Anda di halaman 1dari 14

PENYAKIT IRRITABLE BOWEL SYNDROM, SHEEHAN

SYDROM, dan KALLMANN SYNDROM.


Untuk Memenuhi Tugas KKPMT-2

Oleh Kelompok 3 :
Dinda Ambar Aprilla Riska F18005
Syafitri Hasanah F18018
Andini F18019
Galuh Nugrahaning Budi F18027

MANAJEMEN INFORMASI KESEHATAN

POLITEKNIK INDONUSA SURAKARTA

2019
A. IRRITABLE BOWEL SYNDROM
Irritable Bowel Syndrome (IBS) adalah kelainan kompleks dari saluran pencernaan
bagian bawah, adanya nyeri perut distensi dan gangguan pola defekasi tanpa gangguan
organik. IBS merupakan gangguan fungsional Buang Air Besar (BAB). IBS
dikarakteristikkan dengan gejala-gejala lainnya dan diperburuk dengan stress emosional
(Pilono, 2004).
1. Sejarah Penyakit
Irritable bowel syndrome (IBS) adalah nyeri perut berulang fungsional yang bukan
disebabkan oleh kelainan organik.  Berdasarkan Kriteria Roma III yang dibuat di Eropa, 
IBS adalah keluhan sakit perut sekitar pusar yang terjadi minimal sekali dalam seminggu
dalam dua bulan terakhir. IBS biasanya diikuti oleh dua atau lebih gejala seperti membaik
setelah BAB, perubahan frekuensi BAB, perubahan konsistensi tinja antara diare dan
sembelit yang bukan disebabkan kelainan organik seperti maag (gastritis), peradangan
pankreas, dan penyakit radang usus.
Meskipun IBS bukan penyakit yang mengancam kehidupan, namun tetap perlu
diperhatikan karena angka kejadiannya yang tinggi pada populasi, mengganggu aktivitas
sehari-hari, berdampak pada kualitas hidup, dan biaya pengobatannya yang cukup tinggi.
(Nur Safira, 2015; Jurnal Majority)

2. Patofisiologi
a. Penyebab
IBS merupakan penyakit yang terjadi akibat beberapa penyakit yang berhubungan
dengan usus besar. Misalnya diare, konstipasi, gangguan usus, gangguan peristaltik
dan gangguan pencernaan lain yang berkenaan dengan usus besar. Namun
berdasarkan beberapa kasus IBS yang terjadi, faktor yang mempengaruhi antara lain:
 Stres
 Mikroorganisme seperti bakteri, virus dan kuman
 Intoleransi makanan
 Abnormalitas aktifitas usus
 Infeksi atau inflamasi
 Faktor Genetik
 Obat-obatan konvensional

