Anda di halaman 1dari 33

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

METODOLOGI PENELITIAN

Tentang
Penelitian “Efektivitas Alat Peraga Tangram Sebagai Mathematics Puzzle Guna
Menumbuhkan Minat Matematika Pada Siswa SMPN 3 Gunung Tuleh Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif STAD Pokok Bahasan Kesebangunan dan kekongruenan”

Disusun Oleh:

NURPAIDAH 1914040056

Dosen Pengampu :

Fitria Mardika , M.Pd

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA (B)

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVESITAS ISLAM NEGERI

IMAM BONJOL PADANG

1443 H / 2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi manusia karena menyangkut

kelangsungan hidup manusia dan tingkat kecerdasan bangsa. Manusia tidak cukup hanya

tumbuh dan berkembang dengan dorongan alamiah saja, tetapi perlu pendidikan. Pendidikan

diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Data

yang menunjukan rendahnya prestasi matematika siswa Indonesia dapat dilihat dari hasil

survei pusat statistika internasional untuk pendidikan (National Center for Education

statistics, 2003) terhadap 41 negara dalam pembelajaran matematika di Indonesia

mendapatkan peringkat ke 39 di bawah Thailand dan Uruguay. Bahkan, sampai sekarang

mata pelajaran matematika khususnya pada tingkat sekolah dasar masih memiliki berbagai

masalah diantaranya matematika dianggap mata pelajaran yang tidak menarik dan

diasumsikan sulit oleh siswa, serta sistem pengajaran guru yang bersifat konvensional

(Ujianto,2012).

Banyak para ahli yang mengemukakan faktor- faktor penyebab kesulitan belajar

dengan sudut pandang mereka masing- masing. Ada yang meninjau dari sudut intern anak

didik dan ada yang meninjau dari sudut ekstern anak didik (Djamarah, 2002:201). Menurut

Muhibbin Syah factor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-

fisik anak didik, yaitu yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual atau inteligensi anak didik, yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain

seperti labilnya emosi dan sikap. Dan yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain

seperti terganggunya alat- alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).

Sedangkan faktor- faktor ekstern anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan

sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik, yakni lingkungan keluarga,

lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah. Adapun faktor- faktor penyebab kesulitan

belajar yang bersifat khusus, seperti sindrom psikologis berupa Learning

Disability(ketidakmampuan belajar). Sindrom adalah suatu gejala yang timbul sebagai

indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik.

Misalnya: disleksia yaitu ketidakmampuan dalam belajar membaca, disgrafia yaitu

ketidakmampuan menulis, dandiskalkulia yaitu ketidakmampuan belajar matematika.

SMPN 3 Gunung Tuleh memiliki 12 kelas yaitu kelas VII empat kelas, kelas VIII

empat kelas, dan kelas IX ada empat kelas yang masing-masing kelas terdiri 25 siswa.

SMPN 3 Gunung Tuleh memiliki 3 guru matematika yang semuanya sarjana pendidikan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru matematika di Sekolah tersebut

diungkapkan bahwa prestasi siswa kelas IX A masih dalam kategori rendah. Hal ini dapat

dilihat dari nilai rata-rata siswa pada semester gajil yaitu 57,39 yang hal ini ternyata dibawah

nilai KKM sekolah yaitu 60. Hal ini ternyata diakibatkan system pembelajaran yang

diterapkan oleh guru matematika di sekolah tersebut masih bersifat konvensional yang

pembelajarannya berpusat pada guru (Teached Oriented). Siswa belum aktif dalam kegiatan

pembelajaran karena guru lebih memberikan materi bersifat ceramah, sedangkan aktivitas

siswa hanya mendengar dan mencatat saja, sangat jarang ditemukan diskusi kelompok atau
bentuk tukar pikiran lainnya baik dilakukan antara siswa terhadap siswa maupun tukar

pikiran antara siswa dengan guru.

Menurut keterangan salah seorang guru matematika kelas IX B SMPN 3 Gunung

Tuleh, bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam pokok bahasan

kesebangunan dan kekongruenan. Sementara itu, pada materi kesebangunan dan

kekongruenan guru selalu menerapkan model pembelajaran ceramah dalam proses

pengajarannya sehingga siswa selalu tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran. Akibatnya,

siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran, aktivitas yang dilakukan sebagian besarnya adalah

mendengar dan menctat saja, sehingga dapat dikatakan bahwa pada pokok bahasan

kesebangunan dan kekongruenan siswa belum maksimal dalam memahaminya.

