Disusun oleh:
1
RANCANG BANGUN SIMULASI OPERASI
MANUVER JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN
MENENGAH 20 kV PENYULANG MJO-12
BERBASIS PLC DAN SCADA
DI PT PLN (PERSERO) UP3 KLATEN
1. Alfian 3.39.15.1.09
2. Hardin 3.39.15.1.11
3. Nima
4. Nuri
2
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Semarang,
Penulis
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
iii
HALAMAN PENGESAHAN
iv
KATA PENGANTAR
v
ABSTRAK
Perusahaan Listrik Negara dalam memberikan pelayanan yang terbaik ke pelanggan diperlukan
cara agar wilayah padam tidak meluas dan mengganggu daerah lainnya. Sehingga dilakukan
manuver jaringan distribusi. Manuver jaringan berupa pelimpahan beban yang dilakukan dengan
membuka atau menutup peralatan hubung/switching pada titik perbatasan antar penyulang dan
koordinasi dengan penyulang lain. Pengoperasian setiap peralatan ini dapat dioperasikan
menggunkan Supervisory Control And Data Acquisition (SCADA) maupun lokal. Pelimpahan
beban sendiri berarti proses melimpahkan beban dari suatu penyulang ke penyulang lainnya.
Manuver jaringan distribusi saat akan dilakukan pekerjaan maupun terjadi gangguan yang berada
di wilayah sebelum recloser, maka beban setelah recloser harus dilimpahkan agar tidak padam.
Pengoperasian beberapa peralatan switching berupa relay pada jaringan, dapat menggunakan
SCADA atau secara jarak jauh seperti LBS, Recloser dan PMT dan dapat secara lokal.
Pengoperasian menggunakan SCADA ini dilakukan melalui Vijeo Citect Explorer yang terdapat
single line diagram Penyulang MJO-12. Simulasi ini dikontrol menggunakan Program Logic
Control (PLC) Schneider Modicon TM221ME32TK dan output yang disesuaikan dengan keadaan
lapangan seperti yang akan disimulasikan. Manuver jaringan distribusi dengan kontrol
menggunakan SCADA maupun secara lokal ini dapat mempermudah dan mempercepat dalam
pengamanan jaringan sebelum dilakukannya pekerjaan. Selain itu penggunaan manuver jaringan
menggunakan SCADA dapat mempercepat proses pelimpahan beban apabila terjadi gangguan.
Kata kunci : Manuver jaringan distribusi, PMT, Recloser, Load Break Switch (LBS), SCADA.
vi
ABSTRACT
The State Electricity Company in providing the best service to customers requires a way to
prevent the area from extending and disrupting other areas. So that the distribution network
maneuver is carried out. Network maneuvering in the form of load overload is done by opening or
closing the switching / switching equipment between the feeder border points and coordinating
with other feeders. The operation of each of these equipment can be operated using Supervisory
Control and Data Acquisition (SCADA) or locally. The overloading of the load itself means the
process of delegating the load from a feeder to another feeder. Distribution network maneuver
when the work will be done or there is a disruption in the area before the recloser, then the load
after the recloser must be delegated so as not to extinguish. The operation of some switching
equipment in the form of relays on the network, can use SCADA or remotely like LBS, Recloser
and PMT and can be locally. The operation using SCADA is done through Vijeo Citect Explorer
which contains a single line MJO-12 Feeder diagram. This simulation is controlled using the
Schneider Modicon TM221ME32TK Logic Control Program (PLC) and the output is adjusted to
the field conditions as will be simulated. Distribution network maneuvers with controls using
SCADA and locally can simplify and speed up network security before doing work. In addition, the
use of network maneuvers using SCADA can speed up the process of overloading in the event of a
disturbance
Key word : Manuver jaringan distribusi, PMT, Recloser, Load Break Switch (LBS), SCADA.
vii
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR LAMPIRAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem distribusi merupakan salah satu komponen penting dari PT PLN (Persero),
karena merupakan bagian yang bersentuhan langsung dengan pelanggan dalam
menyalurkan tenaga listrik. Pada jaringan distribusi, hampir setiap pekerjaan
melakukan pemadaman agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan aman,
adapun apabila terjadi gangguan berupa overload atau beban lebih maka Recloser
atau PMT akan mengalami trip agar gangguan tidak berlanjut, hal ini salah satu
penyebab padam yang tidak diinginkan sehingga penyaluran listrik terhenti.
pengoperasian secara manual apabila terjadi kegagalan sistem SCADA atau yang
biasa disebut dengan pengoperasian lokal.
Dengan latar belakang tersebut maka tugas akhir ini mengambil judul
“RANCANG BANGUN SIMULASI MANUVER JARINGAN DISTRIBUSI
TEGANGAN MENENGAH 20 kV BERBASIS PLC DAN SCADA DI PT PLN
(PERSERO) UP3 KLATEN”
Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:
Pada penulisan tugas akhir ini pembahasan dibatasi dalam empat bagian, yaitu :
1.5 Metode
Dalam pembuatan laporan Tugas Akhir ini, secara garis besar terdapat beberapa
metode pengumpulan data agar memperoleh data yang valid dan memperoleh
hasil laporan yang maksimal. Metode tersebut antara lain :
a. Interview
b. Observasi
c. Studi Literatur
Metode studi literatur untuk mengumpulkan dan mempelajari data atau tulisan
dengan menggunakan buku SOP Pemulihan Gangguan Penyulang 20 kV PT PLN
(Persero) UP3 Klaten yang tersedia di PT PLN (Persero) UP3 Klaten. Selain dari
buku-buku pendukung tersebut, referensi mengenai proses manuver jaringan
20kV kami peroleh dari internet.
d. Metode Bimbingan
Metode ini kami lakukan untuk mendapatkan pengarahan dan petunjuk pembuatan
Tugas Akhir hingga proses pembuatan Tugas Akhir dapat berjalan dengan lancar
dengan bimbingan dari Bapak Drs. Agus Adiwismono, M.Eng., dan Bapak Ari
Santoso, Drs. SST, M.Eng.
e. Metode Simulasi
Metode simulasi ini menggunakan alat peraga berupa hardware melalui perangkat
PLC berbasis SCADA.
Melakukan penulisan laporan yang merupakan hasil akhir dari Tugas Akhir ini.
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini kami membahas tentang hal-hal yang melatar belakangi tujuan dari
Manuver Jaringan Tegangan Menengah 20 kV GI Mojosongo, perumusan
masalah, Keaslian Tugas Akhir, Tujuan, Manfaat, Metode Penyusunan dan
Sistematika Penulisan.
Pada bab ini berisi teori-teori dasar yang mendukung pembuatan tugas akhir,
khususnya teori mengenai sistem distribusi tenaga listrik, macam-macam pola
distribusi jaringan primer, manuver pelimpahan beban jaringan distribusi 20 kV,
peralatan switching, PLC (Programmable Logic Controller) dan SCADA
(Supervisory Data And Acquisition).
Pada bab ini akan menjelaskan mengenai kondisi eksisting penyulang Mojosongo
12, penjelasan dan pembahasan tentang data hasil pengukuran, analisis terhadap
data pengujian simulator, diagram kerja simulator, analisa percobaan, dan cara
mengkoordinasikan peralatan switching penyulang Mojosongo 12 dalam bentuk
rancang bangun berbasis PLC dan SCADA.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan dari pengukuran dan pengujian
keseluruhan sistem dan saran yang menyempurnakan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
BAB II
LANDASAN TEORI
melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI)
sebagai pusat beban untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun
tegangan (step down transformer) menjadi tegangan 20 kV, 12 kV dan 6 kV pada
unit distribusi yang lebih dikenal dengan tegangan distribusi primer. Saat ini,
tegangan 20 kV pada saluran distribusi primer lebih dikembangkan oleh PLN.
Jaringan distribusi tenaga listrik adalah jaringan tenaga listrik yang memasok
kelistrikan ke beban (pelanggan) menggunakan tegangan menengah 20 kV dan
tegangan rendah 220-380 Volt atau 231-400 Volt. Jaringan distirbusi dengan
tegangan menengah 20 kV kemudian disebut dengan jaringan distribusi primer,
pada jaringan ini menggunakan :
Sistem radial pada jaringan distribusi merupakan sistem tenaga listrik yang
disalurkan secara radial melalui gardu induk ke konsumen-konsumen
dilakukan secara terpisah satu sama lainnya. Dalam feeder tersebut dipasang
9
Namun kehandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya.
Hal ini disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai
gardu distribusi. Jika terjadi gangguan pada feeder utama, maka seluruh gardu
akan ikut padam. Sistem radial ditunjukan pada Gambar 2.2
Setiap gardu distribusi akan mendapat supply dari dua penyulang. Sistem ini
memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan tambahan Automatic
Change Over Switch / Automatic Transfer Switch, setiap penyulang
terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga bila salah satu
penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke
penyulang lain.
