f. sp. cubense Kemampuan virulensi jamur Foc berbeda-beda pada
(Foc) dimulai dari spora jamur Foc yang tumbuh tiap ras. Foc terbagi kedalam 4 jenis ras yaitu ras 1, ras
membentuk hifa dengan struktur apresoria 2, ras 3 dan ras 4. Ras 4 diketahui mampu menginfeksi
sehingga mampu mempenetrasi jaringan akar hampir semua jenis tanaman pisang dan menyebabkan
hingga pembuluh tanaman pisang. Hal ini penyakit Panama disease. Foc ras 4 diketahui mampu
mengakibatkan terhambatnya transport air dan menginfeksi dengan menembus dinding sel tumbuhan
nutrisi yang berujung pada kelayuan bahkan sehingga dapat tumbuh di dalam dan di luar sel
kematian tanaman. Hal tersebut karena hifa jamur (Swarupa et. al, 2014). Pada proses infeksi, Foc
setelah menyebar pada jaringan xilem dapat menghasilkan berbagai enzim dan metabolit untuk dapat
menghasilkan enzim selulase serta toksin yang menembus sistem pertahanan tumbuhan. Tumbuhan
menyebabkan kebusukan pada jaringan batang yang resisten menghasilkan respon imunitas terhadap
semu (pseudostem) hingga mengakibatkan jamur Foc dengan mengenali molekul-molekul khas
kematian tanaman. yang dihasilkan oleh jamur tersebut (Ploetz, 2015).
Jamur Foc ini diketahui pertama kali Molekul ini kemudian dikenal dengan istilah elisitor.
menyerang yaitu pada perkebunan pisang di Pada awalnya istilah elicitor merujuk kepada molekul-
Australia pada tahun 1876 (Ploetz, 2000). Sekitar molekul yang mampu menginduksi produksi dari
tahun 1890-an dilaporkan bahwa jamur Foc ini phytoalexins, kemudian penggunaan istilah elicitor
menginfeksi perkebunan pisang di Amerika dan meluas untuk seluruh senyawa kimia yang dapat
menyebabkan kegagalan panen secara masif. menstimulasi berbagai jenis pertahanan terhadap
Penyelidikan yang dilakukan menunjukkan pathogen pada tumbuhan. Elicitor dapat berasal dari
bahwa penyakit tersebut mewabah pada negara- senyawa yang dihasilkan oleh patogen asal (exogenous
negara yang mengimpor bibit pisang „Gros elicitors) dan senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan
Michel‟ dari Panama. Hal inilah yang sebagai reaksi dari infeksi patogen (endogenous elicitor)
menyebabkan penyakit layu fusarium juga (Thakur dan Sohal, 2013. Elicitor dapat dibagi menjadi
dikenal sebagai penyakit layu Panama (Panama dua jenis; yaitu general elicitor dan race specific
disease). Semenjak itu penyakit Panama disease elicitors. General elicitor mampu memicu resistensi
menyebar hingga mencapai ke wilayah Asia baik pada tumbuhan inang maupun pada tumbuhan yang
Tenggara (Ploetz, 2015). bukan inang, sedangkan race specific elicitor bekerja
Penyebaran penyakit ini sangat cepat dan lebih spesifik dengan memicu respon resistensi pada
mencakup area yang luas. Hal ini dikarenakan spesies/kultivar tumbuhan tertentu terhadap jenis
patogen tertentu saja. Beberapa contoh dari pengaruh pendedahan elicitor berupa kitosan dan silikat
general elicitor antara lain asam salisilat, silikat terhadap tingkat resistensi varietas pisang kepok tanjung
dan kitosan (Thakur and Sohal, 2013). terhadap infeksi Fusarium oxysporum f. sp. cubense
Silikat (Si) merupakan unsur yang membentuk TR4 dengan teknik kultur jaringan (in vitro).
