Anda di halaman 1dari 15

Pemanfaatan Penginderaan Jauh Untuk Analisis Potensi Lahan Sawah Padi Di

Kabupaten Ngawi Jawa Timur

Tara Ardanari
tara.ardanari@mail.ugm.ac.id
Sigit Heru Murti B.S.
sigit.heru.m@ugm.ac.id

Abstract
Land use in each region is influenced by physical and non-physical conditions of
different land. This difference requires an analysis to find out the effective way for land using.
The study refered to the Minister of Agriculture Regulation No. 79/Permentan/OT.140/8/2013
which lists parameters for each use of agricultural land with some modifications. Remote
sensing was used to extract the required parameter data. This study used Sentinel 2A Image
and SRTM Image as data. Determination of the potential of paddy fields using matching
techniques, and confusion matrix were used to determine the accuracy of visual interpretation
results against to the real field condition. The results of mapping accuracy testing of 90, 58%
for existing rice field maps in Ngawi Regency. The mapping of the potential of paddy field that
has been matched has an accuracy rate of 83.3%.
Keywords: Remote Sensing, Visual Interpretation, Land Potential, Rice Fields

Abstrak

Pemanfaatan lahan disetiap daerah dipengaruhi oleh kondisi fisik maupun nonfisik
lahan yang berbeda. Perbedaan tersebut memerlukan adanya analisis untuk mengetahui
pemanfaatan lahan yang efektif. Analisis yang dilakukan bersifat kualitatif dengan
menggunakan metode interpretasi visual Citra Sentinel 2A untuk membantu mengetahui
parameter, ditentukan berdasar Peraturan Mentri Pertanian no 79/Permentan/OT.140/8/2013.
Penentuan potensi lahan sawah menggunakan teknik matching. Confusion matrix digunakan
untuk mengetahui ketelitian hasil interpretasi. Hasil dari penelitian ini adalah peta lahan sawah
eksisting di Kabupaten Ngawi dengan hasil uji akurasi 90, 58% dan peta potensi lahan sawah
yang diperoleh dengan ketelitian 83, 3%. ini penginderaan jauh dapat digunakan untuk
ekstraksi data lereng, sebaran lahan sawah eksisting, bahaya longsor, bahaya banjir. Parameter
ketersediaan air, drainase, singkapan batuan, kedalaman tanah diperoleh dari pengamatan dan
wawancara lapangan dan kesuburan tanah diperoleh dari data kementrian pertanian tahun 2015
untuk Kabupaten Ngawi.
Kata Kunci: Penginderaan Jauh, Interpretasi Visual, Potensi lahan, Sawah
PENDAHULUAN dimanfaatkan untuk berbagai macam
keperluan seperti analisis, pemetaan,
Indonesia merupakan salah satu monitoring serta pemanfaatan lainnya. Hal ini
negara yang sebagian masyarakatnya bermata berlaku pula untuk bidang pertanian. Luasnya
pencaharian sebagai petani oleh sebab itu, pertanian di Indonesia mengakibatkan
pertanian sangat berpengaruh terhadap banyaknya biaya, waktu serta tenaga yang
ekonomi masyarakat. Selain itu, nasi dibutuhkan jika dilakukan secara langsung di
merupakan kebutuhan pokok masyarakat lapangan. Dengan adanya pengolahan data
Indonesia yang menyebabkan pertanian padi pengindraan sehingga pemetaan dan
menjadi komoditas unggulan yang paling monitoring pertanian dapat dilakukan dengan
sering dijumpai di sebagian besar wilayah lebih efisien. Begitu pula analisis terhadap
Indonesia. Suburnya lahan yang ada di potensi lahan pertanian yang ada.
Indonesia menjadikan keberagaman Data pengindraan jauh yang
pemanfaatan lahan oleh masyarakat, seperti digunakan adalah Citra Sentinel 2A yang
sawah, tegalan, ladang, perkebunan dan lain memiliki resolusi spasial dengan cakupan luas
sebagainya. Ketersediaan lahan adalah salah dapat digunakan untuk melihat daerah kajian
satu faktor yang penting dalam kelangsungan yang luas sehingga lebih mudah dalam
berbagai kegiatan manusia, salah satunya melakukan pengamatan pada objek yang
sebagai sarana penyedia pangan. diteliti. Selain itu Kabupaten Ngawi memiliki
Keberadaan lahan sawah yang luas wilayah yang cukup luas sehingga citra