Berdasarkan masalah tersebut, peneliti berpendapat bahwa perlunya perbaikan

pembelajaran pada siswa kelas VIIB SMPN 3 Gunung Tuleh. Hal ini dilakukan bertujuan

untuk agar siswa dapat ikut aktif dalam mengikuti kegiatan proses belajar mengajar selama

pembelajaran berlangsung. Siswa saling tukar pikiran melalui diskusi kelompok yang

diberikan dalam menyelesaikan soal pada materi kesebangunan dan kekongruenan. Oleh

karena itu, dipandang perlunya sebuah model pembelajaran untuk mengaktifkan siswa

selama kegiatan belajar berlangsung yaitu model pembelajaran yang mendorong keaktifan,

tanggung jawab dan kemandirian. Model pempelajaran kooperatif Tipe STAD berbantuan

alat peraga tangram diharapkan dapat mengaktifkan siswa selama kegiatan pembelajaran

berlangsung dan mempengaruhi hasil prestasi akademik siswa kelas IX B SMPN 3 Gunung

Tuleh pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.


Alat peraga menurut Soeparno (1987:2), pada hakikatnya adalah suatu alat yang

digunakan untuk memvisualkan suatu konsep tertentu saja misalnya seorang guru

matematika mengajarkan balok dengan menggunakan alat peraga berupa kardus bekas,

kemasan produk makanan yang berbentuk balok.Tangram merupakan salah satu alat peraga

pendidikan yang berupa teka teki (Mathematics Puzzle). Teka-teki ini bertujuan untuk

membuat bentuk tertentu menggunakan semua bangun yang tersedia. Beberapa ahli

berpendapat bahwa tangram bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai hal diantaranya

(Bohning and Althouse,1997, Krieger, 1991, National Council of Teacher’s

mathematics,2003). Pemanfaatan alat peraga tangram untuk dijadikan sebagaiMathematics

Puzzle atau teka-teki matematika terhadap keefektifan dalam menumbuhkan minat siswa

dalam mempelajari mata pelajaran matematika.

Sesuai uraian diatas, maka peneliti mengadakan penelitian dengan judul “Efektivitas

Alat Peraga Tangram Sebagai Mathematics Puzzle Guna Menumbuhkan Minat Matematika

Pada Siswa SMPN 3 Gunung Tuleh Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pokok Bahasan Kesebangunan dan Kekongruenan”. Penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui apakah pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keaktifan dan

prestasi belajar siswa pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.

1.3. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut.
1. Seberapa tinggi efektivitas alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap

tumbuhnya minat siswa SMPN 3 Gunung Tuleh dalam mempelajari matematika pokok

bahasan kesebangunan dan kekongruenan melalui model pembelajaran kooperatif tipe

STAD?

2. Seberapa tinggi efektivitas alat peraga tangram sebagai Mathematics Puzzle terhadap

hasil prestasi belajar siswa SMPN 3 Gunung Tuleh pada pokok bahasan kesebagunan

dan kekongruenan melalui pembelajaran tipe STAD?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitiannya dapat dirumuskan

seperti berikut ini :

1. Untuk mengetahui keefektifan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s

Puzzle terhadap tumbuhnya minat siswa SMPN 3 Gunung Tuleh dalam mempelajari

matematika pada pokok bahasan kesebagunan dan kekongruenan melalui model

pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Untuk mengetahui keefektifan alat peraga tangram sebagai Mathematics

Puzzle terhadap hasil prestasi belajar siswa SMPN 3 Gunung Tuleh pada pokok

bahasan kesebagunan dan kekongruenan melalui pembelajaran tipe STAD.


1.5. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Bagi siswa : melalui alat peraga tangram sebagai Mathematic’s

Puzzle dapat menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari matematika

2. Bagi guru : melalui alat peraga tagram sebagai Mathematic’s Puzzle dapat dengan

perlahan akanmemperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di

kelas

3. Bagi sekolah : dapat memberikan sumbangan yang baik dalam meningkatkan mutu

pendidikan sekolah khususnya dalam meningkatkan minat siswa dalam belajar

matematika.

4. Bagi peneliti : agar memiliki khazanah keilmuan yang luas tentang model

pembelajaran dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya, khususnya dalam

pengajaran matematika.
BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Pengertian Belajar

Menurut Morgan, bahwa belajar adalah setiap perubahan yangrelatif menetap dalam

tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil darilatihan atau pengalaman

(Purwanto,1996:84). Hal serupa dikemukakan oleh Nana Sudjanabahwa “belajar adalah

suatu proses yang ditandai dengan adanyaperubahan pada diri seseorang.” Perubahan sebagai

hasil dari prosesbelajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti

berubahpengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan,kecakapan dan

kemampuannya serta perubahan aspek-aspek lain yang adapada individu yang belajar (Nana

Sudjana,1991:17). Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan,

kebiasaan, kemampuan, keterampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara proses

belajar dengan lingkungannya. Selanjutnya Soejanto (1997: 21) menyatakan bahwa belajar

adalah segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan

mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan yang menyangkut

banyak aspek, baik karena kematangan maupun karena latihan. Perubahan ini memang dapat

diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan yang relatif lama tersebut disertai

dengan berbagai usaha, sehingga Hudoyo (1990: 13) mengatakan bahwa belajar itu

merupakan suatu usaha yang berupa kegiatan hingga terjadinya perubahan tingkah laku yang

relatif lama atau tetap.


Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu

usaha sadar yang dilakukan berupa kegiatan positif untuk menghasilkan perubahan –

perubahan seperti kemampuan berpikir kritis, pemahaman, daya kreativitas, pengetahuan,

dan aspek positif lainnya yang merupakan hasil dari sebuah interaksi sosial.

Ada beberapa unsur belajar untuk mencapai tujuannya yaitu: (1) Motivasi belajar, (2)

Sumber Belajar, (3) Alat Belajar, (4) suasana belajar, dan (5) kondisi subjek belajar (Oemar

Hamalik, 1995:68). Kelima unsur inilah yag bersifat dinamis, yang sering berubah menguat

dan melemah atau mempengaruhi proses belajar siswa. Proses belajar pada hakikatnya

merupakan perubahan tingkah laku pada diri seseorang pada situasi tertentu yang berulang

ulang sesuai siatuasi dan kondisinya.

2.2.Alat Peraga

Alat peraga pendidikan adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga

dengan tujuan membantu guru agar proses pembelajaran siswa lebih efektif dan efisien

(Sudjana,2009). Wijaya dan Rusyan (1994) brependapat bahwa peran alat peraga yaitu

berperan sebagai perangsang belajar dan dapat menumbuhkan motivasi belajar sehingga

siswa tidak menjadi bosan dalam meraih tujuan-tujuan belajar. Alat peraga menurut

Soeparno (1987:2), pada hakikatnya adalah suatu alat yang digunakan untuk memvisualkan

suatu konsep tertentu saja misalnya seorang guru matematika mengajarkan balok dengan

menggunakan alat peraga berupa kardus bekas, kemasan produk makanan yang berbentuk

balok. Dengan menggunakan alat peraga tersebut diharapkan siswa dapat lebih muda

menangkap konsep yang disampaikan.


Alat peraga merupakan media pengajaran yang mengandung atau membawakan ciri-

ciri dari konsep yang dipelajari (Elly Estiningsih, 1994). Alat peraga matematika adalah

seperangkat benda konkret yang dirancang, dibuat, dihimpun, atau disusun secara sengaja

yang digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau

prinsip-prinsip dalam matematika (Djoko Iswadi, 2003). Denga alat peraga, hal-hal yang

abstrak dapat disajikan dalam bentuk model-model yang berupa benda konkret yang dapat

dilihat, dipegang, diputarbalikkan sehingga mudah dipahami. Fungsi utamanya adalah untuk

menurunkan keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut.

Sebagai contoh, benda-benda konkret disekitar siswa seperti buah-buahan, pensil, buku, dan

sebagainya. Dengan benda-benda tersebut siswa mampu membilang banyanknya anggota

dari kumpulan suatu benda sampai menemukan bilangan yag sesuai pada akhir membilang.

Contoh lainnya, model-model bangun datar, bangun ruang dan sebagainya. Dari beberapa

pemaparan diatas, maka menurut hemat penulis bahwa alat peraga matematika adalah alat

atau media yang hendak diperagakan oleh guru atau siswa sehingga menimbulkan sebuah

ketertarikan siswa terhadap materi yang diajarkan yang aka berindikasi pada keefektivan

terhadap suatu pembelajaran.

Berikut akan di perlihatkan beberapa contoh alat peraga matematika yang sering

diperagakan oleh guru terhadap siswanya.


Gbr. 1.1 Puzzle FPB dan KPK

Gbr.1.2 Luas Juring Lingkaran


Gbr. 1.3 Jaring-Jaring Kubus

Satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah teknik penggunaan alat peraga dalam

pembelajaran matematika secara tepat. Untuk itu perlu dipertimbangkan kapan digunakan dan

jenis alat peraga mana yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Agar dalam memilih

dan menggunakan alat peraga sesuai dengan tujuan yang akan diacapai dalam pembelajaran,

maka perlu diketahui fungsi alat peraga, yakni sebagai berikut :

1. Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

2. Salah satu unsur yang harus dikembangkan oleh guru karena mrupakan bagian yang

integral dari situasi mengajar.


3. Penggunaannya integral dengan tujuan dan isi pelajaran.

4. Penggunaannya bukan semata-mata alat hiburan (pelengkap).

5. Untuk mempercepat proses pembelajaran (menangkap pengertian)

Selain itu, penggunaan alat peraga, dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai praktis

sebagai berikut :

1. Alat peraga dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh siswa

dua orang yang hidup di dua lingkungan yang berbeda akan mempunyai pengalaman

yang berbeda pula sehingga satu sama lain dapat mengatasi perbedaan-perbedaan

tersebut.