Jaringan ini merupakan modifikasi dari jaringan radial yaitu jaringan radial
ganda atau dikenal dengan sebutan jaringan tie line. Hal ini berbeda dengan
konfigurasi jaringan radial biasa dengan setiap gardu distribusi hanya
memperoleh supply dari satu penyulang. Saat terjadi gangguan atau proses
pemeliharaan maka jaringan dapat dipindahkan ke penyulang lainnya. Hal ini
mengakibatkan kehandalan sistem menjadi lebih baik. Jaringan ini dapat
ditemukan pada rumah sakit, bandara, dan pelanggan penting lainnya. Gambar
2.3 merupakan gambar sitem jaringan tie line.
Gambar 2.4 merupakan gambar jaringan sistem loop, dalam struktur ini saluran
harus mempunyai kapasitas yang cukup. Ukuran dari penghantar saluran utama
dirancang sama pada seluruh jaringan loop. Pemilihan ukuran penghantar
berdasarkan beban normal yang harus dibawa ditambah beban setengah loop
yang lain.
Hal yang perlu diperhatikan pada sistem ini apabila beban yang dilayani
bertambah, maka kapasitas pelayanan untuk sistem rangkaian tertutup ini
kondisinya akan lebih jelek. Tetapi jika digunakan titik sumber (Pembangkit
Tenaga Listrik) lebih dari satu di dalam sistem jaringan ini maka sistem ini
12
akan banyak dipakai dan akan menghasilkan kualitas tegangan lebih baik, serta
regulasi tegangannya cenderung kecil.
Selain bentuk-bentuk dasar dari jaringan distribusi yang telah ada, maka
dikembangkan pula bentuk-bentuk modifikasi, yang bertujuan meningkatkan
keandalan dan kualitas sistem. Salah satu bentuk modifikasi yang populer
adalah bentuk spindle, yang biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang
dalam keadaan dibebani, dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban.
Saluran 6 penyulang yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan
"working feeder" atau saluran kerja, dan satu saluran yang dioperasikan tanpa
beban dinamakan "express feeder". Fungsi "express feeder" dalam hal ini
selain sebagai cadangan pada saat terjadi gangguan pada salah satu "working
feeder", juga berfungsi untuk memperkecil terjadinya drop tegangan pada
sistem distribusi bersangkutan pada keadaan operasi normal. Dalam keadaan
normal memang "express feeder" ini sengaja dioperasikan tanpa beban. Perlu
diingat di sini, bahwa bentuk-bentuk jaringan beserta modifikasinya seperti
yang telah diuraikan di muka, terutama dikembangkan pada sistem jaringan
arus bolak-balik (AC). Jaringan sistem spindle ditunjukan pada gambar 2.5.
Dengan spesifikasi tersebut, bentuk jaringan pada gambar 2.6 ini hanya layak
untuk melayani daerah beban yang benar-benar memerlukan tingkat keandalan
dan kontinyuitas yang tinggi, antara lain: instalasi militer, pusat sarana
komunikasi dan perhubungan, rumah sakit, dan sebagainya. Karena bentuk ini
14
Struktur ini diterapkan pada area distribusi yang luas dengan beban yang besar
dan memerlukan kehandalan yang lebih untuk kelangsungan pelayanan
terhadap pelanggan[. Gambar sistem mesh/network ditunjukan pada gambar
2.6. Jaringan mesh/network memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu
kontinuitas pelayanan. Sebab semua titik beban terhubung paralel dengan
beberapa sumber tenaga listrik.
Ada tiga macam pola sistem distribusi utama yang dianut oleh PT PLN (persero)
di seluruh Indonesia. Untuk koordinasi, investasi, tingkat pelayanan, dan
keselamatan dalam rangka pengamanan sistem distribusi, suatu wilayah distribusi
hanya diperbolehkan untuk menganut salah satu pola yang cocok untuk
lingkungannya sesuai dengan pola pentanahan yang telah ada. Pola pentanahan ini
berpengaruh pada sistem konfigurasi jaringan, konstruksi jaringan dan koordinasi
sistem proteksi yang digunakan.
Sistem distribusi 20kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan
netral tahanan tinggi atau disebut juga dengan sistem distribusi pola 1 menurut
SPLN No.26 Tahun 1980 diterapkan di daerah perkotaan dan luar kota yang
padat penduduknya, tidak ada kesulitan teknik yang berarti dalam
pembangunannya dan tidak begitu mengganggu keindahan kota, contohnya di
Jawa Timur. Ketentuan mengenai sistem jaringan dan sistem pengamanan dari
sistem distribusi pola 1 diatur di dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.
70/150 kV 20 kV
500 Ω
1) PMT (Pemutus Tenaga) dipasang pada saluran utama di Gardu Induk yang
dilengkapi dengan OCR (Over Current Relay) atau Rele Arus Lebih dan
DGFR (Directional Ground Fault Relay) atau Rele Arus Tanah Terarah.
17
1) Tegangan nominal antar fasa sebesar 20kV, dan tegangan sebesar 20/ √ 3
untuk tegangan fasa-netral.
18
2) Sistem pentanahan dengan tititk netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu
Induk ditanahkan langsung, sepanjang jaringan kawat netral dipakai
bersama untuk tegangan menengah dan tegangan rendah di bawahnya.
3) Konstruksi jaringan pola 2 pada dasarnya adalah saluran udara. Dimana
pada saluran utama menggunakan kawat AAAC 240 mm2 fasa tiga dan 150
mm2 untuk kawat netral. Saluran percabangan menggunakan kawat AAAC
70 mm2 fasa tiga dan 55 mm2 untuk kawat netral. Percabangan satu fasa
kawat AAAC 55 mm2 fasa tiga dan 35 mm2 untuk kawat netral.
4) Sistem konfigurasi menggunakan konfigurasi radial dengan kemungkinan
saluran utama (main feeder) dapat di sambungkan secara loop dengan
penyulang lain yang terdekat.
5) Pada sistem ini kawat netral dikondisikan sebanyak mungkin dan merata
ditanahkan. Oleh karena itu kawat netral JTM dan JTR dihubungkan dan
dipakai bersama dimana pentanahannya dilakukan sepanjang JTM, JTR dan
dihubungkan pula pentanahan dari setiap instalasi rumah konsumen.
6) Sistem pelayanan JTM terutama mempergunakan jaringan 1 fasa yang
terdiri dari kawat fasa dan netrral, memungkinkan penggunaan trafo-trafo
kecil 1 fasa yang sesuai bagi beban-beban kecil yang letaknya berjauhan.
150 kV 20 kV
dari 20 km, perlu dipasang recloser ke-2 dan ke-3 pada jarak tertentu
sepanjang saluran utama atau cabang. Koordinasi antar recloser dilakukan
dengan memilih arus nominalnya dan mengurangi satu tingkat penyetelan
waktu operasi juga jumlah buka-tutup kontak relainya.
3) Recloser juga dikoordinasikan dengan SSO (Saklar Seksi Otomatis) atau
disebut juga sectionalizer, yang berfungsi untuk memisahkan saluran
utama ke dalam beberapa seksi agar saat terjadi gangguan permanen luas
daerah yang padam dapat diminimalisir.
4) Pada pola 2 SSO membuka saat rangkaian tidak ada arus dan tidak
menutup kembali. SSO bekerja berdasarkan penginderaan dan hitungan
kerja buka tutup kontak recloser saat terjadi arus hubung singkat.
5) FCO (Fuse Cut Out) dipasang pada titik percabangan antara saluran utama
dengan saluran cabang. FCO juga dipasang pada sisi primer trafo
distribusi 20 kV, gunanya untuk mengamankan jaringan yang berada di
sebelah hilirnya. FCO berfungsi sebagai pengaman beban lebih.
6) Tidak adanya tahanan netral, maka arus hubung tanah relatif menjadi
sangat besar dan berbanding terbalik dengan letak gangguan tanah,
sehingga perlu dan dapat dipergunakan alat pengaman yang dapat bekerja
cepat dan memanfaatkan rele dengan karakteristik waktu terbalik (Inverse
Time).
7) Arus gangguan fasa-tanah yang besar maka dapat dilakukan koordinasi
antara PMT dengan recloser atau recloser dengan pengaman lebur (Fuse
Cut Out) atau recloser dengan SSO (Sectionalizer)
8) Besarnya arus gangguan serta tingginya frekuensi dari kejadian gangguan
fasatanah, maka kemampuan peralatan pengaman harus disesuaikan
dengan kondisi tesebut, misalnya menghindari pengggunaan PMT dengan
minyak minimum.
70/150 kV 20 kV
1) Pengaman utama adalah PMT pada saluran utama Gardu Induk yabg
dilengkapi dengan OCR sebagai pengaman arus hubung singkat antar fasa
dan GFR sebagai pengaman arus hubung singkat fasa ke tanah.
2) PMT dikoordinasikan dengan recloser untuk mengatasi gangguan yang
bersifat temporer.
3) SSO dipasang pada saluran utama dan saluran cabang untuk membagi
jaringan ke dalam beberapa saksi sehingga daerah padam dapat
diminimalisir. SSO dikoordinasikan dengan urutan kerja recloser.
4) Recloser yang dipakai harus tipe dengan pengatur elektronik untuk
mendapatkan karakteristik waktu tetap bagi gangguan fasake tanah.
Demikian pula SSO perlu dilengkapi dengan penginderaan arus fasa tanah
yang rendah.