tersebar secara tidak merata baik secara Sentinel 2A dapat digunakan untuk
kualitas maupun kuantitas, hal ini karena melakukan pengamatan terhadap
adanya perbedaan kondisi fisik maupun non kenampakan lahan sawah di seluruh
fisik yang mempengaruhi keberadaan lahan Kabupaten Ngawi. Penentuan titik sampel
suatu wilayah (Sudrajat, 2015). Perbedaan berdasar peta sebaran sawah hasil interpretasi
tersebut seperti yang telah dikemukakan dan lereng pengambilan sampel di lapangan.
dalam Sudrajat tahun 2015 bahwa keberadaan
lahan sawah dipengaruhi oleh kondisi fisik
METODE PENELITIAN
maupun non fisik lahan. Perbedaan inilah
yang memerlukan adanya analisis untuk Metode yang akan digunakan yaitu
mengetahui kondisi, khususnya berdasarkan analisis dengan cara Matching/pencocokan
kondisi fisik wilayah untuk mengetahui lahan yang mengacu pada kriteria kesesuaian lahan
yang efektif bagi tanaman padi sehingga, sawah dalam Peraturan Menteri pertanian
setiap daerah memiliki prioritas pemanfaatan Nomor 79/Permentan/OT.140/8/2013 yang
lahan dan dapat disesuaikan untuk dimodifikasi dengan menyesuaikan lokasi
mempertahankan dan mengembangkan penelitian dan parameter menurut Pusat
kemampuan lahan khususnya pertanian. Penelitian Tanah.
Untuk mengetahui kemampuan lahan dapat Sampel digunakan untuk survey
diketahui dengan analisis potensi pada lahan. lapangan guna melakukan pengamatan dan
Dalam penelitian ini analisi potensi dilakukan pengukuran secara langsung. Hasil
pada lahan sawah. Analisis potensi berguna pengamatan dan pengukuran merupakan data
untuk memaksimalkan pemanfaatan lahan yang digunakan untuk analisis potensi lahan
sawah sehingga, meningkatkan hasil di Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Penentuan
produktivitas padi. Faktor fisik yang titik sampel diambil berdasarkan daerah yang
mempengaruhi lahan sawah antara lain adalah dapat mewakili seluruh kajian wilayah. Dari
kesuburan tanah, topografi, air, kriteria hasil analisis matching kemudian diketahui
drainase, bencana. wilayah yang memiliki kelas kesesuaian
Perbedaan aspek fisik pada setiap pertama, kedua, ketiga dan daerah yang tidak
lahan dapat diketahui dengan melakukan berpotensi atau bukan sawah. Syarat
analisis dan pengamatan di berbagai daerah. kesesuaian lahan padi sawah berdasarkan
Pesatnya perkembangan pengindraan jauh Peraturan Menteri Pertanian No.
dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis 79/Permentan/OT.140/8/2013 sebagai
di berbagai bidang. Pengindraan jauh dapat berikut:
1. Tabel Syarat Penggunaan Lahan c. Klasifikasi S3
a. Klasifikasi S1
Persyaratan Kelas
Persyaratan Kelas penggunaan/ Kesesuaian
penggunaan/ Kesesuaian Karakteristik Lahan Lahan (S3)
Karakteristik Lahan Lahan (S1) Kriteria drainase Sangat
Kriteria drainase Agak terhambat,
terhambat, agak cepat
Sedang Kelas Tekstur Agak kasar
Kelas Tekstur Halus, agak
halus Bahan kasar (%) 15 - 35
Bahan kasar (%) < 3 Kedalaman tanah (cm) 25- 40
Kedalaman tanah (cm) > 50 pH H2O < 4,5
pH H2O 5,5 – 7,0 > 8,0
P2O5 (mg/100 g) Tinggi P2O5 (mg/100 g) Rendah-
K2O (mg/100 g) Sedang sangat rendah
Lereng (%) <3 K2O (mg/100 g) Sangat
Bahaya Longsor Sangat ringan rendah
Tinggi bahaya banjir (cm) 25 Lereng (%) 8-30 (diteras)
Lama banjir (hari) Tanpa Bahaya Longsor Sedang
Batuan di permukaan (%) < 5 Tinggi bahaya banjir (cm) 50-75
Singkapan batuan <5 Lama banjir (hari) 7-14
Batuan di permukaan (%) 15-40
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian No.
Singkapan batuan 15-25
79/Permentan/OT.140/8/2013 dengan
pengubahan Sumber: Peraturan Menteri Pertanian No.
79/Permentan/OT.140/8/2013 dengan
b. Klasifikasi S2 pengubahan
Persyaratan Kelas d. Klasifikasi N
penggunaan/ Kesesuaian
Karakteristik Lahan Lahan (S2) Persyaratan Kelas
Kriteria drainase Terhambat, penggunaan/ Kesesuaian
baik Karakteristik Lahan Lahan (N)
Kriteria drainase cepat
Kelas Tekstur Sedang