2. Alat peraga memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan.

3. Alat peraga menghasilkan keseragaman pengamatan.

4. Alat peraga dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis.

2.3.Tangram sebagai Mathematic’s Puzzle

Tangram disebut juga tujuh keping ajaib. keping-keping tersebut berupa bangun datar

yang disebut tan dan apabila disatukan akan membentuk persegi. Teka-teki ini bertujuan

untuk membuat bentuk tertentu menggunakan semua bangun yang tersedia dan. teka-teki ini

disebut-sebut sebagai pemula test psikologi yang digunakan untuk mengetes kemampuan

kreatifitas seseorang. Buku pertama yang menyebut tangram berjudul The Eighth Book Of

Tan , yang berisi sejarah fiktif tentang Tangram. Buku menceritakan sejarah fiktif tangram

bahwa permainan diciptakan 4.000 tahun sebelumnya oleh seorang dewa bernama Tan.

Buku ini meliputi 700 bentuk, beberapa diantaranya tidak mungkin dipecahkan.
Tangram adalah suatu permainan yang sudah di kenal di seluruh dunia. Menurut

dugaan, tangram ditemukan di Cina lebih lebih dari empat ribu tahun yang lalu. Permainan

ini berupa bujur sangkar yang di potong. Beberapa ahli berpendapat bahwa tangram

bermanfaat bagi anak-anak dalam berbagai hal diantaranya (Bohning and Althouse, 1997,

Krieger, 1991, National Council of Teacher’s mathematics,2003) yaitu mengembagkan rasa

suka terhadap geometri, mampu membedakan berbagai bentuk, mengembangkan

kemampuan rotasi spasial, mengembangkan perasaan intuitif terhadap bentuk – bentuk dan

relasi – relasi geometri , mengembangkan kemampuan pemakaian kata – kata yang tepat

untuk memanipulasi bentuk (misalnya membalik, memutar, menggeser), dan mempelajari

apa artinya kongruen (bentuk yang sama dan sebangun).

Berikut adalah alat-alat dan bahan yang sangat diperlukan untuk membuat alat peraga

tangram adalah:

Tabel 1.1 Alat dan Bahan Tangram

No Alat Bahan

1. Gergaji Triplek Triplek

2. Penggaris Kayu Cat 7 Warna

3. Pensil Lem Kayu

4. Martil Paku Kecil


Cara membuat alat peraga tangram adalah sebagai berikut.

a. Buatlah persegi dengan ukuran cukup besar pada triplek.

b. Bagilah persegi itu menjadi tujuh bagian

c. Potonglah ketujuh bagian tersebut denga menyesuaikan ukuran triplek yang telah

disediakan.

d. Catlah masing-masing potongan dengan warna yang berbeda agar tampak menarik.

e. Buatlah meja kecil sebagai landasan tangram.

Sedangkan teknik atau cara memperagakan alat peraga tangram adalah seperti berikut ini.

a. Model permainan tangram digunakan dengan cara merangkaikan potongan tangram

dengan menempelkan bagian sisi yang sama panjang sehingga terbentuk bangun

geometri yang dikehendaki.

b. Untuk menerapkannnya dikelas, guru bisa menyuruh masing-masing siswa untuk

menjiplak 7 bangun pada gambar di atas dengan kertas yang agak tebal. Kemudian

gunting dan gunakan untuk membuat bangun-bangun geometri.

c. Setelah itu susunlah kembali bagun geometri tersebut sesuai ketentuannya.

2.4. Model Pembelajaran Cooperatif Learning

Menurut Slavin (2009) pembelajaran kooperatif adalah metode atau model

pembelajaran dimana siswa belajar bersama, saling menyumbangkan pikiran dan

bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar individu dan kelompok. Tujuan

pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok konvensional yang menerapkan sistem

kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain.

Sedangkan tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana


keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin,

1994). Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari

orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan

ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai

latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas

akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu

sama lain.

2.5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Model pembelajaran kooperatif dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan antara

lain dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement

Division (STAD). Pembelajaran kooperatif tipe STAD di kembangkan oleh Robert E.

Slavin, di mana pembelajaran tersebut mengacu pada belajar kelompok peserta didik.

Dalam satu kelas peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan anggota empat

sampai lima orang, setiap kelompok haruslah heterogen. Slavin (Wardani, Sri, 2006:5-7)

mengemukakan bahwa secara garis besar tahap-tahap pelaksanaan pembelajaran kooperatif

tipe STAD adalah sebagai berikut:

1. Tahap Penyajian Materi. Pada tahap ini, guru mulai dengan menyampaikan

tujuan pembelajaran umum dan khusus serta memotivasi rasa keingintahuan

peserta didik mengenai topik/materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan

memberikan apersepsi yang bertujuan mengingatkan peserta didik terhadap materi

prasyarat yang telah dipelajari agar peserta didik dapat menghubungkan meteri
yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki. Teknik penyajian materi

pelajaran dapat dilakukan dengan cara klasikal ataupun melalui diskusi. Mengenai

lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung kepada

kekompleksan materi yang akan dibahas.