5) FCO dipasang sebagai pengaman terhadap gangguan permanen pada saluran
cabang yang tidak ditempatkan SSO dan pengaman sisi primer trafo
distribusi.
6) Arus gangguan fasa tanah pola 3 tidak terlalu besar, 1000 A untuk saluran
kabel tanah dan 300 A untuk sistem saluran udara, sehingga gangguan pada
lingkungan akibat arus tanah (step voltage) dan gangguan jaringan
telekomunikasi juga lebih sedikit.
7) Mengingat adanya tahanan netral, maka arus gangguan tanah variasinya
kecil sehingga tidak efektif bagi penggunaan relai arus lebih dengan
karakteristik waktu terbalik, sehingga dapat digunakan relai dengan
karakteristik waktu tetap yang lebih stabil efektif dan mudah penyetelannya.
22
Sebagai tolok ukur atas keberhasilan pada pengoperasian dapat dilihat dari
beberapa parameter, yaitu:
Ada 2 (dua) hal yang menyatan yang menjadi ukuran mutu listrik yaitu:
tegangan dan frekuensi.
Sebagai indikator adalah jumlah angka kecelakaan akibat listrik pada personil
dan kerusakan pada instalasi / peralatan serta lingkungan.
Sebagai indikator adalah angka susut jaringan, yaitu selisih antara energi yang
dikeluarkan oleh gardu / pembangkit dengan energi yang digunakan oleh
pelanggan.
1) Pencurian listrik
2) Kesalahan alat ukur
3) Kesalahan rasio CT
4) Kesalahan ukuran penghantar
5) Jaringan terlalu panjang
6) Faktor daya rendah
7) Kualitas konektor dan pemasangannya jelek
Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kelangsungan pelayanan, yaitu dari faktor
ketersediaan pasokan energi dari pembangkit sampai gardu induk dan faktor dari
sisi distribusi sendiri sebagai akibat dari:
Peralatan ini tidak memiliki kemampuan memutus atau menutup jaringan, bila
memiliki kemampuan ini sangat kecil. Perlu diketahui kemampuan memutus dan
kemampuan menutup merupakan dua hal yang berbeda. Misalnya sebuah pemutus
beban dengan kemampuan membuka hanya 200 A (arus nominal), tetapi memiliki
kemampuan menutup 10.000 A (arus hubung singkat).
26
ABSW merupakan salah satu peralatan jaringan yang berfungsi sebagai switching
(sakelar) yaitu peralatan yang dapat menghubungkan atau memisahkan jaringan
dalam kondisi tidak berbeban. Media kontaknya adalah udara yang dilengkapi
dengan peredam busur api / interrupter berupa hembusan udara yang berfungsi
sebagai peredam busur api yang ditimbulkan saat dibukanya pisau ABSW dalam
kondisi bertegangan. ABSW juga dilengkapi dengan isolator tumpu sebagai
penopang pisau ABSW, pisau kontak sebagai kontak gerak yang berfungsi
memutus dan menghubungkan ABSW.
Pada saat terjadi gangguan pada jaringan distirbusi, fungsi ABSW adalah untuk
melokalisir gangguan. Selain sebagai pemisah ABSW berfungsi untuk membagi
beban. Dalam konidisi operasi normal dua buah penyulang dipisahkan oleh
ABSW pada posisi buka/NO (Normaly Open). Titik posisi NO tidak selalu pada
ABSW tertentu saja, namun bisa dipindah ke ABSW lain yang sebelumnya pada
posisi tutup/NC (Normaly Close) yang berada pada batas pembagi/seksi atau zone,
pemindahan titik ABSW NO ini dengan mempertimbangkan regulasi beban antara
kedua penyulang yang disesuaikan dengan kemampuan/kapasitas dari masing-
masing penyulang. Pada kondisi tertentu untuk keperluan pemeliharaan atau
peralatan disuatu seksi diperlukan manuver (pelimpahan) beban dari penyulang
satu ke penyulang yang lainnya, untuk meminimalkan daerah padam. Kondisi
yang sifatnya hanya sementara ini tetap harus diperhitungkan koordinasi
pengamannya, sehingga apabila terjadi gangguan dimanapun titiknya, kinerja
pengaman jaringan akan tetap terpenuhi.
Saklar pemutus beban (Load Break Switch, LBS) merupakan saklar atau pemutus
arus tiga fasa untuk penempatan di luar (outdoor) pada tiang JTM, yang
dikendalikan secara elektronis. Saklar dengan penempatan di atas tiang ini
dioptimalkan melalui kontrol jarak jauh dan skema otomatisasi. Jenis pemutus
beban tergantung penggunaan bahan dari pemadaman busur api yang timbul pada
waktu pembukaan kontak pemutus (misalnya pemutus gas, pemutus udara
vacum). Kemampuan dalam memutus biasanya disesuaikan dengan rating arus
nominal saluran dimana alat ini ditempatkan, tetapi ia harus mampu melakukan
tugas penutupan dengan arus sangat besar (arus hubung singkat) tanpa mengalami
kerusakan.
Ciri-ciri LBS:
LBS dapat dioperasikan dalam keadaan berbeban (onload) namun tidak boleh
membuka saat terjadi gangguan berupa arus hubung singkat. Hal ini disebabkan
28
karena SF6 yang terdapat di dalam peredam busur api LBS memiliki kemampuan
terbatas terhadap besarnya arus yang melaluinya. Apabila pada saat terjadi
gangguan hubung singkat, LBS ikut membuka hal ini justru dapat menyebabkan
kerusakan pada LBS tersebut ataupun dikhawatirkan LBS bisa meledak.
LBS dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu secara lokal melalui panel kontrol
LBS maupun menggunakan Hook Stick atau secara remote melaui SCADA. Pada
panel kontrol LBS terdapat tombol operasi open/ close untuk mengoperasikan
kontak-kontak LBS saat melakukan manuver jaringan. Jika panel kontrol tidak
berfungsi, LBS dapat dioperasikan menggunakan hook stick dengan cara
mengaitkannya pada lubang handle operasi open/ close LBS
Jenis LBS yang digunakan pada Jaringan SUTM adalah Pole-Mounted Load
Break Switch. Sesuai dengan namanya Pole-Mounted LBS yang dipasang pada
tiang - tiang JTM (outdoor). Beberapa LBS jenis ini dilengkapi dengan fitur
sebagai Sectionalizer. LBS tipe ini dipasang pada main feeder dan berfungsi
sebagai pembatas tiap seksi-seksi jaringan untuk melokalisir daerah gangguan
maupun pemadaman.
Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker adalah suatu peralatan listrik yang
dapat menghubungkan atau memutuskan rangkaian listrik dalam keadaan normal
atau gangguan yang dilengkapi dengan alat pemadam bususr api. Pada kondisi
gangguan, operasi kontak PMT bekerja secara otomatis sesuai dengan perintah
29
dari relai pengaman. Bekerjanya kontak-kontak PMT ini akan menimbulkan busur
api karena besarnya arus yang mengalir. Oleh karena itu untuk meredam busur api
tersebut, kontak-kontak PMT berada di dalam tempat tertutup yang dilengkapi
dengan pemadam busur api yang dapat berupa minyak, udara, maupun gas SF 6.
Pembeian nama pada PMT ditandai dengan media isolasinya.
Pada saat terjadi gangguan, arus yang mengalir di jaringan menjadi sangat besar,
hal ini juga dirasakan oleh CT (Current Transformer). Fungsi CT adalah
mentranformasikan besaran arus yang terukur pada sisi primer ke sisi sekunder
CT sesuai dengan rasio CT tersebut. Jika arus yang terukur pada CT melebihi arus
setting relai proteksi, maka rele proteksi akan bekerja menutup kontaknya. Kontak
relai yang menutup tersebut akan mengalirkan sumber DC ke Trip Coil, kemudian
Trip Coil akan memerintahkan PMT untuk trip atau membuka kontak-kontaknya.
Pengoperasian PMT secara manual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
local melalui tombol operasi open/close PMT yang ada pada kubikel, maupun
secara remote (kontrol jarak jauh) melalui komputer dengan sistem SCADA.
Recloser merupakan pemutus tenaga yang dilengkapi dengan relai penutup balik
dan dipasang pada jaringan SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah). Relai
penutup balik pada dasarnya bukan merupakan jenis relai pengaman, namun dapat
digabungkan/ dipasangkan dengan relai hubung tanah atau relai arus lebih jika
terjadi gangguan yang bersifat sementara. Reclose artinya menutup kembali, oleh
karena itu recloser berfungsi untuk mengamankan peralatan jaringan SUTM
apabila terjadi gangguan hubung singkat yang sifatnya temporer atau permanen.
Bypass
ABSW
Disconnecting
Switch (DS)
PT
Recloser
Panel
Kontrol
Cara kerja recloser adalah untuk menutup balik dan membuka secara otomatis
yang dapat diatur selang waktunya, dimana pada sebuah gangguan temporer,
recloser tetap membuka sampai waktu setting yang di tentukan, kemudian
recloser akan menutup kernbali setelah gangguan itu hilang. Apabila gangguan
bersifat permanen, maka setelah membuka atau menutup balik sebanyak setting
yang telah ditentukan kemudian recloser akan membuka tetap (lock out).