70% dari berat tanah. Meskipun silikat tidak
dikategorikan sebagai unsur dasar yang Metodologi Penelitian
menyusun biomassa tumbuhan tingkat tinggi, Si
Mikropropagasi Plantlet Pisang
diketahui memiliki efek positif terhadap
Eksplan didapat dari pisang kultivar kepok (Musa
pertumbuhan dan penambahan biomassa
paradisiaca L., genom ABB) yang diperoleh dari
tanaman. Si berguna dalam menghasilkan
Kebun Percobaan Subang kemudian diperbanyak di
karakteristik fisik dan kimia tertentu pada
Ruang Kultur Labtek XI SITH ITB. Mikropropagasi
tumbuhan yang diperlukan dalam mengatasi
dan perbanyakan pisang varietas kepok tanjung
stress dari factor biotik seperti infeksi patogen
dilakukan selama 3 bulan yang diawali dengan inisiasi
dan faktor abiotik seperti perubahan kondisi fisik
bonggol berisi tunas pucuk dalam medium Murashige
dan kimia lingkungan. Dewasa ini telah banyak
dan Skoog (MS) semipadat dengan penambahan arang
studi yang berfokus pada peran si dalam interaksi
aktif 0.03%, Benzyl Amino Purine (BAP) 5 ppm, dan
tumbuhan-mikroba dan peningkatan resistensi
Indole Acetic Acid (IAA) 2 ppm. Multiplikasi tunas
tumbuhan inang dengan menstimulasi reaksi
pucuk dilakukan dalam medium MS semipadat dengan
pertahanan (Wang et al., 2017). Pada peningkatan
penambahan BAP 2,5 ppm. Plantlet pada media yang
resistensi secara fisik, Si berperan dalam
terkontaminasi bakteri maupun jamur dipindahkan
peningkatan kekuatan fisik dan ketebalan lapisan
kedalam media MS lain dengan diberi tambahan
luar tumbuhan secara keseluruhan (Sun et al.,
Cefotaxime sodium dengan konsentrasi 1 ppm agar
2010).
dapat diselamatkan dari infeksi.
Kitosan merupakan senyawa polisakarida linear
yang berasal dari deasetilasi (deacetylation) kitin.
Elisitasi Plantlet Pisang
Kitosan sering digunakan sebagai elicitor yang
Plantlet yang akan dielisitasi disubkultur ke dalam
berkaitan dengan sifat kitosan yang mudah larut
erlenmeyer berisi medium cair MS ½ tanpa gula dengan
dan bermuatan positif. Sebagian besar aktivitas
rentang pH 5,6-5,8. Setelah itu ditempatkan pada shaker
fisiologis dari kitosan dan turunannya ditentukan
berkecepatan 85 rpm dan diaklimatisasi selama 3 hari.
oleh berat molekulnya (Ferri and Tassoni, 2011).
Setelah aklimatisasi selama 3 hari selesai, elisitasi
Kitosan, selain dapat secara langsung
dilakukan di dalam laminar dengan menambahkan 2 ml
menghambat pertumbuhan jamur (Matica et al.,
larutan stok elisitor yang telah diencerkan ke dalam
2004), juga diketahui dapat menginduksi sistem
erlenmeyer berisi kultur dengan konsentrasi yang
ketahanan pada tumbuhan (Klüsener et al., 2002).
berbeda-beda dari tiap elisitor yaitu 15 pm, 30 ppm, dan
Penggunaan silika maupun kitosan sebagai
60 ppm untuk silikon serta 20 ppm, 40 ppm, dan 80
elisitor belum banyak dipelajari terhadap pisang
ppm untuk kitosan. Untuk kontrol diberi 2 ml aquades
kepok hasil mikropropagasi, begitu pula dengan
steril. Setelah itu pengamatan dilakukan 14 hari sebelum
pengaruhnya dalam meningkatkan resistensinya
akhirnya dilakukan analisis lebih lanjut.