2. Tahap kerja Kelompok. Pada tahap ini peserta didik diberikan lembar tugas

sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok ini, peserta didik saling

berbagi tugas dan saling membantu penyelesaian agar semua anggota kelompok

dapat memahami materi yang akan dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai

hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru bertindak sebagai fasilitator dan

motivator kegiatan tiap kelompok.

3. Tahap Tes Individual. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang

akan dicapai diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas,

tes individual biasanya dilakukan setiap selesai pembelajaran setiap kali

pertemuan, agar peserta didik dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara

individu selama bekerja dalam kelompok Skor perolehan individu ini dikumpulkan

dan diarsipkan untuk digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.

4. Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu. Skor perkembangan

individu dihitung berdasarkan skor awal. Perhitungan skor perkembangan individu

dimaksudkan agar peserta didik terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai

dengan kemampuannya.

5. Tahap Penghargaan Kelompok. Pada tahap ini perhitungan skor kelompok

dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing skor perkembangan individu


kemudian dibagi sesuai jumlah anggota kelompoknya. Pemberian penghargaan

diberikan berdasarkan perolehan rata-rata, penghargaan dikategorikan kepada

kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super.

Berdasarkan uraian di atas, dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan

pendekatan STAD guru harus melaksanakan langkah-langkah: penyajian materi, kegiatan

kelompok, tes individu, perhitungan skor setiap individu dan penghargaan kelompok. Guru

bisa menyajikan materi baik secara klasikal atau pun melalui diskusi, dan tetap harus

menyusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan mempersiapkan lembar kerja

peserta didik atau panduan belajar peserta didik, pembentukan kelompok belajar dan

menjelaskan pada peserta didik tentang tugas dan perannya dalam kelompok, juga

mengenai perencanaan waktu dan tempat duduk peserta didik. Supaya proses pembelajaran

terlaksana dengan baik segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik pula, agar peran

aktif peserta didik dan demokrasi benar-benar terlaksana.

2.6.Teori Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya. Hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan mencakup

bidang kognitif, afektif dan psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar

yang dialami siswa (Sudjana, 2005). Sementara menurut Gronlund (1985) hasil belajar

adalah suatu bagian pelajaran misalnya suatu unit, bagian ataupun bab tertentu mengenai

materi tertentu yang telah dikuasai oleh siswa. Hasil belajar dalam hal ini berhubungan

dengan tujuan instruksional dan pengalaman belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah perubahan pada kognitif, afektif dan konatif sebagai pengaruh

pengalaman belajar yang dialami siswa baik berupa suatu bagian, unit, atau bab materi

tertentu yang telah diajarkan. Dalam penelitian ini aspek yang di ukur adalah perubahan

pada tingkat kognitifnya saja.

2.7. Kerangka Berpikir

Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengaktifkan

dan menumbuhkan minat siswa dalam mempelajari matematika adalah model

pembelajaran kooperatif learning tipe STAD. Model pembelajaran kooperatif learning

merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa dilatih untuk selalu bekerja sama atau

berjamaah dalam menyelesaikan sebuah persoalan yang diberikan oleh guru. Model

pembelajaran ini dituntut agar siswa mampu menyelesaikan persoalan yang diberikan

secara berkelompok, tidak secara mandiri. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penerapan

alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle dalam pembelajaran matematika. Karena

dalam peragaan tangram siswa dituntut untuk menyusun teka teki atau puzzle yang

diberikan oleh guru secara berkelompok sehingga membentuk suatu bangun ruang tertentu

melalui tujuh potongan tangram. Sehingga jika alat peraga tangram diterapkan dan

diperagakan melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD maka akan menghasilkan

siswa yang tumbuh dan berkembang minatnya dalam mempelajari matematika. Selain itu,

hal ini pula akan berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih mendorong kemandirian,

keaktifan, dan tanggung jawab dalam diri siswa, sehingga peserta didik lebih aktif selama

proses pembelajaran berlangsung. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD


dengan berbantua alat peraga tangram diharapkan mampu meningkatkan keaktifan siswa

kelas IX B SMPN 3 Gunung Tuleh dalam mencapai hasil prestasi belajar yang maksimal.

2.8. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini

adalah:

1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga

tangram dapat meningkatkan minat siswa kelas IX B SMPN 3 Gunung Tuleh

dalam belajar pada pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.

2. Penerapan model penmbelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga

tangram dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas IX B SMPN 10 Kendari

pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan.


BAB III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kelas XI B 1 SMPN 3 Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman

Barat pada semester genap. Dengan menyesuaikan jam pelajaran matematika kelas XI B

SMPN 3 Gunung Tuleh Kabupaten Pasaman Barat .

3.2 Subjek dan Objek Penelitian

Subyeka penelitian ini adalah siswa kelas IX B SMP Negeri 3 Gunung Tuleh yaitu 25

siswa yag terdiri 10 siswa putrid an 15 siswa putra. Sedangkan objek penelitian ini adalah

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbantuan alat peraga tangram.