b. Perjalanan atau Proses Penyakit


1) Perubahan motilitas usus
Dalam 50 tahun terakhir, perubahan pada kontraktilitas kolon dan usus halus
telah diketahui pada pasien IBS. Stress psikologis atau fisik dan makanan dapat
merubah kontraktilitas kolon. Motilitas abnormal dari usus halus selama puasa
ditemukan pada pasien IBS. Juga dilaporkan adanya respon kontraksi yang
berlebihan pada makanan tinggi lemak.
2) Hipersensitivitas visceral
Salah satu penjelasan yang mungkin adalah sensitivitas dari reseptor pada
viscus dirubah melalui perekrutan silence nociseptor pada respon terhadap
iskemia, distensi, kandungan intraluminal, infeksi, atau faktor psikiatri. Beberapa
penulis menyatakan bahwa kewaspadaan yang berlebihan lebih bertanggung
jawab dari pada hipersensitivitas visceral murni untuk ambang nyeri yang rendah
pada pasien IBS
3) Faktor psikososial
Stress psikologis dapat merubah fungsi motor pada usus halus dan kolon, baik
pada orang normal maupun pasien IBS. Sampai 60% pasien pada pusat rujukan
memiliki gejala psikiatri seperti somatisasi, depresi, dan cemas. Dan pasien
dengan diagnosis IBS lebih sering memiliki gejala ini.
4) Ketidakseimbangan neurotransmitter
Lima persen serotonin berlokasi di susunan saraf pusat, 95% di saluran
gastrointestinal dalam sel enterokromafin, saraf, sel mast, dan sel otot polos.
Serotonin mengakibatkan respon fisiologis sebagai reflek sekresi usus dan
peristaltik dan gejala seperti mual, muntah, nyeri perut, dan kembung.
5) Infeksi dan inflamasi
Ditemukan adanya bukti yang menunjukkan bahwa beberapa pasien IBS
memiliki peningkatan jumlah sel inflamasi pada mukosa kolon dan ileum. Adanya
episode enteritis infeksi sebelumnya, faktor genetik, alergi makanan yang tidak
terdiagnosis, dan perubahan pada mikroflora bakteri dapat berperanan pada
terjadinya proses inflamasi derajat rendah. Inflamasi dikatakan dapat mengganggu
reflex gastrointestinal dan mengaktivasi sistem sensori visceral. Kelainan pada
interaksi neuroimun dapat berperanan pada perubahan fisiologi dan
hipersensitivitas gastrointestinal yang mendasari IBS.
6) Faktor genetik
Data menunjukkan mungkin ada komponen genetik pada IBS meliputi:
pengelompokan IBS pada keluarga, frekuensi 2 kali meningkat pada kembar
monozigot jika dibandingkan dengan dizigot. Adanya polimorpisme gen yang
mengendalikan down regulation dari inflamasi (seperti IL-10 dsn TGF _1) dan
SERT. Faktor genetik sendiri tidak merupakan penyebab, tapi berinteraksi paling
dengan faktor lingkungan.
Sampai saat ini belum ada model konsep tunggal yang dapat menjelaskan
semua kasus dari IBS. (Nur Safira, 2015; Jurnal Majority)
c. Gejala
Gejala dari penyakit ini disebabkan oleh peradangan pada saluran pencernaan
(gastrointestinal). IBS ditandai oleh tiga gejala utama, yaitu:
 Rasa sakit pada perut
 Diare
 Sembelit

Sedangkan gejala ringan pada IBS, meliputi:

 Lendir pada tinja


 Kembung
 Hilangnya berat badan
 Rasa lelah yang berlebihan
 Mual
 Demam
d. Akibat yang ditimbulkan

Akibat yang ditimbulkan jika sudah mengalami penyakit IBS ini adalah tidak
teraturnya gerakan peristaltik pada lambung. Karena terjadi gangguan fungsional
pada SERT (serotonin reuptake transporter). Seratonin sendiri berfungsi sebagai
pengaturan gerakan peristaltik saluran cerna, serta sensasi dan sekresi
gastrointestinal.

3. Gambar Penyakit

B. SHEEHAN SYNDROM
Sindrom Sheehan (SS) adalah hypopituitarism pasca persalinan akibat nekrosis iskemik
yang menghasilkan hipotensi akibat perdarahan masif saat atau sesudah persalinan. (Restiko
Maleo Fibullah, 2017; Jurnal Medula Unila)
1. Sejarah Penyakit
Saat persalinan, kehilangan darah normalnya (kurang dari 500 mL), tapi kehilangan
berlebihan selama atau setelah melahirkan dapat mengakibatkan iskemia ke regio
hipofisis anterior hingga nekrosis, kondisi ini disebut sindrom Sheehan (SS) juga dikenal
sebagai sindrom Simmonds atau hipopituitarisme postpartum atau nekrosis hipofisis
Sindrom Sheehan pertama kali dijelaskan oleh Sheehan pada tahun 1937. Studi
Sheehan berdasarkan temuan otopsi dari pasien meninggal dengan perdarahan uterus
segera setelah persalinan dan temuan hypopituitarism pada pasien yang selamat meskipun
pendarahan besar-besaran selama persalinan. Selama kehamilan, volume hipofisis
meningkat dua kali lipat. Hal ini disebabkan hiperplasia prolaktin secreting cell dari
sekresi estrogen yang meningkat. Pembesaran kelenjar hipofisis dapat menekan
pembuluh darah yang cenderung terjadi pada wanita hamil dibandingkan dengan wanita
yang tidak hamil. (Restiko Maleo Fibullah, 2017; Jurnal Medula Unila)

