Pedoman Keselamatan Pasien
Pedoman Keselamatan Pasien
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis
pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf Puskesmas yang cukup besar,
merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut
Institute of Medicine. Kesalahan medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan
medis yang telah direncanakan untuk diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu.,
kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu.,
kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa Near Miss
atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).
Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu
tindakan (commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission),
yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan
(misalnya,pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat),
pencegahan (suatu obat dengan overdosis lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui
dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan peringanan (suatu obat dengan overdosis
lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang
mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan
karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau
keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara
pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau
observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi,
metode penggunaan obat, dan keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak
layak; tahap preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow
up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan berkomunikasi,
kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan
mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event
yang ditemukan secara kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan,
tidak dicatat, atau justru luput dari perhatian kita semua.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi Puskesmas untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan Puskesmas untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang
ada.
2. PENGERTIAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem dimana Puskesmas membuat asuhan pasien lebih
aman untuk mencegah cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat menjalankan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
4. MANFAAT
Keselamatan pasien diterapkan pada semua proses pelayanan baik klinis maupun non
klinis.
1 hak pasien
2 mendidik pasien dan keluarga
3 keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
4 penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
5 peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
6 mendidik staf tentang keselamatan pasien
7 komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan
hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Kriteria:
Standar:
Puskesmas harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasie
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang
merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di Puskesmas harus ada sistem dan
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien
dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat :
Standar:
Kriteria:
1 Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk,
pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan
saat pasien keluar dari Puskesmas.
2 Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap
pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar.
3 Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial,
konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4 Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat
tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif.
Standar IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien
Standar:
Puskesmas harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan
mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan
melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
1 Setiap Puskesmas harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu
pada visi, misi, dan tujuan Puskesmas, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang
berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Puskesmas”.
2 Setiap Puskesmas harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait
dengan : pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
keuangan.
3 Setiap Puskesmas harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden,
dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4 Setiap Puskesmas harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk
menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.
Standar:
Kriteria:
Standar:
1. Puskesmas memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan
mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Puskesmas menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan
interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
1 Setiap Puskesmas harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi
staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
2 Setiap Puskesmas harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap
kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3 Setiap Puskesmas harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok
(teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka
melayani pasien.
keselamatan pasien
Standar:
Kriteria:
STANDAR KETENAGAAN
1. Pengorganisasian
1 Ketua Akreditasi dalam menyusun perencanaan manajemen mutu, resiko dan
keselamatan pasien Puskesmas Bandarkedungmulyo dan meminta persetujuan dari
kepala Puskesmas bandarkedungmulyo. Perencanaan tersebut meliputi pembuatan
pedoman, penetapan prioritas atas kegiatan-kegiatan. penetapan prioritas pemantauan
kegiatan, penetapan proses atau mekanisme pengawasan terhadap program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien.
2. Direksi bertanggungjawab dalam penyelenggaraan manajemen mutu, resiko dan
keselamatan pasien Puskesmas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
3. Penyelenggaraan mutu pelayanan dan manajemen resiko Puskesmas sesuai standar
yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam operasional dikoordinasikan oleh
Departemen Resiko, Mutu & Keselamatan serta Satuan Pengawas Internal Puskesmas.
Direksi berpartisipasi dalam pemantauan program manajemen mutu, resiko dan
keselamatan pasien
1.1 URAIAN TUGAS
1.1.1. Manajer Resiko, Mutu dan Keselamatan
1.1.2. 1. Tugas & Wewenang
a. Aspek Perencanaan
a. pimpinan merencanakan ruang, peralatan, dan sumber daya yang dibutuhkan agar aman
dan efektif untuk menunjangpelayanan klinis yang diberikan.
b. seluruh staf dididik tentang fasilitas dan bagaimana memonitor dan melaporkan situasi
yang menimbulkan resiko.
c. kriteria kerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan untuk
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan.