3.3 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan secara

partisipatif dan kolaboratif yang bertujuan untuk meningkatkan minat belajar matematika

dan keaktifan siswa melalui pemanfaatan alat peraga tagram dengan model pembelajaran

kooperatif learning tipe STAD. Ada beberapa tahapan dalam penelitian ini (Rochiati

Wiriatmadja, 2005:66), yaitu:

1. Perencanaan (Plan)

2. Tindakan (Act)

3. Pengamatan (Observe)

4. Refleksi (Reflect)
Pada penelitian ini akan dilakukan dalam tiga siklus. Siklus akan dihentikan bila

kondisi kelas sudah stabil dalam hal ini guru sudah mampu menguasai kereampilan belajar

yang baru dan siswa telah terbiasa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD serta

data yang ditampilkan dikelassudah jenuh, dalam arti telah terdapat minat dan keaktifan,

serta prestasi belajar siswa.

3.4 Tahapan Penelitian

1. Tahapan Penelitian Siklus I

a. Perencanaan

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan silabus, rencana pelaksanaan

pembelajaran, Hand Out, Lembar Kerja Siswa, lembar observasi keaktifan, lembar

angket respon siswa, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran STAD dan

pedoman wawancara yang kemudian dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

b. Tindakan

Pelaksanaan tindakan pada siklus I dilakukan dalam tiga kali pertemuan.

Tahap tindakan dilakukan oleh guru dengan menerapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD. Proses pembelajaran dilakukan sesuai dengan jadwal pelajaran

matematika kelas IX B SMPN3 Gunung Tuleh . Materi yang akan diberikan adalah

materi kesebangunan dan kekongruenan. Adapun tindaka yang dilakukan pada tiap

pertemuan yaitu :

1). Pendahuluan
Guru menyampaikan presentasi kelas dengan mermberikan apersepsi dan

motivasi kepada siswa dalam mempelajari materi kesebangunan dan kekongruenan.

2). Kegiatan Inti

a. Siswa belajar dalam kelompok

b. Guru memberikan penekanan dari hasil diskusi kelompok

c. Siswa mengerjakan kuis secara individu

d. Peningkatan nilai

e. Pemberian penghargaan kelompok

3). Penutup

Guru memberikan penghargaan kepada kelompok yang telah berhasil mencapai

kriteria keberhasilan.

c. Observasi

Dilakukan selama proses pembelajaran dengan menggunaka lembar observasi yang


telah disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak terdapat dalam lembar observasi
dengan membuat lembar catatan lapangan. Hal –hal yang diamati selama proses
pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran dan aktivitas guru maupun siswa selama
pelaksanaan pembelajaran.

d. Refleks

Pada tahap ini peneliti bersama guru melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan

dari siklus I yang digunakan sebagai bahan pertimbangan perencanaan pembelajaran siklus

berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum tercapai maka dilakukan perbaikan yang

dilaksanakan pada siklus II dan seterusnya.


2.Tahapan penelitian Siklus II dan II

Rencana tindakan sikus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap

pelaksanaan pembelajaran pada siklus I. sedangkan kegiatan pada siklus III dimaksudkan

sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap hasil pembelajaran pada siklus II. Tahapan

tindakan siklus II dan III mengikuti tahapan tindakan siklus I.

3.5 Instrumen penelitian

Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Peneliti

Peneliti merupakan instrumen pertama, utama, sekaligus merupakan alat pengumpul

data utama. Selain itu, peneliti juga sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data,

penganalisis data, penafsir data, dan pelapor hasil penelitian (Lexy J. Moleong, 2007: 168).

2. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan instrumen penelitian yang melibatkan peneliti,

observer dan subjek penerima tindakan (siswa kelas IX B SMPN 3 Gunung Tuleh ) selama

pengumpulan data yang dilakukan secara sistematis. Dalam penelitian ini digunakan dua

lembar observasi yaitu lembar observasi pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD

dan lembar observasi minat dan keaktifan siswa. Lembar observasi pelaksanaan

pembelajaraan kooperatif tipe STAD digunakan sebagai pedoman peneliti dalam melakukan

observasi pembelajaran kooperati tipe STAD. Sedangkan lembar minat dan keaktifan siswa
digunakan pada setiap pembelajaran sehingga kegiatan observasi tidak terlepas dari konteks

permasalahan dan tujuan penelitian.

3. Tes

Tes berupa soal uraian yang dilaksanakan di setiap akhir siklus pembelajaran. Tes

digunakan untuk mengetahui kemampuan pemahaman siswa mengenai materi yang telah

dipelajari di dalam pembelajaran matematika menggunakan menggunakan alat peraga

tangram sebagai Mathematic’sPuzzle melalui model kooperatif tipe STAD terhadap

tumbuhnya minat belajar dan keaktifan siswa dalam pokok bahasan kesebangunan dan

kekongruenan.

4. Angket

Angket merupakan instrumen penelitian yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk menjawabnya.