terhadap patogen Foc TR4. Oleh sebab itu
penelitian ini bertujuan untuk memahami
yang telah dihomogenisasi dipindahkan ke dalam 1 Tidak ada daun berwarna kuning
botol steril. Untuk menghitung konsentrasi dari 2 Terdapat warna kuning pada daun terbawah
3 Terdapat warna coklat muda pada daun
konidia, jamur dihomogenasi dengan cara
yang menguning
mencampurkan 100 uL suspensi konidia dengan
4 Terdapat daun yang mati atau berwarna
100 uL reagen LCB dalam microtube steril secara
coklat tua
aseptik. Selanjutnya jumlah spora dari homogenat
5 Tanaman mati
yang diambil dari kultur Foc dihitung dengan
Tabel 2 Skala RDI
bantuan alat haemacytometer. Jumlah konidia Skor Keterangan
dikonversi ke dalam satuan konidia/ml dengan
1 Tidak ada perubahan warna pada
rumus sebagai berikut: bonggol dan daerah perakaran atau di
∑ sekitar jaringan
Jumlah konidia/ml=
2 Tidak ada perubahan warna pada Anova (p-value ≤ 0,05) dilakukan untuk
bonggol dan daerah perakaran,
perubahan warna hanya di
membandingkan perbedaan antara delta panjang
persimpangan akar dan di sekitar pseudostem plantlet pisang pada tiap kelompok
jaringan
perlakuan pada saat sebelum dan sesudah inokulasi Foc
3 Perubahan warna sampai 5% pada
TR4. Distribusi data diuji menggunakan uji
bonggol
Kolmogorov-Smirnov. Analisis dilakukan
4 Perubahan warna sampai 6-20% pada
bonggol menggunakan software SPSS Statistics.
Hal ini dapat disebabkan oleh eksudasi fenol telah memiliki 2-3 daun dipindahkan ke medium
dari eksplan yang berinteraksi dengan fenol Murashige Skoog ½c dengan penambahan NAA 1,5
oksidase yang menyebabkan pencoklatan pada ppm pada tabung erlenmeyer untuk proses pembesaran
eksplan dan pada medium murashige skoog yang dan pengakaran sesuai dengan metode yang pada
di sekitarnya (Hidayatullah et al., 2019). Salah Hanisia (2018).
satu cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi
kadar fenol yang menyebabkan pencoklatan Identifikasi Jamur Fusarium oxysporum f. sp. cubense
eksplan yaitu dengan memindahkan eksplan ke TR 4
medium baru seminggu sekali yang dinamakan Jamur yang diamati pada penelitian ini merupakan
subkultur. Hal ini juga dapat meningkatkan kultur jamur yang berasal dari serat pseudostem pisang
pembelahan sel embrionik yang baru karena yang diduga terinfeksi penyakit layu fusarium. Kultur
adanya suplai air, nutrisi dan hormon jamur Fusarium oxysporum f. sp. cubense TR 4
pertumbuhan (Hidayatullah et al., 2019) ditumbuhkan pada medium PDA dan suhu inkubasi 25
Tunas yang telah tumbuh kemudian °C. Dari hasil pengamatan makroskopis yang dilakukan
dipindahkan ke medium baru yang telah terlihat bahwa kultur jamur memiliki miselium yang
ditambahkan BAP 2,5 ppm untuk multiplikasi berwarna putih dan membentuk tekstur berambut di
(Tabel 4). Tunas-tunas yang hanya memiliki satu atasnya seperti yang terlihat pada Gambar 1. Koloni
daun memperlihatkan pertumbuhan yang cukup jamur yang tumbuh pada medium memiliki permukaan
lambat ketika tidak dipisahkan. Pemotongan yang licin dengan struktur bergelombang di
tunas dengan ukuran 1,5-2,5 cm dapat dilakukan pinggirannya. Pigmen yang berwarna keunguan
untuk menginduksi pertumbuhan yang lebih terkonsentrasi pada bagian tengah dari koloni jamur.
cepat. Akan tetapi pemotongan yang terlalu kecil Pengamatan ini sesuai dengan penelitian Summerel, et
akan membuat kultur mengeksudasi terlalu al. (2003) yang menyatakan bahwa salah satu ciri dari
banyak fenol yang dapat mengakibatkan spesies jamur fusarium adalah dengan pigmentasi
kematian pada kultur (Hidayatullah et al., 2019). miselium berwarna putih keunguan saat ditumbuhkan
Debris dan sisa-sisa dari kultur yang telah mati pada medium PDA.
pada medium dapat menjadi sumber nutrisi untuk
koloni bakteri dan berpotensi menginfeksi tunas
yang masih sehat. Oleh sebab itu, bagian-bagian
kultur yang telah mati harus secara rutin
dipisahkan dari kultur yang sehat.