Bahan kasar (%) 3 - 15 Kelas Tekstur kasar


Kedalaman tanah (cm) 40 - 50
Bahan kasar (%) > 35
pH H2O 4,5 - 5,5 Kedalaman tanah (cm) < 25
7,0 - 8,0
P2O5 (mg/100 g) Sedang pH H2O -
K2O (mg/100 g) Rendah P2O5 (mg/100 g) -
Lereng (%) 3-8 (diteras) K2O (mg/100 g) -
Bahaya Longsor Ringan Lereng (%) >30
Tinggi bahaya banjir (cm) 25-50 Bahaya Longsor Berat
Lama banjir (hari) <7 Tinggi bahaya banjir (cm) >75
Batuan di permukaan (%) 5-15 Lama banjir (hari) >14
Singkapan batuan 5-15 Batuan di permukaan (%) >40
Sumber: Peraturan Menteri Pertanian No. Singkapan batuan >25
79/Permentan/OT.140/8/2013 dengan Sumber: Peraturan Menteri Pertanian No.
pengubahan 79/Permentan/OT.140/8/2013 dengan
pengubahan
Parameter yang digunakan dalam Uji Akurasi
penelitian merupakan parameter yang Uji akurasi peta potensi lahan
disesuaikan dengan kondisi lapangan dan menggunakan data hasil wawancara yang
kriteria kesesuaian lahan untuk pertanian dilakukan di lapangan. Rotasi tanam pada
(PPT, 1983 dalam Sarwono dan kondisi aktual lahan digunakan untuk
Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011) yang mencocokkan hasil peta potensi lahan sawah
terlampir pada lampiran 2. Berdasarkan tabel padi di Kabupaten Ngawi. Uji akurasi
tersebut data dapat diperoleh dengan ekstraksi dilakukan dengan menggunakan matriks
melalui citra satelit, dalam penelitian ini citra untuk mengetahui kesalahan. Berdasarkan uji
yang digunakan adalah Sentinel 2A. akurasi kemudian dapat dianalisis apakah
Pengambilan data di lapangan secara hasil pemetaan dengan bantuan pengindraan
langsung untuk data yang tidak dapat di jauh sesuai dengan kondisi sebenarnya di
ekstraksi dari citra serta data sekunder sebagai lapangan. Uji akurasi dilakukan dengan
data pendukung untuk mengetahui potensi metode matriks kesalahan. Dengan cara
lahan sawah. Citra Sentinel 2A digunakan memperhitungkan kesalahan omisi (Omission
untuk mengetahui sebaran sawah dan Error) dan kesalahan komisi (Commission
penentuan titik sampel di lapangan untuk Error). Selain itu dari matriks kesalahan juga
pengambilan data. Keseluruhan parameter dapat diketahui ketelitian keseluruhan hasil
faktor fisik yang dilakukan pengamatan di interpretasi serta ketelitian penghasil peta dan
lapangan. Oleh sebab itu berdasar penjabaran pengguna peta. Perhitungan kesalahan
berikut untuk melakukan penelitian perlu klasifikasi dilakukan dengan membandingkan
dilakukan berbagai tahapan untuk kesalahan klasifikasi dengan hasil di
memperoleh data. Tahapan dalam lapangan. Dilakukan dengan membagi jumlah
pelaksanaan pasca lapangan antara lain sampel yang sama antara hasil interpretasi dan
interpretasi citra, dan penentuan titik sampel. hasil lapangan.
Matching HASIL DAN PEMBAHASAN
Peta potensi lahan diperoleh dengan
cara matching (pencocokan) berdasarkan Interpretasi Lahan Sawah Padi
Peraturan Menteri Pertanian No. 79 tahun Interpretasi lahan sawah padi di
2013 dengan modifikasi penyesuaian daerah Kabupaten Ngawi memanfaatkan Citra
kajian terhadap parameter yang ada, seperti Sentinel 2A yang telah ter koreksi level 1C
penghapusan terhadap parameter gambut, dengan komposit warna asli yaitu komposit
yang tidak terdapat di Kabupaten Ngawi, 432. Pemilihan warna komposit didasarkan
sehingga parameter ini tidak dimasukkan pada kenampakan objek paling dominan atau
untuk pengamatan lapangan. Selain itu objek yang akan diinterrpretasi paling
parameter juga disesuaikan dengan kriteria menonjol kenampakannya dibandingkan
kesesuaian lahan untuk pertanian menurut dengan objek lain. Dalam penelitian ini
Pusat Penelitian Tanah, 1983 dalam Sarwono komposit warna asli lebih mudah digunakan
dan Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011. untuk melihat sebaran sawah yang ada di
Data hasil lapangan serta ekstraksi Kabupaten Ngawi. Hal ini dikarenakan lahan
data dari citra dicocokkan dengan parameter sawah memiliki bentuk, pola, rona, serta
syarat kesesuaian lahan untuk dipetakan warna yang khas, sehingga mudah untuk
menjadi peta potensi lahan padi sawah. Tabel dibedakan dari objek – objek yang lain. Citra
klasifikasi dapat dilihat pada tabel 3.3. Peta Sentinel 2A memiliki resolusi spasial 10
potensi lahan akan memiliki kelas S1 yang meter sehingga kenampakan objek dapat
memiliki rotasi tanam sebanyak tiga kali dibedakan dengan jelas. Interpretasi
panen padi, S2 dengan rotasi tanam dua kali kenampakan lahan sawah menggunakan
panen padi, S3 dengan rotasi tanam satu kali unsur-unsur interpretasi yaitu, rona atau
panen padi, dan N merupakan lahan tidak warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, tinggi,
potensi berdasarkan syarat kesesuaian lahan. bayangan, situs, dan asosiasi.
Berdasarkan sembilan unsur-unsur
interpretasi maka rona/warna, tekstur, pola,
situs dan asosiasi merupakan kunci perbedaan petak lahan ini digunakan untuk
interpretasi untuk mengamati objek sawah menentukan titik pengambilan sampel di
pada citra. Setiap unsur yang digunakan lapangan. Selain dari kenampakan petak lahan
dalam melakukan interpretasi dipengaruhi sawah yang terlihat di citra pengkelasan juga
oleh resolusi spasial citra, kejelasan hasil dilihat berdasarkan tingkat kemiringan lereng.
rekaman gambar pada citra, tujuan Berdasarkan kemiringan lereng
interpretasi, dan hasil yang diharapkan. Citra tersebut kemudian pada setiap lereng
Sentinel 2A memiliki resolusi spasial 10 dilakukan pengamatan terhadap perbedaan