Angket yang digunakan peneliti adalah angket minat belajar matematika dan angket respon

siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan alat peraga tangram

sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning tipe STAD. Angket minat

belajar matematika menggunakan pernyataan tertutup. Responden diminta untuk mengisi

angket dengan alternatif jawaban yang sudah ditentukan peneliti. Data yang diminta

peneliti dari responden yaitu hal-hal yang berkaitan dengan minat belajar matematika siswa

kelas IX B SMPN 3 Gunung Tuleh


Angket respon siswa terhadap pembelajaran matematika menggunakan alat peraga

tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning tipe STAD

dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Responden bebas mengisi angket tersebut

mengenai pendapatnya tentang pembelajaran matematika pokok bahasan kesebangunan

dan kekongruenan menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui

model kooperatif learning.Selain itu, angket juga digunakan untuk memperkuat data yang

telah diperoleh berdasarkan lembar observasi.

5. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan peneliti untuk mengetahui hal-hal yang lebih

mendalam. Wawancara ini ditujukan kepada guru matematika kelas IX B SMPN 3 Gunung

Tuleh untuk mengetahui pendapat kolaborator mengenai keterlaksanaan kegiatan

pembelajaran matematika menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle

melalui model kooperatif learning serta minat belajar matematika siswa.

6. Dokumentasi

Dokumentasi meliputi perangkat pembelajaran seperti RPP dan LKS, nilai tes siswa,

hasil penilaian presentasi tim serta data hasil observasi, angket dan wawancara. Selain itu,

dokumentasi juga meliputi data pendukung seperti jadwal kegiatan pembelajaran

matematika, daftar presensi siswa.

7. Catatan Lapangan
Catatan lapangan merupakan catatan tertulis tentang hasil pengamatan dikelas yang

tidak terdapat di lembar observasi. Dalam penelitian ini catatan lapangan digunakan untuk

mengamati hal-hal yang terjadi selama penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD berbantua alat peraga.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Dalam melakukan observasi peneliti menggunakan lembar observasi yang

digunakan untuk mencatat semua gejala-gejala yang muncul ketika pembelajaran

berlangsung. Pengamatan dilakukan di dalam kelas ketika proses pembelajaran

berlangsung. Dalam penelitian ini peneliti yang juga sebagai observer dibantu oleh dua

orang observer yang lain.

Lembar observasi digunakan untuk mengetahui proses pembelajaran matematika

menggunakan alat peraga tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model

kooperatif learning tipe STAD. Observasi ini digunakan untuk mencatat keseluruhahan

proses pelaksanaan tindakan pembelajaran matematika yang berlangsung alat peraga

tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning. Sedangkan

untuk lembar observasi minat belajar matematika digunakan untuk mencatat segala

sesuatu yang berhubungan dengan minat belajar matematika siswa yaitu yang termasuk

ke dalam indikator minat belajar matematika.

2. Tes
Tes dilakukan setiap akhir siklus. Tes ini terdiri dari soal uraian. Tes digunakan

untuk mengetahui kemampuan pemahaman siswa mengenai pokok bahasan yang telah

dipelajari di dalam pembelajaran matematika menggunakan alat peraga tangram

sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif learning tipe STAD.

3. Angket

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan kepada siswa setelah

selesai melaksanakan tindakan pada setiap akhir siklus. Data dari angket digunakan untuk

memperkuat data yang telah diperoleh berdasarkan lembar observasi. Angket ini terdiri

dari angket minat belajar matematika dan angket respon siswa terhadap pembelajaran

matematika pokok bahasan kesebangunan dan kekongruenan menggunakan alat peraga

tangram sebagai Mathematic’s Puzzle melalui model kooperatif tipe STAD.

4. Wawancara

Peneliti menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan

yang akan ditanyakan kepada responden. Selain itu, peneliti juga menggunakan telepon

genggam (handphone) yang digunakan untuk merekam suara ataupun kamera digital

untuk mendapatkan gambar video dari responden sehingga peneliti tidak merasa kesulitan

untuk mencatat jika jawaban yang diberikan responden terlalu banyak.

3.7 Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data,

penyderhanaan data serta transformasi data kaasar dari catatan hasil lapangan. Penyajian

data berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan
diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara bertahap kemudian

dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk menjamin

kemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatatn dalam penelitian

digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang

telah ada (Sugiyono, 2005 : 83).

1. Analisis Data Observasi Keaktifan Siswa

Data hasil observasi dianalisis untuk mengetahui keaktifan siswa yang

berpedoman pada lembar observasi keaktifan siswa. Penilaian dilihat dari hasil skor pada

lembar observasi yang digunakan. Persentase dipeoleh dari skor pada lembar observasi

dikualifikasikan untuk menentukan seberapa besar kekatifan siswa dalam mengikuti

proses pembelajaran. Untuk setiap siklus persentase diperoleh dari rata-rata persentase

keaktifan siswa pada tiap pertemuan. Hasil data observasi ini dianalisis denga pedoman

kriteria sebagai berikut.

Tabel 1.3 Kriteria Keaktifan Siswa

Persentase Kriteria

75 % - 100% Sangat Tinggi

50% - 74,99% Tinggi

25% - 49,99 % Sedang

0% - 24,99% Rendah
Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam lembar observasi terdapat

empat kriteria penilaian, sehingga terdapat empat kriteria keaktifan. Cara menghitung

kriteria kekatifan siswa berdasarkan lembar observasi tiap pertemuan adalah sebagai

berikut:

2. Analisis Angket Minat Siswa

Angket minat siswa terdiri dari 14 butir pertanyaan dengan rincian 12 butir

pertanyaan positif (+) dan dua butir pertanyaan negative ( - ). Penskoran angket untuk

butir (+) adalah 4 untuk jawaban selalu, 3 untuk jawaban sering, 2 untuk jawaban

kadang-kadang, dan 1 untuk jawaban tidak pernah. Untuk butir penskoran (-) adalah skor

1 untuk jawaban selalu, 2 untuk jawaban sering, 3 untuk jawban kadang-kadang, dan 4

untuk jawaban tidak pernah. Data hasil angket dibuat kualifikasi dengan kriteria sebagai

berikut.

Tabel 1.4 Kriteria Minat Siswa

Persentase Kriteria

75 % - 100% Sangat Tinggi

50% - 74,99% Tinggi

25% - 49,99 % Sedang

0% - 24,99% Rendah

Peneliti menggunakan kriteria tersebut karena dalam angket minat terdapat empat

pilihan jawaban sehingga terdapat empat kriteria minat. Cara menghitung persentase

angket minat menurut (Sugiyono,2001:81) adalah sebagai berikut.


3. Analisis Hasil Belajar Siswa

Hasil tes siswa dianalisis untuk menentukan peningkatan ketuntasan siswa, nilai

individu, skor kelompok, dan penghargaan kelompok.

a. Peningkatan ketuntasan mengikuti ketentuan sekolah bahwa “siswa dinyatakan lulus

dalam setiap tes jika nilai yang diperoleh ≥ 60 dengan nilai maksimal 100”. Maka dalam

penelitian ini juga menggunakan ketentun yang ditetapkan sekolah, untuk menentukan

persen (%) ketuntasan siswa dengan menggunakan perhitungan persen (%) ketuntasan

yaitu sebagai berikut.

b. Peningkatan prestasi siswa juga dilihat dari hasil elajar jangka pendeknya yang

ditunjukan dengan kenaikan nilai rata-rata tes pada setiap siklus. Dari data perolehan skor

untuk setiap tes, rata-rata nilai siswa dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut

dengan X= nilai siswa dan n= jumlah siswa

c. Peningkatan nilai individu siswa diperoleh dengan membandingkan skor dasar siswa

(rata-rata nilai tes siswa sebelumnya) dengan nilai kuis sekarang. Aturan pemberian skor

pebingkatan individu mengikuti aturan dalam Slavin (1995:80).

d. Perolehan penghargaan kelompok dengan melihat jumlah rata-rata skor tiap kelompok.

Aturan perolehan penghargaan kelompok mengikuti aturan dalam Mohammad Nur

(2005:36).

3.8 Definisi Operasional Variable


Untuk menghindari perbedaan persepsi terhadap istilah dalam penelitian ini maka

diberikan defenisi operasional sebagai berikut:

1. Alat peraga tangram adalah alat atau media yang akan diperagakan dalam sebuah

pembelajaran matematika yang berbentuk teka-teki (puzzle).

2. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran yang menuntut

siswa untuk menyelesaikan permasalahan secara berkelompok atau berjamaah, sehingga

tidak terdapat siswa yang kebingungan terhadap semua materi yang diajarkan dengan

menuntut nilai kemandirian keaktifan,dan tanggung jawab dalam diri siswa.


DAFTAR PUSTAKA

Herdian. 2009. Model Pembelajaran STAD (Students Team Achievement

Division).http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-stad-student-teams-

achievement-division/ (diakses, 21 November 2021).

Ismail. 2003. Model Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Dikdasmen.

J.Moleong, Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kulaitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nur, Mohammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas.

Rinoto. 2013. Pengertian Alat Peraga Menurut Para

Ahli. http://ptkcontoh.blogspot.com/2021/09/pengertian-alat-peraga-menurut-para-

ahli.html (diakses, 20 November 2021).

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Kooperatif: Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Slavin, Robert E.2005.Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik diterjemahkan oleh

Narilita Yusron.Bandung:Penerbit Nusa Media.

Soeparno. 1987. Alat Peraga Pendidikan. Jakarta: CV. Karya Mandiri

Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperatif Learning: Analisis Modl Pembelajaran

IPS. Jakarta: Bumi Aksara

Sugiyono.2013.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D.Bandung: Alfabeta.

Susilo. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Anda mungkin juga menyukai