Kultur pisang yang ditumbuhkan dalam
medium Murashige Skoog yang ditambahkan
BAP sebanyak 2,5 ppm menghasilkan sekitar 3
Gambar 1 Pengamatan Makroskopis Foc TR4
tunas dalam rentang waktu satu bulan. Hasil yang
Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopis, bagian-
serupa didapatkan oleh percobaan yang
bagian jamur yang teramati antara lain hifa,
dilakukan Hanisia (2018) yang menambahkan
makrokonidia, mikrokonidia dan klamidospora. Hifa
BAP 2 ppm pada medium multiplikasi dan
terlihat berwarna biru setelah diberi reagen Lactophenol
menghasilkan rata-rata 3 tunas dalam rentang
Cotton Blue (LCB) yang bertujuan mewarnai dinding
waktu sebulan. Selanjutnya tunas pisang yang
sel jamur sehingga kontras terlihat dibawah mikroskop.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::
Repository Tugas Akhir SITH-ITB (2021) 7
Hifa terlihat memiliki sekat-sekat berurutan yang semakin besar nilai LSI maka semakin parah pula gejala
disebut septa. Spora jamur Fusarium oxysporum layu dan penguningan pada daun sedangkan rizhome
yang teramati ada tiga jenis yaitu makrokonidia, discoloration index (RDI) mengukur indeks keparahan
mikrokonidia dan klamidospora seperti yang melalui perubahan warna bonggol. Semakin besar nilai
terlihat pada Gambar 2. Makrokonidia F. RDI maka semakin parah pula gejala diskolorasi dan
oxysporum memiliki bentuk melengkung dan busuk bonggol.
meruncing seperti alat sabit dan ukuran berkisar Perlakuan kontrol negatif yaitu plantlet yang tidak
antara 0,359-0,093 mm dan lebar 0,060 hingga diinfeksi Foc menghasilkan nilai LSI 1 karena
0,016 mm. Sedangkan mikrokonidia F. menunjukkan daun yang segar dengan warna yang hijau
oxysporum berbentuk oval yang berukuran lebih gelap. Sebaliknya, daun kontrol positif yaitu plantlet
kecil dengan panjang 0,158-0,045 mm dan lebar yang diinfeksi Foc menunjukkan warna agak
0,051-0,012 mm. Mikrokonidia tidak terlihat kekuningan dengan warna coklat pada ujung dan tepi
bersepta seperti makrokonidia. Klamidospora daun terbawah. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
yang ditemukan terlihat pada koloni jamur yang Dong et al. (2014) daun plantlet yang terinfeksi Foc
telah berusia sekitar 3 bulan. Tidak seperti pada akan menunjukkan gejala klorosis serta nekrosis yang
jenis spora lainnya, klamidospora tidak terwarnai dimulai dari ujung daun. Hal ini disebabkan oleh
dengan sempurna, hal ini dapat disebabkan oleh terakumulasinya asam fusarat pada daun bagian bawah
dinding sel klamidospora yang lebih tebal seperti dan senyawa asam fusarat bersifat destruktif terhadap
yang terlihat pada Gambar 2. Menurut Staib kloroplas sel sehingga timbul gejala klorosis pada
(2007) dinding sel tebal pada klamidospora ini tumbuhan (Nugroho, 2019). Gejala pencoklatan ujung
tersusun dari protein yang terbenam dalam rangka daun pada plantlet kontrol positif sendiri dapat
glukan-kitin yang sulit terwarnai oleh pewarna disebabkan oleh enzim ROS yang terbentuk sebagai
LCB. Klamidospora yang teramati letaknya mekanisme pertahanan tumbuhan terhadap infeksi Foc
saling berdempetan satu sama lain tidak seperti TR4 (Nugroho, 2019).
makrokonidia dan mikrokonidia. Gejala daun menjadi kuning kecoklatan tidak
ditemukan pada kelompok perlakuan silika maupun
kitosan yang diinfeksi jamur fusarium. Perbedaan
kontras yang teramati dari dua kelompok perlakuan
ialah warna daun pada kelompok elisitasi kitosan 40
ppm yang terlihat lebih hijau dibandingkan dengan
kelompok elisitasi kitosan 80 ppm dan silika 15 ppm.