meter sehingga mudah untuk diamati dan bentuk petak sawah. Perbedaan pada setiap
melakukan interpretasi objek. lereng, yang dimaksud bentuk petak lahan
Hasil interpretasi lahan sawah dan non sawah adalah jika pada area yang lebih curam,
sawah berdasarkan kenampakan citra Sentinel pada citra lahan sawah seperti bertingkat
2A dibedakan dengan mudah dengan kunci karena sawah di daerah yang curam
interpretasi. Kenampakan lahan sawah di diterasering sehingga kenampakan objek
Kabupaten Ngawi menyebar di seluruh lahan sawah di daerah curam dikelaskan
wilayah kajian. Dari mulai bagian selatan menjadi satu kelas. Pada daerah datar
yang berada di kaki Gunung Lawu ke utara kenampakan objek lahan sawah akan nampak
semakin datar dan objek kenampakan sawah lebih lebar maka kenampakan objek sawah
memiliki ciri yang khas sehingga dapat dengan lebar dan bentuk yang sama
dibedakan dari objek lainnya. Selain itu sawah diklasifikasikan dalam satu kelas.
hasil dari interpretasi membentang dari arah Hasil dari klasifikasi yang dilakukan
timur sampai ke barat yang merupakan daerah pada bentuk petak lahan sawah adalah lima
yang memiliki topografi datar, sehingga kelas. Lima kelas diperoleh dari kenampakan
penggunaan lahan yang nampak selain perbedaan petak lahan sawah yang ada.
pemukiman yang berada di sepanjang jalan Perbedaan kenampakan bentuk petak sawah
utama juga didominasi oleh area persawahan ini diasumsikan jika lahan memiliki
yang sangat luas. Peta hasil interpretasi dapat
kenampakan yang serupa pada citra maka
dilihat pada gambar 1.
kondisi di lapangan juga sama pada setiap
daerah lahan persawahan. Klasifikasi hasil
interpretasi keseluruhan jumlah area
persawahan adalah 123 area. Titik sampel
yang diambil di lapangan berdasarkan
proporsional random sampling adalah
sebanyak 60 titik. proporsional random
sampling dianggap dapat mewakili
keseluruhan populasi dengan menghitung
jumlah setiap kelas kemudian diambil separuh
dari populasi sehingga dapat mewakili seluruh
Gambar 1 peta hasil interpretasi lahan area penelitian. Sedangkan untuk uji akurasi
sawah hasil interpretasi menggunakan sampel secara
Sumber: pemroresan 2018 acak (random sampling) untuk mengetahui
kondisi sebenarnya di lapangan. Sampel
diambil sepanjang jalan utama dan di sekitar
Interpretasi Kelas Lahan Sawah
sampel yang digunakan untuk uji akurasi
Peta potensi lahan sawah pemetaan potensi lahan sawah.
Hasil interpretasi penggunaan lahan
sawah Lahan Sawah yang telah di interpretasi Ketersediaan air
dari citra Sentinel 2A dan di uji akurasi Ketersediaan air merupakan syarat
kemudian digunakan untuk mengkelaskan utama dalam pertanian terutama sawah.
lahan sawah berdasarkan kenampakan petak Dalam Peraturan Menteri Pertanian No.
lahan sawah yang nampak pada citra. Kelas 79/Permentan/OT.140/8/2013 disebutkan
persyaratan lahan karakteristik lahan untuk dapat berkembang dengan baik dan mampu
komoditas pertanian yang berbeda-beda menyerap unsur hara lebih maksimal
digolongkan berdasarkan jenis pengairannya, (Permentan, 2013). Meski demikian berbeda
yaitu lahan beririgasi, lahan tidak beririgasi dengan tanaman padi. Beberapa tanaman
dan lahan rawa pasang surut/lebak. Irigasi tidak selalu membutuhkan drainase yang baik.
adalah sistem untuk mengaliri suatu lahan Padi membutuhkan drainase yang terhambat
dengan cara membendung, menyediakan air sehingga dapat tumbuh dengan maksimal.
dan mengatur air untuk keperluan Padi membutuhkan konsumsi air yang banyak
pertumbuhan tanaman. Sistem irigasi yang dalam pertumbuhannya jika dibandingkan
ada di Kabupaten Ngawi sebagian besar dengan tanaman lainnya. Dimulai dari
adalah irigasi permukaan, irigasi pompa dan penanaman hingga menjelang panen.
irigasi air bawah tanah. Peta ketersediaan air Peta drainase di Kabupaten Ngawi
dapat dilihat pada gambar 2. diperoleh berdasarkan hasil pengamatan
Selain itu di Kabupaten Ngawi lapangan dan pemanfaatan data sekunder peta
masyarakat memanfaatkan air bawah tanah jenis tanah Kabupaten Ngawi dan peta rawan
untuk irigasi yaitu dengan membuat sumur bencana banjir. Berdasarkan hasil
yang dalamnya mencapai puluhan meter. pengamatan di lapangan drainase di setiap
Sumur untuk pengairan lahan sawah dibuat titik berbeda. Drainase terklasifikasi kedalam
secara pribadi oleh masyarakat ataupun kelas terhambat dan agak cepat di lapangan.
bantuan dari pemerintah. Sumur pribadi yang Meski demikian, untuk lahan sawah yang
dibuat bukan hanya perseorangan namun ditanami padi drainase dikendalikan
dibuat untuk dimanfaatkan secara bersama- sedemikian rupa baik dari genangan maupun
sama dan yang dimaksud pribadi adalah biaya kedalaman genangan tersebut. Pengaturan
untuk pembuatan sumur adalah biaya hasil inilah yang kemudian mempengaruhi kondisi
iuran warga yang digunakan untuk pembuat drainase. Sehingga dalam menentukan
sumur irigasi. klasifikasi potensi lahan sawah kondisi
drainase tidak terlalu berpengaruh terhadap
hasil klasifikasi. Genangan yang dibuat untuk
memperlambat drainase ini jika dilakukan
secara terus-menerus dapat mengakibatkan
kerusakan atau kematian apabila kelebihan air
ini tidak dapat hilang dalam jangka waktu
yang cepat (Hardjowigeno dan Widiatmaka
2011). Saluran drainase di Kabupaten Ngawi
sebagian besar merupakan drainase terbuka
sehingga lebih mudah untuk mengatasi
kelebihan air apabila tanah diperuntukkan
tanaman lain yang bukan padi. Gambar
Gambar 2 Peta Ketersediaan Air drainase seperti pada gambar 3.
Sumber: pemroresan 2018