Perencanaan tertulis dibuat dan mencakup enam bidang berikut sesuai dengan fasilitas
dan kegiatan Puskesmas.
2.Bahan berbahaya
3.Manjemen emergensi
4.Penanganan emergensi
5.Peralatan medis
6.Sistem utilitas
BAB V
a Setiap unit kerja di Puskesmas mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien pada formulir yang sudah disediakan.
b Setiap unit kerja di Puskesmas melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan
pasien kepada tim keselamatan pada formulir yang sudah disediakan.
c Tim keselamatan pasien menganalisis akar penyebab masalah,smua kejadian yg
dilaporkan oleh unit kerja.
d Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka tim keselamatan pasien
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan kepada
pimpinan puskesmas.
PELAKSANAAN
1. Identifikasi
Adalah usaha yang dilakukan untuk mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan
cedera,tuntutan,atau kerugian.
2. Analisis
Dalam tahapan ini dilakukan prediksi dan menentukan prioritas
3. Pengelolaan
Setelah dilakukan penilaian langkah selanjutnya adalah menentukan tindakan.
Langkah-langkah pengelolaan:
a.perencanaan
b.pelaksanaan
c.pemantauan
d.evaluasi
e.perbaikan berkelanjutan
Pada setiap tahapan kegiatan dilakukan komunikasi dan konsultasi kepada semua pihak.
BAB VI
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan
kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas
permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk
pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara
umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien
adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut :
Standar SKP I
Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua
aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada
pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar
tempat tidur/kamar/ lokasi di Puskesmas, adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk
identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan
kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut.
1 Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh menggunakan nomor
kamar atau lokasi pasien.
2 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3 Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
4 Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan dan tindakan/prosedur.
5 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang konsisten pada semua
situasi dan lokasi.
Standar SKP II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh
pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon.
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil
pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit
pelayanan.
1 Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2 Perintah lengkap lisan dan telpon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
3 Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
4 Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan verifikasi keakuratan komunikasi lisan
atau melalui telepon seluler.
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus
berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu
diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak
yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan
kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun
Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau
yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat
=50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi
dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih
dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses
pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat
dari unit pelayanan pasien ke farmasi.Puskesmas secara kolaboratif mengembangkan suatu
kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai
berdasarkan data yang ada di Puskesmas.
Standar SKP IV
1. Puskesmas menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi lokasi
operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2. Puskesmas menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta
peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-
out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis
dan dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Standar SKP V
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang terkait
pelayanan kesehatan.
Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand
hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai
organisasi nasional dan internasional.
Standar SKP VI
Puskesmas mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang disediakan, dan
fasilitasnya, Puskesmas perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat
dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan Puskesmas.
Elemen Penilaian Sasaran VI
Puskesmas menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko jatuh.
Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan pengurangan
berkelanjutan risiko pasien cedera akibat jatuh di Puskesmas.
BAB VII
LANGKAH-LNGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN
Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan Puskesmas,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang
sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Puskesmas”.
Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Puskesmas adalah sebagai berikut:
A. Untuk Puskesmas:
1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung jawab atas
Keselamatan Pasien
2) Identifikasi di tiap bagian Puskesmas, orang-orang yang dapat diandalkan untuk
menjadi “penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien
3) Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat Direksi/Pimpinan maupun
rapat-rapat manajemen Puskesmas
4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan staf Puskesmas
anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan “penggerak” dalam tim anda sendiri untuk memimpin Gerakan
Keselamatan Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan identifikas dan
asesmen hal yang potensial bermasalah.
Langkah penerapan:
A. Untuk Puskesmas:
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen risiko klinis dan
nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan
Keselamatan Pasien dan staf;
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko yang
dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan Puskesmas;
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko dan tingkatkan kepedulian terhadap pasien.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam Puskesmas untuk mendiskusikan isu-isu
Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses asesmen risiko
Puskesmas;
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan akseptabilitas
setiap risiko, dan ambillah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil risiko tersebut;
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan ke proses
asesmen dan pencatatan risiko Puskesmas.