Kelompok pemberian kitosan 80 ppm dan silika 15 ppm
Gambar 2 Pengamatan Mikroskopis Foc TR4
memiliki nilai LSI yang sama dengan kontrol positif
Indeks Keparahan Penyakit Foc TR4 pada (Tabel 5). Meningkatnya LSI pada kelompok perlakuan
Indeks keparahan penyakit pada plantlet pisang disebabkan oleh menurunnya kadar klorofil pada
dapat dinilai melalui DSI yang terdiri dari Leaf plantlet secara menyeluruh. Menurut Kristiawati et al.
symptomps index (LSI) dan rizhome discoloration (2014) hal ini dapat disebabkan oleh infeksi jamur yang
index (RDI). Leaf symptomps index (LSI) terjadi pada jaringan pembuluh mulai mempengaruhi
melihat gejala eksternal dari layu fusarium, laju transportasi air dan nutrisi ke bagian daun atau
toksin asam fusarat merusak atau menghambat pembuluh. Pencoklatan bonggol diduga akibat
sintesis klorofil di daun. kerusakan jaringan dan senyawa ketahanan yang
Tabel 5 Kondisi Daun Plantlet Pisang terlepas bersamanya, misalnya fenol dan enzim
antioksidatif. Menurut Swarupa et al. (2014)
pencoklatan pembuluh pisang yang terinfeksi Foc akan
meluas dalam central zone yang terdiri dari jaringan
pembuluh plantlet seperti yang terlihat pada kontrol
positif. Pencoklatan pada area central zone juga terjadi
pada pada silika 15 ppm dan silika 30 ppm akan tetapi
Kontrol negatif Kontrol positif tidak separah pada kontrol positif. Meluasnya area
(terlihat penguningan
(tidak nampak adanya
pada tepi daun) pencoklatan pada bonggol disebabkan oleh nekrosis sel
gejala)
sebagai bentuk mekanisme pertahanan tumbuhan untuk
menghentikan penyebaran infeksi jamur. Pembentukan
jaringan yang telah mati ini bertujuan untuk
menghambat infeksi Foc TR4 menjalar ke sel-sel yang
sehat. Selain itu pembentukan jaringan yang mati dapat
diasosiasikan dengan pembentukan gum. Gum
Kitosan 40 ppm
Kitosan 20 ppm merupakan material amorf yang dapat menyumbat
lumen pembuluh dan ruang intersel. Gum yang
menyumbat pembuluh dihasilkan oleh aktivitas tilosa.
Tilosa merupakan pembesaran sel parenkim pembuluh
yang dapat menghalangi lumen xylem yang telah
terinfeksi sehingga infeksi jamur tidak menyebar (De
Micco et al., 2016).
Kitosan 80 ppm Silika 15 ppm
(terlihat penguningan (terlihat penguningan Tabel 6 Kondisi Bonggol Plantlet Pisang
pada tepi daun) pada tepi daun)
Kontrol positif
Silika 30 ppm Silika 60 ppm Kontrol negatif (terlihat pencoklatan pada
(tidak terlihat gejala pada vascular zone)
Pada pengukuran rizhome discoloration index bonggol)
(RDI) seperti yang terlihat pada Tabel 6, plantlet
kontrol negatif memiliki nilai RDI 1 karena tidak
terdapat perubahan warna pada bonggol. Hasil
yang berbeda terlihat pada kontrol positif yang
menunjukkan pencoklatan pada bagian Silika 15 ppm
(mulai terlihat gejala
pembuluh. Menurut Swarupa et al. (2014) Kitosan 20 ppm pencoklatan pada bonggol)
munculnya pencoklatan ini menandakan bahwa
jamur Foc telah masuk dan mengkolonisasi
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::
Repository Tugas Akhir SITH-ITB (2021) 9
(2008) efek kitosan terhadap sistem pertahanan dari akar tumbuhan. Pertumbuhan akar ini yang akan
tumbuhan diasosiasikan dengan akumulasi enzim meningkatkan penyerapan air dan nutrien yang
PAL yang mempercepat sintesis prekursor dibutuhkan untuk pertumbuhan plantlet. Setelah
senyawa fenol dan aktivitas enzim PO dan PPO pemberian inokulum jamur, kelompok perlakuan
yang merupakan enzim yang berperan dalam kitosan memiliki pertumbuhan pseudostem yang secara
sintesis ROS. ROS sendiri merupakan senyawa signifikan lebih tinggi dibandingkan kontrol positif.
sinyal yang dapat meningkatkan akumulasi fenol Hasil ini didukung oleh Thanakronpaisan et al. (2019)
yang merupakan senyawa ketahanan utama dalam yang menyatakan bahwa penambahan 20 ppm kitosan
tumbuhan. Fenol merupakan prekursor dari pada mikropropagasi pisang genus Musa sp.