Drainase
Drainase dalam pertanian berarti
mengatur air sesuai dengan kebutuhan
tanaman agar dapat tumbuh secara maksimal.
Drainase dapat diartikan sebagai pengaturan
terhadap jumlah air yang masuk dengan
menambah atau mengurangi jumlah debit air.
Biasanya drainase yang baik dibutuhkan
untuk tumbuh kembang suatu tanaman.
Drainase yang baik berarti aerasi tanah cukup
baik sehingga berpengaruh terhadap kadar Gambar 3 Peta Drainase
oksigen dalam tanah, maka akar tanaman Sumber: pemroresan 2018
Tekstur tanah Bahan kasar, batuan permukaan, singkapan
Tekstur tanah sawah di Kabupaten batuan
Ngawi hasil dari klasifikasi survey di Tanaman padi membutuhkan
lapangan adalah sebagian besar pengolahan lahan yang intensif untuk
diklasifikasikan sebagai tanah klasifikasi menghasilkan produksi yang optimal.
halus hingga tanah klasifikasi agak halus yang Keberadaan material batuan yang ada di
didasarkan pada klasifikasi kesesuaian lahan permukaan tanah hingga kedalaman 20 cm
dalam Peraturan Menteri Pertanian no. mampu mempengaruhi pengolahan lahan
79/Permentan/OT.140/8/2013. Tanah di (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011).
Kabupaten Ngawi di wilayah selatan Bahan kasar direpresentasikan dengan adanya
dipengaruhi oleh material Gunung Lawu. kerikil atau batuan di setiap lapisan tanah.
Tekstur tanah di bagian selatan dominan Kabupaten Ngawi merupakan daerah datar
dengan tekstur pasir berlempung. Wilayah yang pada area persawhanannya memiliki
bagian tengah Kabupaten Ngawi sebagian sedikit bahan kasar di sebagian besar
besar merupakan tanah lempung. Sedangkan wilayahnya sehingga mempermudah dalam
pada wilayah di bagian utara merupakan pengolahan lahan. Hasil klasifikasi
daerah pertemuan antara dua sungai besar berdasarkan data lapangan dapat dilihat pada
sehingga tekstur tanahnya lebih halus. Tanah gambar 5 Seluruh daerah yang merupakan
yang halus tersebut dipengaruhi oleh hasil lahan sawah ter klasifikasi pada kelas yang
endapan dari sungai. Selain itu wilayah bagian sesuai untuk tanaman padi, yaitu kelas
utara Kabupaten Ngawi juga didominasi oleh pertama.
tanah kapur sehingga daerah tersebut tidak Batuan kasar dapat terletak pada
terlalu banyak yang dimanfaatkan sebagai lapisan tanah ataupun permukaan tanah.
lahan pertanian sawah. Tekstur tanah dapat Batuan yang terletak diatas permukaan tanah
digunakan sebagai panduan untuk ada dua macam yaitu batuan yang memang
pengelolaan lahan agar dapat disesuaikan terletak secara bebas di permukaan tanah dan
dengan tanaman yang akan dibudidayakan. batuan yang tersingkap diatas permukaan
Peta hasil klasifikasi tekstur tanah tanah (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011).
lahan sawah Kabupaten Ngawi dapat dilihat Peta batuan di permukaan diinterpretasi dari
pada gambar 4. Peta klasifikasi tekstur tanah citra penginderaan jauh dan berdasarkan hasil
diklasifikasikan menjadi tiga kelasa yaitu pengamatan objek di lapangan, singkapan
halus, agak halus dan agak kasar. Peta batuan ditemukan dititik pengambilan sampel
diklasifikasikan berdasarkan hasil lapangan di Kabupaten Ngawi. Singkapan
pengamatan di lapangan dari titik sampel berada di wilayah selatan yaitu, di area kaki
yang telah ditentukan untuk menentukan Gunung Lawu. Material yang terdapat di
potensi lahan sawah berdasarkan parameter daerah pegunungan masih sangat besar dan
yang digunakan dalam penelitian. terdapat kenampakan singkapan batuan yang
ada di area persawahan. Meski demikian
singkapan batuan yang ada di area
persawahan tidak begitu mengganggu
pengolahan tanah untuk budidaya padi
sehingga ter klasifikasi kedalam kelas kedua.
Singkapan batuan di lapangan, sebagian besar
ter klasifikasi kedalam kelas kesesuaian
pertama.
Keberadaan singkapan, batuan
dipermukaan, serta kandungan bahan kasar
saling berpengaruh antara satu dengan lainya.
Kenampakan singkapan mengindikasikan
Gambar 4 Peta Tekstur tanah adanya batuan dipermukaan dan berpengaruh
Sumber: pemroresan 2018 terhadap kandungan bahan kasar di area
persawahan. Daerah yang memiliki Lereng
singkapan batuan berarti terdapat batuan
dipermukaan dan memiliki kandungan bahan Lereng di Kabupaten Ngawi
kasar dibedakan dalam lima kelas. Kabupaten
Ngawi memiliki kenampakan kemiringan
lereng yang kompleks mulai dari datar hingga
pegunungan. Namun sebagian besar wilayah
Kabupaten Ngawi terletak di daerah lahan
datar hingga landai. Hal ini merupakan salah
satu parameter kesesuaian lahan sehingga
Kabupaten Ngawi sangat cocok dimanfaatkan
sebagai daerah pertanian terutama untuk
sawah. Berdasarkan hasil pemetaan sawah
berdasarkan hasil interpretasi citra Sentinel
2A sebaran lahan sawah di Kabupaten Ngawi
berada pada lereng dengan ketinggian 0-25 %.
Gambar 5 Kenampakan peta singkapan dan Peta lereng diperoleh dari data ketinggian
batuan permukaan yang ada di Kabupaten Ngawi. Perbedaan
Sumber: pemroresan 2018 lereng membedakan pengelolaan lahan
Kedalaman tanah pertanian sawah.
Tanah merupakan media tempat Daerah yang memiliki lereng curam
berkembangnya perakaran yang sangat membutuhkan perawatan lebih dibandingkan
berpengaruh terhadap pertumbuhan padi. lahan sawah yang berada di daerah yang lebih
Klasifikasi dalam Permentan, 2013 landai dibandingkan daerah datar, lahan
mengklasifikasikan kedalaman tanah yang sawah yang terletak di daerah berlereng
baik untuk dimanfaatkan sebagai lahan sawah curam membutuhkan terasering untuk
adalah daerah yang memiliki kedalaman tanah mencegah terjadinya erosi. Selain itu sawah
>50 cm. Hasil di lapangan menunjukkan pada daerah curam akan lebih sulit dalam
sebagian besar wilayah memiliki kedalaman pengaturan air. Kelas lereng Kab. Ngawi
tanah yang cukup untuk diklasifikasikan dapat dilihat pada gambar 9.
sebagai daerah yang sesuai untuk pertanian
padi. Wilayah yang memiliki kedalaman
tanah 40-50 cm ter klasifikasi kesesuaian
lahan kelas dua, kedalaman 25-40 cm ter
klasifikasi kelas ketiga < 25 cm ter klasifikasi
kedalam kelas 3. Data Kedalaman tanah
diperoleh berdasarkan wawancara petani
setempat. Hanya beberapa titik sampel yang
memiliki kedalaman tanah yang ter klasifikasi
kelas kedua dan ketiga.