4. Mengembangkan sistem pelaporan
Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta Puskesmas mengatur
pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Puskesmas.
Langkah penerapan:
A. Untuk Puskesmas:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke dalam maupun ke luar,
yang harus dilaporkan ke Komite Nasional Keselamatan Pasien Puskesmas.
B. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif melaporkan setiap
insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah tetapi tetap terjadi juga, karena
mengandung bahan pelajaran yang penting.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf agar selalu
terbuka kepada pasien dan keluarganya.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan
keluarganya bila telah terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi
insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarganya.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan Pasien
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan
mengapa kejadian itu timbul.
Langkah penerapan:
A. Untuk Puskesmas:
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara
tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria pelaksanaan
Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan
minimum satu kali per tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) untuk
proses risiko tinggi.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.
2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di masa depan
dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem
Keselamatan pasien Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan.
Langkah penerapan:
A. Untuk Puskesmas
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan,
asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi
setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur dan proses),
penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan
instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional Keselamatan
Pasien Puskesmas.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden
yang dilaporkan.
B. Untuk Unit/Tim :
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk membuat asuhan
pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan pastikan
pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang
insiden yang dilaporkan.
Tujuh langkah keselamatan pasien Puskesmas merupakan panduan yang
komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara
menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap Puskesmas. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah
tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling
strategis dan paling mudah dilaksanakan di Puskesmas. Bila langkah-langkah ini berhasil
maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan. Bila tujuh langkah ini telah
dilaksanakan dengan baik Puskesmas dapat menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.
BAB VIII
KESELAMATAN KERJA
1. PENGERTIAN
Keselamatan kerja adalah sebuah kondisi dimana para karyawan terlindungi dari cedera
yang disebabkan oleh berbagai kecelakaan yang berhubungan dengan pekerjaan.
2. TUJUAN
3. UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN
1 Pasal 86 UU NO 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai
hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,moral, dan
kesusilaan dan perlakuan yang sesuai harkat dan martabat serta nilai-nilai agama.
2 UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala
lingkungan kerja baik didarat,didalam tanah,permukaan air maupun udara yang berada
didalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.
MANAJEMEN MUTU
1. PENGERTIAN
Mutu adalah tingkat kesempurnaan penampilan dari sesuatu yang diamati atau derajat
kepatuhan terhadap standar yang ditentukan terlebih dahulu.Manajemen mutu adalah suatu
upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, objektif dan terpadu dalam
identifikasi dan menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan berdasarkan
standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan melaksanakan cara penyelesaian masalah
sesuai dengan kemampuan yang tersedia, serta menilai hasil yang dicapai dan menyusun
saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
2. TUJUAN
Tujuan progran manajemen mutu mencakup dua hal yang bersifat pokok, yaitu
sebagai berikut :
1. Tujuan Antara
Tujuan antara yang hendak dicapai oleh manajemen mutu ialah diketahuinya
mutu pelayanan melalui aktivitas kendali mutu (quality control) dan manajemen
mutu (quality asurance).
2. Tujuan Akhir
Tujuan akhir yang hendak dicapai oleh manajemen mutu ialah semakin
meningkatnya mutu pelayanan (quality improvement)
3. MANFAAT
1 Bersifat Khas
Dalam artian jelas sasaran, tujuan dan tata cara pelaksanaannya serta diarahkan untuk
hal-hal yang bersifat pokok saja, oleh karena itu perlu disusun dahulu rencana kerja
manajemen mutu.
2 Mampu Melaporkan Setiap Penyimpangan
Kemampuan untuk melaporkan setiap penyimpangan secara tepat, cepat dan benar,
oleh karena itu suatu manajemen mutu harus mempunyai mekanisme umpan balik
yang baik
3 Fleksibel dan Berorientasi Pada Masa Depan
Manajemen mutu yang terlalu kaku dalam arti tidak tanggap terhadap setiap
perubahan, bukanlah manajemen mutu yang baik.