berbagai metabolit sekunder yang berperan dalam menghasilkan peningkatan pertumbuhan akar dan
resistansi seperti fitoaleksin. Fitoaleksin pucuk.
merupakan senyawa inhibitor yang terbentuk
setelah infeksi. Senyawa ini bersifat toksik
terhadap jamur dan memiliki kemampuan untuk
menginduksi respon ketahanan lain (De Ascensao
dan Dubery, 2000). Seperti yang terlihat pada
Tabel 7 hasil dari penilaian Leaf symptomps index
(LSI) dan rizhome discoloration index (RDI)
menunjukkan kedua jenis elisitor silika dan
Gambar 3 Pertumbuhan Pseudostem Plantlet Pisang pada
kitosan dapat meningkatkan toleransi plantlet
Tiap Kelompok Perlakuan
pisang terhadap infeksi Foc TR4
Hal yang dapat menyebabkan perbedaan perubahan
Tabel 7 Hasil Penilaian Indeks DSI Penyakit Foc TR4
delta panjang pseudostem antara perlakuan silika dan
pada Plantlet Pisang
kitosan pada Gambar 3 adalah perbedaan waktu yang
dibutuhkan kelompok plantlet kitosan untuk
menghasilkan respons terhadap infeksi Foc TR4.
Interval waktu ini berbeda-beda bergantung pada
ukuran partikel kitosan dan jenis patosistem. Partikel
kitosan membutuhkan waktu untuk meningkatkan
pertumbuhan dan aktivasi pertahanan pada tumbuhan,
mengingat kitosan tidak memiliki reseptor spesifik
(Lopez-Moya et al., 2019). Menurut Siddaiah et al.
Pengukuran Pertumbuhan Pseudostem Plantlet
(2018) partikel kitosan dalam bentuk oligosakarida
Pisang
memilki ukuran molekul yang lebih besar sehingga
Seperti yang terlihat pada Gambar 3,
memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan
pertumbuhan pseudostem sebelum diinokulasi
dengan molekul dasarnya untuk memasuki pori dinding
lebih tinggi pada kelompok perlakuan silika jika
sel dan melakukan stimulasi mekanisme ketahanan
dibandingkan dengan kelompok perlakuan
dengan cepat. Semakin kecil molekul kitosan yang
kitosan dan kontrol positif. Menurut Hu et al.
digunakan maka semakin cepat waktu persebarannya,
(2019) silika dapat mempercepat pertumbuhan
semakin cepat pula induksi pertumbuhan dan respon
akar serta meningkatkan jumlah dan berat segar
SAR yang terjadi. Hal ini yang menyebabkan ukuran
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::
Repository Tugas Akhir SITH-ITB (2021) 11
TR4 pada kelompok perlakuan silika lebih World Journal of Microbiology and Biotechnology,
30(4), 1399–1408.
baik apabila dibandingkan dengan kelompok
Elfick, J. (2017). School of Education, University of
perlakuan kitosan dan kontrol positif. Queensland. Diambil 15 Desember 2020, dari
http://www.uq.edu.au/_School_Science_Lessons/BaProj
4. Pertumbuhan pisang pada perlakuan silika
.html.
dan kitosan menurun ketika didedahkan Foc Ferri M, Tassoni A. 2011. Chitosan as Elicitor of Health
Beneficial Secondary Metabolites in In Vitro Plant Cell
TR4.
Cultures. Nova Science Publishers, Inc.
https://www.researchgate.net/publication/287263216.
Fortunato, A., Rodrigues, F., Baroni, J., Soares, G.,
Saran
Rodriguez, M., dan Pereira, O. 2012. Silicon Suppresses
1. Optimasi konsentrasi elisitor dapat dilakukan Fusarium Wilt Development in Banana Plants. Journal
of Phytopathology, 160(11-12), 674–679.
lebih lanjut untuk meningkatkan efek
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur In Vitro dalam
pemakaian elisitor dalam menghambat Holtikultura. Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Hanisia, R. 2018. Gejala Penyakit Layu Fusarium Pada
infeksi.
Kultur In Vitro Pisang Kultivar Mas dan Kepok akibat
Infeksi Jamur Fusarium oxysporum f. sp. cubense TR4.