Gambar 9 Peta Lereng


Sumber: pemroresan 2018

Bencana
Salah satu hal yang perlu
diperhitungkan dalam pemanfaatan lahan
adalah bahaya yang ada di wilayah tersebut.
Untuk lahan sawah bahaya yang biasanya
terjadi adalah erosi dan longsor di daerah
lereng curam. Banjir untuk wilayah dengan
Gambar 8 Peta Kedalaman Tanah topografi datar. Karena lahan sawah biasanya
Sumber: pemroresan 2018
terletak pada daerah yang rawan banjir.
Sawah membutuhkan sangat banyak
konsumsi air namun banjir juga dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan hasil panen
padi. Dalam syarat ketentuan kesesuaian
lahan bahaya yang dipertimbangkan sebagai
syarat penggunaan lahan sawah adalah bahaya
longsor untuk wilayah yang terletak di daerah
topografi curam dan banjir pada wilayah yang
landai. Bahaya longsor dikategorikan
berdasarkan tingkatan sangat ringan untuk
kesesuaian lahan kelas satu, ringan klasifikasi Gambar 10 Peta Bahaya Longsor
kelas dua, sedang klasifikasi kelas tiga, berat Sumber: pemroresan 2018
untuk daerah yang tidak dapat dimanfaatkan
untuk lahan sawah. Data bahaya longsor
diperoleh dari pengamatan secara kualitatif
pada citra. daerah rawan longsor dapat
dikelaskan dengan melihat bentuk petak lahan
sawah. Daerah yang berterasering lebih rawan
dibandingkan dengan area persawahan di
wilayah yang datar. Peta bahaya longsor dapat
dilihat pada gambar 10.
Wawancara dilakukan untuk dapat
mengetahui parameter bahaya yang terjadi di
kabupaten Ngawi. Bahaya banjir dilihat
berdasarkan tinggi genangan dan lama
Gambar 11 Peta Bahaya Banjir
genangan. Terdapat beberapa daerah sampel
Sumber: pemroresan 2018
yang terdeteksi terdapat bahaya banjir di
lapangan. Bahaya banjir terlama yaitu 70 cm
selama 2 minggu di Kecamatan Mantingan Kesuburan tanah
yang berdekatan dengan Sungai Bengawan
Solo. Selain itu bahaya banjir juga terdapat di Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011
Kecamatan padas, tinggi banjir mencapai 2 menyatakan parameter terbaik yang
meter dan berlangsung satu hari. Bahaya digunakan untuk menduga kesuburan tanah
banjir berdampak pada hasil panen, namun untuk lahan sawah padi hanyalah status unsur
sebagian besar berdasarkan hasil klasifikasi hara K dan P. Tingkat kesuburan tidak
berbeda dengan hasil kenyataan di lapangan. berpengaruh terhadap faktor penilaian
Pada hasil klasifikasi berdasarkan parameter karakteristik lahan sawah karena kesuburan
kesesuaian lahan seharusnya ter klasifikasi tanah merupakan sifat yang dapat diubah
kedalam kelas S2, kenyataannya di lapangan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011).
titik tersebut tetap dapat panen padi 3 kali Untuk mengetahui tingkat kesuburan tanah di
dalam satu tahun. Hal ini dipengaruhi oleh Kabupaten Ngawi menggunakan data dari
berbagai faktor lain yang saling berkaitan. kementerian pertanian tahun 2015.
Banjir berpengaruh terhadap hasil panen PH tanah sawah di Kabupaten Ngawi
namun tidak mempengaruhi rotasi tanam sebagian besar memiliki nilai 6 sampai
padi. Peta bahaya banjir dapat dilihat pada dengan 7. Hal ini sesuai dengan klasifikasi
gambar 11. yang dibutuhkan oleh kesesuaian lahan
sebagai lahan sawah. Sehingga untuk kadar
pH tanah di lapangan sesuai dengan parameter
yang ditentukan. Kesuburan tanah merupakan
parameter yang dapat dibuat atau direkayasa
sedemikian rupa untuk memperoleh
kesesuaian pengolahan lahan yang
dimanfaatkan sebagai lahan sawah. Pada
karakteristik kesuburan ketika kekurangan
suatu mineral maka dapat dilakukan
pemupukan untuk memperoleh kadar mineral
yang dibutuhkan. Keadaan inilah yang
menjadikan tingkat kesuburan tanah bukan
salah satu faktor yang mempengaruhi
pemetaan potensi lahan.