Berwujud suatu saklar tunda waktu "On Delay" yang waktu tundanya dapat
disetel menurut kebutuhan. Berfungsi untuk menentukan sela waktu dari saat
PMT trip hingga saat PMT diperintahkan masuk kembali, dan dead time
element ini dimaksudkan agar PMT mempunyai kesempatan untuk
memadamkan busur api yang terjadi saat kontak-kontak PMT membuka.
Berwujud saklar tunda waktu "Off Delay" yang waktu tundanya dapat disetel
menurut kebutuhan. Berfungsi untuk memblock dead time element selama
beberapa waktu setelah bekerja memasukkan PMT. Blocking time element ini
dimaksudkan untuk memberi kesempatan PMT agar siap melakukan siklus
auto reclosing berikutnya.
33
PMT
CT
TC CC
C
GFR S
BT2
DT
BT
DT2
+
- DT1 BT1
Keterangan:
TC = Trip Coil
CC = Closing Time
PMT = Pemutus Tenaga/ CB
C = Counter/ Penghitung kerja rele
S = Saklar on-off
DT = Dead Time
BT = Blocking Time
Penempatan SSO:
Pada kondisi lock out kontak SSO dapat membuka secara otomatis, namun untuk
memasukkan kontak SSO kembali, petugas harus mendatangi lokasi pemasangan
SSO dan memasukkan kontak SSO dengan menggunakan hook stick.
Beban section merupakan beban yang dibatasi oleh dua buah peralatan pemisah
yang berdekatan, yang berupa LBS dan ABSW. Untuk menghitung beban section
ini diperlukam data pengukuran pada masing-masing fasa R, S, dan T di jaringan
tegangan menengah 20kV. Pada saat dilakukan pengukuran beban disebuah titik
ABSW/LBS, sesungguhnya beban yang terukur tersebut adalah beban dari titik
pengukuran hingga ujung jaringan tersebut. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan Amp Stick (Ampere Meter Stick). Sehingga untuk menghitung
beban section kita harus mengetahui di titik mana letak LBS dan ABSW pada
suatu penyulang, sehingga dengan mengurangi hasil pengukuran beban di awal
36
dengan hasil pengukuran beban dititik selanjutnya dapat diketahui berapa beban
tiap section tersebut.
Pengukuran beban per section ini pada dasarnya mengacu pada persamaan
Kirrchoff Current Low (KCL) dimana pada setiap titik percabangan dalam
rangkaian listrik, jumlah dari arus yang masuk kedalam titik itu sama dengan
jumlah arus yang keluar dari titik tersebut atau jumlah total arus pada sebuah titik
adalah nol.
I2
I1
I3
I4
ΣI = 0...........................................................................................................(2.3)
Atau
ΣI = I1 – I2 – I3 – I4.......................................................................................(2.4)
I1 = I2 + I3 + I4..............................................................................................(2.5)
37
Keterangan
Rugi-rugi atau losses dapat diartikan sebagai selisih antara energi listrik yang
disalurkan dengan energi yang diterima. Terjadinya rugi-rugi ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, seperti jauhnya daerah penyaluran tenaga listrik dari
sumber/suplai, ketidakseimbangan beban, umur peralatan, ukuran dan jenis
penghantar, dan sebagainya.
Cable 1% - 4%
Transformer 0,4% - 3%
Capasitors 0,5% - 2%
Low Voltage Switchgear 0,13% - 0,34%
Busbar 0,05% - 0,5%
Motor Control Centers 0,01%-0,4%
Medium Voltage Switchgear 0,006% - 0,02%
Load Break Switches 0,003%-0,025%
Outdoor Circuit Breaker 0,002%-0,015%
Terdapat dua jenis rugi-rugi pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya dan jatuh
tegangan. Rugi-rugi ini disebabkan karena panjangnya penghantar yang
digunakan dalam jaringan distribusi. Pada umumnya jaringan distribusi
menggunakan penghantar jenis tembaga atau alumunium. Namun, mahalnya
harga tembaga membuat penghantar jenis alumunium lebih banyak digunakan.
Sehingga untuk menghitung rugi-rugi pada jaringan distribusi kita perlu
38
mengetahui berapa nilai impedansi penghantar jenis AAAC (All Aloy Aluminium
Conductor), faktor daya jaringan, panjang penghantar dan beban pada saluran
tersebut.
Tabel 2.2 Nilai Tahanan (R) dan Reaktansi (XL) Penghantar AAAC
Luas
Jari2 GMR Impedansi urutan Impedansi urutan Nol
Penampang Urat
[mm] [mm] positif [Ohm / km] [Ohm / km]
[mm2]
16 2,2563 7 1,6380 2,0161 + j 0,4036 2,1641 + j 1,6911
25 2,8203 7 2,0475 1,2903 + j 0,3895 1,4384 + j 1,6770
35 3,3371 7 2,4227 0,9217 + j 0,3790 1,0697 + j 1,6665
50 3,9886 7 2,8957 0,6452 + j 0,3678 0,7932 + j 1,6553
70 4,7193 7 3,4262 0,4608 + j 03572 0,6088 + j 1,6447
95 5,4979 19 4,1674 0,3096 + j 0,3449 0,4876 + j 1,6324
120 6,1791 19 4,6837 0,2688 + j 0,3376 0,4168 + j 1,6324
150 6,9084 19 5,2365 0,2162 + j 0,3305 0,3631 + j 1,6180
185 7,6722 19 5,8155 0,1744 + j 0,3239 0,3224 + j 1,6114
240 8,7386 19 6,6238 0,1344 + j 0,3158 0,2824 + j 1,6034
Nilai jatuh tegangan yang disebabkan oleh penghantar dipengaruhi oleh besarnya
arus dan impedansi penghantar (V=I.Z), dimana Z = R+jX =Z θC dan nilai arus
(I) tertinggal terhadap tegangan (Vb) sebesar “θL” seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3. Besar sudut “θL”adalah sudut pada faktor beban = cos θL. Sehingga
diperoleh persamaan:
VD = I -θL × Z θC.....................................................................................(2.6)
= I (cos θL + sin θL)(R+jX)........................................................................(2.7)
= I {(Rcos θL + Xsin θL) – j(Rsin θL – Xcos θL)}.......................................(2.8)
Karena nilai (Rsin θL – Xcos θL) sangat kecil, sehingga besarnya rugi tegangan
dapat dihitung dengan:
VD = I (Rcos θL + Xsin θL)................................................................................(2.9)
Dengan demikian besarnya tegangan beban:
VR = VS - I (Rcos θL + Xsin θL)......................................................................(2.10)
Selisih antara tegangan sumber dan tegangan pada beban ini yang disebut dengan
drop tegangan yaitu:
VD (1 ph) = I (Rcos θL + Xsin θL)......................................................................(2.11)
40
Keterangan:
VS = Tegangan sumber (Volt)
Vb = Tegangan pada beban (Volt)
VR = Tegangan pada resistan (Volt)
VX = Tegangan pada reaktansi (Volt)
VD = Tegangan Drop (Volt)
I = Arus (Ampere)
R = Resistansi penghantar (ohm)
X = Reaktansi penghantar (ohm)
S = PR + QXL + Pb..........................................................................................(2.18)
S = I2.R + I2.jX + I2. Beban..........................................................................(2.19)
Pb = S-(PR + QXL)..........................................................................................(2.20)
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Pb < PS. Hal ini disebabkan
adanya rugi-rugi adalah selisih antara daya yang dihasilkan dengan daya yang
terukur pada beban, sehingga dapat dikatakan bahwa PR + QXL merupakan rugi
daya pada suatu jaringan distribusi.
Untuk sistem 3 fasa 4 kawat dengan beban tidak seimbang, persamaan rugi daya
(Power Losses) adalah sebagai berikut:
P Losses (3ph) = PLosses (R) + PLosses (S) + PLosses (T) + PLosses (N)......................................(2.25)
P Losses (3ph) = IR2 × R + IS2 × R + IT2 × R + IN2 × R........................................(2.26)
Q Losses (3ph) = QLosses (R) + QLosses (S) + QLosses (T) + QLosses (N)...................................(2.27)
Q Losses (3ph) = IR2 × X + IS2 × X + IT2 × X + IN2 × X.......................................(2.28)
(Electrical Power Distribution System: V Kamaraju)
Keterangan:
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pelimpahan beban antara
lain:
d. Bila tidak ada angin maka KHA dapat dikali dengan 0.7
Dalam perancangan dan analisa sebuah sistem tenaga listrik, sebuah software
aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi real sebelum sebuah
sistem direalisasikan. ETAP (Electric Transient and Analysis Program) Power
Station merupakan salah satu software aplikasi yang digunakan untuk
mensimulasikan sistem tenaga listrik. Dalam pembuatan tugas akhir ini
menggunakan ETAP 12.6.0.