2. Interval waktu pengamatan yang lebih lama Skripsi Sarjana Biologi ITB 2018.
Heslop-Harrison JS, Schwarzacher T. 2007.
dapat dilakukan untuk mengevaluasi efek
Domestication, genomics and the future for banana.
elisitasi kitosan dan silikat terhadap Review. Ann Bot 100:1073–1084.
Huang J-S. 2001. Plant Pathogenesis and Resistance.
tumbuhan.
Biochemistry and physiology of plant microbe
interaction. Netherlands, Kluwer Acad. Publ.
Daftar Pustaka Hu, J., Cai, X., & Jeong, B. R. (2019). Silicon Affects
Root Development, Tissue Mineral Content, and
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Expression of Silicon Transporter Genes in Poinsettia
2005. Prospek dan Perkembangan Agribisnis (Euphorbia pulcherrima Willd.) Cultivars. Plants
Pisang. Jakarta: Badan Litbang. (Basel, Switzerland), 8(6), 180.
Caretto, S., Linsalata, V., Colella, G., Mita, G., dan https://doi.org/10.3390/plants8060180.
Lattanzio, V. 2015. Carbon Fluxes between Huot, Bethany., Yao, Jian., Montgomery, Beronda L.,
Primary Metabolism and Phenolic Pathway in Yang He, Sheng. 2014. Growth–Defense Tradeoffs in
Plant Tissues under Stress. International journal Plants: A Balancing Act to Optimize Fitness. Molecular
of molecular sciences. 16. 26378-26394. Plant, Volume 7, Issue 8. Pages 1267-1287. ISSN 1674-
Chen, H. P.; Xu, L. L. Isolation And 2052.
Characterization Of A Novel Chitosan-Binding Hwang SC, Ko WH. 2004. Cavendish banana cultivars
Protein From Non-Heading Chinese Cabbage resistant to Fusarium wilt acquired through somaclonal
Leaves. J. Integrat. Plant Biol., 2005, 47, 452- variation in Taiwan. Plant Disease 88 (6): 580-588.
456. Indrayanti, Reni. 2012. Resistensi Pisang Ampyang
Daly A, Walduck G. 2006. Fusarium wilt of (Musa acuminata, AAA, subgrup non-Cavendish)
bananas (Panama disease) (Fusarium Terhadap Fusarium oxysporum f.sp. cubense Hasil
oxysporum f. sp. cubense). Agnote I (51):1-5. Mutasi Induksi Dan Seleksi In Vitro. Institut Pertanian
Datnoff, L.E. and Rodrigues, F.A. 2005. The Role Bogor: Bogor.
of Silicon in Suppressing Rice Diseases. Jones, Kevan Walter (2014). Silicon in banana plants:
APSnet Features. doi 10.1094/APSnetFeature- uptake, distribution and interaction with the disease
2005-0205. fusarium wilt. PhD Thesis, School of Agriculture and
De Ascensao ARFDC, Dubery IA. 2000. Panama Food Sciences, The University of
Disease: cell wall reinforcement in banana roots Queensland.https://doi.org/10.14264/uql.2014.470
in response to elicitors from Fusarium oxysporum Jumjunidang, E., Riska, C., dan Hermanto. 2012.
f. sp. cubense Race Four. Phytopathology 90(10): Penyakit layu fusarium pada tanaman pisang di Propinsi
1173-1180. NAD: sebaran dan identifikasi isolat berdasarkan
De Micco, V., Balzano, A., Wheeler, E. dan Baas, analisis vegetative compatibility group. J.Hort. 22(2),
P. 2016. Tyloses and gums: A review of pp. 164-171.
structure, function and occurrence of vessel Klüsener, B.; Young, J. J.; Murata, Y.; Allen, G. J.; Mori,
occlusions. IAWA Journal. 37. I. C.; Hugouvieux, V.; Schroeder,
Dong, X., Xiong, Y., Ling, N., Shen, Q., dan Guo, J. I. Convergence Of Calcium Signaling Pathways Of
S. 2013. Fusaric acid accelerates the senescence Pathogenic Elicitors And Abscisic Acid In Arabidopsis
of leaf in banana when infected by Fusarium. Guard Cells. Plant Physiol., 2002, 130, 2152-2163.
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati :::
Repository Tugas Akhir SITH-ITB (2021) 13