Gambar 11 Peta Klasifikasi Potensi Lahan


Sumber: pemroresan 2018

Uji akurasi interpretasi lahan sawah


Sawah di Kabupaten Ngawi Jawa
Timur memiliki pola yang mengelompok dari
bagian timur sampai dengan bagian barat
wilayah kajian.
Gambar 12 Peta Kesuburan Tanah Hasil peta dalam suatu interpretasi
Sumber: pemroresan 2018 pasti terjadi kesalahan dalam mengenali objek
untuk itu perlu dilakukan perhitungan dan
Hasil dari peta potensi lahan sawah analisis akurat atau tidak hasil interpretasi.
padi di Kabupaten Ngawi diperoleh dari Pemetaan sebaran sawah di Kabupaten
analisis pengolahan data hasil lapangan. Ngawi, Jawa Timur menggunakan Citra
Analisis dilakukan dengan sentinel 2A memiliki yang memiliki resolusi
mempertimbangkan faktor yang paling spasial 10 meter yang artinya dapat melihat
berpengaruh terhadap potensi lahan sawah kenampakan objek lebih detail. Hasil
padi. Berdasarkan hasil itulah maka hasil perhitungan tingkat akurasi pada interpretasi
analisis diperoleh peta dengan kenampakan lahan sawah sebesar 90, 58%. Perhitungan uji
sebaran potensi lahan. Sawah dengan akurasi tersaji pada tabel 5.1
klasifikasi paling sesuai sebagian besar Tabel 5.2 Matriks Uji Akurasi
terletak di wilayah bagian tengah memanjang Hasil Klasifikasi
Penggunaan Total
dari Barat hingga ke Timur Kabupaten Ngawi. Non
lahan Sawah Baris
Sedangkan untuk wilayah bagian selatan sawah
didominasi sawah dengan potensi lahan S2.
Wilayah utara terdapat sebaran sawah dengan Sawah 52 2 53
klasifikasi S3. Non sawah 6 26 32
Hasil klasifikasi tersebut berdasarkan
Total kolom 57 28 77
hasil pengamatan di lapangan yang diterapkan
overall accuracy 90,58%
berdasar subjektivitas peneliti. Oleh sebab itu
Sumber: Analisis Data 2018
untuk dapat mengetahui hasil penelitian
sesuai atau tidak dengan kondisi di lapangan Berdasarkan hasil matriks pada tabel
maka perlu dilakukan uji akurasi untuk 5.1 nilai omission error untuk interpretasi
melihat data hasil penelitian sesuai dengan lahan non sawah memiliki nilai yang lebih
keadaan sebenarnya di lapangan. Uji akurasi kecil dibandingkan nilai omission error untuk
menggunakan matriks kesalahan. Semakin lahan sawah. Meskipun demikian hasilnya
tinggi hasil akurasi maka semakin sesuai tidak terpaut jauh. Hal ini dikarenakan output
klasifikasi hasil pemetaan dengan keadaan hasil peta untuk citra resolusi spasial 10 meter
sesungguhnya di lapangan. digunakan untuk pemetaan dengan output
skala 1:50.000 hingga 1:100.000 (Sutanto,
2010) tergantung luas, bentuk serta tujuan Tabel 5.3 Matriks kesalahan hasil klasifikasi
wilayah tersebut dipetakan. Selain itu, pada potensi lahan
saat melakukan interpretasi terjadi
generalisasi wilayah yang pada saat ada di Hasil
Total
lapangan, kenyataannya daerah titik sampel Klasifikasi
Baris
pengamatan merupakan daerah tegalan yang P S1 S2 S3
berdekatan dengan wilayah lahan sawah di S1 27 5 0 32
lapangan. Hal ini karena untuk membedakan S2 4 13 1 18
sawah dan tegalan pada wilayah tertentu sulit S3 0 0 10 10
dilakukan. Total
Kesalahan interpretasi ini terjadi pada kolom 31 18 11 50
wilayah yang topografi nya agak curam 83,33%
karena letak sungai yang berada di area Overall accuracy
lembah tidak dapat menjangkau wilayah yang Sumber: Analisis data, 2018
paling tinggi atau memiliki jarak paling jauh
dengan keberadaan sungai sehingga, kawasan Hasil uji akurasi diperoleh hasil
seperti ini biasanya akan dimanfaatkan untuk overall accuracy 83, 33% yang berarti
ditanami palawija. klasifikasi memiliki tingkat kebenaran yang
tinggi. Batas akurasi dianggap benar
Peta hasil interpretasi lahan sawah yang pada (tolerable accuracy) adalah sebesar 80%
kenampakan citra Sentinel 2A setelah (Sutanto, 2013). Hasil klasifikasi dibedakan
dilakukan pengamatan langsung dan uji dalam tiga kelas. Potensi kelas satu berjumlah
akurasi kenampakan objek dengan kondisi di 32 titik dan yang ter interpretasi secara benar
lapangan kemudian dilakukan perbaikan sebanyak 27 titik dan jumlah sisanya ter
pengolahan data agar sesuai dengan kondisi klasifikasi kedalam kelas lain yaitu potensi
sesungguhnya di lapangan. Hasil interpretasi dua sebanyak 5 titik kelas tiga 0. Begitu pula
disamakan dengan kondisi lapangan. Peta pada potensi kelas dua dan ketiga. Terlihat
hasil uji akurasi dengan peta hasil interpretasi perbedaan kenampakan hasil klasifikasi
tidak begitu tampak memiliki perbedaan yang berdasarkan survey lapangan dengan kondisi
signifikan karena kesalahan dari hasil potensi di lapangan. Terdapat beberapa
interpretasi dan keadaan lapangan tidak wilayah yang syarat kesesuaian lahannya
berbeda jauh dengan akurasi interpretasi masuk kedalam kelas satu namun di lapangan
90,58% atau hanya 9,42% objek hasil ter klasifikasi kesesuaian kelas dua dan
interpretasi yang tidak sesuai dengan kondisi sebaliknya. Begitu pula pada kelas kedua dan
lapangan. Hasil interpretasi ini juga ketiga. Hal ini disebabkan oleh berbagai
dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam faktor. Namun faktor yang paling
melakukan berpengaruh adalah ketersediaan air.
Uji akurasi pemetaan peta potensi lahan Wilayah yang memiliki klasifikasi
sawah rendah namun ketersediaan dan kemudahan
Uji akurasi diperoleh dengan dalam pengaturan air mudah maka di