4 Mencerminkan dan Sesuai Keadaan Organisasi
Manajemen mutu yang berlebihan dan terlalu dipaksakan sehingga tidak sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki, tidak akan ekonomis dan karena itu bukanlah suatu
program yang baik.
5 Menghasilkan peningkatan mutu
Manajemen mutu harus menghasilkan peningkatan mutu secara terus menerus.
6 Mudah Dilaksanakan
Itulah sebabnya sering dikembangkan manajemen mutu mandiri (self assesment).
Dan sebaiknya program tersebut dilakukan secara langsung, dalam arti dilaksanakan
oleh pihak-pihak yang melaksanakan pelayanan kesehatan
7 Mudah Dimengerti
Manajemen mutu yang berbelit-belit atau yang hasilnya sulit dimengerti, bukanlah
program yang baik.
Manajemen mutu harus melibatkan setiap orang yang berada dalam organisasi
untuk meningkatkan pelayanan yang terus menerus dimana mereka akan memenuhi
kebutuhan standar dan harapan dari pada pelanggan baik pelanggan intern ataupun
pelanggan ekstern. Manajemen mutu didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Setiap orang di dalam organisasi harus dilibatkan dalam penentuan, pengertian dan
peningkatan proses yang berkelanjutan dengan masing-masing kontrol dan tanggung
jawab dalam setiap mutu yang dihasilkan oleh masing-masing orang.
b. Setiap orang harus sepakat untuk memuaskan masing-masing pelanggan, baik
pelanggan eksternal maupun pelanggan internal.
c. Peningkatan mutu dilaksanakan dengan menggunakan metode ilmiah yaitu dengan
menggunakan data untuk pengambilan keputusan, penggunaan alat-alat statistik, dan
keterlibatan setiap orang yang terkait.
d. Adanya pengertian dan penerimaan terhadap suatu perbedaan yang alami.
e. Pembentukan team work, baik dalam part time team work, full time team work,
ataupun cross funtional team.
f. Adanya komitmen tentang pengembangan karyawan melalui keterlibatan di dalam
pengambilan keputusan.
g. Partisipasi dari pada setiap orang dalam kegiatan merupakan dorongan yang positif
dan harus dilaksanakan.
h. Program pendidikan dan pelatihan dianggap sebagai suatu investasi/modal dalam
rangka pengembangan kemampuan dan pengetahuan pegawai untuk mencapai potensi
mereka.
i. Supliers dan customer diintegrasikan dalam proses peningkatan mutu.
6. BENTUK MANAJEMEN MUTU
Yang dimaksud dengan penyebab masalah mutu adalah setiap kesenjangan yang
ditemukan pada setiap unsur masukan, proses dan atau lingkungan. Langkah-langkah
yang perlu dilakukan yaitu :
Yang dimaksud dengan cara penyelesaian masalah mutu adalah setiap usaha yang
dilakukan untuk meniadakan kesenjangan antara hasil akhir pelayanan kesehatan atau
proses manajerial dengan standar yang telah ditetapkan. Langkah-langkah yang perlu
dilakukan yaitu :
a. Perencanaan (Planning)
b. Pelaksanaan (Action)
c. Pemantauan (Monitoring)
d. Evaluasi (Evaluation)
PENGENDALIAN MUTU
PENGERTIAN
1.Tujuan antara
Adalah agar dapat diketahui mutu barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan.
2.Tujuan akhir
Adalah untuk dapat meningkatkan barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan.
1 Perencanaan ( plan )
Identifikasi masalah dan merencanakan perbaikan secara berkesinambungan.
2 Pelaksanaan (DO)
Melakukan perbaikan, pengumpulan data dan analisis.
3 Pemeriksaan (check )
Memeriksa dan mempelajari hasil yang dicapai.
4 ACT
Bertindak atas dasar hasil evaluasi dan melanjutkan perbaikan proses.
PENUTUP