Manfaat dari penggunaan software simulasi sistem tenaga listrik adalah dapat
digunakan sebagai salah satu alat bantu untuk mempercepat akurasi perhitungan
parameter jaringan secara teknis. Jika sistem yang dianalisis merupakan sistem
dalam skala besar, akan memerlukan waktu yang lebih lama jika harus dihitung
secara manual, dibandingkan dengan menggunakan software simulasi. Dengan
demikian hal tersebut dapat mempermudah di dalam analisa data jaringan.
Pada Analisa Aliran Daya (Load Flow Analysis) dengan menggunakan software
simulasi sistem tenaga listrik, bisa diperoleh besarnya tegangan, arus, dan aliran
daya disepanjang saluran yang telah digambarkan sesuai dengan single line
diagram penyulang. Software simulasi sistem tenaga listrik mampu melakukan
analisa pada sistem radial maupun loop. Pada analisa aliran daya software
simulasi sistem tenaga listrik disediakan fitur report manager yang dapat
memberikan hasil perhitungan ke dalam bentuk dokumen lain sesuai dengan yang
dibutuhkan, misalnya Microsoft Word, Microsoft Excel, atau PDF. Komponen-
komponen yang akan dilaporkan melalui report manager dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan komponen yang akan di analisa, misalnya losses pada saluran
yang disebabkan oleh penghantar.
Di dunia industri, sistem otomatis sangat diminati karena dapat menjamin kualitas
produk yang dihasilkan, memperpendek waktu produksi dan mengurangi biaya
untuk tenaga kerja manusia. Salah satu pengendali yang paling populer,
khususnya untuk sistem yang bekerja secara sekuensial, ialah Programmable
Logic Controller (PLC).
Dari kepanjangan PLC, kita dapat mengetahui definisi sederhana dari PLC itu
sendiri.
Secara umum, cara kerja sistem yang dikendalikan PLC cukup sederhana.
a. PLC Input device: benda fisik yang memicu eksekusi logika/program pada
PLC. Contoh: saklar dan sensor;
b. PLC Output device: benda fisik yang diaktifkan oleh PLC sebagai hasil
eksekusi program. Contohnya ialah motor DC, motor AC, solenoid dan
lain-lain.
Dari gambar nampak bahwa PLC memiliki komponen yang terhubung dengan
input device dan output device. PLC juga terhubung dengan PC untuk kebutuhan
pemrograman. Secara umum PLC terbagi dalam beberapa komponen berikut:
47
a. Power Supply
b. Processor
c. Memory
d. Input dan Output Module
e. Programming Device
a. 24 digital input
b. 16 digital output relay 220 / 24 V
c. 2 input analog tegangan
Pada Modul Ekspansi Schneider Modicon Digital Input TM3DI8 terdapat 8 input
24 VDC.
S : Supervisory (Pengawasan)
C : Control (Pengendalian)
Jadi secara sedehana sistem SCADA ialah sistem yang dapat melakukan
pengawasan, pengendalian dan akuisisi data terhadap sebuah plan.
Dari definisi tersebut nampak bahwa adanya “jarak yang jauh” merupakan alasan
mendasar dibutuhkannya sistem SCADA yang dilengkapi dengan sistem
komunikasi antar peralatan yang memadai.
a. Operator
HMI menampilkan data pada operator dan menyediakan input kontrol bagi
operator dalam berbagai bentuk, termasuk grafik, skematik, jendela, menu
pull-down, touch screen, dan lain sebagainya. HMI dapat berupa touch screen
device ataupun komputer itu sendiri.
p. Communication System
1) RS 232
2) Private Network (LAN/RS-485)
3) Switched Telephone Network
4) Leased lines
5) Internet
6) Wireless Communication systems
7) Wireless LAN
8) GSM Network
9) Radio Modems
51
Remote terminal unit (RTU) ialah Peralatan yang dipantau, atau diperintah dan
dipantau oleh master station. (SPLN S3.001: 2008). RTU merupakan unit slave
pada arsitektur master/slave. RTU mengirimkan sinyal kontrol pada peralatan
yang dikendalikan, mengambil data dari peralatan tersebut, dan mengirimkan
data tersebut ke MTU. Kecepatan pengiriman data antara RTU dan alat yang
dikontrol relatif tinggi dan metode kontrol yang digunakan umumnya closed
loop. Sebuah RTU mungkin saja digantikan oleh Programmable Logic
Controller (PLC).
BAB III
DATA PENYULANG DAN PEMBAHASAN
Dari single line diagram didapatkan bahwa penyulang MJO-12 pada gardu induk
Mojosongo disuplai melalui trafo II yang berkapasitas 60 MVA. Penyulang MJO-
12 memiliki lima belas daerah seksi utama yaitu pada :
52
53
Single Line Diagram pada penyulang Mojosongo 12 dapat dilihat pada gambar
3.1
54
Pada Gardu Induk Mojosongo terdapat dua transformator yang aktif digunakan
yaitu Trafo I berkapasitas 60 MVA dan Trafo II berkapasitas 60 MVA. Trafo II
dengan kapasitas 60 MVA merupakan trafo yang digunakan untuk melayani
penyulang MJO-12. Data spesifikasi trafo 2 berdasarkan nameplate dapat dilihat
pada tabel 3.1.
a. Penyulang MJO-04
Frekuensi 50 Hz
Karakteristik OCR
I> 480 A
TMS 0,25
Karakteristik GFR
I0> 200 A
TMS\ 0,3
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
r. Penyulang MJO-07
Frekuensi 50 Hz
Karakteristik OCR
I> 100 A
TMS 0,05
tset I>>> 0
Karakteristik GFR
I 0> 240 A
TMS\ 0,3
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
s. Penyulang MJO-09
Frekuensi 50 Hz
Karakteristik OCR
I> 480 A
TMS 0,2
tset I>>> 0
Karakteristik GFR
I 0> 240 A
TMS\ 0,3
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
61
t. Penyulang MJO-10
Frekuensi 50 Hz
Rasio CT 400/1 A
Frekuensi 50 Hz
Karakteristik OCR
I> 480 A
TMS 0,25
tset I>>> 0
Karakteristik GFR
I 0> 240 A
TMS\ 0,3
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
u. Penyulang MJO-12
Frekuensi 50 Hz
Karakteristik OCR
I> 400 A
TMS 0,10
Karakteristik GFR
I 0> 120 A
TMS\ 0,14
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
v. Penyulang BRG-02
Frekuensi 50 Hz
Rasio CT 600/5 A
Frekuensi 50 Hz
Karakteristik OCR
I> 400 A
TMS 0,10
Karakteristik GFR
65
I0> 150 A
TMS\ 0,14
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
w. Penyulang BRG-08
Frekuensi 50 Hz
Rasio CT 600/5 A
Frekuensi 50 Hz
66
Karakteristik OCR
I> 400 A
TMS 0,10
Karakteristik GFR
I0> 300 A
TMS\ 0,14
Reclose 1
Dead Time 8s
Reset 60s
Salah satu data yang dibutuhkan untuk menghitung rugi saluran distribusi adalah
panjang jaringan distribusi. Perhitungan jarak gawang pada jaringan distribusi
pada jarak rata-rata antar tiang sepanjang 50 m sesuai dengan panduan Standar
Konstruksi Distribusi PT PLN (Persero). Jaringan utama (main feeder)
menggunakan penghantar udara (SUTM). Jenis penghantar menggunakan kawat
AAAC (All Alloy Alumunium Conductor) dengan luas penampang 240 mm2.
67
Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser BY10-83 4,16 kms
2. Recloser BY10-83 s/d Recloser BY1-188/3 15,9 kms
Recloser BY1-188/3 s/d ABSW BY1-22/95,
3. 10,45 kms
ABSW BY1-22/108
Tabel 3.18 Panjang Zone Penyulang MJO-10
68
Tabel 3.22 Besarnya Nilai KHA dari Penghantar AAC dan AAAC
KHA Terus Menerus
KHA Terus Menerus
Luas Penampang Untuk Penghantar
Untuk Penghantar AAC
(mm2) AAAC
(Ampere)
(Ampere)
16 110 105
25 145 135
35 180 170
50 225 210
70 270 255
95 340 320
120 390 365
150 455 425
185 520 490
240 625 585
(Sumber: SPLN 64:1985 Petunjuk Pemilihan dan Penggunaan Pelebur Pada
Sistem Distribusi Tegangan Menengah, Tabel VIII)
Arus beban terus menerus maksimum, harus lebih kecil dari kuat hantar arus
(KHA) dari penghantar, besarnya KHA dapat terlihat pada tabel diatas, dengan
ketentuan daftar KHA penghantar yang dihitung atas dasar kondisi-kondisi
berikut :
3.2 Pembahasan
Perhitungan beban section dan zone ini pada dasarnya mengacu pada persamaan
Kirrchoff Current Law (KCL) dimana pada setiap titik percabangan dalam
rangkaian listrik, jumlah dari arus yang masuk kedalam titik itu sama dengan
jumlah arus yang keluar dari titik tersebut atau jumlah total arus pada sebuah titik
adalah nol, sesuai dengan persamaan 3.1 dan 3.2 berikut:
ΣI = 0..................................................................................................................(3.1)
ΣI = I1 – I2 – I3 – I4..............................................................................................(3.2)
Dalam perhitungan beban section berikut adalah perhitungan beban section dari
data pengukuran inspeksi peralatan switching jaringan tegangan menengah pada
penyulang utama (main feeder) MJO-12. Sedangkan untuk penyulang MJO-04,
MJO-07, MJO-09, MJO-10, BRG-02 dan BRG-08 dilakukan perhitungan beban
tiap zone, hal ini berkaitan dengan kapasitas PMT dan Recloser yang berpengaruh
pada saat manuver dan pelimpahan beban.
Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-04, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-04 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.2.
76
Pada penyulang MJO-04 terdapat 3 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY1-16/29, Zone 2 merupakan daerah setelah
Recloser BY1-16/29 hingga Recloser BY1-68/6, dan Zone 3 meupakan daerah
setelah Reloser BY1-68/6 hingga ABSW NO BY1-157A. Perhitungan beban
zone berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data
pada Tabel 3.25. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.
Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-07, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-07 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3.
80
Pada penyulang MJO-07 terdapat 2 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY7-75A, dan Zone 2 merupakan daerah
setelah Recloser BY7-75A hingga SSO NO BY1-223. Perhitungan beban zone
berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data pada
Tabel 3.26. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga
untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.
Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-09, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-09 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.4.
82
Pada penyulang MJO-09 terdapat 2 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY9-105, dan Zone 2 merupakan daerah
setelah Recloser BY9-105 hingga LBS NO SA2-190/42. Perhitungan beban
zone berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data
pada Tabel 3.27. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.
Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-10, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-10 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.5.
84
Pada penyulang MJO-10 terdapat 3 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY10-83, Zone 2 merupakan daerah setelah
Recloser BY10-83 hingga Recloser BY1-188/3, dan Zone 3 meupakan daerah
setelah Reloser BY1-188/3 hingga ABSW NO BY1-22/108. Perhitungan beban
zone berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data
pada Tabel 3.28. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.
I Section 10 = I SA2-190/39
= 123 A
I Section 10 = I SA2-190/39
= 125 A
I Section 10 = I SA2-190/39
92
= 129 A
Untuk menghitung beban zone pada penyulang BRG-02, diperlukan single line
diagram penyulang BRG-02 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.7.
93
Pada penyulang BRG-02 terdapat 4 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser SA2-64, Zone 2 merupakan daerah setelah
Recloser SA2-64 hingga LBS NO SA2-231, Zone 2a meupakan daerah setelah
Reloser SA2-175/5 hingga ujung, dan Zone 3 meupakan daerah setelah Reloser
SA2-224/7 hingga ujung. Perhitungan beban zone berikut adalah perhitungan
beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data pada Tabel 3.30. Kemudian hasil
perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga untuk mendapatkan hasil
perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.
Untuk menghitung beban zone pada penyulang BRG-08, diperlukan single line
diagram penyulang BRG-08 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.8.
97
Pada penyulang BRG-08 terdapat 2 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser SA8-76, dan Zone 2 meupakan daerah setelah
Reloser SA8-76 hingga LBS NO SA2-187. Perhitungan beban zone berikut adalah
perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data pada Tabel 3.31.
Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga untuk
mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.
Arus yang digunakan dalam perhitungan adalah arus rata-rata dari fasa R, S, T.
Pada sub-bab ini dihitung nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-04, MJO-07,
99
Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-04 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.16, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.25. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang MJO-04 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.44
dan single line diagram MJO-04.
cosθ = 0,98
cos-1 0,98 = 11,48°
sin 11,48° = 0,199
Σ I Zone 3 = Ī ∠ 11,48°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 64,6 (0,98 + j 0,199 )
= 63,31 + j12,86 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(63,31 × 0,139 × 13,95) + (12,86 × 0,35272 × 13,95)]
100
= √ 3 (122,76 + 63,28)
= 322,23 Volt
cosθ = 0,987
cos-1 0,987 = 9,249°
sin 9,249° = 0,161
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 9,249° + Σ I Zone 3
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (63,31 + j12,86)
= 90,7 ( 0,987 + j0,161 ) + (63,31 + j12,86)
= (88,83 + j14,6) + (63,31 + j12,86)
= 152,14 + j27,46
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(152,14 × 0,139 × 14) + (27,46 × 0,35272 × 14)]
= √ 3 (296,06 + 135,6)
= 747,66 Volt
cosθ = 0,994
cos-1 0,994 = 6,28°
sin 6,28° = 0,109
Σ I Zone 1 = Ī ∠ 6,28° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (152,14 + j27,46)
= 30,3 ( 0,994 + j0,109 ) + (152,14 + j27,46)
= (30,12+j3,3) + (152,14 + j27,46)
= 182,26 + j30,76
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(182,26 × 0,139 × 1,51) + (30,76 × 0,35272 × 1,51)]
= √ 3 (38,26 + 16,38)
= 94,64 Volt
Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-07 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.17, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.26. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang MJO-04 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.45
dan single line diagram MJO-04.
101
cosθ = 0,944
-1
cos 0,944 = 19,266°
sin 19,266° = 0,33
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 19,266°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 54,67 (0,944 + j 0,33 )
= 51,61 + j18,04 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(51,61 × 0,139 × 7,35) + (18,04 × 0,35272 × 7,35)]
= √ 3 (52,73 + 46,77)
= 172,34 Volt
cosθ = 0,9541
-1
cos 0,9541= 17,45°
sin 17,45° = 0,3
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 17,41° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (51,61 + j18,04)
= 11,63 ( 0,9541 + j0,3 ) + (51,61 + j18,04)
= (11,096 + j3,49) + (51,61 + j18,04)
= 62,71 + j21,53
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(62,71 × 0,139 × 3,78) + (21,53 × 0,35272 × 3,78)]
= √ 3 (32,95 + 28,71)
= 106,8 Volt
Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-09 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.18, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.27. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang MJO-09 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.46
dan single line diagram MJO-04.
cosθ = 0,977
cos-1 0,977 = 12,31°
sin 12,31° = 0,21
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 12,31°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 189,3 (0,977 + j0,21 )
= 189,95 + j39,75 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(189,95 × 0,139 × 30,3) + (39,75 × 0,35272 × 30,3)]
= √ 3 (800,01 + 424,82)
= 2121,47 Volt
cosθ = 0,994
cos-1 0,994 = 6,28°
sin 6,28° = 0,11
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 17,41° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (189,95 + j39,75)
= 0,4 ( 0,994 + j0,11 ) + (189,95 + j39,75)
= (0,398 + j0,044) + (189,95 + j39,75)
= 190,35 + j39,8
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(190,35 × 0,139 × 5,26) + (39,8 × 0,35272 × 5,26)]
103
= √ 3 (139,17 + 73,84)
= 368,94 Volt
104
Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-10 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.19, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.28. menghitung nilai jatuh
tegangan penyulang MJO-10 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.47 dan
single line diagram MJO-10.
cosθ = 0,9
cos-1 0,9 = 25,84°
sin 25,84° = 0,44
Σ I Zone 3 = Ī ∠ 25,84°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 79,67 (0,924 + j 0,44 )
= 71,7 + j35,06 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(71,7 × 0,139 × 10,45) + (35,06 × 0,35272 × 10,45)]
= √ 3 (104,15 + 129,23)
= 404,23 Volt
cosθ = 0,915
cos-1 0,915 = 23,79°
sin 23,79° = 0,4
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 23,79° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (71,7 + j35,06)
= 17,66 ( 0,915 + j0,4 ) + (71,7 + j35,06)
= (16,16 + j7,06) + (71,7 + j35,06)
105
= 87,86 + j42,12 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(87,86 × 0,139 × 15,9) + (42,12 × 0,35272 × 15,9)]
= √ 3 (194,18 + 236,22)
= 745,48 Volt
cosθ = 0,924
cos-1 0,924 = 22,48°
sin 22,48° = 0,38
Σ I Zone 1 = Ī ∠ 22,48° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (87,86 + j42,12)
= 12,67 ( 0,924 + j0,38 ) + (87,86 + j42,12)
= (11,71+j4,82) + (87,86 + j42,12)
= 99,57 + j46,94
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(99,57 × 0,139 × 4,67) + (46,94 × 0,35272 × 4,67)]
= √ 3 (57,58 + 68,88)
= 219,03 Volt
Nilai jatuh tegangan pada penyulang BRG-02 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.21, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.30. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang BRG-02 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.48
dan single line diagram BRG-02.
