Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY.

AS DENGAN

RESIKO PRILAKU KEKERASAN DIRUANGAN CAKALELE RSJ

PROF. DR. V. L. RATUMBUYSANG KALASEY

CLINICAL TEACHER : MARIA TEROK, S.Pd, S.SiT, M.Kes

CLINICAL INSTRUCTUR : Ns. JOLLY NAYOAN, S.Kep

DISUSUN OLEH :

RISKA APRILYA

711440119026

JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO
2021
DAFTAR ISI

COVER
DAFTAR ISI.....................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................3

1.2. RumusanMasalah..............................................................................................................4

1.3. TujuanPenulisan................................................................................................................5

1.4. ManfaatPenulisan..............................................................................................................5

BAB II.............................................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................................7

2.1. DefinisiHalusinasi.............................................................................................................7

2.2. Jenis-Jenis Halusinasi.......................................................................................................7

2.3. Etiologi..............................................................................................................................8

2.4. Rentang Respons Neurobiologi......................................................................................10

2.5. Tahapan Proses Terjadinya Halusinasi...........................................................................11

2.6. Mekanisme Koping.........................................................................................................13

BAB III..........................................................................................................................................14

TINJAUAN KASUS.....................................................................................................................14

BAB IV..........................................................................................................................................39

PEMBAHASAN............................................................................................................................39

BAB V...........................................................................................................................................40

KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................................................40

5.1. Kesimpulan.....................................................................................................................40

5.1. Saran................................................................................................................................41
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan

benci atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain.

Gangguan jiwa perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki

tekanan batin yang berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang

memiliki gangguan jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian

khususnya dalam perawatan supaya resiko tindakan yang dapat membahayakan

diri sendiri dan orang lain bisa diperkecil. (Yosep, 2007)

Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk

merupakan respon kemarahan yang palin maladaftif yang ditandai dengan

perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana

individu dapat merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat,

2010)

Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model

teori importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau

mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model

situasionisme, amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan dan

lingkungan rumah sakit yang terbatas yang membuat klien merasa tidak
berharga dan tidak diperlakukan secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu

model interaksi, model ini menguraikan bagaimana proses interaksi yang terjadi

antara klien dan perawat dapat memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah

laku amuk. Amuk merupakan respon marah terhadap adanya stress, cemas,

harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa dan ketidakberdayaan. Respon

ini dapat diekspresikan secara internal maupun eksternal.Secara internal dapat


berperilaku yang tidak asertif dan merusak diri, sedangkan secara eksternal
dapat berupa perilaku destruktif
agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu secara verbal,

menekan dan menantang. (Keliat, 2010)

World health organization (WHO) Global Campaign for Violence

Prevention tahun 2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia

kehilangan hidupnya karena tindak kekerasan dan penyebab utama kematian

pada mereka yang berusi antara 15 hingga 44 tahun. Sementara itu, jutan anak-

anak di dunia dianiaya dan ditelantarkan oleh orangtua mereka atau yang

seharusnya mengasuh mereka. Terjadi 57.000 kematian karena tindak

kekerasan terhadap anak di bawah usia 15 tahun pada tahun 2000, dan anak

berusia 0-4 tahun lebih dari dua kali lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun

yang mengalami kematian. Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di

rumah. Defisir kapasitas mental tau retardasi mental 34%, disfungsi mental

misalnya kecemasan, depresi, dan sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi

mental atau psikosis 5,8%. (Hamid, 2009)

Menurut Yosep, Keliat, dan Hamid, perilaku kekerasan adalah suatu

keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan


secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, ataupun terhadap lingkungan

sekitar.

RSJD Surakarta merupakan satu-satunya Rumah sakit jiwa di

karesidenan Surakarta, dan merupakan rumah sakit pendidikan.Serta memiliki

pasien dari berbagai daerah di Surakrta dan sekitarnya.Dampak perkembangan

zaman dan dewasa ini juga menjadi faktor peningkatan permasalahan kesehatan

yang ada, menjadikan banyaknya masalah kesehatan fisik juga masalah

mental/spiritual.Kesehatan jiwa (mental health) menurut Undang-Undang No.3

tahun 1996 adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan psikis,

intelektual dan emosional yang optimal.