2. Patofisiologi
a. Penyebab
Penyebab terbanyak amenorea karena gangguan di hipofisis ialah sindrom
Sheehan yang terjadi akibat adanya iskemik atau nekrosis adenohipofisis. Kelainan
ini sering dijumpai pada postpartum dengan perdarahan banyak. Perlu diketahui,
bahwa adenohipofisis sangat sensitif dalam kehamilan. Gejala baru muncul bila ¾
dari adenohipofisis mengalami kerusakan. Bila hal ini terjadi, maka semua hormon
yang dihasilkan oleh adenohipofisis akan mengalami gangguan.2,9. (Suparman E)
b. Perjalanan atau Proses Penyakit
Diagnosis ditegakkan dengan adanya kegagalan laktasi, amenore berkepanjangan,
dan krisis hipoglikemik. Dalam beberapa kasus nekrosis hipofisis hanya parsial dan
sindrom hadir dalam bentuk atipikal. Hipopituitarisme memiliki beberapa etiologi
yang mungkin. Penyebab lain yang dikutip berupa tumor, imunologi, iatrogenik,
trauma, infeksi, dan genetik.
Setelah diagnosis ditegakkan, pengobatan bertujuan untuk mencegah kehidupan
mengancam akibat dari ketidakseimbangan endokrin: hipoglikemia dan insufisiensi
adrenal yang paling mendesak. Substitusi hormonal lengkap bertujuan untuk
mengembalikan fungsi normal pada tiroid, adrenal, dan ovarium. Kehamilan
berikutnya dicapai dengan menggunakan teknik stimulasi ovarium. (Restiko Maleo
Fibullah, 2017; Jurnal Medula Unila)
c. Gejala
Disebabkan oleh penurunan atau tidak adanya satu atau lebih dari hormon
hipofisis, dan bervariasi, antara lain, dari kegagalan hingga laktat dan gejala tidak
spesifik (seperti kelelahan) hingga krisis adrenal yang parah. Sesuai dengan lokasi
hormon yang mensekresi sel relatif terhadap pembuluh darah, sekresi pertumbuhan
hormon dan prolaktin paling sering terkena, diikuti oleh stimulasi folikel hormon dan
hormon luteinisasi; nekrosis yang parah pada kelenjar hipofisis juga mempengaruhi
sekresi hormon perangsang tiroid dan adrenokortikotropik hormon.
Gejala biasanya menjadi jelas bertahun-tahun setelah melahirkan, tetapi bisa,
jarang terjadi kasus, berkembang secara akut. Insiden sindrom Sheehan tergantung,
sampai besar sejauh ini, tentang kejadian dan manajemen PPH. Sindrom Sheehan
adalah penting penyebab hipopituitarisme di negara berkembang, tetapi telah menjadi
langka di Indonesia negara maju.
Diagnosis didasarkan pada manifestasi klinis yang dikombinasikan dengan
riwayat PPH parah; kadar hormon dan / atau tes stimulasi dapat mengonfirmasi
kecurigaan klinis. Terapi penggantian hormon adalah satu-satunya penatalaksanaan
yang tersedia opsi sejauh ini. (Suparman E)
d. Akibat yang ditimbulkan
Akibat yang lebih parah jika terkena penyakit sheehan syndrome adalah rusaknya
fungsi dan jaringan organ-organ penting, dan tubuh dengan mudah kehilangan
oksigen.
3. Gambar Penyakit