cosθ = 0,944
cos-1 0,944 = 19,27°
sin 19,27° = 0,33
Σ I Zone 3 = Ī ∠ 19,27°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 26 (0,944 + j 0,33 )
= 24,54 + j8,58 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(24,54 × 0,139 × 8,9) + (8,58 × 0,35272 × 8,9)]
= √ 3 (30,36 + 26,93)
= 99,23 Volt
cosθ = 0,96
cos-1 0,96 = 16,26°
sin 16,26° = 0,28
Σ I Zone 2a = Ī ∠ 16,26° + Σ I Zone 3
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (24,54 + j8,58)
= 36,3 ( 0,96 + j0,28 ) + (24,54 + j8,58)
= (34,85+ j10,16) + (24,54 + j8,58)
= 59,39 + j18,74 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(59,39 × 0,139 × 7,6) + (18,74 × 0,35272 × 7,6)]
= √ 3 (38,35 + 50,24)
= 153,44 Volt
cosθ = 0,963
cos-1 0,963 = 15,6°
sin 15,6° = 0,27
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 15,6° + Σ I Zone 2a
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (59,39 + j18,74
= 175,7 ( 0,963 + j0,27 ) + (59,39 + j18,74)
= (169,199+j47,44) + (59,39 + j18,74)
= 228,59 + j66,18 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
107
cosθ = 0,97
cos-1 0,97 = 14,07°
sin 14,07° = 0,24
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 14,07° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (228,59 + j66,18)
= 86 ( 0,97 + j0,24 ) + (228,59 + j66,18)
= (83,42+j20,64) + (228,59 + j66,18)
= 312,01 + j86,82 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(312,01 × 0,139 × 5,75) + (86,82 × 0,35272 × 5,75)]
= √ 3 (249,37 + 176,08)
= 736,9 Volt
Nilai jatuh tegangan pada penyulang BRG-08 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.22, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.31. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang BRG-08 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.49
dan single line diagram BRG-08.
cosθ = 0,932
-1
cos 0,932 = 21,25°
sin 21,25° = 0,36
108
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 21,25°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 130 (0,932 + j0,36 )
= 121,16 + j46,8 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(121,16 × 0,139 × 8,01) + (46,8 × 0,35272 × 8,01)]
= √ 3 (134,898 + 132,22)
= 462,67 Volt
cosθ = 0,94
cos-1 0,94 = 19,95°
sin 19,95° = 0,34
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 19,95° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (121,16 + j46,8)
= 73 ( 0,94 + j0,34 ) + (121,16 + j46,8)
= (68,62 + j24,82) + (121,16 + j46,8)
= 189,78 + j71,62
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(189,78 × 0,139 × 4,06) + (71,62 × 0,35272 × 4,06)]
= √ 3 (107,1 + 102,56)
= 363,14 Volt
Daerah zone 1 penyulang MJO-12 adalah PMT sampai dengan Recloser BY12-79
yang terletak pada jaringan utama. Beban pada zone 2 sebesar 150,4 A, beban
tersebut diperoleh dari pengukuran Zone 2 (Recloser BY12-79) dikurangi Zone 3
dan Zone 4, 184 – (25,6 + 8) = 150,4 A. Sehingga beban maksimal yang harus
dilimpahkan dari penyulang MJO-12 sebesar 150,4 A.
Rugi daya pada jaringan distribusi dipengaruhi oleh impedansi penghantar dan
besarnya arus yang mengalir pada jaringan tersebut. Untuk sistem 3 fasa 4 kawat,
rugi daya dipengaruhi oleh besarnya arus fasa R, S, T, dan arus netral.
Berdasarkan data pengukuran beban penyulang MJO-04, MJO-07, MJO-09, MJO-
10, BRG-02 dan BRG-08 menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak seimbang
karena besarnya arus fasa R,S,dan T tidak sama, sehingga arus pada titik netralnya
tidak bernilai nol. Karena tidak terdapat data pengukuran arus netral, maka untuk
memperoleh nilai arus netral dilakukan dengan perhitungan manual berdasarkan
data arus fasa R,S,dan T yang diasumsikan perbedaan sudut antar fasanya sebesar
120°. Dengan demikian dalam perhitungan nilai arus netral tersebut besaran
arusnya yang tidak sama namun sudutnya dianggap masih seimbang.
Untuk menghitung rugi daya pada penyulang MJO-04, MJO-07, MJO-09, MJO-
10, BRG-02 dan BRG-08 dibutuhkan besarnya arus total zone dan panjang
jaringan. Penghantar yang digunakan pada fasa R,S,T adalah jenis AAAC 240
mm2 sedangkan untuk penghantar netral menggunakan jenis AAAC 150 mm 2.
Nilai impedansi AAAC 240 mm2 sebesar (0,139 + j0,35272) ohm/km dan nilai
impedansi AAAC 150 mm2 sebesar (0,2162 + j0,3305) ohm/km sesuai dengan
SPLN No. 64 Tahun 1985.
IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
112
Σ IR Zone 3 = IR Zone 3
= 63 (cosθ + jsinθ)
= 63 (0,98 + j0,198)
= 63 (0,999∠ 11,422°)
= 62,937 ∠ 11,422°
= 61,690 + j12,463
113
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 118 (cosθ + jsinθ) + (61,690 + j12,463)
= 118 (0,987 + j0,16) + (61,690 + j12,463)
= 118 (0,999∠ 9,207°) + (61,690 + j12,463)
= 117,882 ∠ 9,207° + (61,690 + j12,463)
= (116,363+ j18,86) + (61,690 + j12,463)
= 178,053 + j31,324
= 180,787 ∠ 9,997°
Σ IS Zone 3 = IS Zone 3
= 71 (cosθ + jsinθ)
= 71 (0,98 + j0,198)
= 71 (0,999∠ 11,422°)
= 70,929 ∠ 11,422°
= 69,524 + j14,046
= 157,294 ∠ 10,797°
Σ IT Zone 3 = IT Zone 3
= 60 (cosθ + jsinθ)
= 60 (0,98 + j0,198)
= 60 (0,999∠ 11,422°)
= 59,94 ∠ 11,422°
= 58,782 + j11,876
Σ IN Zone 3 = IN Zone 3
= 8,990 ∠ 79,392°
= 1,665 + j8,837
= 48,606 – j20,231
= 52,64 ∠ 22,298°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang MJO-
04 ditunjukkan pada Tabel 5.51 dibawah ini:
Dari data Tabel 3.51 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-04. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar
IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
= 1,822 ∠ –2,549°
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 61 (cosθ + jsinθ)
= 61 (0,944 + j0,329)
= 61 (0,999∠ 19,214°)
= 60,939 ∠19,214 °
= 57,544+ j20,0548
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 51 (cosθ + jsinθ)
118
= 51 (0,944 + j0,329)
= 51 (0,999∠ 19,214°)
= 50,949 ∠19,214 °
= 48,110 + j16,767
Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2
= 10 (cosθ + jsinθ) + (48,110 + j16,767)
= 10 (0,9541 + j0,299) + (48,110 + j16,767)
= 10 (0,999 ∠ 17,40°) + (48,110 + j16,767)
= (9,99 ∠ 17,40°) + (48,110 + j16,767)
= (9,532+ j2,987) + (48,110 + j16,767)
= 57,642 + j19,754
= 60,932 ∠ 18,916°
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 52 (cosθ + jsinθ)
= 52 (0,944 + j0,329)
= 52 (0,999∠ 19,214°)
= 51,948 ∠19,214 °
= 49,054 + j17,095
Σ IN Zone 2 = IN Zone 2
= 9,255 + j2,317
= 9,540 ∠14,055°
Σ IN Zone 1 = IN Zone 1
= 1,616 – j0,843
= 1,822 ∠ –27,549°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang MJO-
04 ditunjukkan pada Tabel 3.52 dibawah ini:
Dari data Tabel 3.52 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-07. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar.
IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 3 ∠ 6,27° + 2 ∠ 126,27° + 2 ∠ 246,27°
= (2,98+ j0,32) + (-1,18 + j1,6) + (-0,80 – j1,83)
= 1 + j0,09
= 1 ∠ 5,14°
IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 184 ∠ 12,312° + 195 ∠ 132,312° + 186 ∠ 252,312°
= (179,768 + j39,23) + (-131,267 + j144,20) + (-56,513 – j177,20)
= –8,005 + j6,23
= 10,14 ∠ 142,107°
121
Hasil perhitungan arus netral penyulang MJO-09 ditunjukkan pada Tabel 4.13
di bawah ini
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 184 (cosθ + jsinθ)
= 184 (0,977 + j0,213)
= 184 (0,999∠ 12,298°)
= 183,816 ∠12,298 °
= 179,59 + j39,152
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 195 (cosθ + jsinθ)
= 195 (0,977 + j0,213)
= 195 (0,999∠ 12,298°)
= 194,805 ∠12,298 °
= 194,243 + j42,344
122
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 186 (cosθ + jsinθ)
= 186 (0,977 + j0,213)
= 186 (0,999∠ 12,298°)
= 185,814 ∠12,298 °
= 181,550 + j39,577
Σ IN Zone 2 = IN Zone 2
= –8,005 + j6,23
= 10,14 ∠ 142,107°
IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
Hasil perhitungan arus netral penyulang MJO-10 ditunjukkan pada Tabel 3.55
di bawah ini.