(http: www.warmasif.co.id/kesehatan online, diakses tanggal 7 Juni 2011)

Perbandingan gangguan jiwa perilaku kekerasan yang ada di RSJD

Surakarta kurang lebih 34%, jika dibandingkan dengan ganggua jiwa lainnya.

Diantaranya halusinasi 42%, harga diri rendah 14,5%, defisit perawatan diri

5,6% dan menarik diri 3,9%. Gangguan perilaku kekerasan yang terjadi

dikarenakan anggapan sebagian orang merupakan pengaruh magis.Sehingga

masyarakat lebih percaya dengan memanfaatkan pengobatan supranatural atau

dukun dibandingkan dengan pengobatan medis.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis ingin

memberikan asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan dengan

pelayanan secar holistik dan komunikasi terapeutik dalam meningkatkan


kesejahteraan serta mencapai tujuan yang diharapkan.

Menurut hasil survey Kesehatan Mental 1995 ditemukan 185 per 1000

penduduk di Indonesia menunjukan adanya gejala gangguan jiwa. Hal ini

didukung data dari depkes RI yang melaporkan bahwa di Indonesia jumlah

penderita penyakit jiwa berat sekitar 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total

penduduk Indonesia. Perilaku kekerasan merupakan salah satu penyakit jiwa

yang ada di Indonesia, dan hingga saat ini diperkirakan jumlah penderitanya

mencapai 2 juta orang.Hal ini didukung oleh data dari catatan medical record

RSJD Surakarta pada tahun 2002.

(http://www.Jurnal Penelitian Sains & Teknologi.com, diakses tanggal 7 Juni


2011)
1.2 Identifikasi Masalah
a. Melaksanakan penilaian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku
kekerasan

1.4 Manfaat

2. Manfaat Teoritis

Hasil penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan Berdasarkan

latar belakang masalah tersebut maka penulis akan melakukan asuhan keperawatan

dengan judul gangguan jiwa perilaku kekerasan di RSJD Surakarta dan

mengidentifikasi sulitnya penanganan dari penderita gangguan jiwa dan tingginya

angka kejadian penderita gangguan jiwa yang belum diketahui secara pasti

penyebabnya. Maka dalam hal ini penulis menyajikan asuhan keperawatan dengan

masalah utama gangguan jiwa perilaku kekerasan.

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum :

Mendapatkan gambaran, mengambil keputusan untuk menerapkan

asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa sesuai dengan masalah

utama gangguan perilaku kekerasan.

2. Tujuan khusus :

a. Melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan jiwa perilaku


kekerasan

b. Merumuskan dan menegakkan diagnosa keperawatan pada klien

dengan gangguan perilaku kekerasan.


c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan

gangguan jiwa perilaku kekerasan

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa

perilaku kekerasan
informasi dan pemecahan masalah keperawatan jiwa tentang asuhan

keperawatan jiwa perilaku kekerasan.

3. Manfaat Praktis

a. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan yang diperlukan dan pelaksanaan praktik

pelayanan keperawatan pada keperawatan jiwa khususnya.

b. Bagi Instansi Pendidikan

Sebagai bahan acuan dalam kegiatan proses belajar mengajar tentang

asuhan keperawatan jiwa khususnya perilaku kekerasan.

c. Bagi Penulis

Sebagai sarana dan alat untuk menambah pengetahuan dan

memperoleh pengalaman khususnya di bidang keperwatan jiwa.

d. Bagi Keluarga

Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang perawatan

gangguan jiwa terutama pada anggota keluarga khususnya dengan

klien yang mengalami gangguan jiwa perilaku kekeras


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Dasar Resiko Perilaku Kekerasan

2.1 Definisi

Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang

diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan

merusak lingkungan. Respons ini dapat menimbulkan kerugian baik

bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Keliat,dkk, 2011).

Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan

ungkapan kemarahan yang dimanisfestasikan dalam bentuk fisik.

Kemarahan merupakan suatu komunikasi atau proses penyampaian

pesan individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin

menyampaian pesan bahwa ia “tidak setuju, merasa tersinggung, merasa

tidak dianggap, merasa tidak dituntut atau diremehkan” (Yosep, 2011).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada

dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh

gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati, 2010).

2.2 Rentang Respon

Perilaku atau respon kemarahan dapat berflutuatif dalam rentang

adaptif sampai maladaptif. Rentang respon marah menurut (Fitria,

2010). Dimana amuk dan agresif pada rentang maladaptif, seperti


gambar berikut:

Rentang Respon

Adaptif

Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Perilaku

Kekerasam Gambar 2.1 Rentang Respon Perilaku Kekerasan (Fitria,

2010)

Keterangan:

Asertif :Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.

Frustasi :Kegagalan mencapaiu tujuan karena tidak


realistis/terhambat.

Pasif :Respon lanjutan dimana klien tidak mampu


mengungkapkan perasaannya.

Agresif : Perilaku destruktif tapi masih

terkontrol. Amuk : Perilaku destruktif dan

tidak terkontrol.

2.3 Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan

faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi

perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:


1. Psikologis : kegagalan yang dialami dapat

menimbulkan frutasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk.

Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditilak,

dihina, dianiaya.

2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat

melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau

diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi

perilaku kekerasan.

3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara

diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku

kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang

diterima (permissive).

4. Bioneurologis banyak bahwa kerusakan sistem limbik,

lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter

turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Prabowo, 2014).

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan atau

interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti ini kelemahan fisik

(penyakit fisik), keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang

kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula

dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah

pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintainya atau pekerjaan dan

kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain interaksi yang


profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan (Prabowo,

2014).

2.4 Etiologi

Faktor penyebab terjadinya kekerasan sebagai berikut


(Direja, 2011):

a. Faktor Preedisposisi

1) Faktor psikologi
7
a. Terjadi asumsi, seseorang untuk mencapai suatu

tujuan mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang

memotivasi perilaku kekerasan.

b. Berdasarkan pengunaan mekanisme koping

individu dan masa kecil yang tidak menyenangkan dan frustasi.

c. Adanya kekerasan rumah tangga, keluarga, dan


lingkungan.

2) Faktor Biologis

Berdasarkan teori biologi, ada beberapa yang mempengaruhi

perilaku kekerasan:

a. Beragam komponen sistem neurologis mempunyai

implikasi dalam menfasilitasi dan menghambat impuls agresif.

b. Peningkatan hormon adrogen dan norefineprin

serta penurunan serotin pada cairan serebro spinal merupakan faktor

predisposisi penting menyebabkan timbulnya perilaku agresif

seseorang.

c. Pengaruh genetik, menurut penelitian perilaku

agresif sangat erat kaitannya dengan genetic termasuk genetik tipe

kariotipe XYY, yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara atau

tindak criminal.

d. Gangguan otak, sindrom otak genetik berhubungan

dengan berbagai gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic

dan lobus temporal), kerusakan organ otak, retardasi terbukti

berpengaruh terhadap perilaku agresif dan perilaku kekerasan.


3) Faktor Sosial Budaya

Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini

mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak

diterima akan menimbulkan sanksi. Budaya dimasyarakat dapat

mempengaruhi perilaku kekerasan.

b. Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa

terancam, baik berupa injuri secara fisik, psikis atau ancaman konsep

diri. Beberapa faktor perilaku kekerasan sebagai berikut:

1. Klien : kelemahan fisik, keputusasaan, ketidak

berdayaan, kehidupan yang penuh agresif, dan masa lalu yang tidak

menyenangkan.

2. Interaksi : penghinaan, kekerasan, kehilangan orang

yang berarti, merasa terancam baik internal maupun eksternal.