C. KALLMAN SYNDROM
Suatu sindrom dengan gejala gabungan defi siensi hormon gonadotropin dan anosmia
atau hiposmia, dimana terdapat gambaran hipoplasia atau aplasia bulbus olfaktorius dalam
pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI). (Melisa Anggraeni, Made Arimbawa,IW
Bikin Suryawan, 2013; Jurnal Ilmiah Kedokteran)
1. Sejarah Penyakit
Pada tahun 1944, Franz Josef Kallman seorang ahli genetik berkebangsaan Jerman-
Amerika menemukan kelompok kelainan berupa gangguan indra pembau dan keadaan
gangguan hormon reproduksi (Gonadotropin) yang menyebabkan gangguan kesuburan,
yang kemudian kelompok gejala tersebut dikenal sebagai Sindrom Kallman.
Pada  perempuan kejadiannya sekitar 1: 50.000.
Sindrom Kallman adalah kondisi genetik di mana gejala utama adalah Ciri-ciri
pubertas tidak terjadi. Hal ini terjadi pada laki-laki dan perempuan dan memiliki gejala
tambahan hipogonadisme (HH) dan hampir selalu infertilitas. Sindrom Kallmann juga
dilengkapi gejala tambahan seperti perubahan rasa penciuman; baik sekali tidak ada
(anosmia) atau sangat berkurang (hyposmia). Istilah hipogonadisme menggambarkan
rendahnya tingkat sirkulasi hormon seks testosteron pada pria dan estrogen dan
progesteron pada wanita. Hipogonadisme dapat terjadi melalui sejumlah metode yang
berbeda. Penggunaan istilah hipogonadisme berkaitan dengan fakta bahwa
hipogonadisme ditemukan di HH disebabkan oleh gangguan dalam produksi hormon
gonadotropin biasanya dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis anterior yang dikenal sebagai
hormon luteinising (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH).
LH dan FSH memiliki aksi langsung pada ovarium pada wanita dan testis pada pria.
Tidak adanya LH dan FSH berarti bahwa awal pubertas tidak akan dimulai pada waktu
yang tepat dan kemudian ovarium dan testis tidak akan melakukan fungsi kesuburannya
secara normal seperti pematangan dan pelepasan sel telur pada wanita serta produksi
sperma pada pria. Penyebab yang mendasari kegagalan dalam produksi LH dan FSH
adalah gangguan hipotalamus untuk melepaskan GnRH hormon yang dalam keadaan
normal menginduksi produksi LH dan FSH. Tanpa rilis yang benar GnRH kelenjar
hipofisis tidak dapat melepaskan LH dan FSH yang pada gilirannya mencegah ovarium
dan testis untuk berfungsi dengan benar.

2. Patofisiologi
a. Penyebab
Sindrom Kallman disebabkan oleh adanya kerusakan pada sel-sel bulbus
olfaktorius dan pada sel-sel yang memproduksi GnRH (Anwar, Rusmwana. 2005: 24)
Penyebab sindrom kalman yaitu sebagai berikut :
1. Genetik
Kondisi genetik penyebab sindrom kallman adalah kelainan gen  KAL1
terletak di kromosom Xp22.3 yang diturunkan secara resesif terkait kromosom X.
Kal1 mengkode molekul adhesi sel saraf anosmin-1 yang dibutuhkan untuk
migrasi saraf GnRH dan bulbus olfaktorius menuju hipotalamus
2. Hormonal
Penyebab kondisi ini karena adanya kelainan genetik yang menyebabkan
gagalnya migrasi atau perpindahan saraf GnRH (Gonadotropin Releasing
Hormon) menuju hipothalamus. hal ini berakibat gangguan produksi GnRH
sehingga tidak terjadi produksi hormon FSH dan LH yang berperan penting dalam
memacu kelenjar ovarium untuk memproduksi hormon estrogen dan progesteron.
Karena tidak adanya hormon estrogen dan progesteron maka perempuan yang
terkena kondisi ini akan mengalami gangguan sek sekunder berupa gangguan
pertumbuhan payudara serta tidak mengalami menstruasi dan tentunya akan
mengganggu kesuburannya. Wanita yang terkena juga mudah mengalami
osteoporosis.
3. Trauma

b. Perjalanan atau Proses Penyakit


Sindrom Kallmann dan bentuk lain dari hipogonadisme hipogonadisme (HH)
diklasifikasikan sebagai gangguan hipofisis atau endokrin. Sedangkan hasil akhirnya
adalah kegagalan pubertas dan perkembangan karakteristik seksual
sekunder, penyebab yang mendasari gangguan tersebut terletak di antara dua kelenjar
endokrin yang terletak didalam otak. Hipotalamus dan kelenjar  pituitary dapat dilihat
sebagai stasiun kontrol untuk semua aktivitas hormonal seluruh tubuh. Kelenjar ini
mensekresikan sejumlah hormon yang berbeda dengan berbagai efek keseluruh tubuh.
Hasil KS / HH dari gangguan dalam komunikasi antara hipotalamus dan hipofisis
dalam kaitannya dengan satu set hormon saja.
Semua tindakan lain dari hipotalamus dan kelenjar hipofisis tetap tidak
terpengaruh. Normalnya hipotalamus melepaskan hormon yang disebut gonadotropin
releasing hormone (GnRH). GnRH dilepaskan dari hipotalamus secara berdenyut
pada interval tertentu sepanjang hari melalui sistem portalhypophyseal dan bekerja
pada kelenjar hipofisis anterior, menyebabkan ia melepaskan dua hormon yang
disebut gonadotropin. Hormon-hormon ini luteinising hormone (LH) dan follicle
stimulating hormone (FSH),yang memiliki aksi langsung pada testis pada pria dan
indung telur pada wanita. LH dan FSH sangat penting untuk merangsang
perkembangan karakteristik seksual sekunder pada masa pubertas dan untuk menjaga
fungsi normal seksual baik pria maupun wanita, termasuk mempertahankan tingkat
yang benar dari steroid seks: testosteron pada pria dan estrogen dan progesteron pada
wanita.
c. Gejala

Gejala yang biasa yang muncul sejak lahir pada penderita sindrom Kallmann
adalah kemampuan penciuman yang sangat minim (hiposmia) atau bahkan tidak ada
(anosmia). Banyak penderita tidak menyadari kondisi ini hingga setelah melakukan
pemeriksaan.

Gejala lain yang dapat timbul pada pria meliputi yaitu :

 Memiliki penis yang kecil.


 Testis yang tidak turun (kriptorkismus).
 Mengalami keterlambatan pubertas.
 Kebotakan.
 Massa otot menurun.
 Otot menjadi tidak kuat.

Sedangkan gejala pada wanita, antara lain:

 Keterlambatan pertumbuhan payudara.


 Rambut kemaluan terlambat tumbuh.
 Tidak mengalami menstruasi.

Jika sindrom Kallmann tidak diobati, maka penderitanya, baik pria atau wanita, dapat
mengalami gangguan kesuburan (infertilitas).
Selain gejala yang telah disebutkan di atas, penderita gangguan ini juga dapat
mengalami beberapa gejala tambahan, yaitu :

 Tidak terbentuknya salah satu ginjal.


 Langit-langit sumbing.
 Gerakan mata yang abnormal.
 Gangguan pendengaran.
 Pertumbuhan gigi yang tidak normal.
 Obesitas.
 Bimanual synkinesis (gerakan satu tangan meniru gerakan tangan lain), sehingga
menyulitkan penderita untuk melakukan tugas dengan gerakan berbeda, seperti
bermain musik.

d. Akibat yang ditimbulkan


Akibat yang lebih parah jika terkena syndorme KallMann ini adalah penderita
sukar untuk mengenali bau, akan mengalami gangguan dalam hubungan sex,
menganggu kesuburan perempuan karena hormon untuk menstruasi tidak stabil.

3. Gambar Penyakit
DAFTAR PUSTAKA

Pilono. 2004. Irritable Bowel Syndrome (IBS) diare kronis. Diakses 30 Desember 2015. 
Nur Safira, Irritable Bowel Syndrome, Jurnal MAJORITY; Volume 4 Nomor 2; Januari 2015
halaman 76
Ketut. 2007. Perkembangan terkini dalam diagnosis Dan penatalaksanaan irritabel bowel
syndrome.
Manan, Chudahma & Ari Fahrial Syam. 2008. Irritable Bowel Syndrome (IBS). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Restiko Maleo Fibullah; P2A0 Post Seksio Sesarea Transperitoneal Profunda dengan Sindrom
Sheehan et causa Perdarahan Pasca Persalinan Dini et causa Atonia Uteri; Jurnal Medula
Unila; Volume 7 Nomor 3; Juni 2017 ; halaman 62

Melisa Anggraeni, Made Arimbawa,IW Bikin Suryawan 2013. KALLMANN SYNDROME IN A


14-YEAR-OLD BOY; Jurnal Ilmiah Kedokteran; MEDICINA; VOLUME 44 NOMOR 4;
JANUARI 2013

Suparman E, Suparman E: Amenorea sekunder: Tinjauan dan diagnosis: Manado.

Anda mungkin juga menyukai