Σ IR Zone 3 = IR Zone 3
= 82 (cosθ + jsinθ)
= 82 (0,90 + j0,435)
= 82 (0,999∠ 25,796°)
= 81,918 ∠25,796 °
= 73,75 + j35,648
Σ IS Zone 3 = IS Zone 3
= 79 (cosθ + jsinθ)
126
= 79 (0,90 + j0,435)
= 79 (0,999∠ 25,796°)
= 78,921 ∠25,796 °
= 71,056 + j34,34
Σ IT Zone 3 = IT Zone 3
= 78 (cosθ + jsinθ)
= 78 (0,90 + j0,435)
= 78 (0,999∠ 25,796°)
= 77,922 ∠25,796 °
= 70,157 + j33,909
Σ IN Zone 3 = IN Zone 3
= 3,607 (cosθ + jsinθ)
= 3,607 (0,90 + j0,435)
= 3,603 ∠ 25,796°
= 3,243 + j1,56
[kms]
IR IS IT IN
ΣIZone 1 100,842 114,85 113,855 30,526 4,16
ΣIZone 2 89,901 106,877 96,892 22,728 15,9
ΣIZone 3 81,918 78,921 77,922 3,603 10,45
Dari data Tabel 3.58 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-10. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar
= 54,421 kVAR
IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 40 ∠ 14,069° + 30 ∠ 134,069° + 41 ∠ 254,069°
= (38,8 + j9,72) + (-20,865 + j21,55) + (-11,253 – j39,425)
= 6,682 – j8,155
= 6,61 ∠ –0,947°
= –33,699 +j31,395
= 46,057 ∠ 137,027°
Hasil perhitungan arus netral penyulang BRG-02 ditunjukkan pada Tabel 3.59
di bawah ini
Σ IR Zone 3 = IR Zone 3
= 31,5 (cosθ + jsinθ)
= 31,5 (0,944 + j0,329)
= 31,5 (0,999∠ 19,214°)
= 31,468 ∠ 19,214°
= 29,715 + j10,356
Σ IR Zone 2A = IR Zone 2A
131
Σ IS Zone 3 = IS Zone 3
= 19,3 (cosθ + jsinθ)
= 19,3 (0,944 + j0,39)
= 19,3 (0,999∠ 19,214°)
= 19,280 ∠ 19,214°
= 18,206 + j6,345
Σ IS Zone 2A = IS Zone 2A
= 33,3 (cosθ + jsinθ)
= 33,3 (0,96 + j0,279)
= 33,3 (0,999∠ 16,205°)
= 33,267 ∠ 16,205°
132
= 31,944 + j9,283
Σ IS Zone 2 = IS Zone 2 + Σ IS Zone 3 + Σ IS Zone 2A
= 107,4 (cosθ + jsinθ) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= 107,4 (0,963 + j0,279) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= 107,4 (0,999 ∠ 15,606°) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= (107,292 ∠ 15,606°) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= (103,336 + j28,863) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= 153,486 + j44,491
= 159,804 ∠16,165 °
Σ IS Zone 1 = IS Zone 1 + Σ IS Zone 2
= 39 (cosθ + jsinθ) + (153,486 + j44,491)
= 39 (0,97 + j0,243) + (153,486 + j44,491)
= 39 (0,999 ∠ 14,064°) + (153,486 + j44,491)
= (38,961 ∠ 14,064°) + (153,486 + j44,491)
= (37,793 + j53,958) + (153,486 + j44,491)
= 191,279+ j53,958
= 198,743∠ 15,753°
Σ IT Zone 3 = IT Zone 3
= 27,2 (cosθ + jsinθ)
= 27,2 (0,944 + j0,39)
= 27,2 (0,999∠ 19,214°)
= 27,172 ∠ 19,214°
= 25,658 + j8,942
Σ IT Zone 2A = IT Zone 2A
= 44,8 (cosθ + jsinθ)
= 44,8 (0,96 + j0,279)
= 44,8 (0,999∠ 16,205°)
= 44,755 ∠ 16,205°
= 42,976 + j12,489
Σ IT Zone 2 = IT Zone 2 + Σ IT Zone 3 + Σ IT Zone 2A
= 62 (cosθ + jsinθ) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +
j12,489)
= 62 (0,96 + j0,279) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +
j12,489)
133
Σ IN Zone 3 = IN Zone 3
= 10,713 (cosθ + jsinθ)
= 10,713 (0,944 + j0,39)
= 10,713 (0,999∠ 19,214°)
= 10,712 ∠ 19,214°
= 10,105 + j3,522
Σ IN Zone 2A = IN Zone 2A
= 10 (cosθ + jsinθ)
= 10 (0,96 + j0,279)
= 10 (0,999∠ 16,205°)
= 9,99 ∠ 16,205°
= 9,593 + j2,787
Σ IN Zone 2 = IN Zone 2 + Σ IN Zone 3 + Σ IN Zone 2A
= 46,057 (cosθ + jsinθ) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= 46,057 (0,96 + j0,279) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= 46,057 (0,999 ∠ 15,606°) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= (46,010 ∠15,606°) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= (44,315 + j12,37) + (10,105 + j3,522) + (9,593 + j2,787)
134
= 64,013 + j18,679
= 66,682 ∠ 16,267°
Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2
= 6,61 (cosθ + jsinθ) + (64,013 + j18,679)
= 6,61 (0,97 + j0,243) + (64,013 + j18,679)
= 6,61 (0,999 ∠ 14,064°) + (64,013 + j18,679)
= (6,603 ∠14,064°) + (64,013 + j18,679)
= (6,40 + j1,604) + (64,013 + j18,679)
= 70,413 + j20,283
= 73,276∠ 16,069°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang BRG-
02 ditunjukkan pada Tabel 3.60 dibawah ini:
Dari data Tabel 3.60 dapat dihitung rugi daya penyulang BRG-02. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar.
IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 15 ∠ 19,948° + 13 ∠ 139,948° + 41 ∠ 259,948°
= (14,1 + j5,117) + (-9,95 + j8,365) + (-3,665 – j20,677)
= 0,485 – j7,195
= 7,211 ∠ –86,143°
Hasil perhitungan arus netral penyulang BRG-08 ditunjukkan pada Tabel 3.61
di bawah ini.
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 190 (cosθ + jsinθ)
137
Σ IS Zone 2 = IS Zone 2
= 203 (cosθ + jsinθ)
= 203 (0,932 + j0,362)
= 203 (0,999 ∠ 21,226°)
= 202,797 ∠ 21,226°
= 189,039 + j73,422
Σ IS Zone 1 = IS Zone 1 + Σ IS Zone 2
= 13 (cosθ + jsinθ) + (189,039 + j73,422)
= 13 (0,94 + j0,341) + (189,039 + j73,422)
= 13 (0,999 ∠ 19,939°) + (189,039 + j73,422)
= (12,987 ∠ 19,939°) + (189,039 + j73,422)
= (12,208 + j4,42) + (189,039 + j73,422)
= 201,247 + j77,842
= 215,777∠ 21,146°
Σ IT Zone 2 = IT Zone 2
= 183 (cosθ + jsinθ)
= 183 (0,932 + j0,362)
= 183 (0,999 ∠ 21,226°)
= 182,817 ∠ 21,226°
= 170,414 + j66,188
Σ IT Zone 1 = IT Zone 1 + Σ IT Zone 2
= 21 (cosθ + jsinθ) + (170,414 + j66,188)
= 21 (0,94 + j0,341) + (170,414 + j66,188)
138
Σ IN Zone 2 = IN Zone 2
= 17,575 (cosθ + jsinθ)
= 7,575 (0,932 + j0,362)
= 7,575 (0,999∠ 21,226°)
= 7,203 ∠ 21,226°
= 6,771 + j2,456
Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2
= 7,211 (cosθ + jsinθ) + (6,771 + j2,456)
= 7,211 (0,94 + j0,341) + (6,771 + j2,456)
= 7,211 (0,999∠ 19,939°) + (6,771 + j2,456)
= 7,203 ∠ 19,939° + (6,771 + j2,456)
= (6,771 + j2,456) + (6,771 + j2,456)
= 23,136 + j8,812
= 24,757 ∠ 20,850°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang BRG-
08 ditunjukkan pada Tabel 3.62 dibawah ini:
Dari data Tabel 3.62 dapat dihitung rugi daya penyulang BRG-08. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar.
= 11,723 kW
Q Zone1 = √ 3× 107 × 66,3 × 0,299
= 3673,915 VAR
= 3,574 kVAR
PZone2 = √ 3× 172 × 54,67 × 0,944
= 15374,823 W
= 15,375 kW
Q Zone2 = √ 3× 172 × 54,67 × 0,329
= 5358,386 VAR
= 5,358 kVAR
= 24,265 kVAR
Zona 30
37,967 153,44 0,960 0,279
2a
Zona 3 26 99,23 136 0,944 0,329
= 155413,366 W
= 155,413 kW
Q Zone1 = √ 3× 512 × 180,67 × 0,243
= 38933,451 VAR
= 38,933 kVAR
PZone2 = √ 3× 1087 × 140,67 × 0,963
= 255045,664 W
= 25,046 kW
Q Zone2 = √ 3× 1087 × 140,67 × 0,269
= 71243,285 VAR
= 71,243 kVAR
PZone2a = √ 3× 30 × 37,967 × 0,96
= 1893,91 W
= 1,894 kW
Q Zone2a = √ 3× 30 × 37,967 × 0,279
= 550,417 VAR
= 0,55 kVAR
PZone3 = √ 3× 136 × 26 × 0,944
= 5781,55 W
= 5,781 kW
Q Zone3 = √ 3× 136 × 26 × 0,329
= 2014,97 VAR
= 2,015 kVAR