3. Lingkungan : panas, padat, dan bising.

2.5 Tanda dan Gejala

Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan

gejala perilaku kekerasan: (Yosep, 2011)

1. Fisik: muka merah dan tegang, mata melotot atau

pandangan tajam, tangan mengepal, postur tubuh kaku, jalan mondar

mandir.

2. Verbal: bicara kasar, suara tinggi, membentak


atau berteriak, mengancam secara fisik, mengumpat

dengan kata-kata kotor.


3. Perilaku: melempar atau memukul benda pada orang lain,

menyerang orang lain atau melukai diri sendiri, merusak lingkungan,

amuk atau agresif.

4. Emosi: tidak ade kuat, dendam dan jengkel, tidak berdaya,

bermusuhan, mengamuk, menyalahkan dan menuntut.

5. Intelaktual: cerewet, kasar, berdebat, meremehkan.

6. Spiritual: merasa berkuasa, merasa benar sendiri,

mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasan orang lain, tidak

peduli dan kasar.

7. Sosial: menarik diri, penolakan, ejekan, sindiran.

2.6 Patofisiologi

Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat

menimbulkan marah. Respon terhadap marah dapat di ekspresikan

secara eksternal maupun internal. Secara eksternal ekspresi marah dapat

berupa perilaku konstruktif maupun destruktif. Mengekspresikan rasa

marah dengan kata-kata yang dapat di mengerti dan diterima tanpa

menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa lega, ketegangan

akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi. Rasa marah

diekspresikan secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif,

menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah

berkepanjangan dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada

diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Yosep, 2011).


Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan marah karena

merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau

melarikan
diri dari rasa marahnya, sehingga rasa marah tidak terungkap.

Kemarahan demikian akan menimbulkan rasa bermusuhan yang lama,

pada suatu saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan

pada suatu saat dapat menimbulkan kemarahan yang destruktif yang

ditujukan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Dermawan &

Rusdi, 2013).

2.7 Pohon Masalah

Pohon masalah perilaku kekerasan (Yosep, 2011)

Resiko mencederai diri sendiri,

orang lain dan lingkungan.

Resiko Perilaku Kekerasan


Harga Diri Rendah

Gambar 2.2 Pohon masalah perilaku kekerasan (Yosep, 2011)

2.8 Penatalaksanaan

a. Farmakologi

Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan

yang tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai

dosis efektif tinggi contohnya : clorpromazine HCL yang digunakan

mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat dipergunakan

dosis efektif rendah, contoh : Trifluoperasine estelasine, bila tidak ada


juga maka dapat digunakan transquelillzer bukan obat anti

psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduannya

mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.

b. Terapi Okupasi

Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini

bukan pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk

melakukan kegiatan dan mengembalikan maupun berkomunikasi,

karena itu didalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan terapi

sebagai bentuk kegiatan membaca koran, main catur, setelah mereka

melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang

pengalaman dan arti kegiatan itu bagi dirinya.

c. Peran serta keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan

perawatan langsung pada setiap keadaan pasien. Perawat membantu

keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan yaitu, mengenal

masalah kesehatan, membuat keputusan kesehatan, memberi perawatan

pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat,

dan menggunakan sumber daya pada masyarakat. Keluarga yang

mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah

perilaku maladaptive (primer), mengulangi perilaku maladaptive

(sekunder) dan memulihkan perilaku maladaptive dan adaptive

sehingga derajat kesehatan pasien dan keliuarga dapat ditingkatkan

secara optimal.
d. Terapi Somatik

Menurut Deskep RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi

somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa dengan

tujuan mengubah perilaku tindakan yang ditujukan pada kondisi fisik

pasien, tetapi target terpai adalah perilaku pasien (Prabowo, 2014).


BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN

Identitas Klien

Nama : Tn. AS

Umur : 28 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Suku/Bangsa : Minahasa/ Indonesia

Alamat : Maumbi

No. RM :-

Tanggal MRS : 2 Desember 2013

Tanggal Pengkajian : 29 November 2021 Jam 10.00 WITA

2. Alasan Masuk: klien mengatakan saat itu ia dalam keadaan mabuk alcohol dan

mendengarkan bisikan-bisikan untuk membunuh seseorang, sehingga ia

melakukan penusukan pada seorang tukang bakso menggunakan obeng hingga

korban tewas.

3. Keluhan saat di kaji: Saat di kaji klien tampak tenang klien mengatakan masih

sangat sering mendengarkan bisikan-bisikan anak kecil .

Faktor Predisposisi

a. Saat ini merupakan pengobatan pertama klien


b. Klien pertama kalin MRSJ pada tahun 2013

c. Di dalam anggota keluarga hanya klien megalami penyakit ini

d. Klien sering marah-marah dan berteriak

Masalah keperawatan :Halusiansi

1) Resiko gagguan presepsi sensori : halusinasi pendengaran

Pemeriksaan Fisik

a. Tanda-tanda Vital

TD :120/80 mmHg N: 80 x/m R: 20x/m SB: 36 c

b. Tinggi badan :165 Cm Berat badan: 50 kg

c. Keluhan fisik : tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan.

6. Psikososial

a. Genogram (tiga Generasi )

A B

Keterangan :

A : Orang Tua Pihak Laki-laki


B : Orang Tua Pihak Perempuan

: laki-laki

: Perempuan

------ : Tinggal Serumah

: Meninggal Duni

: Klien

b. Konsep diri

1) Gambaran diri : klien mengatakan ia menyukai semua bagian tubuhnya,

tidak ada yang paling disukai dan tidak ada yang tidak disukai.

2) Identitas diri : klien menyadari dirinya terlahir sebagai seorang laki-laki

3) Peran diri: klien mengatakan dirinya sering melakukan kegiatan didalam

ruangan,biasanya ia berperan dalam melipat pakaian yang ada.

4) Ideal diri : klien berharap ingin cepat sembuh dan di jemput oleh

keluarganya untuk pulang bertemu dengan keluarganya

5) Harga Diri : klien mengatakan tidak malu saat akan pulang kerumahnya

karena ia jarang bergaul dengan tetangga disekitarnya.

Masalah Keperawatan: Tidak terdapat masalah keperawatan

c. Hubungan sosial :

Klien mengatakan suka mengikuti kegiatan dalam rumah sakit (seperti

ibadah, olahraga, dan kegiatan lain)

Klien mengatakan jarang bergaul dengan teman di dalam maupun di luar

selnya, klien lebih suka berjongkok di samping kasur.


Masalah keperawatan : Isolasi Sosial

d. Spiritual : Klien menganut Agama Kristen Protestan

Kegiatan Ibadah : klien mengatakan jika ada kegiatan ibadah sering

mengikutinya.

7. Status Mental

a. Penampilan fisik : Klien tampak bersih, tidak berbau, selalu ganti pakaian

setelah mandi.

Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan

b. Pembicaraan : klien bicara terus terang ketika ditanyakan.

Masalah keperawatan : Tidak terdapat masalah keperawatan

c. Aktivitas Motorik : klien jarang di tempat tidur, klien sering berjongkok di

samping tempat tidur

d. Alam perasaan: Klien mengatakan sering mendengar suara-suara tanpa

wujud dan memanggilnya untuk memukuli orang lain.

Masalah keperawatan : Halusinasi pendengaran dan isolasi sosial

e. Afek lebih: afek klien tumpul, klien bisa berespon dengan stimulus yang

kuat baru klien berespon.

Masalah keperawatan :Halusinasi

f. Interaksi selama wawancara : kontak mata klien kurang dan saat bicara terus

terang ketika ditanya tetapi kadang berbicara hal – hal yang aneh.

Masalah keperawatan :Halusinasi


g. Persepsi : Klien mengatakan mendengar suara tanpa wujud yang menuruh-

nyuruh klien dimana sering terdengar di saat klien melamun dan suara itu

menyuruh untuk memukuli orang lain.