membandingkan hasil klasifikasi setiap lapangan akan ter klasifikasi kedalam kelas
potensi dengan hasil klasifikasi sebenarnya di yang lebih tinggi atau faktor yang sesuai
lapangan. Sampel diambil berdasarkan dengan parameter. Faktor lain yang
setengah dari jumlah keseluruhan kelas petak berpengaruh terhadap perbedaan kondisi
lahan sawah yang telah diklasifikasikan lapangan dan hasil klasifikasi adalah hama
sebelumnya. Hasil lapangan adalah dan penyakit yang menyerang dan biaya yang
pengamatan kondisi fisik di lapangan dan dimiliki oleh petani dalam pengelolaan
wawancara. Hasil uji akurasi klasifikasi sawah.
potensi lahan dengan cara matching dapat Berdasarkan hasil analisis lapangan,
dilihat pada tabel 5.3 berikut ini. data yang digunakan sebagai titik sampel
yang diambil berdasarkan kelas perbedaan
bentuk petak lahan sawah walaupun hasil
klasifikasi di lapangan memiliki hasil akurasi memiliki rotasi tanam padai 3x selama
83,33% namun tidak setiap bentuk petak satu tahun. Parameter yang paling
sawah yang serupa ter klasifikasi sebagai berpengaruh terhadap potensi lahan sawah
lahan sawah dengan potensi yang sama. padi adalah ketersediaan air. Meski
Banyak faktor yang berpengaruh terhadap memiliki hasil akurasi yang tinggi
rotasi tanam padi di lapangan. Hal yang paling pemetaan lahan sawah berdasarkan
berpengaruh terhadap potensi lahan sawah perbedaan petak lahan sawah tidak dapat
adalah keberadaan sumber air. Pengindraan merepresentasikan petak yang serupa
jauh dapat digunakan untuk interpretasi menjadi satu kelas yang sama karena
keberadaan sumber air, namun tidak masih pengaruh berbagai macam faktor yang
belum dapat merepresentasikan potensi lahan dapat membedakan antar satu area dengan
sawah yang ada di lapangan. Karena sumber area lainnya.
air yang tersedia juga harus dapat dialirkan ke
area lahan yang akan dimanfaatkan sebagai
lahan sawah. Sebaliknya bellum tentu daerah DAFTAR PUSTAKA
yang tidak memiliki sumber air tidak dapat Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi.
dimanfaatkan secara maksimal di lapangan. 2015. Kabupaten Ngawi Dalam Angka.
Karena sebagian besar masyarakat Kabupaten Ngawi. BPS Kabupaten
memanfaatkan Ngawi.
KESIMPULAN DAN SARAN Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2016.
Berdasarkan penjelasan hasil analisis yang Indikator Pertanian Provinsi Jawa
telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan Timur. Provinsi Jawa Timur. BPS
sebagai berikut: Provinsi Jawa Timur.
1. Citra Sentinel 2A mampu digunakan Badan Pusat Statistik Jawa Timur. 2015.
untuk memperoleh data sebaran lahan Provinsi Jawa Timur dalam angka.
sawah padi eksisiting di Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur. BPS Provinsi
dengan interpretasi visual menggunakan Jawa Timur.
komposit warna asli 432 dengan kunci
interpretasi rona/warna, tekstur, pola, Hardjowigeno, Sarwono dan Hardjowigeno
situs dan asosiasi dengan ketelitian 90, 58 dan Widiatmaka. 2011. Evaluasi
%. Kesesuaian Lahan & Perencanaan
2. Citra Sentinel 2A dibantu dengan data Tataguna Lahan. Gadjah Mada
sekunder dan data lapangan dapat University Press. Yogyakarta
digunakan untuk pemetaan potensi lahan Kementerian Pertanian. 2014. Statistik Lahan
sawah berdasarkan syarat kesesuaian Pertanian 2009-2013. Pusat Data dan
lahan yang dibuat oleh Peraturan Menteri Sistem Informasi Pertanian Sekretariat
Pertanian no Jendral.
79/Permentan/OT.140/8/2013 dengan
tingkat ketelitian overall rata-rata sebesar Kementrian Pertanian. 2015. Atlas Peta
sebesar 83, 3%. Penginderaan jauh Pengembangan Kawasan Padi
digunakan untuk ekstraksi data secara Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
kualitatif terhadap parameter bahaya Sekertariat Jendral Kementerian
longsor, lereng, batuan di permukaan, Pertanian. Jakarta.
bahaya banjir dengan dibantu data
Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
sekunder dan data lapangan. Data
07/Permentan/Ot.140/2/2012. Kriteria
parameter drainase, tekstur tanah,
Lahan Pertanian Pangan
kandungan bahan kasar, serta kedalaman
Berkelanjutan. Menteri Pertanian
tanah diperoleh berdasarkan pengamatan
Republik Indonesia. Jakarta.
langsung di lapangan. lahan sawah
eksisting di Kabupaten Ngawi sebagian Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
besar memiliki klasifikasi potensi 1 yang 79/Permentan/Ot.140/08/2012.
Pedoman Kesesuaian Lahan Untuk
Komoditas Tanaman Pangan. Menteri
Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.
Prahasta, Eddy 2001. Sistem Informasi
Geografi: Konsep-konsep Dasar
(Perspektif Geodesi & Geomatika).
Bandung: Informatika.
Siswanto. 2006. Evaluasi Sumber daya
Lahan. UPN Press. Surabaya.
Sitorus, S. R. P., 1985. Evaluasi Sumber daya
Lahan. Tarsito, Bandung.
Sudrajat. 2015. Mengenal Lahan Sawah Dan
Memahami Multi fungsinya Bagi
Manusia Dan Lingkungan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
UU Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
2009. Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 179. Jakarta
Widiatmaka, Sarwono Hardjowigeno. 2011.
Evaluasi kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tata guna Lahan.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press

Anda mungkin juga menyukai