Masalah keperawatan :Halusinasi Pendengaran

h. Proses pikir : klien menjawab pertanyaan sesuai dengan yang di tanya

dengan respon cukup baik, pembicaraan klien kadang berhenti lalu di

lanjutkan kembali

Masalah keperawatanpertan :Halusinasi

i. Isi pikir: saat berinteraksi dengan klien tidak di temukan adanya waham,

obsesi dan fobia.

Masalah keperawatan :tidak ada masalah

j. Tingkat kesadaran : saat wawancara klien sadar, klien tidak mengalami

disorientasi: waktu, tempat dan orang lain, klien mampu mengenal waktu

saat pagi,siang, sore dan malam di RSJ klien mengenal yang merawatnya

adalah perawat yang di ruangan.

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

k. Memori : kliendapat menggingat kejadian masa lalu yang menyebabkan dia

stress

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung: klien mampu berkonsentrasi dalam

menjawab pertanyaan dan mampu berhitung 1-10.

m. Kemampuan penilaian: klien memiliki gangguan kemampuan penilaian

ringan, di mana klien dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan


bantuan orang lain (perawat), misalnya dengan memberikan kesempatan

pada klien untuk memilih, mandi dulu sebelum makan atau makan dulu

sebelum mandi, setelah di beri penjelasan ternyata klien dapat mengambil

keputusan dengan benar yaitu mandi dulu sebelum makan.

n. Daya tilik diri : klien menyadari dirinya sakit dan di rawat di Rumah Sakit

Jiwa.

8. Kebutuhan

a. Makan/ minum: Mandiri ( diarahkan)

b. BAB/BAK: Mandiri ( diarahkan)

c. Mandi: Mandiri ( diarahkan)

d. Berpakaian/ berhias: Mandiri ( diarahkan)

e. Istirakat dan tidur: Mandiri ( diarahkan)

f. Penggunaan obat:Mandiri (diarahkan)

g. Pemeliharaan kesehatan: Mandiri ( diarahkan)

9. Mekanisme Kopimg

a. Adaptif : klien bicara dengan orang lain jika di ajak bicara.

b. Maladaptive: klien menggatakan jika punya masalah klien memendamnya

sendiri dan tidak menggungkapkanya kepada orang lain.

Masalah keperawatan :Halusinasi

10. Masalah psikososial dan lingkungan


a. Masalah dengan lingkungan kelompok, spesifik: klien kurang bergaul dengan

orang lain, klien lebih suka menyendiri dan berjongkok di samping tempat

tidurnya.

b. Masalah berhubungan dengan pendidikan, spesifik: klien memiliki latar

belakang pendidikan SMA.

c. Masalah dengan pekerjaan, spesifik : Klien tidak memiliki riwayat bekerja

d. Masalah dengan perumahan spesifik : tidak ada masalah.

e. Masalah dengan ekonomi, spesifik : -

f. Masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik : Terkadang klien sering

bertanya kapan berhenti minum obat.

11. Aspek medik

a. Diagnosa medik : Skizofrenia Paranoid

b. Terapi medis :

Resperidon 2 mg 3 x 1 tab: rute oral, warna oranye

STELOSIS 5 mg 2x 1 tab

THP 2mg 2 x 1 tab

Clorilex 100 mg, 0-0-1

POHON MASALAH

Resiko menciderai diri sendiri dan

orang lain
Effect : Dampak

Core problem: Masalah utama Prilaku Kekerasan

Cause : Penyebab Halusinasi pendengaran

ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


DS : klien mengatakan sering Gangguan Gangguan persepsi

mendengarkan suara bisikan- pendengaran sensori

bisikan di telinganya

DO :

Klien tampak gelisah

Klien tampak mondar mandir

Klien memiliki tatapan kosong


2. DS : klien mengatakan ia sering Halusinasi Resiko prilaku

mengalami halusinasi kekerasan

pendengaran, mendengar

bisikan-bisikan ditelinganya.

Klien pernah memiliki riwayat


kriminal dikarenakan

mendengarkan bisikan untuk

membunuh seseorang

DO : klien tampak sering

menghayal

Klien tampak suka murung

Klien tampak sering menyendiri


3. DS : klien mengatakan lebih Perubahan status Isolasi social

senang sendiri mental

DO : klien tampak lebih senang

menyendiri

Klien tampak lebih asyik dengan

pikirannya sendiri

Klien tampak tidak bergairah

Klien memiliki tatapan kosong.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. D.0085 Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pendengaran d.d klien


mengatakan sering mendengarkan bsisikan-bisikan yang aneh-aneh di telinganya.

2.D.0146 Resiko prilaku kekerasan b.d halusinasi

3. D. 0121 Isolasi social b.d perubahan status mental d.d klien mengatakan lebih
senang menyendiri dank lien tampak lebih senang menyendiri
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan Keperawatan
Keperawatan Tujuan Kriteria Intervensi
Hasil
1 D.0085 Gangguan L.09083 - Distorsi I.09288 Manajemen
persepsi sensori b.d Persepsi sensori Halusinasi
gangguan Sensori menurun Observasi
pendengaran d.d Setelah -monitor prilaku yang
klien mengatakan dilakukan - Perilaku mengindikasi
sering tindakann halusinasi halusinasi
mendengarkan keperawatan menurun Terapeutik
bsisikan-bisikan selama 2x5 -diskusikan perasaan
yang aneh-aneh di jam diharapkan dan respon terhadap
telinganya. Persepsi halusinasi.
Sensori Edukasi
Membaik - Anjurkan melakukan
distraksi (mis.
melakukan aktivitas
dan teknik relaksasi)
- Ajarkan klien cara
mengontrol halusinasi
- Kolaborasi
pemberian obat
antipsikotik
2 D.0146 Resiko L.09076 -alam I. 14544 Pencegahan
prilaku kekerasan Kontrol Diri perasaan Perilaku Kekerasan
b.d halusinasi Setelah depresi Observasi
dilakukan menurun - Monitor adanya
tindakann benda yang berpotensi
keperawatan yang membahayakan
selama 2x5 Terapeutik
jam diharapkan - Latih mengurangi
Kontrol Diri kemarahan secara
Meningkat verbal dan non verbal
dengan cara terapkan
teknik relaksasi atau
berbicara
3. D. 0121 Isolasi L.13115 -minat I.13498 promosi
social b.d perubahan Keterlibatan terhadap sosialisasi
status mental d.d sosial aktivitas Observasi
klien mengatakan Setelah meningkat -identifikasi
lebih senang dilakukan -prilaku kemampuan
menyendiri dank tindakann menarik diri melakukan interaksi
lien tampak lebih keperawatan menurun dengan orang lain.
senang menyendiri selama 2x5
jam diharapkan Terapeutik
Keterlibatan -motivasi
sosial meningkatkan
meningkat keterlibatan dalam
suatu hubungan
-motivasi dalam
berinteraksi di luar
lingkungan.

Edukasi
-anjurkan berinteraksi
dengan orang lain
secara bertahap

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

 HARI PERTAMA
Selasa, 30 November 2021

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Gangguan Persepsi - Menganjurkan melakukan S:
Sensori b.d gangguan distraksi (mis. melakukan Klien mengatakan masih
pendengaran aktivitas dan teknik relaksasi) sering mendengar suara
- Mengajarkan klien cara menyuruh memukuli orang
mengontrol halusinasi lain
- Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik O:
-Klien tampak masih tidak
tenang
-Klien tampak masih
sering mondar-mandir
-klien tampak seperti
orang kebinggungan

A:
- Anjurkan melakukan
distraksi (mis. melakukan
aktivitas dan teknik
relaksasi)
- Ajarkan klien cara
mengontrol halusinasi
- Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik

P:
Intervensi manajemen
halusinasi dilanjutkan
Resiko prilaku - Monitor adanya benda yang S:
kekerasan b.d berpotensi yang - klein mengatakan masih
halusinasi membahayakan sering mendengarkan
- Latih mengurangi bisikan-bisikan hal-hal
kemarahan secara verbal dan aneh
non verbal dengan cara
terapkan teknik relaksasi atau O:
berbicara -Klien tampak sering
menghayal

A:
- Monitor adanya benda
yang berpotensi yang
membahayakan
- Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan non verbal dengan
cara terapkan teknik
relaksasi atau berbicara

P: Intervensi pencegahan
perilaku kekerasan
dilanjutkan

Isolasi social b.d -identifikasi kemampuan S:


perubahan status melakukan interaksi dengan - Klien mengatakan belum
mental d.d klien orang lain. bisa bersosialisasi dengan
mengatakan lebih -motivasi meningkatkan orang lain tapi akan
senang menyendiri keterlibatan dalam suatu mencoba
dank lien tampak lebih hubungan
senang menyendiri -motivasi dalam berinteraksi O:
di luar lingkungan. - klien masih tampak
-anjurkan berinteraksi dengan sering menyendiri
-klien tampak belum bisa
orang lain secara bertahap
bersosialisasi dengan
orang di luar

A:
-identifikasi kemampuan
melakukan interaksi
dengan orang lain.
-motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
hubungan
-motivasi dalam
berinteraksi di luar
lingkungan.
-anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
P:
Intervensi promosi
sosialisasi dilanjutkan

 HARI KEDUA
Rabu, 01 Desember 2021

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Gangguan Persepsi - Menganjurkan melakukan S:
Sensori b.d gangguan distraksi (mis. melakukan Klien mengatakan masih
pendengaran aktivitas dan teknik relaksasi) mendengar suara-suara
- Mengajarkan klien cara tetapi klien sudah tau
mengontrol halusinasi bagaimana cara untuk
- Kolaborasi pemberian obat menghardik halusinasi
antipsikotik
O:
-Klien tampak mulai
tenang
-klien masih tampak
seperti orang
kebinggungan

A:
- Anjurkan melakukan
distraksi (mis. melakukan
aktivitas dan teknik
relaksasi)
- Ajarkan klien cara
mengontrol halusinasi
- Kolaborasi pemberian
obat antipsikotik

P:
Intervensi manajemen
halusinasi dilanjutkan
Resiko prilaku - Monitor adanya benda yang S:
kekerasan b.d berpotensi yang - klein mengatakan masih
halusinasi membahayakan sering mendengarkan
- Latih mengurangi bisikan-bisikan hal-hal
kemarahan secara verbal dan aneh tetapi sudah mulai
non verbal dengan cara menghardik halusinasi
terapkan teknik relaksasi atau tersebut
berbicara
O:
-Klien tampak masih
sering menghayal

A:
- Monitor adanya benda
yang berpotensi yang
membahayakan
- Latih mengurangi
kemarahan secara verbal
dan non verbal dengan
cara terapkan teknik
relaksasi atau berbicara

P: Intervensi pencegahan
perilaku kekerasan
dilanjutkan
Isolasi social b.d -identifikasi kemampuan S:
perubahan status melakukan interaksi dengan - Klien mengatakan mulai
mental d.d klien orang lain. mencoba berinteraksi
mengatakan lebih -motivasi meningkatkan dengan teman perawat
senang menyendiri keterlibatan dalam suatu yang ada
dank lien tampak lebih hubungan
senang menyendiri -motivasi dalam berinteraksi O:
di luar lingkungan. - klien masih tampak
-anjurkan berinteraksi dengan sering menyendiri
-klien tampak mulai bisa
orang lain secara bertahap
bersosialisasi dengan
orang di luar

A:
-identifikasi kemampuan
melakukan interaksi
dengan orang lain.
-motivasi meningkatkan
keterlibatan dalam suatu
hubungan
-motivasi dalam
berinteraksi di luar
lingkungan.
-anjurkan berinteraksi
dengan orang lain secara
bertahap
P:
Intervensi promosi
sosialisasi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai