Anda di halaman 1dari 161

RANCANG BANGUN SIMULASI OPERASI

MANUVER JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN


MENENGAH 20 kV PENYULANG MJO-12 DI PT
PLN (PERSERO) UP3 KLATEN BERBASIS PLC
DAN SCADA

Disusun oleh:

1. Duvadilant Luthfansyah 3.39.16.0.06


2. Lukman Hakim 3.39.16.0.14
3. Pramesti Novica Nuswantari 3.39.16.0.20
4. Rizky Nurul Fath 3.39.16.0.22

PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2019

1
RANCANG BANGUN SIMULASI OPERASI
MANUVER JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN
MENENGAH 20 kV PENYULANG MJO-12
BERBASIS PLC DAN SCADA
DI PT PLN (PERSERO) UP3 KLATEN

Tugas akhir/skripsi ini disusun untuk melengkapi


sebagian
persyaratan menjadi Ahli Madya/Sarjana Terapan
Disusun oleh:

1. Alfian 3.39.15.1.09
2. Hardin 3.39.15.1.11
3. Nima
4. Nuri

PROGRAM STUDI TEKNIK LISTRIK


JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
POLITEKNIK NEGERI SEMARANG
2019

2
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul


“RANCANG BANGUN SIMULASI OPERASI MANUVER JARINGAN
DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20 kV PENYULANG MJO-12
BERBASIS PLC DAN SCADA DI PT PLN (PERSERO) UP3 KLATEN” yang
dibuat untuk melengkapi sebagian persyaratan menjadi Ahli Madya pada Program
Studi Teknik Listrik Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang, sejauh
yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari tugas akhir yang
sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar Ahli
Madya di lingkungan Politeknik Negeri Semarang maupun di perguruan tinggi
atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya dicantumkan
sebagaimana mestinya.

Semarang,

Penulis

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

iii
HALAMAN PENGESAHAN

iv
KATA PENGANTAR

v
ABSTRAK

Perusahaan Listrik Negara dalam memberikan pelayanan yang terbaik ke pelanggan diperlukan
cara agar wilayah padam tidak meluas dan mengganggu daerah lainnya. Sehingga dilakukan
manuver jaringan distribusi. Manuver jaringan berupa pelimpahan beban yang dilakukan dengan
membuka atau menutup peralatan hubung/switching pada titik perbatasan antar penyulang dan
koordinasi dengan penyulang lain. Pengoperasian setiap peralatan ini dapat dioperasikan
menggunkan Supervisory Control And Data Acquisition (SCADA) maupun lokal. Pelimpahan
beban sendiri berarti proses melimpahkan beban dari suatu penyulang ke penyulang lainnya.
Manuver jaringan distribusi saat akan dilakukan pekerjaan maupun terjadi gangguan yang berada
di wilayah sebelum recloser, maka beban setelah recloser harus dilimpahkan agar tidak padam.
Pengoperasian beberapa peralatan switching berupa relay pada jaringan, dapat menggunakan
SCADA atau secara jarak jauh seperti LBS, Recloser dan PMT dan dapat secara lokal.
Pengoperasian menggunakan SCADA ini dilakukan melalui Vijeo Citect Explorer yang terdapat
single line diagram Penyulang MJO-12. Simulasi ini dikontrol menggunakan Program Logic
Control (PLC) Schneider Modicon TM221ME32TK dan output yang disesuaikan dengan keadaan
lapangan seperti yang akan disimulasikan. Manuver jaringan distribusi dengan kontrol
menggunakan SCADA maupun secara lokal ini dapat mempermudah dan mempercepat dalam
pengamanan jaringan sebelum dilakukannya pekerjaan. Selain itu penggunaan manuver jaringan
menggunakan SCADA dapat mempercepat proses pelimpahan beban apabila terjadi gangguan.

Kata kunci : Manuver jaringan distribusi, PMT, Recloser, Load Break Switch (LBS), SCADA.

vi
ABSTRACT

The State Electricity Company in providing the best service to customers requires a way to
prevent the area from extending and disrupting other areas. So that the distribution network
maneuver is carried out. Network maneuvering in the form of load overload is done by opening or
closing the switching / switching equipment between the feeder border points and coordinating
with other feeders. The operation of each of these equipment can be operated using Supervisory
Control and Data Acquisition (SCADA) or locally. The overloading of the load itself means the
process of delegating the load from a feeder to another feeder. Distribution network maneuver
when the work will be done or there is a disruption in the area before the recloser, then the load
after the recloser must be delegated so as not to extinguish. The operation of some switching
equipment in the form of relays on the network, can use SCADA or remotely like LBS, Recloser
and PMT and can be locally. The operation using SCADA is done through Vijeo Citect Explorer
which contains a single line MJO-12 Feeder diagram. This simulation is controlled using the
Schneider Modicon TM221ME32TK Logic Control Program (PLC) and the output is adjusted to
the field conditions as will be simulated. Distribution network maneuvers with controls using
SCADA and locally can simplify and speed up network security before doing work. In addition, the
use of network maneuvers using SCADA can speed up the process of overloading in the event of a
disturbance

Key word : Manuver jaringan distribusi, PMT, Recloser, Load Break Switch (LBS), SCADA.

vii
DAFTAR ISI

viii
DAFTAR GAMBAR

ix
DAFTAR TABEL

x
DAFTAR LAMPIRAN

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai perusahaan listrik terbesar di Indonesia, PT PLN (Persero) wajib


memberikan pelayanan listrik yang baik terhadap konsumen. Hal tersebut dapat
terwujud apabila proses penyaluran listrik mulai dari sistem pembangkit, sistem
transmisi, dan sistem distribusi bekerja dengan baik sehingga akan meningkatkan
kehandalan jaringan untuk proses penyaluran tenaga listrik.

Sistem distribusi merupakan salah satu komponen penting dari PT PLN (Persero),
karena merupakan bagian yang bersentuhan langsung dengan pelanggan dalam
menyalurkan tenaga listrik. Pada jaringan distribusi, hampir setiap pekerjaan
melakukan pemadaman agar pekerja dapat melakukan pekerjaannya dengan aman,
adapun apabila terjadi gangguan berupa overload atau beban lebih maka Recloser
atau PMT akan mengalami trip agar gangguan tidak berlanjut, hal ini salah satu
penyebab padam yang tidak diinginkan sehingga penyaluran listrik terhenti.

Manuver jaringan diperlukan guna mendapatkan wilayah padam yang sesuai


dengan kebutuhan maupun wilayah padam akibat gangguan. Manuver jaringan
distribusi sendiri adalah teknik manipulasi jaringan dengan membuka atau
menutup peralatan switching pada jaringan untuk membatasi wilayah padam
sesuai dengan kebutuhan. Salah satu teknik manipulasi jaringan yaitu dengan
melimpahkan beban dari suatu penyulang ke penyulang lain. Pelimpahan beban
ini memiliki ketentuan dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.

Pelimpahan beban karena pekerjaan maupun gangguan harus memenuhi beberapa


ketentuan seperti pertimbangan beban penyulang. Pelimpahan beban dilakukan
untuk membagi beban agar sebagian wilayah yang tidak tersuplai karena adanya
gangguan maupun pekerjaan dapat tetap hidup dan tidak padam. Untuk
melakukan pelimpahan beban ini dilakukan dengan membuka atau menutup alat
switching berupa ABSW, LBS, Recloser dan PMT. Pengoperasian alat switching
dapat menggunakan SCADA yaitu dengan kontrol jarak jauh maupun
2

pengoperasian secara manual apabila terjadi kegagalan sistem SCADA atau yang
biasa disebut dengan pengoperasian lokal.

Dengan latar belakang tersebut maka tugas akhir ini mengambil judul
“RANCANG BANGUN SIMULASI MANUVER JARINGAN DISTRIBUSI
TEGANGAN MENENGAH 20 kV BERBASIS PLC DAN SCADA DI PT PLN
(PERSERO) UP3 KLATEN”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka penulis dapat
merumuskan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana Standar Operasional Prosedur manuver jaringan distribusi tegangan


menengah 20 kV GI Mojosongo untuk penyulang MJO-12?
b. Bagaimana cara mensimulasikan operasi manuver jaringan distribusi tegangan
menengah 20 kV GI Mojosongo untuk penyulang MJO-12?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :

a. Memenuhi salah satu syarat kelulusan DIII Politeknik Negeri Semarang


Jurusan Teknik Elektro, Program Studi Teknik Listrik.
b. Mengetahui operasi serta join feeder pada proses manuver jaringan distribusi
tegangan menengah 20 kV Penyulang MJO-12.
c. Mengetahui besaran arus yang terukur pada Recloser pertama penyulang
MJO-12.
d. Mengetahui jatuh tegangan penyulang manuver MJO-12.

Adapun manfaat yang tercapai dengan adanya alat tersebut adalah :

a. Dapat memberikan gambaran mengenai manuver jaringan pada lingkup


jaringan distribusi 20 kV
b. Dapat mengetahui simulasi pembebanan melalui lampu indikator LED yang
terpasang
3

c. Sebagai bahan penunjang pembelajaran Teknik Listrik Politeknik Negeri


Semarang.

1.4 Pembatasan Masalah

Pada penulisan tugas akhir ini pembahasan dibatasi dalam empat bagian, yaitu :

a. Simulasi kerja manuver dalam keadaan normal, keadaan gangguan, dan


keadaan pemeliharaan dalam bentuk rancang bangun simulasi manuver
jaringan distribusi 20 kV pada penyulang MJO-12 dengan PLC dan SCADA.
b. Simulasi switching gangguan Recloser BY12-79 berdasarkan histori gangguan
terbaru.
c. Simulasi perhitungan jatuh tegangan penyulang manuver MJO 12 berbasis
ETAP 12.6.0.
d. Penentuan penyulang manuver terbaik berdasarkan analisa perhitungan jatuh
tegangan.

1.5 Metode

Dalam pembuatan laporan Tugas Akhir ini, secara garis besar terdapat beberapa
metode pengumpulan data agar memperoleh data yang valid dan memperoleh
hasil laporan yang maksimal. Metode tersebut antara lain :

a. Interview

Metode interview untuk mengumpulkan data yang kami lakukan dengan


mengajukan pertanyaan secara langsung menyangkut proses manuver jaringan 20
kV kepada Handi Achmad Nur Hidayad selaku Supervisor Operasi Distribusi PT
PLN (Persero) UP3 Klaten, Staff Ahli Operasi Distribusi PT PLN (Persero) UP3
Klaten, dan Dispatcher PT PLN (Persero) UP3 Klaten.

b. Observasi

Metode observasi adalah metode mengumpulkan data dengan cara melakukan


pengamatan secara langsung terhadap proses manuver jaringan 20 kV yang
dilakukan oleh Dispatcher PT PLN (Persero) UP3 Klaten yang berkoordinasi
4

dengan PT PLN (Persero) DCC Yogyakarta dengan memperhatikan Standar


Operasional Prosedur. Untuk itu penyusun melakukan pengamatan secara
langsung di tempat saat pelaksanaan Kerja Praktik di PT PLN (Persero) UP3
Klaten baik peralatan maupun fasilitas yang ada untuk mendukung penyusunan
laporan Tugas Akhir.

c. Studi Literatur

Metode studi literatur untuk mengumpulkan dan mempelajari data atau tulisan
dengan menggunakan buku SOP Pemulihan Gangguan Penyulang 20 kV PT PLN
(Persero) UP3 Klaten yang tersedia di PT PLN (Persero) UP3 Klaten. Selain dari
buku-buku pendukung tersebut, referensi mengenai proses manuver jaringan
20kV kami peroleh dari internet.

d. Metode Bimbingan

Metode ini kami lakukan untuk mendapatkan pengarahan dan petunjuk pembuatan
Tugas Akhir hingga proses pembuatan Tugas Akhir dapat berjalan dengan lancar
dengan bimbingan dari Bapak Drs. Agus Adiwismono, M.Eng., dan Bapak Ari
Santoso, Drs. SST, M.Eng.

e. Metode Simulasi

Metode simulasi ini menggunakan alat peraga berupa hardware melalui perangkat
PLC berbasis SCADA.

f. Penulisan Tugas Akhir

Melakukan penulisan laporan yang merupakan hasil akhir dari Tugas Akhir ini.

1.6 Sistematika Penulisan

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

MOTTO DAN PERSEMBAHAN


5

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

ABSTRACT

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini kami membahas tentang hal-hal yang melatar belakangi tujuan dari
Manuver Jaringan Tegangan Menengah 20 kV GI Mojosongo, perumusan
masalah, Keaslian Tugas Akhir, Tujuan, Manfaat, Metode Penyusunan dan
Sistematika Penulisan.

BAB II SISTEM DISTRIBUSI TENAGA LISTRIK DAN PLC SERTA SCADA

Pada bab ini berisi teori-teori dasar yang mendukung pembuatan tugas akhir,
khususnya teori mengenai sistem distribusi tenaga listrik, macam-macam pola
distribusi jaringan primer, manuver pelimpahan beban jaringan distribusi 20 kV,
peralatan switching, PLC (Programmable Logic Controller) dan SCADA
(Supervisory Data And Acquisition).

BAB III DATA PENYULANG DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan menjelaskan mengenai kondisi eksisting penyulang Mojosongo
12, penjelasan dan pembahasan tentang data hasil pengukuran, analisis terhadap
data pengujian simulator, diagram kerja simulator, analisa percobaan, dan cara
mengkoordinasikan peralatan switching penyulang Mojosongo 12 dalam bentuk
rancang bangun berbasis PLC dan SCADA.

BAB IV PERANCANGAN, PERAKITAN, DAN PENGUJIAN ALAT

Bab ini menerangkan tentang tahap-tahap perancangan, rancangan pengawatan,


pembuatan alat simulator, pembuatan program PLC dan tampilan SCADA,
prinsip kerja simulator, deskripsi kerja, dan pengujian alat simulator.
6

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang didapatkan dari pengukuran dan pengujian
keseluruhan sistem dan saran yang menyempurnakan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
7

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Sistem Tenaga Listrik dikatakan sebagai kumpulan/gabungan yang terdiri dari


komponen-komponen atau alat-alat listrik seperti generator, transformator, saluran
transmisi, saluran distribusi dan beban yang saling berhubungan dan merupakan
satu kesatuan sehingga membentuk suatu sistem.

Gambar 2.1 Sistem Tenaga Listrik

Dimulai dari unit pembangkitan dimana tenaga listrik dibangkitkan di Pusat


Tenaga Listrik seperti PLTA, PLTU, PLTD, PLTP, PLTG dan PLTGU kemudian
disalurkan melalui unit transmisi setelah terlebih dahulu dinaikkan tegangannya
oleh transformator penaik tegangan (step up transformer) yang ada di unit
pembangkitan. Unit Transmisi ini yang menghubungkan antara unit pembangkitan
dengan Gardu Induk (GI). Di lingkungan operasional PLN saluran transmisi
dibagi menjadi tiga macam nilai tegangan yaitu saluran transmisi yang
bertegangan tinggi 70 kV, 150 kV, dan 500 kV dimana saluran 150 kV lebih
banyak digunakan dari pada saluran 70 kV. Setelah tenaga listrik disalurkan
8

melalui saluran transmisi maka sampailah tenaga listrik di Gardu Induk (GI)
sebagai pusat beban untuk diturunkan tegangannya melalui transformator penurun
tegangan (step down transformer) menjadi tegangan 20 kV, 12 kV dan 6 kV pada
unit distribusi yang lebih dikenal dengan tegangan distribusi primer. Saat ini,
tegangan 20 kV pada saluran distribusi primer lebih dikembangkan oleh PLN.

Jaringan distribusi tenaga listrik adalah jaringan tenaga listrik yang memasok
kelistrikan ke beban (pelanggan) menggunakan tegangan menengah 20 kV dan
tegangan rendah 220-380 Volt atau 231-400 Volt. Jaringan distirbusi dengan
tegangan menengah 20 kV kemudian disebut dengan jaringan distribusi primer,
pada jaringan ini menggunakan :

Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM), menggunakan kabel XLPE.

Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM), menggunakan kabel kawat A3C,


A2C, ACSR, A3C-S, atau twisted cable.

Sumber kelistrikannya diperoleh dari gardu induk. Sedangkan jaringan distribusi


tegangan rendah 220/380 V atau 231/400 V kemudian disebut dengan jaringan
distribusi sekunder. Pada jaringan ini menggunakan kabel lilit (twisted cable).
Sumber kelistrikannya diperoleh dari gardu distribusi (gardu beton, portal, dan
cantol).

2.1.1 Model Jaringan Distribusi

Pola jaringan distribusi untuk menyalurkan tenaga listrik kepada konsumen


bermacam-macam, diantaranya adalah pola sistem radial, loop, spindle, dan
mesh/network. Hal ini diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
finansial dari pihak PLN. Tentunya pada masing-masing pola jaringan distribusi
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan

2 Sistem Jaringan Radial

Sistem radial pada jaringan distribusi merupakan sistem tenaga listrik yang
disalurkan secara radial melalui gardu induk ke konsumen-konsumen
dilakukan secara terpisah satu sama lainnya. Dalam feeder tersebut dipasang
9

gardu-gardu distribusi untuk konsumen. Bentuk jaringan ini merupakan bentuk


yang paling sederhana, banyak digunakan dan murah. Tapi kualitas dan
kontinuitas pelayanannya kurang baik sebab antara titik sumber dan titik beban
hanya ada satu alternative saluran sehingga bila saluran tersebut mengalami
gangguan maka akan mengalami gangguan secara total. Dinamakan radial
karena saluran ini ditarik secata radial dari suatu titik yang merupakan
sumber dari jaringan itu dam dicabang-cabang ke titik-titik beban yang
dilayani.

Namun kehandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem lainnya.
Hal ini disebabkan karena hanya terdapat satu jalur utama yang menyuplai
gardu distribusi. Jika terjadi gangguan pada feeder utama, maka seluruh gardu
akan ikut padam. Sistem radial ditunjukan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Sistem Radial

Keuntungan Sistem Jaringan Radial :

1) Konstruksinya lebih sederhana.


2) Material yang digunakan sedikit, sehingga lebih ekonomis.
3) Sistem pemeliharannya lebih murah.
4) Untuk penyaluran jarak pendek akan lebih murah.

Kelemahan Sistem Jaringan Radial :

1) Kehandalan sistem lebih rendah


5) Faktor penggunaan konduktor 100%
6) Rugi-rugi tegangan lebih besar
7) Kapasitas pelayanan terbatas
10

8) Bila penyulang utama terkena gangguan, maka penyaluran daya akan


terhenti.

3 Jaringan Tie Line

Setiap gardu distribusi akan mendapat supply dari dua penyulang. Sistem ini
memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan  tambahan Automatic
Change Over Switch / Automatic Transfer Switch,  setiap penyulang
terkoneksi ke gardu  pelanggan khusus tersebut sehingga  bila salah satu
penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan di pindah ke
penyulang lain.

Jaringan ini merupakan modifikasi dari jaringan radial yaitu jaringan radial
ganda atau dikenal dengan sebutan jaringan tie line. Hal ini berbeda dengan
konfigurasi jaringan radial biasa dengan setiap gardu distribusi hanya
memperoleh supply dari satu penyulang. Saat terjadi gangguan atau proses
pemeliharaan maka jaringan dapat dipindahkan ke penyulang lainnya. Hal ini
mengakibatkan kehandalan sistem menjadi lebih baik. Jaringan ini dapat
ditemukan pada rumah sakit, bandara, dan pelanggan penting lainnya. Gambar
2.3 merupakan gambar sitem jaringan tie line.

Gambar 2.3 Sistem Tie Line

4 Sistem Jaringan Loop

Sistem rangkaian tertutup pada jaringan distribusi merupakan suatu sistem


penyaluran melalui dua atau lebih saluran feeder yang saling berhubungan
membentuk rangkaian berbentuk cincin.
11

Sistem ini secara ekonomis menguntungkan, karena gangguan pada jaringan


terbatas hanya pada saluran yang terganggu saja. Sedangkan pada saluran lain
masih dapat menyalurkan tenaga listrik dari sumber lain dalam rangkaian yang
tidak terganggu. Sehingga kontinuitas pelayanan sumber tenaga listrik dapat
terjamin dengan baik.

Jaringan loop memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Metode operasinya mudah


9) Kehandalannya cukup tinggi
10) Investasinya cukup mahal.

Gambar 2.4 Sistem Jaringan Loop

Gambar 2.4 merupakan gambar jaringan sistem loop, dalam struktur ini saluran
harus mempunyai kapasitas yang cukup. Ukuran dari penghantar saluran utama
dirancang sama pada seluruh jaringan loop. Pemilihan ukuran penghantar
berdasarkan beban normal yang harus dibawa ditambah beban setengah loop
yang lain.

Hal yang perlu diperhatikan pada sistem ini apabila beban yang dilayani
bertambah, maka kapasitas pelayanan untuk sistem rangkaian tertutup ini
kondisinya akan lebih jelek. Tetapi jika digunakan titik sumber (Pembangkit
Tenaga Listrik) lebih dari satu di dalam sistem jaringan ini maka sistem ini
12

akan banyak dipakai dan akan menghasilkan kualitas tegangan lebih baik, serta
regulasi tegangannya cenderung kecil.

5 Sistem Jaringan Spindle

Selain bentuk-bentuk dasar dari jaringan distribusi yang telah ada, maka
dikembangkan pula bentuk-bentuk modifikasi, yang bertujuan meningkatkan
keandalan dan kualitas sistem. Salah satu bentuk modifikasi yang populer
adalah bentuk spindle, yang biasanya terdiri atas maksimum 6 penyulang
dalam keadaan dibebani, dan satu penyulang dalam keadaan kerja tanpa beban.
Saluran 6 penyulang yang beroperasi dalam keadaan berbeban dinamakan
"working feeder" atau saluran kerja, dan satu saluran yang dioperasikan tanpa
beban dinamakan "express feeder". Fungsi "express feeder" dalam hal ini
selain sebagai cadangan pada saat terjadi gangguan pada salah satu "working
feeder", juga berfungsi untuk memperkecil terjadinya drop tegangan pada
sistem distribusi bersangkutan pada keadaan operasi normal. Dalam keadaan
normal memang "express feeder" ini sengaja dioperasikan tanpa beban. Perlu
diingat di sini, bahwa bentuk-bentuk jaringan beserta modifikasinya seperti
yang telah diuraikan di muka, terutama dikembangkan pada sistem jaringan
arus bolak-balik (AC). Jaringan sistem spindle ditunjukan pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Sistem Jaringan Spindle


13

6 Sistem Distribusi Jaring-jaring (NET)

Gambar 2.6 Sistem Jaring-Jaring (NET)

Titik beban memiliki lebih banyak alternatip saluran/penyulang, sehingga bila


salah satu penyulang terganggu, dengan segera dapat digantikan oleh
penyulang yang lain. Dengan demikian kontinyuitas penyaluran daya sangat
terjamin.

Kelebihan Jaringan NET :

1) Kontinyuitas penyaluran daya paling terjamin


2) Kualitas tegangannya baik, rugi daya pada saluran amat kecil
3) Dibanding dengan bentuk lain, paling flexible (luwes) dalam mengikuti
pertumbuhan dan perkembangan beban.

Kekurangan Jaringan NET :

1) Sebelum pelaksanaannya, memerlukan koordinasi perencanaan yang teliti


dan rumit
2) Memerlukan biaya investasi yang besar (mahal)
3) Memerlukan tenaga-tenaga terampil dalam pengoperasian nya

Dengan spesifikasi tersebut, bentuk jaringan pada gambar 2.6 ini hanya layak
untuk melayani daerah beban yang benar-benar memerlukan tingkat keandalan
dan kontinyuitas yang tinggi, antara lain: instalasi militer, pusat sarana
komunikasi dan perhubungan, rumah sakit, dan sebagainya. Karena bentuk ini
14

merupakan jaringan yang menghubungkan beberapa sumber, maka bentuk


jaringan NET atau jaring-jaring disebut juga jaringan "interkoneksi".

a. Sistem Jaringan Mesh/Network

Sistem network/mesh ini merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang


dilakukan secara terus-menerus oleh dua atau lebih feeder pada gardu-gardu
induk dari beberapa Pusat Pembangkit Tenaga Listrik yang bekerja secara
paralel. Pada sistem ini merupakan gabungan dari sistem jaringan sebelumnya
dan mengalami perbaikan. Sehingga jaringan mesh merupakan sistem jaringan
yang memiliki kehandalan paling baik.

Struktur ini diterapkan pada area distribusi yang luas dengan beban yang besar
dan memerlukan kehandalan yang lebih untuk kelangsungan pelayanan
terhadap pelanggan[. Gambar sistem mesh/network ditunjukan pada gambar
2.6. Jaringan mesh/network memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1) Metode operasinya sulit


2) Diperlukan jumlah Gardu Induk lebih dari dua
3) Investasinya sangat mahal
4) Kehandalan sistem sangat baik.
15

Gambar 2.7 Sistem Jaringan Mesh / Network

Keuntungan Sistem Jaringan Mesh/network :

1) Penyaluran tanaga listrik dapat dilakukan secara terus-menerus dengan


menggunakan dua feeder atau lebih.
2) Pengembangan dari sistem-sistem terdahulu.
3) Tingkat kehandalan yang sangat baik.
4) Jumlah cabang lebih banyak daripada jumlah titik feeder.
5) Jika terjadi gangguan di salah satu feeder, maka dapat di backup dengan
feeder yang lain dengan cara memanuver jaringan sesuai dengan
perhitungan beban.

Kekurangan Sistem Jaringan Mesh :

1) Biaya konstruksi dan pembanguanan sangat mahal.


11) Setting alat proteksi lebih sulit.
12) Membutuhkan peralatan proteksi yang handal dalam jumlah yang besar
pula.

Gangguan yang terjadi pada salah satu saluran tidak akan mengganggu
kontinuitas pelayanan. Sebab semua titik beban terhubung paralel dengan
beberapa sumber tenaga listrik.

2.1.2 Pola Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Ada tiga macam pola sistem distribusi utama yang dianut oleh PT PLN (persero)
di seluruh Indonesia. Untuk koordinasi, investasi, tingkat pelayanan, dan
keselamatan dalam rangka pengamanan sistem distribusi, suatu wilayah distribusi
hanya diperbolehkan untuk menganut salah satu pola yang cocok untuk
lingkungannya sesuai dengan pola pentanahan yang telah ada. Pola pentanahan ini
berpengaruh pada sistem konfigurasi jaringan, konstruksi jaringan dan koordinasi
sistem proteksi yang digunakan.

a. Sistem Distribusi 20kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan


Pentanahan Netral Tahanan Tinggi
16

Sistem distribusi 20kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan
netral tahanan tinggi atau disebut juga dengan sistem distribusi pola 1 menurut
SPLN No.26 Tahun 1980 diterapkan di daerah perkotaan dan luar kota yang
padat penduduknya, tidak ada kesulitan teknik yang berarti dalam
pembangunannya dan tidak begitu mengganggu keindahan kota, contohnya di
Jawa Timur. Ketentuan mengenai sistem jaringan dan sistem pengamanan dari
sistem distribusi pola 1 diatur di dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 1 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut:

1) Tegangan antar fasa sebesar 20kV.


2) Sistem pentanahan berasal dari titik netral pada sisi sekunder trafo utama
Gardu Induk yang dihubungkan secara bintang, ditanahkan melalui tahanan
sebesar 500 ohm. Sehingga arus hubung singkat ke tanah maksimum 25A.
3) Konstruksi jaringan pola 1 pada dasarnya adalah saluran udara. Dimana
pada saluran utama menggunakan kawat AAAC 150 mm 2 fasa tiga, tiga
kawat.
4) Sistem konfigurasi menggunakan jenis konfigurasi radial dengan
kemungkinan saluran utama (main feeder) dapat disambungkan secara loop
dengan penyulang lain yang terdekat.

70/150 kV 20 kV

500 Ω

Gambar 2.8 Sistem Pentanahan Netral Melalui Tahanan Tinggi

Sistem pengaman pada sistem distribusi pola 1 adalah:

1) PMT (Pemutus Tenaga) dipasang pada saluran utama di Gardu Induk yang
dilengkapi dengan OCR (Over Current Relay) atau Rele Arus Lebih dan
DGFR (Directional Ground Fault Relay) atau Rele Arus Tanah Terarah.
17

2) Untuk pengamanan gangguan fasa-tanah harus menggunalan DGFR yang


konstruksinya rumit dan mahal disbanding relai arus tinggi normal, karena
arus gangguan fasa ke tanah relative lebih kecil.
3) PMT (Pemutus Tenaga) dikoordinasikan dengan recloser (Relai Penutup
Balik) untuk mengatasi gangguan temporer.
4) Recloser juga dikoordinasikan dengan SSO (Saklar Seksi Otomatis) atau
disebut juga Sectionalizer, yang berfungsi untuk memisahkan saluran utama
ke dalam beberapa seksi agar saat terjadi gangguan permanen luas daerah
yang padam diminimalisir.
5) Sakelar Seksi Otomatis (SSO) digunakan pada sistem ini harus dari jenis
penginderaan tegangan dan koordinasinya dilakukan dengan penyetelan
waktu.
6) FCO (Fuse Cut Out) dipasang pada titik percabangan antara saluran utama
dengan saluran cabang. FCO juga dipasang pada sisi primer trafo distribusi
20kV, berfungsi untuk mengamankan jaringan yang berada di sebelah
hilirnya atau berfungsi juga sebagai pengaman beban lebih.
7) Alat pengaman fasa-tunggal tidak dapat digunakan untuk mengamankan
gangguan satu fasa ke tanah karena arus gangguannya kecil.

7 Sistem Distribusi 20kV Tiga Fasa dengan Empat Kawat Menggunakan


Pentanahan Netral Tahanan Langsung

Sistem distribusi 20kV tiga fasa dengan empat kawat menggunakan


pentanahan langsung disebut juga dengan sistem pola 2 menurut SPLN No.12
Tahun 1978 diterapkan di daerah dengan kepadatan beban rendah sekitar 115
kVA/km2, contohnya di Jawa Tengah. Ketentuan mengenai sistem jaringan dan
sistem pengamanan dari sistem distribusi pola 2 diatur di dalam SPLN No.52-3
Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 2 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut:

1) Tegangan nominal antar fasa sebesar 20kV, dan tegangan sebesar 20/ √ 3
untuk tegangan fasa-netral.
18

2) Sistem pentanahan dengan tititk netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu
Induk ditanahkan langsung, sepanjang jaringan kawat netral dipakai
bersama untuk tegangan menengah dan tegangan rendah di bawahnya.
3) Konstruksi jaringan pola 2 pada dasarnya adalah saluran udara. Dimana
pada saluran utama menggunakan kawat AAAC 240 mm2 fasa tiga dan 150
mm2 untuk kawat netral. Saluran percabangan menggunakan kawat AAAC
70 mm2 fasa tiga dan 55 mm2 untuk kawat netral. Percabangan satu fasa
kawat AAAC 55 mm2 fasa tiga dan 35 mm2 untuk kawat netral.
4) Sistem konfigurasi menggunakan konfigurasi radial dengan kemungkinan
saluran utama (main feeder) dapat di sambungkan secara loop dengan
penyulang lain yang terdekat.
5) Pada sistem ini kawat netral dikondisikan sebanyak mungkin dan merata
ditanahkan. Oleh karena itu kawat netral JTM dan JTR dihubungkan dan
dipakai bersama dimana pentanahannya dilakukan sepanjang JTM, JTR dan
dihubungkan pula pentanahan dari setiap instalasi rumah konsumen.
6) Sistem pelayanan JTM terutama mempergunakan jaringan 1 fasa yang
terdiri dari kawat fasa dan netrral, memungkinkan penggunaan trafo-trafo
kecil 1 fasa yang sesuai bagi beban-beban kecil yang letaknya berjauhan.
150 kV 20 kV

Gambar 2.9 Sistem Pentanahan Netral Secara Langsung


Sepanjang Jaringan

Sistem pengaman pada sistem distribusi pola 2 adalah:

1) PMT (Pemtutus Tenaga) dipasang pada saluran utama di Gardu Induk


yang dilengkapi dengan OCR (Over Current Relay) atau Rele Arus Lebih
dan GFR (Ground Fault Relay) atau Rele Arus Tanah.
2) PMT (Pemutus Tenaga) dikoordinasikan dengan recloser (Relai Penutup
Balik) untuk mengatasi gangguan temporer. Jika panjang jaringan lebih
19

dari 20 km, perlu dipasang recloser ke-2 dan ke-3 pada jarak tertentu
sepanjang saluran utama atau cabang. Koordinasi antar recloser dilakukan
dengan memilih arus nominalnya dan mengurangi satu tingkat penyetelan
waktu operasi juga jumlah buka-tutup kontak relainya.
3) Recloser juga dikoordinasikan dengan SSO (Saklar Seksi Otomatis) atau
disebut juga sectionalizer, yang berfungsi untuk memisahkan saluran
utama ke dalam beberapa seksi agar saat terjadi gangguan permanen luas
daerah yang padam dapat diminimalisir.
4) Pada pola 2 SSO membuka saat rangkaian tidak ada arus dan tidak
menutup kembali. SSO bekerja berdasarkan penginderaan dan hitungan
kerja buka tutup kontak recloser saat terjadi arus hubung singkat.
5) FCO (Fuse Cut Out) dipasang pada titik percabangan antara saluran utama
dengan saluran cabang. FCO juga dipasang pada sisi primer trafo
distribusi 20 kV, gunanya untuk mengamankan jaringan yang berada di
sebelah hilirnya. FCO berfungsi sebagai pengaman beban lebih.
6) Tidak adanya tahanan netral, maka arus hubung tanah relatif menjadi
sangat besar dan berbanding terbalik dengan letak gangguan tanah,
sehingga perlu dan dapat dipergunakan alat pengaman yang dapat bekerja
cepat dan memanfaatkan rele dengan karakteristik waktu terbalik (Inverse
Time).
7) Arus gangguan fasa-tanah yang besar maka dapat dilakukan koordinasi
antara PMT dengan recloser atau recloser dengan pengaman lebur (Fuse
Cut Out) atau recloser dengan SSO (Sectionalizer)
8) Besarnya arus gangguan serta tingginya frekuensi dari kejadian gangguan
fasatanah, maka kemampuan peralatan pengaman harus disesuaikan
dengan kondisi tesebut, misalnya menghindari pengggunaan PMT dengan
minyak minimum.

8 Sistem Distribusi 20kV Tiga Fasa dengan Tiga Kawat Menggunakan


Pentanahan Netral Tahanan Rendah

Sistem distribusi 20 kV tiga fasa dengan tiga kawat menggunakan pentanahan


netral tahanan rendahatau disebut juga dengan sistem distribusi pola 3 menurut
20

SPLN No.26 Tahun 1980 diterapkan di daerah perkotaan yang padat


penduduknya, daerah yang mengalami kesulitan teknik yang berarti dalam
pembangunan konstruksi saluran udara serta mempertimbangkan keindahan
kota, contohnya di Jawa Barat dan DKI Jakarta. Namun, untuk daerah-daerah
yang kurang padat penduduknya penggunaan saluran udara dapat diijinkan.
Ketentuan mengenai sistem jaringan dan sistem pengamanan dari sistem
distribusi pola 3 diatur di dalam SPLN No.52-3 Tahun 1983.

Sistem distribusi pola 3 memiliki ciri-ciri jaringan seperti berikut:

1) Tegangan nominal antar fasanya sebesar 20 kV


2) Sistem pentanahan dengan titik netral pada sisi sekunder trafo utama Gardu
indük dihubungkan secara bintang dan ditanahkan melalui tahanan sebesar
12 ohm, untuk SKTM (Saluran Kabel Tengangan Menengah), sehingga arus
hubung singkat ke tanah maksimum 1000 A. Sedangkan tahanan yang
ditanahkan untuk SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah) sebesar 40
ohm, maka arus hubung singkat fasa-tanah maksimum 300 A.
3) Konstruksi jaringan pada daerah padat beban, perkotaan digunakan saluran
kabel tanah sedangkan pada daerah luar kota, pedesaan digunakan saluran
udara. Sistem saluran kabel tegangan menengah mempergunakan kabel
aluminium dengan islolasi kertas berminyak tipe NA HKBA ukuran 150
mm2. Sistem saluran udara mempergunakan kawat AAAC 240 mm2 dan
150 mm2 fasa tiga, 3 kawat bagi saluran utamanya, dan kawat AAAC 70
mm2, 3 kawat bagi saluran percabangannya.
4) Sistem konfigurasi untuk daerah perkotaan menggunakan SKTM dengan
sistem spindle. Untuk daerah di luar kota menggunakan SUTM dengan
sistem radial.
21

70/150 kV 20 kV

40 Ω untuk SUTM, dan


12 Ω untuk SKTM atau
campuran dari SUTM dan SKTM
Gambar 2.10 Skema Sistem Pentanahan Netral Melalui Tahanan Rendah

Sistem pengaman pada sistem distribusi pola 3 adalah:

1) Pengaman utama adalah PMT pada saluran utama Gardu Induk yabg
dilengkapi dengan OCR sebagai pengaman arus hubung singkat antar fasa
dan GFR sebagai pengaman arus hubung singkat fasa ke tanah.
2) PMT dikoordinasikan dengan recloser untuk mengatasi gangguan yang
bersifat temporer.
3) SSO dipasang pada saluran utama dan saluran cabang untuk membagi
jaringan ke dalam beberapa saksi sehingga daerah padam dapat
diminimalisir. SSO dikoordinasikan dengan urutan kerja recloser.
4) Recloser yang dipakai harus tipe dengan pengatur elektronik untuk
mendapatkan karakteristik waktu tetap bagi gangguan fasake tanah.
Demikian pula SSO perlu dilengkapi dengan penginderaan arus fasa tanah
yang rendah.
5) FCO dipasang sebagai pengaman terhadap gangguan permanen pada saluran
cabang yang tidak ditempatkan SSO dan pengaman sisi primer trafo
distribusi.
6) Arus gangguan fasa tanah pola 3 tidak terlalu besar, 1000 A untuk saluran
kabel tanah dan 300 A untuk sistem saluran udara, sehingga gangguan pada
lingkungan akibat arus tanah (step voltage) dan gangguan jaringan
telekomunikasi juga lebih sedikit.
7) Mengingat adanya tahanan netral, maka arus gangguan tanah variasinya
kecil sehingga tidak efektif bagi penggunaan relai arus lebih dengan
karakteristik waktu terbalik, sehingga dapat digunakan relai dengan
karakteristik waktu tetap yang lebih stabil efektif dan mudah penyetelannya.
22

8) Mengingat arus gangguan tanah tidak terlalu besar, maka penyetelannya


relai arus lebih fasa-tanah dan arus kapasitif lebih diperhitungkan untuk
sistem kabel tanah.

2.2 Pengoperasian Jaringan Distribusi

Pengoperasian sistem jaringan distribusi merupakan segala kegiatan yang


mencakup pengaturan, pembagian, pemindahan, dan penyaluran tenaga listrik
kepada konsumen secepat mungkin serta menjamin kelangsungan penyaluran atau
pelayanan. Sebagai tolok ukur atas keberhasilan pada pengoperasian dapat dilihat
dari beberapa parameter. Parameter-parameter berupa kualitas listrik yang baik
dan keandalan dari sistem penyaluran energi listriknya.

2.2.1 Tolok Ukur Kinerja Pengoperasian Jaringan Distribusi

Sebagai tolok ukur atas keberhasilan pada pengoperasian dapat dilihat dari
beberapa parameter, yaitu:

a. Kualitas Listrik Harus Terjaga

Ada 2 (dua) hal yang menyatan yang menjadi ukuran mutu listrik yaitu:
tegangan dan frekuensi.

Tegangan pelayanan ditentukan oleh:

1) Batasan toleransi tegangan, pada konsumen TM adalah  5 %, sedangkan


pada konsumen TR maksimum +5 % dan minimum –10 %.
13) Keseimbangan tegangan pada setiap titik sambungan
14) Kedip akibat pembebanan sekecil mungkin
15) Hilang tegangan sejenak akibat manuver secepat mungkin

Sedangkan untuk frekuensi batasan yang diijinkan adalah batas toleransi


frekuensi adalah  1 % dari frekuensi standar 50 Hz. Faktor yang membuat
baik-tidaknya mutu listrik terebut dari sisi distribusi adalah faktor pembebanan
pada sistem distribusi yaitu pembebanan yang tidak stabil oleh karena
pengoperasian normal atau karena lebih banyak akibat gangguan pada suplai
dari GI dan penyulang
23

b. Keamanan dan keselamatan terjamin

Sebagai indikator adalah jumlah angka kecelakaan akibat listrik pada personil
dan kerusakan pada instalasi / peralatan serta lingkungan.

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan adalah:

1) Kondisi instalasi memenuhi persyaratan


16) Sistem proteksi berfungsi dengan baik
17) Pemeliharaan instalasi sesuai jadwal
18) Alat kerja dan peralatan keselamatan kerja memenuhi syarat
19) Koordinasi kerja berjalan dengan baik
20) Sikap dan cara kerja memperhatikan aturan K3 / K2
21) Menginformasikan kepada masyarakat tentang bahaya listrik dan berusaha
menghindarinya

c. Biaya Pengoperasian Efisien

Sebagai indikator adalah angka susut jaringan, yaitu selisih antara energi yang
dikeluarkan oleh gardu / pembangkit dengan energi yang digunakan oleh
pelanggan.

Penyebab susut jaringan:

1) Pencurian listrik
2) Kesalahan alat ukur
3) Kesalahan rasio CT
4) Kesalahan ukuran penghantar
5) Jaringan terlalu panjang
6) Faktor daya rendah
7) Kualitas konektor dan pemasangannya jelek

d. Mempertahankan Kepuasan Pelanggan


24

Mempertahankan kepuasan pelanggan dapat terjadi bila kebutuhan akan listrik


oleh konsumen baik kwantitas, kualitas dan kontinyuitas pelayanan terpenuhi,
untuk itu hal yang perlu dilakukan adalah:

1) Pengendalian tegangan, yaitu mengadakan pengaturan mulai dari tingkat


suplai sampai ke titik ujung tegangan pada batas toleransi yang diijinkan.
2) Pengendalian beban, yaitu membatasi pembebanan sesuai kemampuan
sumber pasokan tenaga listrik, maupun peralatan dan material jaringan.

2.2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kelangsungan Pelayanan

Ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kelangsungan pelayanan, yaitu dari faktor
ketersediaan pasokan energi dari pembangkit sampai gardu induk dan faktor dari
sisi distribusi sendiri sebagai akibat dari:

a. Adanya pekerjaan jaringan.


b. Kecepatan mengisolasi gangguan dan manuver beban

2.3 Manuver Jaringan Distribusi

Manuver/manipulasi jaringan adalah serangkaian kegiatan membuat modifikasi


terhadap operasi normal dari jaringan akibat adanya gangguan/pekerjaan jaringan
sehingga tetap tercapaianya kondisi penyaluran tenaga listrik yang maksimal atau
dengan kata lain yang lebih sederhana adalah mengurangi daerah pemadaman.
Kegiatan yang dilakukan dalam manuver antara lain:

a. Memisahkan bagian-bagian jaringan yang semula terhubung dalam


keadaan bertegangan/tidak bertegangan
e. Menghubugkan bagian-bagian yang terpisah menurut keadaan operasi
normalnya dalam keadaan bertegangan/tidak bertegangan.

Jadi manuver merupakan pekerjaan menutup (memasukkan) atau membuka


(melepas) peralatan-peralatan penghubung/pemisah seperti: Seksionaliser
(pemisah), interupter (pemutus) dan pemutus tenaga (PMT).

2.4 Peralatan Manuver


25

Optimalisasi atas keberhasilan manuver dari segi teknis ditentukan oleh


konfigurasi jaringan dan peralatan manuver yang tersedia di sepanjang jaringan.
Peralatan jaringan yang dimaksud adalah peralatan-hubung yang terdiri dari:

2.4.1 Pemisah (Disconecting Switch)

Peralatan ini tidak memiliki kemampuan memutus atau menutup jaringan, bila
memiliki kemampuan ini sangat kecil. Perlu diketahui kemampuan memutus dan
kemampuan menutup merupakan dua hal yang berbeda. Misalnya sebuah pemutus
beban dengan kemampuan membuka hanya 200 A (arus nominal), tetapi memiliki
kemampuan menutup 10.000 A (arus hubung singkat).
26

2.4.2 Air Break Switch (ABSW)

ABSW merupakan salah satu peralatan jaringan yang berfungsi sebagai switching
(sakelar) yaitu peralatan yang dapat menghubungkan atau memisahkan jaringan
dalam kondisi tidak berbeban. Media kontaknya adalah udara yang dilengkapi
dengan peredam busur api / interrupter berupa hembusan udara yang berfungsi
sebagai peredam busur api yang ditimbulkan saat dibukanya pisau ABSW dalam
kondisi bertegangan. ABSW juga dilengkapi dengan isolator tumpu sebagai
penopang pisau ABSW, pisau kontak sebagai kontak gerak yang berfungsi
memutus dan menghubungkan ABSW.

Pada saat terjadi gangguan pada jaringan distirbusi, fungsi ABSW adalah untuk
melokalisir gangguan. Selain sebagai pemisah ABSW berfungsi untuk membagi
beban. Dalam konidisi operasi normal dua buah penyulang dipisahkan oleh
ABSW pada posisi buka/NO (Normaly Open). Titik posisi NO tidak selalu pada
ABSW tertentu saja, namun bisa dipindah ke ABSW lain yang sebelumnya pada
posisi tutup/NC (Normaly Close) yang berada pada batas pembagi/seksi atau zone,
pemindahan titik ABSW NO ini dengan mempertimbangkan regulasi beban antara
kedua penyulang yang disesuaikan dengan kemampuan/kapasitas dari masing-
masing penyulang. Pada kondisi tertentu untuk keperluan pemeliharaan atau
peralatan disuatu seksi diperlukan manuver (pelimpahan) beban dari penyulang
satu ke penyulang yang lainnya, untuk meminimalkan daerah padam. Kondisi
yang sifatnya hanya sementara ini tetap harus diperhitungkan koordinasi
pengamannya, sehingga apabila terjadi gangguan dimanapun titiknya, kinerja
pengaman jaringan akan tetap terpenuhi.

Untuk mengoperasikan ABSW dilakukan secara manual menggunakan handle


ABSW. Handle ABSW ini terletak di tiang dimana ABSW dipasang. ABSW
hanya dioperasikan pada beban yang relatif kecil, karena media pemadam busur
api ABSW berupa hembusan udara dengan tekanan kecil sekitar 100 kg/N 2. Oleh
karena itu perlu diperhatikan spesifikasi ABSW yang terpasang pada jaringan
distribusi.
27

a) ABSW di Tiang JTM b) Handle ABSW


Gambar 2.11 Air Break Switch (ABSW)

2.4.3 Pemutus Beban (Load Break Switch)

Saklar pemutus beban (Load Break Switch, LBS) merupakan saklar atau pemutus
arus tiga fasa untuk penempatan di luar (outdoor) pada tiang JTM, yang
dikendalikan secara elektronis. Saklar dengan penempatan di atas tiang ini
dioptimalkan melalui kontrol jarak jauh dan skema otomatisasi. Jenis pemutus
beban tergantung penggunaan bahan dari pemadaman busur api yang timbul pada
waktu pembukaan kontak pemutus (misalnya pemutus gas, pemutus udara
vacum). Kemampuan dalam memutus biasanya disesuaikan dengan rating arus
nominal saluran dimana alat ini ditempatkan, tetapi ia harus mampu melakukan
tugas penutupan dengan arus sangat besar (arus hubung singkat) tanpa mengalami
kerusakan.

Ciri-ciri LBS:

a. Dapat digunakan sebagai pemisah maupun pemutus tenaga dengan beban


nominal
f. Tidak dapat memutuskan jaringan dengan sendirinya saat terjadi gangguan
pada jaringan
g. Dibuka dan ditutup hanya untuk memanipulasi beban

LBS dapat dioperasikan dalam keadaan berbeban (onload) namun tidak boleh
membuka saat terjadi gangguan berupa arus hubung singkat. Hal ini disebabkan
28

karena SF6 yang terdapat di dalam peredam busur api LBS memiliki kemampuan
terbatas terhadap besarnya arus yang melaluinya. Apabila pada saat terjadi
gangguan hubung singkat, LBS ikut membuka hal ini justru dapat menyebabkan
kerusakan pada LBS tersebut ataupun dikhawatirkan LBS bisa meledak.

LBS dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu secara lokal melalui panel kontrol
LBS maupun menggunakan Hook Stick atau secara remote melaui SCADA. Pada
panel kontrol LBS terdapat tombol operasi open/ close untuk mengoperasikan
kontak-kontak LBS saat melakukan manuver jaringan. Jika panel kontrol tidak
berfungsi, LBS dapat dioperasikan menggunakan hook stick dengan cara
mengaitkannya pada lubang handle operasi open/ close LBS

Jenis LBS yang digunakan pada Jaringan SUTM adalah Pole-Mounted Load
Break Switch. Sesuai dengan namanya Pole-Mounted LBS yang dipasang pada
tiang - tiang JTM (outdoor). Beberapa LBS jenis ini dilengkapi dengan fitur
sebagai Sectionalizer. LBS tipe ini dipasang pada main feeder dan berfungsi
sebagai pembatas tiap seksi-seksi jaringan untuk melokalisir daerah gangguan
maupun pemadaman.

Gambar 2.12 Pole-Mounted LBS

2.4.4 PMT (Pemutus Tenaga)

Pemutus Tenaga (PMT) atau Circuit Breaker adalah suatu peralatan listrik yang
dapat menghubungkan atau memutuskan rangkaian listrik dalam keadaan normal
atau gangguan yang dilengkapi dengan alat pemadam bususr api. Pada kondisi
gangguan, operasi kontak PMT bekerja secara otomatis sesuai dengan perintah
29

dari relai pengaman. Bekerjanya kontak-kontak PMT ini akan menimbulkan busur
api karena besarnya arus yang mengalir. Oleh karena itu untuk meredam busur api
tersebut, kontak-kontak PMT berada di dalam tempat tertutup yang dilengkapi
dengan pemadam busur api yang dapat berupa minyak, udara, maupun gas SF 6.
Pembeian nama pada PMT ditandai dengan media isolasinya.

Gambar 2.13 Pemutus Tenaga single pole

Jenis-jenis PMT 20kV menurut media pemadam busur apinya:

a. PMT Minyak atau Oil Circuit Breaker (OCB)


h. PMT Udara Hembus atau Air Blast Circuit Breaker (ABCB)
i. PMT Hampa Udara atau Vacuum Circuit Breaker (VCB)
j. PMT Gas SF6 atau SF6 Circuit Breaker

Kontak-kontak PMT dapat beroperasi secara otomatis saat terjadi gangguan


maupun manual dengan dioperasikan saat pemadaman/ pemeliharaan terencana.
Operasi kontak-kontak PMT secara otomatis, dikendalikan oleh relai proteksi
yang bekerja saat gangguan seperti hubung singkat.
30

Gambar 2.14 Rangkaian Kerja Relai Proteksi

Pada saat terjadi gangguan, arus yang mengalir di jaringan menjadi sangat besar,
hal ini juga dirasakan oleh CT (Current Transformer). Fungsi CT adalah
mentranformasikan besaran arus yang terukur pada sisi primer ke sisi sekunder
CT sesuai dengan rasio CT tersebut. Jika arus yang terukur pada CT melebihi arus
setting relai proteksi, maka rele proteksi akan bekerja menutup kontaknya. Kontak
relai yang menutup tersebut akan mengalirkan sumber DC ke Trip Coil, kemudian
Trip Coil akan memerintahkan PMT untuk trip atau membuka kontak-kontaknya.

Pengoperasian PMT secara manual dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara
local melalui tombol operasi open/close PMT yang ada pada kubikel, maupun
secara remote (kontrol jarak jauh) melalui komputer dengan sistem SCADA.

2.4.5 Recloser / Penutup Balik Otomatis

Recloser merupakan pemutus tenaga yang dilengkapi dengan relai penutup balik
dan dipasang pada jaringan SUTM (Saluran Udara Tegangan Menengah). Relai
penutup balik pada dasarnya bukan merupakan jenis relai pengaman, namun dapat
digabungkan/ dipasangkan dengan relai hubung tanah atau relai arus lebih jika
terjadi gangguan yang bersifat sementara. Reclose artinya menutup kembali, oleh
karena itu recloser berfungsi untuk mengamankan peralatan jaringan SUTM
apabila terjadi gangguan hubung singkat yang sifatnya temporer atau permanen.

Contoh gangguan-gangguan temporer:


31

a. Terhubungnya penghantar satu dengan yang Iain yang disebabkan oleh


tiupan angin.
b. Adanya ranting pohon yang bergesekan dengan penghantar pada saat ada
tiupan angin.
c. Adanya surja petir yang melewati penghantar
d. Adanya hewan yang melintas di atas penghantar dan bersentuhan dengan
permukaan grounding.

Bypass
ABSW

Disconnecting
Switch (DS)

PT

Recloser

Panel
Kontrol

Gambar 2.15 Recloser 3 Fasa 20 kV Konstruksi 1 Tiang dengan 3 Pasang DS


32

Cara kerja recloser adalah untuk menutup balik dan membuka secara otomatis
yang dapat diatur selang waktunya, dimana pada sebuah gangguan temporer,
recloser tetap membuka sampai waktu setting yang di tentukan, kemudian
recloser akan menutup kernbali setelah gangguan itu hilang. Apabila gangguan
bersifat permanen, maka setelah membuka atau menutup balik sebanyak setting
yang telah ditentukan kemudian recloser akan membuka tetap (lock out).

Pada suatu gangguan permanen, recloser berfungsi memisahkan daerah atau


jaringan yang terganggu sistemnya secara cepat sehingga dapat memperkecil
daerah yang terganggu. Pada gangguan sesaat, recloser akan memisahkan daerah
gangguan secara sesaat sampai gangguan tersebut akan dianggap hilang, dengan
demikian recloser akan masuk kembali sesuai settingannya sehingga jaringan
akan aktif kembali secara otomatis. Sebuah recloser memiliki dua buah elemen
utama yaitu :

a. Dead Time Element (DT)

Berwujud suatu saklar tunda waktu "On Delay" yang waktu tundanya dapat
disetel menurut kebutuhan. Berfungsi untuk menentukan sela waktu dari saat
PMT trip hingga saat PMT diperintahkan masuk kembali, dan dead time
element ini dimaksudkan agar PMT mempunyai kesempatan untuk
memadamkan busur api yang terjadi saat kontak-kontak PMT membuka.

k. Blocking Time Element (BT)

Berwujud saklar tunda waktu "Off Delay" yang waktu tundanya dapat disetel
menurut kebutuhan. Berfungsi untuk memblock dead time element selama
beberapa waktu setelah bekerja memasukkan PMT. Blocking time element ini
dimaksudkan untuk memberi kesempatan PMT agar siap melakukan siklus
auto reclosing berikutnya.
33

PMT
CT

TC CC

C
GFR S
BT2

DT
BT

DT2

+
- DT1 BT1

Gambar 2.16 Rangkaian Relai Penutup Balik

Keterangan:

TC = Trip Coil
CC = Closing Time
PMT = Pemutus Tenaga/ CB
C = Counter/ Penghitung kerja rele
S = Saklar on-off
DT = Dead Time
BT = Blocking Time

2.4.6 Saklar Seksi Otomatis (SSO)

Sectionalizer atau Saklar Seksi Otomatis (SSO) merupakan peralatan pengaman


yang cara kerjanya terkoordinasi dengan recloser. Sectionalizer berfungsi untuk
melokalisir atau memperkecil daerah yang padam akibat gangguan yang bersifat
permanen

Sectionalizer pada jaringan dipasang setelah recloser, sistem kerjanya ketika


recloser membuka, sectionalizer akan mendeteksi tegangan yang hilang.
Sectionalizer akan menghitung ketika berapa kali terjadi hilang tegangan. Setelah
setting kehilangan tegangan pada sectionalizer terpenuhi, sectionalizer akan lock
out. Seting sectionalizer adalah n-1, dimana n adalah setting pada recloser. Hal ini
34

dimaksudkan agar ketika terjadi gangguan yang bersifat permanen, sectionalizer


akan melokalisir daerah gangguan dan recloser tidak lock out sehingga daerah
yang padam dapat lebih diminimalisir.

Dipasangnya sectionalizer dan recloser pada SUTM maka diperlukan adanya


koordinasi antara kedua peralatan ini, sehingga ketika terjadi gangguan yang
bersifat permanen dan gangguan berada di posisi depan sectionalizer tidak akan
menyebabkan recloser lock out atau bahkan menyebabkan PMT pada pangkal
penyulang trip. Dengan demikian, jika koordinasi antara pengaman pada
penyulangbekerja dengan baik, akan dapat meminimalisir daerah yang padam
akibat gangguan.

Penempatan SSO:

a. Ditepampatkan pada jaringan saluran udara tegangan menengah radial,


seri dengan recloser
b. SSO dapat dihubung seri pada jaringan loop
c. Sebagai pengaman cadangan (backup) untuk arus gangguan minimum di
ujung jaringan setelah SSO
d. SSO dapat ditempatkan di percabangan jaringan SUTM

a) Programmable Ressetable b) Pengoperasian SSO dengan Hook


Sectionalizer Single Phase Stick

Gambar 2.17 Saklar Seksi Otomatis (SSO)


35

Pada kondisi lock out kontak SSO dapat membuka secara otomatis, namun untuk
memasukkan kontak SSO kembali, petugas harus mendatangi lokasi pemasangan
SSO dan memasukkan kontak SSO dengan menggunakan hook stick.

2.5 Prosedur Dalam Pelaksanaan Manuver Jaringan

Dengan kemajuan teknologi, manuver jaringan dapat dilakukan secara otomatis


baik dengan penggunaan alat kontrol lokal maupun melalui jarak jauh. Meskipun
demikian manuver-manuver yang dilakukan manual masih tetap diperlukan
misalnya sebagian besar gardu distribusi, atau jika peralatan kontrol otomatis
gagal bekerja, dan juga dijaringan tegangan rendah.

Pada dasarnya tingkat pelaksanaan manuver jaringan dapat digolongkan sebagai


berikut:

a. Manuver secara manual: mengirim petugas ketempat / lapangan.


b. Manuver dengan kontrol lokal: manuver sekumpulan peralatn dilapangan
dilakukan dari stasiun kontrol yang tidak jauh dari peralatan, misalnya
sistem kontrol di gardu induk (GI) / GH atau pusat pusat listrik.
c. Manuver dangan kontrol jarak jauh: dilakukan dari pusat kontrol Area
Pengatur Distribusi yang melayani daerah / area yang cukup luas.
Misalnya Pusat Pengatur Distribusi (DCC)

2.6 Perhitungan Beban Section

Beban section merupakan beban yang dibatasi oleh dua buah peralatan pemisah
yang berdekatan, yang berupa LBS dan ABSW. Untuk menghitung beban section
ini diperlukam data pengukuran pada masing-masing fasa R, S, dan T di jaringan
tegangan menengah 20kV. Pada saat dilakukan pengukuran beban disebuah titik
ABSW/LBS, sesungguhnya beban yang terukur tersebut adalah beban dari titik
pengukuran hingga ujung jaringan tersebut. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan Amp Stick (Ampere Meter Stick). Sehingga untuk menghitung
beban section kita harus mengetahui di titik mana letak LBS dan ABSW pada
suatu penyulang, sehingga dengan mengurangi hasil pengukuran beban di awal
36

dengan hasil pengukuran beban dititik selanjutnya dapat diketahui berapa beban
tiap section tersebut.

Gambar 2.18 Amp Stick

Pengukuran beban per section ini pada dasarnya mengacu pada persamaan
Kirrchoff Current Low (KCL) dimana pada setiap titik percabangan dalam
rangkaian listrik, jumlah dari arus yang masuk kedalam titik itu sama dengan
jumlah arus yang keluar dari titik tersebut atau jumlah total arus pada sebuah titik
adalah nol.
I2

I1

I3

I4

Gambar 2.19 Rangkaian Persamaan KCL

Kirrchoff Current Low:

ΣI = 0...........................................................................................................(2.3)

Atau

ΣI = I1 – I2 – I3 – I4.......................................................................................(2.4)
I1 = I2 + I3 + I4..............................................................................................(2.5)
37

Keterangan

Σ I = Arus masuk (A)


In = Arus cabang (A)

2.7 Rugi-Rugi Jaringan Distribusi Primer

Rugi-rugi atau losses dapat diartikan sebagai selisih antara energi listrik yang
disalurkan dengan energi yang diterima. Terjadinya rugi-rugi ini dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, seperti jauhnya daerah penyaluran tenaga listrik dari
sumber/suplai, ketidakseimbangan beban, umur peralatan, ukuran dan jenis
penghantar, dan sebagainya.

Rugi-rugi energi tersebut tidak dapat dihilangkan sepenuhnya namun bisa


diminalkan (direduksi). Kerugian pada sistem tenaga listrik dari pembangkit
hingga ke konsumen diperkiran 14% dari total daya pembangkitan, kerugian
tersebut terdiri dari 3% susut transmisi dan 11% susut distribusi. Pada tabel 2.1
disampaikan prosentase kerugian daya yang diijinkan pada saluran distribusi.

Tabel 2.1 Kerugian daya pada system distribusi tenaga listrik


Distribution System Losses at Full Load

Cable 1% - 4%
Transformer 0,4% - 3%
Capasitors 0,5% - 2%
Low Voltage Switchgear 0,13% - 0,34%
Busbar 0,05% - 0,5%
Motor Control Centers 0,01%-0,4%
Medium Voltage Switchgear 0,006% - 0,02%
Load Break Switches 0,003%-0,025%
Outdoor Circuit Breaker 0,002%-0,015%

Terdapat dua jenis rugi-rugi pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya dan jatuh
tegangan. Rugi-rugi ini disebabkan karena panjangnya penghantar yang
digunakan dalam jaringan distribusi. Pada umumnya jaringan distribusi
menggunakan penghantar jenis tembaga atau alumunium. Namun, mahalnya
harga tembaga membuat penghantar jenis alumunium lebih banyak digunakan.
Sehingga untuk menghitung rugi-rugi pada jaringan distribusi kita perlu
38

mengetahui berapa nilai impedansi penghantar jenis AAAC (All Aloy Aluminium
Conductor), faktor daya jaringan, panjang penghantar dan beban pada saluran
tersebut.

AAAC merupakan jenis penghantar yang terbuat dari alumunium-magnesium-


silicon campuran logam, keterhantaran elektris tinggi yang berisi magnesium
silicade, untuk memberi sifat yang lebih baik. Kabel ini biasanya dibuat dari
paduan aluminium 6201. AAAC mempunyai suatu anti karat dan kekuatan yang
baik, sehingga daya hantarnya lebih baik.

Gambar 2.20 Penghantar AAAC (All Aloy Alumunium Conductor)

Tabel 2.2 Nilai Tahanan (R) dan Reaktansi (XL) Penghantar AAAC
Luas
Jari2 GMR Impedansi urutan Impedansi urutan Nol
Penampang Urat
[mm] [mm] positif [Ohm / km] [Ohm / km]
[mm2]
16 2,2563 7 1,6380 2,0161 + j 0,4036 2,1641 + j 1,6911
25 2,8203 7 2,0475 1,2903 + j 0,3895 1,4384 + j 1,6770
35 3,3371 7 2,4227 0,9217 + j 0,3790 1,0697 + j 1,6665
50 3,9886 7 2,8957 0,6452 + j 0,3678 0,7932 + j 1,6553
70 4,7193 7 3,4262 0,4608 + j 03572 0,6088 + j 1,6447
95 5,4979 19 4,1674 0,3096 + j 0,3449 0,4876 + j 1,6324
120 6,1791 19 4,6837 0,2688 + j 0,3376 0,4168 + j 1,6324
150 6,9084 19 5,2365 0,2162 + j 0,3305 0,3631 + j 1,6180
185 7,6722 19 5,8155 0,1744 + j 0,3239 0,3224 + j 1,6114
240 8,7386 19 6,6238 0,1344 + j 0,3158 0,2824 + j 1,6034

2.7.1 Perhitungan Jatuh Tegangan


Untuk mempermudah dalam menghitung jatuh tegangan digunakan diagram
beban satu garis seperti pada Gambar 2.23
39

Gambar 2.21 Diagram Beban Satu Garis

Gambar 2.22 Diagram persamaan tegangan

Nilai jatuh tegangan yang disebabkan oleh penghantar dipengaruhi oleh besarnya
arus dan impedansi penghantar (V=I.Z), dimana Z = R+jX =Z θC dan nilai arus
(I) tertinggal terhadap tegangan (Vb) sebesar “θL” seperti yang ditunjukkan pada
gambar 3. Besar sudut “θL”adalah sudut pada faktor beban = cos θL. Sehingga
diperoleh persamaan:

VD = I  -θL × Z  θC.....................................................................................(2.6)
= I (cos θL + sin θL)(R+jX)........................................................................(2.7)
= I {(Rcos θL + Xsin θL) – j(Rsin θL – Xcos θL)}.......................................(2.8)

Karena nilai (Rsin θL – Xcos θL) sangat kecil, sehingga besarnya rugi tegangan
dapat dihitung dengan:
VD = I (Rcos θL + Xsin θL)................................................................................(2.9)
Dengan demikian besarnya tegangan beban:
VR = VS - I (Rcos θL + Xsin θL)......................................................................(2.10)
Selisih antara tegangan sumber dan tegangan pada beban ini yang disebut dengan
drop tegangan yaitu:
VD (1 ph) = I (Rcos θL + Xsin θL)......................................................................(2.11)
40

VD (3 ph) = √ 3{I (Rcos θL + Xsin θL)}..............................................................(2.12)


(Electrical Power Distribution System: V Kamaraju)

Keterangan:
VS = Tegangan sumber (Volt)
Vb = Tegangan pada beban (Volt)
VR = Tegangan pada resistan (Volt)
VX = Tegangan pada reaktansi (Volt)
VD = Tegangan Drop (Volt)
I = Arus (Ampere)
R = Resistansi penghantar (ohm)
X = Reaktansi penghantar (ohm)

Nilai √ 3 pada sistem 3 fasa diperoleh dari penjelasan di bawah ini:

Gambar 2.23 Diagram Tegangan 3 Fasa

Tegangan fasa-netral = VA-N = VB-N = VC-N


Tegangan fasa-fasa = VA-B = VB-C = VA-C
41

Gambar 2.24 Diagram Pembuktian Nilai √ 3 pada Tegangan 3 Fasa

Jadi dimisalkan besarnya VA-N = 1, maka:


VA-X = VA-N × Cos 60o.......................................................................................(2.13)
1
VA-X = 1 × 3................................................................................................(2.14)
2√
Sehingga:
VA-B = 2 (VA-X)...................................................................................................(2.15)
1
VA-B = 2 ( 3).................................................................................................(2.16)
2√
VA-B =√ 3 . VA-N).................................................................................................(2.17)

2.7.2 Perhitungan Rugi Daya


Untuk menghitung rugi daya pada suatu saluran, secara sederhana dapat
dijelaskan melalui diagram beban satu garis, seperti pada gambar 2.23.

S = PR + QXL + Pb..........................................................................................(2.18)
S = I2.R + I2.jX + I2. Beban..........................................................................(2.19)
Pb = S-(PR + QXL)..........................................................................................(2.20)

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa Pb < PS. Hal ini disebabkan
adanya rugi-rugi adalah selisih antara daya yang dihasilkan dengan daya yang
terukur pada beban, sehingga dapat dikatakan bahwa PR + QXL merupakan rugi
daya pada suatu jaringan distribusi.

Persamaan rugi daya (Power Losses) 1 Fasa:

P Losses = PR = I2.R (Watt)...............................................................................(2.21)


42

QLosses = QXL = I2.Jx (VAr)............................................................................(2.22)

Persamaan rugi (Power Losses) 3 fasa:

P Losses (3ph) = PLosses (R) + PLosses (S) + PLosses (T).......................................................(2.23)


QLosses (3ph) = QLosses (R) + QLosses (S) + QLosses (T)....................................................(2.24)

Gambar 2.25 Sistem 3 Fasa 4 Kawat Hubungan Bintang

Untuk sistem 3 fasa 4 kawat dengan beban tidak seimbang, persamaan rugi daya
(Power Losses) adalah sebagai berikut:
P Losses (3ph) = PLosses (R) + PLosses (S) + PLosses (T) + PLosses (N)......................................(2.25)
P Losses (3ph) = IR2 × R + IS2 × R + IT2 × R + IN2 × R........................................(2.26)
Q Losses (3ph) = QLosses (R) + QLosses (S) + QLosses (T) + QLosses (N)...................................(2.27)
Q Losses (3ph) = IR2 × X + IS2 × X + IT2 × X + IN2 × X.......................................(2.28)
(Electrical Power Distribution System: V Kamaraju)

Keterangan:

P Losses (3ph) = Rugi Daya Aktif (Watt)


Q Losses (3ph) = Rugi Daya Reaktif (VAr)
I = Arus (Ampere)
R = Resistansi Penghantar (ohm)
X = Reaktansi Penghantar (ohm)

2.8 Pelimpahan Beban Penyulang

Pada saat melakukan manuver jaringan distribusi yang disebabkan karena


pekerjaan pemeliharaan atau gangguan, untuk meminimalisir daerah padam pada
suatu penyulang, maka beberapa beban yang tidak termasuk ke dalam
43

seksi/daerah gangguan akan dimanuver ke penyulang lain agar tetap memperoleh


pasokan energi listrik. Pada saat manuver tersebut, penyulang yang tidak
mengalami gangguan akan dilimpahi beban dari penyulang yang mengalami
gangguan. Di dalam melakukan pelimpahan beban ada hal-hal yang harus
diperhatikan agar kinerja dan kualitas penyaluran energi listrik tersebut tetap
terjaga.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan pelimpahan beban antara
lain:

a. Urutan fasa antar penyulang harus sama


b. Urutan fasa R, S, dan T pada dua penyulang yang akan disambung melalui
konfigurasi jaringan loop harus memiliki urutan fasa yang sama. Jika salah
satu fasanya tertukar hal tersebut bisa menyebabkan terjadinnya hubung
singkat antar fasa.
c. Tegangan antar penyulang harus sama
d. Tegangan yang sama bukan berarti harus sama persis antara kedua
penyulang tersebut. Ada batasan toleransi sebesar 5% dari tegangan
nominal sebesar 20kV.
e. Setting peralatan penyulang seperti Recloser dan PMT.
f. Pada peralatan-peralatan tegangan menengah seperti recloser dan PMT
yang bisa dioperasikan pada saat kondisi berbeban, memiliki setting arus
maksimal yang mampu dipikul oleh recloser dan PMT. Sehingga beban
yang dilimpahkan tidak boleh melebihi dari besarnya arus setting
maksimal Recloser dan PMT.
g. KHA Penghantar

Penghantar yang digunakan pada saluran distribusi adalah jenis alumunium, di


dalam SPLN No.64 Tahun 1985 diatur standarisasi KHA penghantar AAC dan
AAAC yang dihitung dalam kondisi seperti berikut:

a. Kecepatan angina 0,6 m/detik


b. Suhu keliling akibat sinar matahari 35o
c. Suhu penghantar maksimum 80o
44

d. Bila tidak ada angin maka KHA dapat dikali dengan 0.7

2.9 Software Simulasi Tenaga Listrik

Dalam perancangan dan analisa sebuah sistem tenaga listrik, sebuah software
aplikasi sangat dibutuhkan untuk merepresentasikan kondisi real sebelum sebuah
sistem direalisasikan. ETAP (Electric Transient and Analysis Program) Power
Station merupakan salah satu software aplikasi yang digunakan untuk
mensimulasikan sistem tenaga listrik. Dalam pembuatan tugas akhir ini
menggunakan ETAP 12.6.0.

Software simulasi sistem tenaga listrik digunakan untuk melihat bagaimana


kinerja suatu sistem tenaga listrik pada kondisi sebenarnya yang dituangkan dalam
sebuah program aplikasi. Pada software simulasi tenaga listrik ini, dapat dibuat
duplikasi suatu sistem tenaga listrik dengan memasukkan parameter-parameter
yang sama dengan kondisi sebenarnya. Software aplikasi beroperasi secara
independen tanpa terhubung langsung dengan peralatan sistem tenaga listrik yang
sebenarnya, sehingga bisa dilakukan perubahan-perubahan variabel tertentu tanpa
mempengaruhi kinerja peralatan yang sebenarnya.

Manfaat dari penggunaan software simulasi sistem tenaga listrik adalah dapat
digunakan sebagai salah satu alat bantu untuk mempercepat akurasi perhitungan
parameter jaringan secara teknis. Jika sistem yang dianalisis merupakan sistem
dalam skala besar, akan memerlukan waktu yang lebih lama jika harus dihitung
secara manual, dibandingkan dengan menggunakan software simulasi. Dengan
demikian hal tersebut dapat mempermudah di dalam analisa data jaringan.

Perhitungan dan analisa yang dapat dilakukan dengan menggunakan software


simulasi sistem tenaga listrik antara lain Analisa Aliran Daya (Load Flow
Analysis), Analisa Kestabilan Transien (Transien Stability Analysis), Analisa
Hubung Singkat (Short Circuit Analysis), Motor Starting Arc Flash Analysis,
Harmonic Power System, Protective Device Coordination (Koordinasi Peralatan
Proteksi).
45

Pada Analisa Aliran Daya (Load Flow Analysis) dengan menggunakan software
simulasi sistem tenaga listrik, bisa diperoleh besarnya tegangan, arus, dan aliran
daya disepanjang saluran yang telah digambarkan sesuai dengan single line
diagram penyulang. Software simulasi sistem tenaga listrik mampu melakukan
analisa pada sistem radial maupun loop. Pada analisa aliran daya software
simulasi sistem tenaga listrik disediakan fitur report manager yang dapat
memberikan hasil perhitungan ke dalam bentuk dokumen lain sesuai dengan yang
dibutuhkan, misalnya Microsoft Word, Microsoft Excel, atau PDF. Komponen-
komponen yang akan dilaporkan melalui report manager dapat dipilih sesuai
dengan kebutuhan komponen yang akan di analisa, misalnya losses pada saluran
yang disebabkan oleh penghantar.

2.10 Programmable Logic Controller (PLC)

Di dunia industri, sistem otomatis sangat diminati karena dapat menjamin kualitas
produk yang dihasilkan, memperpendek waktu produksi dan mengurangi biaya
untuk tenaga kerja manusia. Salah satu pengendali yang paling populer,
khususnya untuk sistem yang bekerja secara sekuensial, ialah Programmable
Logic Controller (PLC).

Dari kepanjangan PLC, kita dapat mengetahui definisi sederhana dari PLC itu
sendiri.

a. Programmable : Dapat diprogram (software based)


b. Logic : Bekerja berdasar logika yang dibuat. Logika di sini biasanya
menunjukan pada logika Boolean yang hanya terdiri dari 2 keadaan, ON
atau OFF.
c. Controller : Pengendali (otak) dari suatu sistem

Secara umum, cara kerja sistem yang dikendalikan PLC cukup sederhana.

a. PLC mendapatkan sinyal input dari input device;


l. Akibatnya PLC mengerjakan logika program yang ada di dalamnya;
m. PLC memberikan sinyal output pada output device.
46

Gambar 2.26 Diagram Hubung PLC dan Input / Output Device

Dari penjelasan di atas, didapatkan definisi sebagai berikut:

a. PLC Input device: benda fisik yang memicu eksekusi logika/program pada
PLC. Contoh: saklar dan sensor;
b. PLC Output device: benda fisik yang diaktifkan oleh PLC sebagai hasil
eksekusi program. Contohnya ialah motor DC, motor AC, solenoid dan
lain-lain.

PLC terbagi dalam beberapa komponen utama. Untuk memahaminya, perhatikan


gambar yang menampilkan hubungan PLC dengan peralatan lain berikut.

Gambar 2.27 Hubungan PLC dengan Peralatan Lain

Dari gambar nampak bahwa PLC memiliki komponen yang terhubung dengan
input device dan output device. PLC juga terhubung dengan PC untuk kebutuhan
pemrograman. Secara umum PLC terbagi dalam beberapa komponen berikut:
47

a. Power Supply
b. Processor
c. Memory
d. Input dan Output Module
e. Programming Device

SCHNEIDER MODICON TM221CE40R berbeda dengan PLC lain seperti PLC


omron, karena PLC ini sudah dilengkapi dengan ethernet yang dapat digunakan
langsung dengan sistem terintegerasi ethernet protokol.

Gambar 2.28 PLC Schneider Modicon TM221CE40R

Fitur berikut diintegrasikan ke dalam TM221CE40R logic controller:

a. 24 digital input
b. 16 digital output relay 220 / 24 V
c. 2 input analog tegangan

Gambar 2.29 Modul Ekspansi Schneider Modicon TM3DI8


48

Pada Modul Ekspansi Schneider Modicon Digital Input TM3DI8 terdapat 8 input
24 VDC.

Gambar 2.30 Modul Ekspansi Schneider Modicon TM3DQ8R

Pada Modul Ekspansi Schneider Modicon Digital Output TM3DQ8R terdapat 8


relai output 24 V DC atau 220 V AC.

2.11 Supervisory Control and Data Acquisition (SCADA)

SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) dapat didefinisikan secara


sederhana dari kepanjangan SCADA itu sendiri:

S : Supervisory (Pengawasan)

C : Control (Pengendalian)

ADA : And Data Acquisition (Akuisisi data)

Jadi secara sedehana sistem SCADA ialah sistem yang dapat melakukan
pengawasan, pengendalian dan akuisisi data terhadap sebuah plan.

Dalam terminologi kontrol, Supervisory Control sering mengacu pada kontrol


yang tidak langsung, namun lebih pada fungsi koordinasi dan pengawasan.
Dengan kata lain, pengendali utama tetap dipegang oleh PLC (atau pengendali
lainnya) sedang kontrol pada SCADA hanya bersifat koordinatif dan sekunder.
49

Menurut NIST (National Institute of Standards and Technology), sistem SCADA


banyak digunakan pada sistem terdistribusi seperti: water distribution and
wastewater collection systems, oil and gas pipelines, electrical power grids, dan
railway transportation systems.

Dari definisi tersebut nampak bahwa adanya “jarak yang jauh” merupakan alasan
mendasar dibutuhkannya sistem SCADA yang dilengkapi dengan sistem
komunikasi antar peralatan yang memadai.

2.11.1 Arsitektur Sistem SCADA

Arsitektur dasar dari sebuah sistem SCADA dapat dijelaskan masing-masing


bagiannya sebagai berikut:

a. Operator

Operator manusia mengawasi sistem SCADA dan melakukan fungsi


supervisory control untuk operasi plant jarak jauh.

n. Human Machine Interfaces (HMI)

HMI menampilkan data pada operator dan menyediakan input kontrol bagi
operator dalam berbagai bentuk, termasuk grafik, skematik, jendela, menu
pull-down, touch screen, dan lain sebagainya. HMI dapat berupa touch screen
device ataupun komputer itu sendiri.

o. Master Terminal Unit (MTU)

Master station ialah Stasiun yang melaksanakan telekontrol (telemetering,


telesignal, dan remote control) terhadap remote station. Telemetering ialah
Transmisi nilai variabel yang diukur dengan menggunakan teknik
telekomunikasi. Telesignal ialah Pengawasan status dari peralatan operasional
dalam jarak tertentu dengan menggunakan teknik telekomunikasi seperti
kondisi alarm, posisi switch atau posisi katup. Telecontrol ialah Kendali
peralatan operasional jarak jauh menggunakan transmisi informasi dengan
teknik telekomunikasi. (SPLN S3.001: 2008)
50

MTU merupakan unit master pada arsitektur master/slave. MTU berfungsi


menampilkan data pada operator melalui HMI, mengumpulkan data dari
tempat yang jauh, dan mengirimkan sinyal kontrol ke plant yang berjauhan.
Kecepatan pengiriman data dari MTU dan plant jarak jauh relatif rendah dan
metode kontrol umumnya open loop karena kemungkinan terjadinya waktu
tunda dan flow interruption.

Berikut ini beberapa fungsi dasar dari suatu MTU.

1) Input/Output Task yaitu interface Sistem SCADA dengan peralatan di plant;


22) Alarm Task yaitu mengatur semua tipe alarm;
23) Trends Task yaitu mengumpulkan data plant setiap waktu dan
menggambarkan dalam grafik;
24) Reports Task yaitu memberikan laporan yang bersumber dari data plant;
25) Display Task yaitu menampilkan data yang diawasi & dikontrol operator.

p. Communication System

Media telekomunikasi ialah Media yang menghubungkan antar peralatan untuk


melakukan pertukaran informasi.

Sistem komunikasi antara MTU-RTU ataupun RTU-field device di antaranya


berupa:

1) RS 232
2) Private Network (LAN/RS-485)
3) Switched Telephone Network
4) Leased lines
5) Internet
6) Wireless Communication systems
7) Wireless LAN
8) GSM Network
9) Radio Modems
51

q. Remote Terminal Unit (RTU)

Remote terminal unit (RTU) ialah Peralatan yang dipantau, atau diperintah dan
dipantau oleh master station. (SPLN S3.001: 2008). RTU merupakan unit slave
pada arsitektur master/slave. RTU mengirimkan sinyal kontrol pada peralatan
yang dikendalikan, mengambil data dari peralatan tersebut, dan mengirimkan
data tersebut ke MTU. Kecepatan pengiriman data antara RTU dan alat yang
dikontrol relatif tinggi dan metode kontrol yang digunakan umumnya closed
loop. Sebuah RTU mungkin saja digantikan oleh Programmable Logic
Controller (PLC).
BAB III
DATA PENYULANG DAN PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Eksisting dan Pandangan Umum Penyulang MJO-12

Penyulang Mojosongo 12 atau MJO-12 merupakan salah satu penyulang distribusi


tenaga listrik yang disuplai dari Gardu Induk Mojosongo. Penyulang MJO-12
merupakan wilayah kerja dari PT. PLN (Persero) UP3 Klaten. Sebagian besar
pelanggan adalah pelanggan 1 phasa dan juga terdapat pelanggan besar di ujung
penyulang yaitu PT Primayudha.

Penyulang MJO-12 menggunakan sistem distribusi pola 2 yang umumnya


digunakan pada wilayah distribusi Jawa Tengah. Sebagian besar menggunakan
saluran MVTIC dan saluran udara 20 kV tiga fasa empat kawat dengan
menggunakan pentanahan secara langsung sepanjang jaringan.

Dari single line diagram didapatkan bahwa penyulang MJO-12 pada gardu induk
Mojosongo disuplai melalui trafo II yang berkapasitas 60 MVA. Penyulang MJO-
12 memiliki lima belas daerah seksi utama yaitu pada :

a. PMT Outgoing sd ABSW BY12-2


b. ABSW BY12-2 sd Recloser BY12-79
c. Recloser BY12-79 sd ABSW BY12-152
d. ABSW BY12-152 sd ABSW BY12-197 & BY12-157A
e. ABSW BY12-197 sd LBS BY12-422
f. LBS BY12-422 sd SSO BY1-223, ABSW 225/5, Recloser BY1-226/3,
LBS BY1-248
g. Recloser BY1-226/3 sd ujung
h. LBS BY1-248 sd Recloser BY1-264/2, LBS BY1-273, LBS BY9-273,
ABSW SA2-207
i. Recloser BY1-264/2 sd ABSW BY1-17/21
j. ABSW SA2-207 sd LBS SA2-187 & ABSW SA2-190/3
k. ABSW SA2-190/3 sd ABSW BY1-22/108 & LBS SA2-190/39

52
53

l. LBS SA2-190/39 sd LBS SA2-190/42, ABSW BY1-17/21, Primayudha

Single Line Diagram pada penyulang Mojosongo 12 dapat dilihat pada gambar
3.1
54

Gambar 3.1 Single Line Diagram Penyulang MJO-12


(Sumber : PT. PLN (Persero) UP3 Klaten)
55

3.1.1 Data Spesifikasi Transformator Tenaga

Tabel 3.1 Data Nameplate Trafo Tenaga II pada GI Mojosongo


MERK POWER TRANSFORMER
STANDARD IEC 60076
KAPASITAS 60 MVA
PENDINGIN ONAN / ONAF 60/100%
FREKUENSI 50 Hz
PHASA 3
CONNECTION SYMBOL YNyn0(d)
TEMP RISE TOP OIL 50 K
TYPE OF OIL NYNAS NYTRO LIBRA
PRIMER 230,9 A
SEKUNDER 1732,0 A
SHORT
VOLT
TAP MVA CIRCUIT
IMPEDANCE %
1 165000 20000 60 13.102
9 150000 20000 60 12.354
17 135000 20000 60 11.901
Sumber : GI Mojosongo PT. PLN (Persero) TJBT APP Salatiga

Pada Gardu Induk Mojosongo terdapat dua transformator yang aktif digunakan
yaitu Trafo I berkapasitas 60 MVA dan Trafo II berkapasitas 60 MVA. Trafo II
dengan kapasitas 60 MVA merupakan trafo yang digunakan untuk melayani
penyulang MJO-12. Data spesifikasi trafo 2 berdasarkan nameplate dapat dilihat
pada tabel 3.1.

3.1.2 Data Spesifikasi PMT dan Recloser

a. Penyulang MJO-04

Tabel 3.1 Data Nameplate PMT Penyulang MJO-04


Tegangan Pengenal 24 kV
Arus Pengenal 480 A
Frekuensi 50 Hz
Merk Kubikel SCHNEIDER
Merk Meter SCHNEIDER
Rasio CT 400/1 A
Tahun Operasi 2018
56

Tabel 3.2 Data Spesifikasi Recloser


Merk SCHNEIDER

Frekuensi 50 Hz

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 480 A

TMS 0,25

I>> (HCT) 3480 A

tset I>> 0,3 s

I>>> (HCL) 8000 A

tset I>>> Inst

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR

I0> 200 A

TMS\ 0,3

I0>> (HCT) 2600 A

tset I0>> 0,3 s

I0>>> (HCL) 5400 A

tset I0>>> Inst

Kurva Standard Inverse

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s

r. Penyulang MJO-07

Tabel 3.3 Data Nameplate PMT Penyulang MJO-07


Tegangan Pengenal 24 kV
Arus Pengenal 480 A
Frekuensi 50 Hz
Merk Kubikel ABB
Merk Meter ABB
Rasio CT 600/5 A
Tahun Operasi 2018
57
58

Tabel 3.4 Data Spesifikasi Recloser


Merk NULEC

Frekuensi 50 Hz

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 100 A

TMS 0,05

I>> (HCT) 750 A

tset I>> 0,3 s

I>>> (HCL) 1000 A

tset I>>> 0

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR

I 0> 240 A

TMS\ 0,3

I0>> (HCT) 1560 A

tset I0>> 0,3 s

I0>>> (HCL) 3000 A

tset I0>>> Inst

Kurva Standard Inverse

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s

s. Penyulang MJO-09

Tabel 3.5 Data Nameplate PMT Penyulang MJO-09


Tegangan Pengenal 24 kV
Arus Pengenal 630 A
Frekuensi 50 Hz
Merk Kubikel AREVA
Merk Meter AREVA
Rasio CT 400/5 A
Tahun Operasi 2018
59
60

Tabel 3.6 Data Spesifikasi Recloser Penyulang MJO-09


Merk SCHNEIDER

Frekuensi 50 Hz

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 480 A

TMS 0,2

I>> (HCT) 2040 A

tset I>> 0,3 s

I>>> (HCL) 4320 A

tset I>>> 0

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR

I 0> 240 A

TMS\ 0,3

I0>> (HCT) 1560 A

tset I0>> 0,3 s

I0>>> (HCL) 3000 A

tset I0>>> Inst

Kurva Standard Inverse

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s
61

t. Penyulang MJO-10

Tabel 3.7 Data Nameplate PMT Penyulang MJO-10


Tegangan Pengenal 24 kV

Arus Pengenal 480 A

Frekuensi 50 Hz

Merk Kubikel AREVA

Merk Meter AREVA

Rasio CT 400/1 A

Tahun Operasi 2018


62

Tabel 3.8 Data Spesifikasi Recloser Penyulang MJO-10


Merk SCHNEIDER

Frekuensi 50 Hz

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 480 A

TMS 0,25

I>> (HCT) 3480 A

tset I>> 0,3 s

I>>> (HCL) 8000 A

tset I>>> 0

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR

I 0> 240 A

TMS\ 0,3

I0>> (HCT) 2600 A

tset I0>> 0,3 s

I0>>> (HCL) 5400 A

tset I0>>> Inst

Kurva Standard Inverse

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s

u. Penyulang MJO-12

Tabel 3.9 Data Nameplate PMT Penyulang MJO-12


Tegangan Pengenal 24 kV
Arus Pengenal 630 A
Frekuensi 50 Hz
Merk Kubikel ABB
Merk Meter ABB
Rasio CT 600/5 A
Tahun Operasi 2018
63

Sumber : GI Mojosongo PT. PLN (Persero) TJBT APP Salatiga

Pada penyulang MJO-12 terdapat tiga buah recloser, berikut merupakan


setelan recloser pada umumnya :

Tabel 3.10 Data Spesifikasi Recloser Penyulang MJO-12


Merk SCHNEIDER

Frekuensi 50 Hz

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 400 A

TMS 0,10

I>> (HCT) 2400 A

tset I>> 0,1 s

I>>> (HCL) 3000 A

tset I>>> 0,1 s

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR

I 0> 120 A

TMS\ 0,14

I0>> (HCT) 1300 A

tset I0>> 0,1 s

I0>>> (HCL) 3000 A

tset I0>>> 0,1 s

Kurva Standard Inverse


64

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s

Sumber : PT PLN (Persero) DCC Yogyakarta

v. Penyulang BRG-02

Tabel 3.11 Data Nameplate PMT Penyulang BRG-02


Tegangan Pengenal 24 kV

Arus Pengenal 630 A

Frekuensi 50 Hz

Merk Kubikel MERLIN GERLIN

Merk Meter VIP

Rasio CT 600/5 A

Tahun Operasi 2011

Tabel 3.12 Data Spesifikasi Recloser Penyulang BRG-02


Merk ENTEC

Frekuensi 50 Hz

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 400 A

TMS 0,10

I>> (HCT) 2400 A

tset I>> 0,1 s

I>>> (HCL) 3000 A

tset I>>> 0,1 s

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR
65

I0> 150 A

TMS\ 0,14

I0>> (HCT) 1300 A

tset I0>> 0,1 s

I0>>> (HCL) 3000 A

tset I0>>> 0,1 s

Kurva Standard Inverse

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s

w. Penyulang BRG-08

Tabel 3.13 Data Nameplate PMT Penyulang BRG-08


Tegangan Pengenal 24 kV

Arus Pengenal 630 A

Frekuensi 50 Hz

Merk Kubikel MERLIN GERLIN

Merk Meter VIP

Rasio CT 600/5 A

Tahun Operasi 2011

Tabel 3.14 Data Spesifikasi Recloser Penyulang BRG-08


Merk COOPER

Frekuensi 50 Hz
66

Ima 31.5 kAp

Karakteristik OCR

I> 400 A

TMS 0,10

I>> (HCT) 2400 A

tset I>> 0,1 s

I>>> (HCL) 3000 A

tset I>>> 0,1 s

Kurva Standard Inverse

Karakteristik GFR

I0> 300 A

TMS\ 0,14

I0>> (HCT) 1300 A

tset I0>> 0,1 s

I0>>> (HCL) 3000 A

tset I0>>> 0,1 s

Kurva Standard Inverse

Reclose 1

Dead Time 8s

Reset 60s

3.1.3 Data Panjang Jaringan Penyulang

Salah satu data yang dibutuhkan untuk menghitung rugi saluran distribusi adalah
panjang jaringan distribusi. Perhitungan jarak gawang pada jaringan distribusi
pada jarak rata-rata antar tiang sepanjang 50 m sesuai dengan panduan Standar
Konstruksi Distribusi PT PLN (Persero). Jaringan utama (main feeder)
menggunakan penghantar udara (SUTM). Jenis penghantar menggunakan kawat
AAAC (All Alloy Alumunium Conductor) dengan luas penampang 240 mm2.
67

a. Panjang Penyulang MJO-04

Tabel 3.15 Panjang Zone Penyulang MJO-O4


Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser BY1-16/29 1,51 kms
2. Recloser BY1-16/29 s/d Recloser BY1-68/6 14 kms
3. Recloser BY1-68/6 s/d ujung 13,95 kms

b. Panjang Penyulang MJO-07

Tabel 3.16 Panjang Zone Penyulang MJO-07


Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser BY7-75A 3,78 kms
2. Recloser BY7-75A s/d ujung 7,35 kms

c. Panjang Peyulang MJO-09

Tabel 3.17 Panjang Zone Penyulang MJO-09


Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser BY9-105 5,26 kms
Recloser BY9-105 s/d ABSW BY1-22/70, PT
2. 30,3 kms
Primayudha I

d. Panjang Penyulang MJO-10

Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser BY10-83 4,16 kms
2. Recloser BY10-83 s/d Recloser BY1-188/3 15,9 kms
Recloser BY1-188/3 s/d ABSW BY1-22/95,
3. 10,45 kms
ABSW BY1-22/108
Tabel 3.18 Panjang Zone Penyulang MJO-10
68

e. Panjang Penyulang MJO-12

Tabel 3.19 Panjang Section Penyulang MJO-12


Panjang
No. Section
Jaringan
1. PMT Outgoing sd ABSW BY12-2 0,1 kms
2. ABSW BY12-2 sd Recloser BY12-79 2,9 kms
3. Recloser BY12-79 sd ABSW BY12-152 3,6 kms
ABSW BY12-152 sd ABSW BY12-197 &
4. 3,15 kms
BY12-157A
5. ABSW BY12-197 sd SSO BY12-422 6,7 kms
LBS BY12-422 sd SSO BY1-223, ABSW
6. 1,65 kms
225/5, Recloser BY1-226/3, LBS BY1-248
7. Recloser BY1-226/3 sd ujung (PT ALBASIA) 7,8 kms
LBS BY1-248 sd Recloser BY1-264/2, LBS
8. 3,9 kms
BY1-273, LBS BY9-273, ABSW SA2-207
9. Recloser BY1-264/2 sd ABSW BY1-17/21 8,7 kms
ABSW SA2-207 sd LBS SA2-187 & ABSW
10. 1,45 kms
SA2-190/3
ABSW SA2-190/3 sd ABSW BY1-22/108 &
11. 4 kms
LBS SA2-190/39
LBS SA2-190/39 sd LBS SA2-190/42, ABSW
12. 1 kms
BY1-17/21, Primayudha
Sumber : PT. PLN (Persero) UP3 Klaten

Sehingga total panjang penghantar pada saluran utama tegangan menengah


penyulang MJO-12 adalah 44,95 kms.

f. Panjang Penyulang BRG-02

Tabel 3.20 Panjang Zone Penyulang BRG-02


Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser SA2-64 5,75 kms
Recloser SA2-64 s/d Recloser SA2-175/7,
2. 14,5 kms
Recloser SA2-224/7
3. Recloser SA2-175/7 s/d ujung 7,6 kms
4. Recloser SA2-224/7 s/d ujung 8,9 kms
69

g. Panjang Penyulang BRG-08

Tabel 3.21 Panjang Zone Penyulang BRG-08


Panjang
No. Zone
Jaringan
1. PMT Outgoing s/d Recloser SA8-76 4,06 kms
2. Recloser SA8-76 s/d LBS SA2-187 8,01 kms

3.1.4 Jenis Penghantar

Penyulang MJO-12 menggunakan kawat penghantar berupa AAAC dengan luas


penampang 240 mm2 untuk saluran utama dan untuk saluran cabang. Berikut
adalah data-data besarnya nilai KHA dari penghantar AAC dan AAAC pada tabel
3.23 dan nilai impedansi penghantar AAAC dengan luas penghantar 240 mm 2
pada tabel 3.24.

Tabel 3.22 Besarnya Nilai KHA dari Penghantar AAC dan AAAC
KHA Terus Menerus
KHA Terus Menerus
Luas Penampang Untuk Penghantar
Untuk Penghantar AAC
(mm2) AAAC
(Ampere)
(Ampere)
16 110 105
25 145 135
35 180 170
50 225 210
70 270 255
95 340 320
120 390 365
150 455 425
185 520 490
240 625 585
(Sumber: SPLN 64:1985 Petunjuk Pemilihan dan Penggunaan Pelebur Pada
Sistem Distribusi Tegangan Menengah, Tabel VIII)

Tabel 3.23 Impedansi penghantar AAAC 240 mm2


Luas Penampang Jari-Jari (r) Impedansi Urutan Positif Impedansi Urutan
(A) (Z1) atau Negatif (Z2) Nol (Z0)
(mm)
(mm2) (Ω/km) (Ω/km)
240 8,7386 0,139 + j 0,35272 0,3930 + j 0,9435
(Sumber: SPLN 64:1985 Petunjuk Pemilihan dan Penggunaan Pelebur Pada
Sistem Distribusi Tegangan Menengah, Tabel VIII)
70

Arus beban terus menerus maksimum, harus lebih kecil dari kuat hantar arus
(KHA) dari penghantar, besarnya KHA dapat terlihat pada tabel diatas, dengan
ketentuan daftar KHA penghantar yang dihitung atas dasar kondisi-kondisi
berikut :

a. Kecepatan angin 0,6 m/detik


b. Suhu keliling akibat sinar matahari 350 C
c. Suhu penghantar maksimum 800 C
d. Bila tidak ada angin maka KHA dapat dikali dengan 0,70

3.1.5 Data Pengukuran Beban Penyulang

Pengukuran beban penyulang dilakukan pada peralatan hubung seperti LBS,


ABSW, dan Recloser. Beban yang terukur adalah beban dari titik pengukuran
hingga ke ujung jaringan tersebut.

Tabel 3.24 Pengukuran Beban Penyulang MJO-04


Jenis Pengukuran Beban (A)
Penyulang No. Peralatan
Peralatan R S T
MOJOSONGO 4 PMT 212 157 188
211,1
BY4-3 ABSW 3 156,4 187,23
200,1
BY1-16/22 ABSW 3 148,25 177,47
RECLOSE
BY1-16/29 R 181 131 154
BY1-16/61 ABSW 137 99,2 116,56
BY1-95A/5A SSO 58 40 68
MJO-04 BY1-95A/356 ABSW 8,7 6 10,2
BY1-95A/55 ABSW 9 6,2 11,9
112/BY1-95A ABSW 19,57 13,5 22,8
BY1-93 ABSW 83,8 58 98
RECLOSE
BY1-68/6 R 63 71 60
BY1-68/49 ABSW 52,5 59 50
BY1-61/98 LBS 31,2 35,2 29,7
BY1-61/187 ABSW 19,3 21,7 18,4
BY1-61/265 ABSW 12,7 14 12
71

Tabel 3.25 Pengukuran Beban Penyulang MJO-07


Pengukuran Beban (A)
Penyulang No. Peralatan Jenis Peralatan
R S T
MOJOSONGO 07 PMT 74 61 64
BY7-7 ABSW 72 60 62
BY7-75A RECLOSER 61 51 52
MJO-07
BY1-142 LBS 37 43 41
BY1-210 ABSW 21 30 30
BY1-212/2 ABSW 9 6 4

Tabel 3.26 Pengukuran Beban Penyulang MJO-09


Pengukuran Beban (A)
Penyulang No. Peralatan Jenis Peralatan
R S T
MOJOSONGO 09 PMT 184 197 188
BY9-3 ABSW 187 195 186
BY9-105 RECLOSER 187 195 186
MJO-09 BY9-207 ABSW 178 184 170
BY1-269A/1 ABSW 125 143 128
BY1-17/19 LBS 90 103 92
BY1-56/19 ABSW 30 38 34

Tabel 3.27 Pengukuran Beban Penyulang MJO-10


Pengukuran Beban (A)
Penyulang No. Peralatan Jenis Peralatan
R S T
MOJOSONGO-10 PMT 101 115 114
BY10-3 ABSW 101 115 114
BY10-83 RECLOSER 88 107 97
BY10-125 ABSW 84 97 95
1/BY1-99 ABSW 82 90 90
MJO-10
BY1-99/101 ABSW 55 70 68
BY1-99/196 ABSW 31 43 32
BY1-188/3 RECLOSER 82 79 78
BY1-80/19 SSO 73 77 78
BY1-22/81 ABSW 68 72 74
72

Tabel 3.28 Pengukuran Beban Penyulang MJO-12


Pengukuran Beban (A)
Penyulang No. Peralatan Jenis Peralatan
R S T
MOJOSONGO-12 PMT 171 178 212
BY12-2 ABSW 171 178 212
BY12-79 RECLOSER 168 175 209
BY12-152 ABSW 160 161 178
BY12-197 ABSW 160 161 178
BY12-422 SSO 160 161 178
MJO-12
BY1-226/3 RECLOSER 30 23 24
BY1-248 LBS 132 135 154
BY1-264/2 RECLOSER 5 7 12
SA2-207 ABSW 127 128 142
SA2-190/3 ABSW 123 127 134
SA2-190/39 ABSW 122 125 129

Tabel 3.29 Pengukuran Beban Penyulang BRG-02


Pengukuran Beban (A)
Penyulang No. Peralatan Jenis Peralatan
R S T
BRINGIN 02 PMT 168 199 175
SA2-3 LBS 168 199 175
SA2-49 ABSW 141 182 148
SA2-64 RECLOSER 128 160 134
SA2-91 LBS 114 119 113
SA2-116/8 ABSW 4,5 24,9 4,9
SA2-125 ABSW 82,9 72,5 83
BRG-02 SA2-162 ABSW 48,6 48,4 49
SA2-173/2 LBS 2,2 9,1 8,2
SA2-175/7 RECLOSER 35,8 33,3 45
SA2-33/134 ABSW 25,5 16,4 23
SA2-194 ABSW 74,9 68,3 80
SA2-224/3 ABSW 52,3 49,1 59
SA2-224/7 RECLOSER 31,5 19,3 27
SA2-42/123 ABSW 21,1 11,1 24

Tabel 3.30 Pengukuran Beban Penyulang BRG-08


Penyulan Pengukuran Beban (A)
No. Peralatan Jenis Peralatan
g R S T
BRINGIN 08 PMT 168 199 175
SA8-2 ABSW 168 199 175
BRG-08 SA8-76 RECLOSER 141 182 148
SA8-161 ABSW 128 160 134
SA8-188 LBS 114 119 113
73

3.1.6 Data Faktor Daya Beban


Faktor daya beban merupakan salah satu yang berpengaruh nilai jatuh tegangan
pada sebuah penyulang. Berikut ini data faktor daya beban (cosθ L) zone dan
section penyulang MJO-04, MJO-07, MJO-09, MJO-10, MJO-12, BRG-02, dan
BRG-08.

Tabel 3.31 Faktor Daya Penyulang MJO-04


MJO-04 cosθ L

Zone 1 PMT Outgoing s/d Recloser BY1-16/29 0,994

Zone 2 Recloser BY1-16/29 s/d Recloser BY1-68/6 0,987

Zone 3 Recloser BY1-68/6 s/d ujung 0,98

Tabel 3.32 Faktor Daya Penyulang MJO-07


MJO-07 cosθ L

Zone 1 PMT Outgoing s/d Recloser BY7-75A 0,9541

Zone 2 Recloser BY7-75A s/d ujung 0,944

Tabel 3.33 Faktor Daya Penyulang MJO-09


MJO-09 cosθ L

Zone 1 PMT Outgoing s/d Recloser BY9-105 0,994

Zone 2 Recloser BY9-105 s/d ABSW BY1-22/70, PT


0,977
Primayudha I

Tabel 3.34 Faktor Daya Penyulang MJO-10


MJO-04 cosθ L

Zone 1 PMT Outgoing s/d Recloser 0,924

Zone 2 Recloser BY10-83 s/d Recloser 0,90

Zone 3 Recloser BY1-188/3 s/d ABSW BY1-22/95, ABSW


0,89
BY1-22/108
74

Tabel 3.35 Faktor Daya Penyulang MJO-12


MJO-04 Cos ꝊL
Section 1 PMT Outgoing sd ABSW BY12-2 0,972
Section 2 ABSW BY12-2 sd Recloser BY12-79 0,97
Section 3 Recloser BY12-79 sd ABSW BY12-152 0,97
ABSW BY12-152 sd ABSW BY12-197 & BY12-
Section 4 157A 0,97
Section 5 ABSW BY12-197 sd LBS BY12-422 0,97
SSO BY12-422 sd SSO BY1-223, ABSW 225/5,
Section 6 Recloser BY1-226/3, LBS BY1-248 0,97
LBS BY1-248 sd Recloser BY1-264/2, LBS BY1-
Section 7 273, LBS BY9-273, ABSW SA2-207 0,97
ABSW SA2-207 sd LBS SA2-187 & ABSW SA2-
Section 8 190/3 0,97
ABSW SA2-190/3 sd ABSW BY1-22/108 & LBS
Section 9 SA2-190/39 0,97
LBS SA2-190/39 sd LBS SA2-190/42, ABSW
Section 10 BY1-17/21, Primayudha 0,97
Section 11 Recloser BY1-226/3 sd PT ALBASIA 0,97
Section 12 Recloser BY1-264/2 sd ABSW BY1-17/21 0,97

Tabel 3.36 Faktor Daya Penyulang BRG-02


BRG-02 cosθ L

Zone 1 PMT Outgoing s/d Recloser SA2-64 0,97

Zone 2 Recloser SA2-64 s/d Recloser SA2-175/7,


0,963
Recloser SA2-224/7

Zone 2a Recloser SA2-175/7 s/d ujung 0,96

Zone 3 Recloser SA2-224/7 s/d ujung 0,944

Tabel 3.37 Faktor Daya Penyulang BRG-08


MJO-09 cosθ L

Zone 1 PMT Outgoing s/d Recloser SA8-76 0,94

Zone 2 Recloser SA8-76 s/d LBS SA2-187 0,932


75

3.2 Pembahasan

3.2.1 Perhitungan Beban Section dan Zone

Perhitungan beban section dan zone ini pada dasarnya mengacu pada persamaan
Kirrchoff Current Law (KCL) dimana pada setiap titik percabangan dalam
rangkaian listrik, jumlah dari arus yang masuk kedalam titik itu sama dengan
jumlah arus yang keluar dari titik tersebut atau jumlah total arus pada sebuah titik
adalah nol, sesuai dengan persamaan 3.1 dan 3.2 berikut:

ΣI = 0..................................................................................................................(3.1)
ΣI = I1 – I2 – I3 – I4..............................................................................................(3.2)

Untuk menghitung beban section pada penyulang MJO-12 disesuaikan dengan


gambar single line diagram penyulang MJO-12 dan dihitung berdasarkan data
pengukuran beban per-section pada Tabel 3.29. Pada penyulang MJO-12 terdapat
12 section. Beban-beban tersebut akan dijadikan acuan di dalam melakukan
manuver jaringan berkaitan dengan kapasitas PMT, dan Recloser penyulang yang
dilimpahi, selain itu pelimpahan beban MJO-12 juga memperhatikan pengaruhnya
terhadap tegangan ujung penyulang lain. Beban zone digunakan untuk mengetahui
besarnya beban penyulang lain yang dilimpahi dan nilai jatuh tegangan penyulang
berkaitan dengan alternatif manuver yang akan dipilih.

Dalam perhitungan beban section berikut adalah perhitungan beban section dari
data pengukuran inspeksi peralatan switching jaringan tegangan menengah pada
penyulang utama (main feeder) MJO-12. Sedangkan untuk penyulang MJO-04,
MJO-07, MJO-09, MJO-10, BRG-02 dan BRG-08 dilakukan perhitungan beban
tiap zone, hal ini berkaitan dengan kapasitas PMT dan Recloser yang berpengaruh
pada saat manuver dan pelimpahan beban.

a. Perhitungan Beban MJO-04

Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-04, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-04 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.2.
76

Gambar 3.4 Single Line Diagram


Gambar 3.2 Penyulang MJO-04
Gambar 3.5
Gambar 3.3
77
78

Pada penyulang MJO-04 terdapat 3 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY1-16/29, Zone 2 merupakan daerah setelah
Recloser BY1-16/29 hingga Recloser BY1-68/6, dan Zone 3 meupakan daerah
setelah Reloser BY1-68/6 hingga ABSW NO BY1-157A. Perhitungan beban
zone berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data
pada Tabel 3.25. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.

1) Perhitungan Beban Zone Fasa R

I Zone 1 = I PMT – I BY1-16/29


= 212 – 181 = 31 A
I Zone 2 = I BY1-16/29 – I BY1-68/6
= 181 – 63 = 118 A
I Zone 3 = I BY1-68/6 = 63 A

26) Perhitungan Beban Zone Fasa S

I Zone 1 = I PMT – I BY1-16/29


= 157 – 131 = 26 A
I Zone 2 = I BY1-16/29 – I BY1-68/6
= 131 – 71 = 60 A
I Zone 3 = I BY1-68/6 = 71 A

27) Perhitungan Beban Zone Fasa T

I Zone 1 = I PMT – I BY1-16/29


= 188 – 154 = 34 A
I Zone 2 = I BY1-16/29 – I BY1-68/6
= 154 – 60 = 94 A
I Zone 3 = I BY1-68/6 = 60 A

Tabel 3.38 Hasil Perhitungan Beban Zone MJO-04


Beban [A]
MJO-04 Ī [A]
R S T
Zona 1 31 26 34 30,3
Zona 2 118 60 94 90,7
Zona 3 63 71 60 64,6
79

x. Perhitungan Beban MJO-07

Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-07, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-07 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.3.
80

Gambar 3.6 Single Line Diagram Penyulang MJO-07


81

Pada penyulang MJO-07 terdapat 2 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY7-75A, dan Zone 2 merupakan daerah
setelah Recloser BY7-75A hingga SSO NO BY1-223. Perhitungan beban zone
berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data pada
Tabel 3.26. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga
untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.

1) Perhitungan Beban Zone Fasa R

I Zone 1 = I PMT – I BY7-75A


= 74 – 61 = 13 A
I Zone 2 = I BY1-223 = 61 A

28) Perhitungan Beban Zone Fasa S

I Zone 1 = I PMT – I BY7-75A


= 61 – 51 = 10 A
I Zone 2 = I BY1-223 = 51 A

29) Perhitungan Beban Zone Fasa T

I Zone 1 = I PMT – I BY7-75A


= 64 – 52 = 12 A
I Zone 2 = I BY1-223 = 52 A

Tabel 3.39 Hasil Perhitungan Beban Zone MJO-07


Beban [A]
MJO-07 Ī [A]
R S T
Zona 1 13 10 12 11,63
Zona 2 61 51 52 54,67

y. Perhitungan Beban MJO-09

Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-09, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-09 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.4.
82

Gambar 3.8 Single Line Diagram Penyulang MJO-09


83

Pada penyulang MJO-09 terdapat 2 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY9-105, dan Zone 2 merupakan daerah
setelah Recloser BY9-105 hingga LBS NO SA2-190/42. Perhitungan beban
zone berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data
pada Tabel 3.27. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.

1) Perhitungan Beban Zone Fasa R

I Zone 1 = I PMT – I BY9-105


= 190 – 187 = 3 A
I Zone 2 = I BY9-105 = 187 A

30) Perhitungan Beban Zone Fasa S

I Zone 1 = I PMT – I BY9-105


= 197 – 195 = 2 A
I Zone 2 = I BY9-105 = 195 A

31) Perhitungan Beban Zone Fasa T

I Zone 1 = I PMT – I BY9-105


= 188 – 186 = 2 A
I Zone 2 = I BY9-105 = 186 A

Tabel 3.40 Hasil Perhitungan Beban Zone MJO-09


Beban [A]
MJO-09 Ī [A]
R S T
Zona 1 3 2 2 2,3
Zona 2 187 195 186 189,3

z. Perhitungan Beban MJO-10

Untuk menghitung beban zone pada penyulang MJO-10, diperlukan single line
diagram penyulang MJO-10 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.5.
84

Gambar 3.9 Single Line Diagram Penyulang MJO-


10
Gambar 3.10
85

Pada penyulang MJO-10 terdapat 3 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser BY10-83, Zone 2 merupakan daerah setelah
Recloser BY10-83 hingga Recloser BY1-188/3, dan Zone 3 meupakan daerah
setelah Reloser BY1-188/3 hingga ABSW NO BY1-22/108. Perhitungan beban
zone berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data
pada Tabel 3.28. Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi
tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.

1) Perhitungan Beban Zone Fasa R

I Zone 1 = I PMT – I BY10-83


= 101 – 88 = 13 A
I Zone 2 = I BY10-83 – I BY1-188/3
= 88 – 82 = 6 A
I Zone 3 = I BY1-188/3 = 82 A

32) Perhitungan Beban Zone Fasa S

I Zone 1 = I PMT – I BY10-83


= 115 – 107 = 8 A
I Zone 2 = I BY10-83 – I BY1-188/3
= 107 – 79 = 28 A
I Zone 3 = I BY1-188/3 = 79 A

33) Perhitungan Beban Zone Fasa T

I Zone 1 = I PMT – I BY10-83


= 114 – 97 = 17 A
I Zone 2 = I BY10-83– I BY1-188/3
= 97 – 78 = 19 A
I Zone 3 = I BY1-188/3 = 78 A

Tabel 3.41 Hasil Perhitungan Beban Zone MJO-10


Beban [A]
MJO-10 Ī [A]
R S T
Zona 1 13 8 17 12,67
Zona 2 6 28 19 17,66
Zona 3 82 79 78 79,67
86

aa.Perhitungan Beban MJO-12

Perhitungan beban section berikut adalah perhitungan beban pada fasa R, S,


dan T berdasarkan data beban pada Tabel 3.29. Kemudian hasil perhitungan
tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga untuk mendapatkan hasil perhitungan
beban rata-rata fasa R,S, dan T.
87

Gambar 3.11 Single Line Diagram Penyulang MJO-12


88

Perhitungan Beban Section Fasa R

1) Section 1 : PMT s/d BY12-2

I Section 1 = I PMT – I BY12-2


= 171 – 171 = 0 A

34) Section 2 : BY12-2 s/d BY12-79

I Section 2 = I BY12-2 – (I BY12-79 )


= 171 – (168) = 3 A

35) Section 3 : BY12-79 s/d BY12-152

I Section 3 = I BY12-79 – I BY12-152


= 168 – 160 = 8 A

36) Section 4 : BY12-152 s/d BY12-197

I Section 4 = I BY12-152 – I BY12-197


= 160 – 160 = 0 A [Double Circuit]

37) Section 5 : BY12-197 s/d BY12-422

I Section 5 = I BY12-197 – (I BY12-422 )


= 160 – 160 = 0 A [MVTIC]

38) Section 6 : BY 12-422 s/d BY1-248

I Section 6 = I BY12-422 – (I BY1-248 + I BY1-226/3)


= 160 – (130 + 30) A = 0 A

39) Section 7 : BY1-248 s/d SA2-207

I Section 7 = I BY1-248 – (I BY1-264/3 + I SA2-207 )


= 130 – (5 + 125) = 0 A

40) Section 8 : SA2-207 s/d SA2-190/3

I Section 8 = I SA2-207– (I SA2-190/3)


= 125 – (120) = 5 A
89

41) Section 9 : SA2-190/3 s/d SA2-190/39

I Section 9 = I SA2-190/3 – (I SA2-190/39)


= 125 – 123 A = 2 A

42) Section 10 : SA2-190/39 s/d PT PRIMAYUDHA

I Section 10 = I SA2-190/39
= 123 A

43) Sub-section 1 : BY1-226/3 s/d PT ALBASIA

I Sub-sction 2 = I pengukuran BY1-226/3


= 30 A

44) Sub-section 2 : BY1-264/3

I Sub-sction 3 = I pengukuran BY1-264/3


=5A

Perhitungan Beban Section Fasa S

1) Section 1 : PMT s/d BY12-2

I Section 1 = I PMT – I BY12-2


= 178 – 178 = 0 A

45) Section 2 : BY12-2 s/d BY12-79

I Section 2 = I BY12-2 – (I BY12-79 )


= 178 – (175) = 3 A

46) Section 3 : BY12-79 s/d BY12-152

I Section 3 = I BY12-79 – I BY12-152


= 175 – 161 = 14 A

47) Section 4 : BY12-152 s/d BY12-197

I Section 4 = I BY12-152 – I BY12-197


= 161 – 161 = 0 A [Double Circuit]

48) Section 5 : BY12-197 s/d BY12-422


90

I Section 5 = I BY12-197 – (I BY12-422 )


= 160 – 160 = 0 A [MVTIC]

49) Section 6 : BY 12-422 s/d BY1-248

I Section 6 = I BY12-422 – (I BY1-248 + I BY1-226/3)


= 161 – (135 + 23) A = 3 A

50) Section 7 : BY1-248 s/d SA2-207

I Section 7 = I BY1-248 – (I BY1-264/3 + I SA2-207 )


= 135 – (7 + 128) = 0 A

51) Section 8 : SA2-207 s/d SA2-190/3

I Section 8 = I SA2-207– (I SA2-190/3)


= 128 – (127) = 1 A

52) Section 9 : SA2-190/3 s/d SA2-190/3

I Section 9 = I SA2-190/3 – (I SA2-190/39)


= 127 – 125 A = 2 A

53) Section 10 : SA2-190/39 s/d PT PRIMAYUDHA

I Section 10 = I SA2-190/39
= 125 A

54) Sub-section 1 : BY1-226/3 s/d PT ALBASIA

I Sub-sction 2 = I pengukuran BY1-226/3


= 23 A

55) Sub-section 2 : BY1-264/3

I Sub-sction 3 = I pengukuran BY1-264/3


=7A

Perhitungan Beban Section Fasa T

1)Section 1 : PMT s/d BY12-2

I Section 1 = I PMT – I BY12-2


= 212 – 212 = 0 A
91

56) Section 2 : BY12-2 s/d BY12-79

I Section 2 = I BY12-2 – (I BY12-79 )


= 212 – (209) = 3 A

57) Section 3 : BY12-79 s/d BY12-152

I Section 3 = I BY12-79 – I BY12-152


= 209 – 178 = 31 A

58) Section 4 : BY12-152 s/d BY12-197

I Section 4 = I BY12-152 – I BY12-197


= 178 – 178 = 0 A [Double Circuit]

59) Section 5 : BY12-197 s/d BY12-422

I Section 5 = I BY12-197 – (I BY12-422 )


= 178 – 178 = 0 A [MVTIC]

60) Section 6 : BY 12-422 s/d BY1-248

I Section 6 = I BY12-422 – (I BY1-248 + I BY1-226/3)


= 178 – (154 + 24) A = 0 A

61) Section 7 : BY1-248 s/d SA2-207

I Section 7 = I BY1-248 – (I BY1-264/3 + I SA2-207 )


= 154 – (12 + 142) = 0 A

62) Section 8 : SA2-207 s/d SA2-190/3

I Section 8 = I SA2-207– (I SA2-190/3)


= 142 – (134) = 8 A

63) Section 9 : SA2-190/3 s/d SA2-190/3

I Section 9 = I SA2-190/3 – (I SA2-190/39)


= 134 – 129 A = 5 A

64) Section 10 : SA2-190/39 s/d PT PRIMAYUDHA

I Section 10 = I SA2-190/39
92

= 129 A

65) Sub-section 1 : BY1-226/3 s/d PT ALBASIA

I Sub-sction 2 = I pengukuran BY1-226/3


= 24 A

66) Sub-section 2 : BY1-264/3

I Sub-sction 3 = I pengukuran BY1-264/3


= 12 A

Tabel 3.42 Hasil Perhitungan Beban Zone MJO-12


Beban [A] Ī [A]
MJO-12
R S T
Section 1 0 0 0 0
Section 2 3 3 3 3
Section 3 8 14 31 17,67
Section 4 0 0 0 0
Section 5 0 0 0 0
Section 6 0 3 0 1
Section 7 0 0 0 0
Section 8 5 1 8 4,67
Section 9 2 2 5 3
Section 10 123 125 129 125,67
Section 11 30 23 24 25,67
Section 12 5 7 12 8

bb. Perhitungan Beban BRG-02

Untuk menghitung beban zone pada penyulang BRG-02, diperlukan single line
diagram penyulang BRG-02 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.7.
93

Gambar 3.12 Single Line Diagram Penyulang BRG-02


94
95

Pada penyulang BRG-02 terdapat 4 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser SA2-64, Zone 2 merupakan daerah setelah
Recloser SA2-64 hingga LBS NO SA2-231, Zone 2a meupakan daerah setelah
Reloser SA2-175/5 hingga ujung, dan Zone 3 meupakan daerah setelah Reloser
SA2-224/7 hingga ujung. Perhitungan beban zone berikut adalah perhitungan
beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data pada Tabel 3.30. Kemudian hasil
perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga untuk mendapatkan hasil
perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.

1) Perhitungan Beban Zone Fasa R

I Zone 1 = I PMT – I SA2-64


= 168 – 128 = 40 A
I Zone 2 = I SA2-64 – (I SA2-175/5 + I SA2-224/7 )
= 128 – (35,8 + 31,5) = 60,7 A
I Zone 2a = I SA2-175/5 = 35,8 A
I Zone 3 = I SA2-224/7 = 31,5 A

67) Perhitungan Beban Zone Fasa S

I Zone 1 = I PMT – I SA2-64


= 199 – 160 = 39 A
I Zone 2 = I SA2-64 – (I SA2-175/5 + I SA2-224/7 )
= 160 – (33,3 + 19,3) = 107,4 A
I Zone 2a = I SA2-175/5 = 33,3 A
I Zone 3 = I SA2-224/7 = 19,3 A

68) Perhitungan Beban Zone Fasa T

I Zone 1 = I PMT – I SA2-64


= 175 – 134 = 41 A
I Zone 2 = I SA2-64 – (I SA2-175/5 + I SA2-224/7 )
= 134 – (44,8 + 27,2 ) = 62 A
I Zone 2a = I SA2-175/5 = 44,8 A
I Zone 3 = I SA2-224/7 = 27,2 A
96

Tabel 3.43 Hasil Perhitungan Beban Zone Penyulang BRG-02


Beban [A] Ī [A]
BRG-02
R S T
Zone 1 40 39 41 86
Zone 2 60,7 107,4 62 175,7
Zone 2a 35,8 33,3 44,8 36,3
Zone 3 31,5 19,3 27,2 26

cc.Perhitungan Beban BRG-08

Untuk menghitung beban zone pada penyulang BRG-08, diperlukan single line
diagram penyulang BRG-08 yang ditunjukkan oleh Gambar 3.8.
97

Gambar 3.13 Single Line Diagram Penyulang BRG-08


98

Pada penyulang BRG-08 terdapat 2 Zone, yaitu Zone 1 yang merupakan daerah
sepanjang PMT hingga Recloser SA8-76, dan Zone 2 meupakan daerah setelah
Reloser SA8-76 hingga LBS NO SA2-187. Perhitungan beban zone berikut adalah
perhitungan beban pada fasa R, S, dan T berdasarkan data pada Tabel 3.31.
Kemudian hasil perhitungan tersebut dijumlahkan dan dibagi tiga untuk
mendapatkan hasil perhitungan beban rata-rata fasa R, S, dan T.

1) Perhitungan Beban Zone Fasa R

I Zone 1 = I PMT – I SA8-76


= 205 – 190 = 15 A
I Zone 2 = I SA8-76 = 190 A

69) Perhitungan Beban Zone Fasa S

I Zone 1 = I PMT – I SA8-76


= 216 – 203 = 13 A
I Zone 2 = I SA8-76 = 203 A

70) Perhitungan Beban Zone Fasa T

I Zone 1 = I PMT – I SA8-76


= 204 – 183 = 21 A
I Zone 2 = I SA8-76 = 183 A

Tabel 3.44 Hasil Perhitungan Beban Zone Penyulang BRG-08


Beban [A] Ī [A]
MJO-12
R S T
Zone 1 15 13 21 73
Zone 2 190 203 183 130

3.2.2 Perhitungan Jatuh Tegangan (Drop Voltage)

Untuk menghitung rugi tegangan digunakan persamaan 2.12:

VD (3 ph) = √ 3{I (Rcos θL + Xsin θL) L}..........................................................(2.12)

Arus yang digunakan dalam perhitungan adalah arus rata-rata dari fasa R, S, T.
Pada sub-bab ini dihitung nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-04, MJO-07,
99

MJO-09, MJO-10, BRG-02, dan BRG-08, hasil perhitungan tersebut digunakan


untuk menentukan alternatif penyulang yang akan dipilih untuk dilimpahi pada
saat manuver dengan penyulang MJO-12. Sesuai dengan persamaan 2.12 nilai
jatuh tegangan dipengaruhi oleh impedansi penghantar dan faktor daya beban.

Pada penyulang MJO-04, MJO-07, MJO-09, MJO-10, MJO-12, BRG-02, dan


BRG-08 menggunakan penghantar jenis AAAC (All Aloy Alumunium Conductor)
dengan luas penampang penghantar sebesar 240 mm2. Nilai impedansi penghantar
tersebut adalah (0,139 + j0,35272) ohm/km sesuai dengan SPLN No. 64 Tahum
1985.

a. Perhitungan Jatuh Tegangan Penyulang MJO-04

Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-04 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.16, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.25. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang MJO-04 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.44
dan single line diagram MJO-04.

Tabel 3.45 Data Penyulang MJO-04


Panjang Impedansi [ohm/km]
MJO-04 Jaringan cosθ L Ī [A]
[kms] R X
Zone 1 1,51 0,139 0,35272 0,994 30,3
Zone 2 14 0,139 0,35272 0,987 90,7
Zone 3 13,95 0,139 0,35272 0,98 64,6

1) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 3:

cosθ = 0,98
cos-1 0,98 = 11,48°
sin 11,48° = 0,199
Σ I Zone 3 = Ī ∠ 11,48°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 64,6 (0,98 + j 0,199 )
= 63,31 + j12,86 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(63,31 × 0,139 × 13,95) + (12,86 × 0,35272 × 13,95)]
100

= √ 3 (122,76 + 63,28)
= 322,23 Volt

71) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2

cosθ = 0,987
cos-1 0,987 = 9,249°
sin 9,249° = 0,161
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 9,249° + Σ I Zone 3
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (63,31 + j12,86)
= 90,7 ( 0,987 + j0,161 ) + (63,31 + j12,86)
= (88,83 + j14,6) + (63,31 + j12,86)
= 152,14 + j27,46
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(152,14 × 0,139 × 14) + (27,46 × 0,35272 × 14)]
= √ 3 (296,06 + 135,6)
= 747,66 Volt

72) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 1

cosθ = 0,994
cos-1 0,994 = 6,28°
sin 6,28° = 0,109
Σ I Zone 1 = Ī ∠ 6,28° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (152,14 + j27,46)
= 30,3 ( 0,994 + j0,109 ) + (152,14 + j27,46)
= (30,12+j3,3) + (152,14 + j27,46)
= 182,26 + j30,76
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(182,26 × 0,139 × 1,51) + (30,76 × 0,35272 × 1,51)]
= √ 3 (38,26 + 16,38)
= 94,64 Volt

dd. Perhitungan Jatuh Tegangan Penyulang MJO-07

Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-07 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.17, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.26. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang MJO-04 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.45
dan single line diagram MJO-04.
101

Tabel 3.46 Data Penyulang MJO-07


Panjang Impedansi [ohm/km]
MJO-07 Jaringan cosθ L Ī [A]
[kms] R X
Zone 1 3,78 0,139 0,35272 0,9541 11,63
Zone 2 7,35 0,139 0,35272 0,944 54,67

1) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2:

cosθ = 0,944
-1
cos 0,944 = 19,266°
sin 19,266° = 0,33
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 19,266°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 54,67 (0,944 + j 0,33 )
= 51,61 + j18,04 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(51,61 × 0,139 × 7,35) + (18,04 × 0,35272 × 7,35)]
= √ 3 (52,73 + 46,77)
= 172,34 Volt

73) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 1

cosθ = 0,9541
-1
cos 0,9541= 17,45°
sin 17,45° = 0,3
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 17,41° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (51,61 + j18,04)
= 11,63 ( 0,9541 + j0,3 ) + (51,61 + j18,04)
= (11,096 + j3,49) + (51,61 + j18,04)
= 62,71 + j21,53
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(62,71 × 0,139 × 3,78) + (21,53 × 0,35272 × 3,78)]
= √ 3 (32,95 + 28,71)
= 106,8 Volt

ee.Perhitungan Jatuh Tegangan Penyulang MJO-09


102

Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-09 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.18, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.27. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang MJO-09 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.46
dan single line diagram MJO-04.

Tabel 3.47 Data Penyulang MJO-09


Panjang Impedansi [ohm/km]
MJ
Jaringan cosθ L Ī [A]
O-09 R X
[kms]
Zone 1 5,26 0,139 0,35272 0,994 0,4
Zone 2 30,3 0,139 0,35272 0,977 189,3

1) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2:

cosθ = 0,977
cos-1 0,977 = 12,31°
sin 12,31° = 0,21
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 12,31°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 189,3 (0,977 + j0,21 )
= 189,95 + j39,75 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(189,95 × 0,139 × 30,3) + (39,75 × 0,35272 × 30,3)]
= √ 3 (800,01 + 424,82)
= 2121,47 Volt

74) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 1

cosθ = 0,994
cos-1 0,994 = 6,28°
sin 6,28° = 0,11
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 17,41° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (189,95 + j39,75)
= 0,4 ( 0,994 + j0,11 ) + (189,95 + j39,75)
= (0,398 + j0,044) + (189,95 + j39,75)
= 190,35 + j39,8
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(190,35 × 0,139 × 5,26) + (39,8 × 0,35272 × 5,26)]
103

= √ 3 (139,17 + 73,84)
= 368,94 Volt
104

ff. Perhitungan Jatuh Tegangan Penyulang MJO-10

Nilai jatuh tegangan pada penyulang MJO-10 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.19, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.28. menghitung nilai jatuh
tegangan penyulang MJO-10 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.47 dan
single line diagram MJO-10.

Tabel 3.48 Data Penyulang MJO-10


Panjang Impedansi
MJO-10 Jaringan [ohm/km] cosθ L Ī [A]
[kms] R X
Zone 1 4,16 0,139 0,35272 0,924 12,67
Zone 2 15,9 0,139 0,35272 0,915 17,66
Zone 3 10,45 0,139 0,35272 0,9 79,67

1) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 3:

cosθ = 0,9
cos-1 0,9 = 25,84°
sin 25,84° = 0,44
Σ I Zone 3 = Ī ∠ 25,84°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 79,67 (0,924 + j 0,44 )
= 71,7 + j35,06 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(71,7 × 0,139 × 10,45) + (35,06 × 0,35272 × 10,45)]
= √ 3 (104,15 + 129,23)
= 404,23 Volt

75) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2

cosθ = 0,915
cos-1 0,915 = 23,79°
sin 23,79° = 0,4
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 23,79° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (71,7 + j35,06)
= 17,66 ( 0,915 + j0,4 ) + (71,7 + j35,06)
= (16,16 + j7,06) + (71,7 + j35,06)
105

= 87,86 + j42,12 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(87,86 × 0,139 × 15,9) + (42,12 × 0,35272 × 15,9)]
= √ 3 (194,18 + 236,22)
= 745,48 Volt

76) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 1

cosθ = 0,924
cos-1 0,924 = 22,48°
sin 22,48° = 0,38
Σ I Zone 1 = Ī ∠ 22,48° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (87,86 + j42,12)
= 12,67 ( 0,924 + j0,38 ) + (87,86 + j42,12)
= (11,71+j4,82) + (87,86 + j42,12)
= 99,57 + j46,94
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(99,57 × 0,139 × 4,67) + (46,94 × 0,35272 × 4,67)]
= √ 3 (57,58 + 68,88)
= 219,03 Volt

gg. Perhitungan Jatuh Tegangan Penyulang BRG-02

Nilai jatuh tegangan pada penyulang BRG-02 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.21, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.30. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang BRG-02 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.48
dan single line diagram BRG-02.

Tabel 3.49 Data Penyulang BRG-02


Panjang Impedansi [ohm/km]
BRG-02 Jaringan cosθ L Ī [A]
[kms] R X
Zone 1 5,75 0,139 0,35272 0,97 86
Zone 2 14,5 0,139 0,35272 0,963 175,7
Zone 2a 7,6 0,139 0,35272 0,96 36,3
Zone 3 8,9 0,139 0,35272 0,944 26
106

1) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 3:

cosθ = 0,944
cos-1 0,944 = 19,27°
sin 19,27° = 0,33
Σ I Zone 3 = Ī ∠ 19,27°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 26 (0,944 + j 0,33 )
= 24,54 + j8,58 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(24,54 × 0,139 × 8,9) + (8,58 × 0,35272 × 8,9)]
= √ 3 (30,36 + 26,93)
= 99,23 Volt

77) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2

cosθ = 0,96
cos-1 0,96 = 16,26°
sin 16,26° = 0,28
Σ I Zone 2a = Ī ∠ 16,26° + Σ I Zone 3
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (24,54 + j8,58)
= 36,3 ( 0,96 + j0,28 ) + (24,54 + j8,58)
= (34,85+ j10,16) + (24,54 + j8,58)
= 59,39 + j18,74 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(59,39 × 0,139 × 7,6) + (18,74 × 0,35272 × 7,6)]
= √ 3 (38,35 + 50,24)
= 153,44 Volt

78) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2

cosθ = 0,963
cos-1 0,963 = 15,6°
sin 15,6° = 0,27
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 15,6° + Σ I Zone 2a
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (59,39 + j18,74
= 175,7 ( 0,963 + j0,27 ) + (59,39 + j18,74)
= (169,199+j47,44) + (59,39 + j18,74)
= 228,59 + j66,18 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
107

= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]


= √ 3 [(228,59 × 0,139 × 14,5) + (66,18 × 0,35272 × 14,5)]
= √ 3 (460,72 + 338,47)
= 1384,24 Volt

79) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 1

cosθ = 0,97
cos-1 0,97 = 14,07°
sin 14,07° = 0,24
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 14,07° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (228,59 + j66,18)
= 86 ( 0,97 + j0,24 ) + (228,59 + j66,18)
= (83,42+j20,64) + (228,59 + j66,18)
= 312,01 + j86,82 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(312,01 × 0,139 × 5,75) + (86,82 × 0,35272 × 5,75)]
= √ 3 (249,37 + 176,08)
= 736,9 Volt

hh. Perhitungan Jatuh Tegangan Penyulang BRG-08

Nilai jatuh tegangan pada penyulang BRG-08 dihitung berdasarkan data pada
Tabel 3.22, Tabel 3.23, Tabel 3.24, dan Tabel 3.31. Untuk menghitung nilai
jatuh tegangan penyulang BRG-08 perlu memperhatikan data dari Tabel 3.49
dan single line diagram BRG-08.

Tabel 3.50 Data Penyulang BRG-08


Panjang Impedansi [ohm/km]
BRG-08 Jaringan cosθ L Ī [A]
[kms] R X
Zone 1 4,06 0,139 0,35272 0,94 73
Zone 2 8,01 0,139 0,35272 0,932 130

1) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 2:

cosθ = 0,932
-1
cos 0,932 = 21,25°
sin 21,25° = 0,36
108

Σ I Zone 2 = Ī ∠ 21,25°
= Ī (cosθ L + j sinθ L)
= 130 (0,932 + j0,36 )
= 121,16 + j46,8 A
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(121,16 × 0,139 × 8,01) + (46,8 × 0,35272 × 8,01)]
= √ 3 (134,898 + 132,22)
= 462,67 Volt

80) Perhitungan Jatuh Tegangan pada Zone 1

cosθ = 0,94
cos-1 0,94 = 19,95°
sin 19,95° = 0,34
Σ I Zone 2 = Ī ∠ 19,95° + Σ I Zone 2
= Ī (cosθ L + j sinθ L) + (121,16 + j46,8)
= 73 ( 0,94 + j0,34 ) + (121,16 + j46,8)
= (68,62 + j24,82) + (121,16 + j46,8)
= 189,78 + j71,62
VD (3ph) = √ 3 [Ī (R cosθ L + X sinθ L)L]
= √ 3 [(Ī × cosθ L × R× L) + (Ī × sinθ L × X × L)]
= √ 3 [(189,78 × 0,139 × 4,06) + (71,62 × 0,35272 × 4,06)]
= √ 3 (107,1 + 102,56)
= 363,14 Volt

ii. Perhitungan Jatuh Tegangan Menggunakan Software ETAP

Selain perhitungan rugi tegangan secara manual, dilakukan juga perhitungan


jatuh tegangan melalui simulasi pada software ETAP. Data yang di-input-kan
ke dalam software disesuaikan dengan data beban section, beban zone, panjang
jaringan, cosθ , dan nilai impedansi penghantar. Untuk mensimulasikan
besarnya jatuh tegangan penyulang, masing-masing dari penyulang tersebut
digambarkan dalam single line diagram pada software. Kemudian untuk
memperoleh nilai jatuh tegangan menggunakan menu load flow analysis. Tabel
3.49 di bawah ini merupakan hasil perbandingan jatuh tegangan secara
perhitungan dan menggunakan software ETAP.

Tabel 3.51 Hasil Perhitungan Jatuh Tegangan


109

VD (3ph) [Volt] ∆V [Volt]


MJO-04
Perhitungan Simulasi Perhitungan Simulasi
Zone 1 95 98 20393 20390
Zone 2 748 465 19740 20023
Zone 3 322,3 289 20166 20199
VD (3ph) [Volt] ∆V [Volt]
MJO-07
Manual Simulasi Manual Simulasi
Zone 1 107 114 20465 20458
Zone 2 172 246 20399,6 20326
VD (3ph) [Volt] ∆V [Volt]
MJO-09
Manual Simulasi Manual Simulasi
Zone 1 369,94 438 20119,06 20050
Zone 2 2121,47 2309 18366,65 18179
VD (3ph) [Volt] ∆V [Volt]
MJO-10
Manual Simulasi Manual Simulasi
Zone 1 219,03 235 20268,97 20253
Zone 2 745,48 874 19742,52 19614
Zone 3 404,23 382 19208,77 19231
VD (3ph) [Volt] ∆V [Volt]
BRG-02
Manual Simulasi Manual Simulasi
Zone 1 736,9 512 20485,26 19974
Zone 2 1384 1087 19102 19399
Zone 2a 153,44 30 19434,85 19405
Zone 3 99,23 136 19302 19265
VD (3ph) [Volt] ∆V [Volt]
BRG-08
Manual Simulasi Manual Simulasi
Zone 1 363,14 339 20212,86 20237
Zone 2 462,67 769 20113,3 19807

Berdasarkan hasil perhitungan jatuh tegangan secara hitung manual maupun


software simulasi, diketahui bahwa penyulang dengan ujung tegangan terbaik
yaitu pada penyulang MJO-07.

3.2.3 Manuver Jaringan Penyulang MJO-12

Di dalam menentukan manuver jaringan pada penyulang MJO-12 digunakan


simulasi langsung pada software ETAP. Terdapat dua hal yang menjadi
pertimbangan yaitu besarnya beban section yang mampu dilimpahkan dan
110

pengaruhnya terhadap tegangan ujung penyulang yang dilimpahi beban. Beban


section yang dilimpahkan disesuaikan dengan kemampuan setting pada recloser
dan PMT. Besarnya tegangan ujung yang dibandingkan adalah tegangan ujung
penyulang saat kondisi normal dimana semua penyulang beroperasi secara Radial
dengan kondisi penyulang setelah dilimpahi oleh penyulang lain beroperasi secara
Loop.

Manuver Penyulang MJO-12 Jika Zone 2 Padam

Daerah zone 1 penyulang MJO-12 adalah PMT sampai dengan Recloser BY12-79
yang terletak pada jaringan utama. Beban pada zone 2 sebesar 150,4 A, beban
tersebut diperoleh dari pengukuran Zone 2 (Recloser BY12-79) dikurangi Zone 3
dan Zone 4, 184 – (25,6 + 8) = 150,4 A. Sehingga beban maksimal yang harus
dilimpahkan dari penyulang MJO-12 sebesar 150,4 A.

Berdasarkan perhitungan jatuh tegangan dan simulasi pada software ETAP,


didapatkan pemilihan manuver terbaik yaitu melalui SSO NO BY1-223 yang
membentuk loop dengan penyulang MJO-07. Hal yang perlu diperhatikan untuk
melimpahkan beban ke penyulang MJO-07 adalah kapasitas PMT yaitu sebesar
480 A sesuai data pada Tabel 3.5, sedangkan beban maksimal penyulang MJO-07
adalah 66,3 A. Sehingga kapasitas maksimum beban yang dapat dilimpahkan ke
penyulang MJO-07 adalah 480 – 66,3 = 413,7 A, maka semua beban dapat
dilimpahkan ke penyulang MJO-07. Konfigurasi penyulang MJO-12 saat manuver
sebagai berikut:
Recloser BY12-79 : open
ABSW BY12-152 : open
SSO BY1-223 : close
111

3.2.4 Perhitungan Rugi Daya (Power Losses)

Rugi daya pada jaringan distribusi dipengaruhi oleh impedansi penghantar dan
besarnya arus yang mengalir pada jaringan tersebut. Untuk sistem 3 fasa 4 kawat,
rugi daya dipengaruhi oleh besarnya arus fasa R, S, T, dan arus netral.
Berdasarkan data pengukuran beban penyulang MJO-04, MJO-07, MJO-09, MJO-
10, BRG-02 dan BRG-08 menunjukkan bahwa sistem tersebut tidak seimbang
karena besarnya arus fasa R,S,dan T tidak sama, sehingga arus pada titik netralnya
tidak bernilai nol. Karena tidak terdapat data pengukuran arus netral, maka untuk
memperoleh nilai arus netral dilakukan dengan perhitungan manual berdasarkan
data arus fasa R,S,dan T yang diasumsikan perbedaan sudut antar fasanya sebesar
120°. Dengan demikian dalam perhitungan nilai arus netral tersebut besaran
arusnya yang tidak sama namun sudutnya dianggap masih seimbang.

Untuk menghitung rugi daya pada penyulang MJO-04, MJO-07, MJO-09, MJO-
10, BRG-02 dan BRG-08 dibutuhkan besarnya arus total zone dan panjang
jaringan. Penghantar yang digunakan pada fasa R,S,T adalah jenis AAAC 240
mm2 sedangkan untuk penghantar netral menggunakan jenis AAAC 150 mm 2.
Nilai impedansi AAAC 240 mm2 sebesar (0,139 + j0,35272) ohm/km dan nilai
impedansi AAAC 150 mm2 sebesar (0,2162 + j0,3305) ohm/km sesuai dengan
SPLN No. 64 Tahun 1985.

Rugi Daya Impedansi Penghantar

a. Rugi Daya Penyulang MJO-04

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-04,


dilakukan perhitungan besarnya arus netral pada masing-masing zone.
Perhitungan arus netral tersebut berdasarkan data beban zone penyulang MJO-
04 dan selisih sudut antar fasa dianggap 120°. Sudut arus fasa R adalah sudut
dari cos-1θ. Maka perhitungan besarnya arus netral (IN) diperoleh dengan cara
seperti berikut:

IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
112

IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 31 ∠ 6,27° + 26 ∠ 126,27° + 34 ∠ 246,27°
= (30,814 + j3,385) + (-15,381 + j20,962) + (-13,682 – j31,125)
= 1,751 – j6,778
= 7 ∠ 75,515°

IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 118 ∠ 9,248° + (60 ∠ 129,248° + 94 ∠ 249,248°
= (116,466 + j18,963) + (-37,960 + j46,648) + (-33,306 – j87,901)
= 45,2 – j22,29
= 50,397∠−¿26,249°

IN Zone 3 = IR Zone 3 + IS Zone 3 + IT Zone 3


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= (63 ∠ 11,478°) + (71 ∠ 131,478° + 60 ∠ 251,478°
= (61,74 + j12,536) + (-47,025 + j53,193) + (-19,06 – j56,892)
= 1,655 – j8,837
= 8,990∠79,392°
Hasil perhitungan arus netral penyulang MJO-04 ditunjukkan pada Tabel 3.50
di bawah ini.

Tabel 3.52 Arus Netral Tiap Zone Penyulang MJO-04


Beban [A]
MJO-04 cosθ Sinθ
R S T N
Zona 1 31 26 34 7 0,994 0,109
Zona 2 118 60 94 50,397 0,987 0,16
Zona 3 63 71 60 8,990 0,98 0,198

Setelah mendapatkan nilai arus netral pada masing-masing zone, kemudian


dihitung arus total pada masing-masing zone.

1) Perhitungan arus total zone pada fasa R penyulang MJO-04

Σ IR Zone 3 = IR Zone 3
= 63 (cosθ + jsinθ)
= 63 (0,98 + j0,198)
= 63 (0,999∠ 11,422°)
= 62,937 ∠ 11,422°
= 61,690 + j12,463
113

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 118 (cosθ + jsinθ) + (61,690 + j12,463)
= 118 (0,987 + j0,16) + (61,690 + j12,463)
= 118 (0,999∠ 9,207°) + (61,690 + j12,463)
= 117,882 ∠ 9,207° + (61,690 + j12,463)
= (116,363+ j18,86) + (61,690 + j12,463)
= 178,053 + j31,324
= 180,787 ∠ 9,997°

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 31 (cosθ + jsinθ) + (178,053 + j31,324)
= 31 (0,994 + j0,109) + (178,053 + j31,324)
= (30,969 ∠ 6,257°) + (178,053 + j31,324)
= (30,784 + j3,375) + (178,053 + j31,324)
= 208,837 + j34,099
= 211,700 ∠ 9,433°

81) Perhitungan arus total zone pada fasa S penyulang MJO-04

Σ IS Zone 3 = IS Zone 3
= 71 (cosθ + jsinθ)
= 71 (0,98 + j0,198)
= 71 (0,999∠ 11,422°)
= 70,929 ∠ 11,422°
= 69,524 + j14,046

Σ IS Zone 2 = IS Zone 2 + Σ IS Zone 3


= 60 (cosθ + jsinθ) + (69,524 + j14,046)
= 60 (0,987 + j0,16) + (69,524 + j14,046)
= 60 (0,999∠ 9,207°) + (69,524 + j14,046)
= 59,94 ∠ 9,207° + (69,524 + j14,046)
= 59,167+ j9,59 + (69,524 + j14,046)
= 128,691 + j26,636
= 131,418 ∠ 11,693°

Σ IS Zone 1 = IS Zone 1 + Σ IS Zone 2


= 26 (cosθ + jsinθ) + (128,691 + j26,636)
= 26 (0,994 + j0,109) + (128,691 + j26,636)
= (25,974∠ 6,257 °) + (128,691 + j26,636)
= (25,819 + j6,257) + (128,691 + j26,636)
= 154,51 + j29,466
114

= 157,294 ∠ 10,797°

82) Perhitungan arus total zone pada fasa T penyulang MJO-04

Σ IT Zone 3 = IT Zone 3
= 60 (cosθ + jsinθ)
= 60 (0,98 + j0,198)
= 60 (0,999∠ 11,422°)
= 59,94 ∠ 11,422°
= 58,782 + j11,876

Σ IT Zone 2 = IT Zone 2 + Σ IT Zone 3


= 94 (cosθ + jsinθ) + (58,782 + j11,876)
= 94 (0,987 + j0,16) + (58,782 + j11,876)
= 94 (0,999∠ 9,207°) + (58,782 + j11,876)
= 93,906 ∠ 9,207° + (58,782 + j11,876)
= 92,696+ j15,025 + (58,782 + j11,876)
= 151,478 + j26,901
= 153,848 ∠ 10,07°

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 34 (cosθ + jsinθ) + (151,478 + j26,901)
= 34 (0,994 + j0,109) + (151,478 + j26,901)
= 34 (0,999∠ 6,257°) + (151,478 + j26,901)
= (33,966 ∠ 6,257°) + (151,478 + j26,901)
= (33,763 + j3,701) + (151,478 + j26,901)
= 185,24 + j30,601
= 187,750 ∠ 9,380°

83) Perhitungan arus total zone pada fasa N penyulang MJO-04

Σ IN Zone 3 = IN Zone 3
= 8,990 ∠ 79,392°
= 1,665 + j8,837

Σ IN Zone 2 = IN Zone 2 + IN Zone 3


= (45,2 – j22,29) + (1,665 + j8,837)
= 46,855 – j13,453
= 48,748 ∠–16,019°

Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2


= (46,855 – j13,453) + (1,751 –j6,6778)
115

= 48,606 – j20,231
= 52,64 ∠ 22,298°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang MJO-
04 ditunjukkan pada Tabel 5.51 dibawah ini:

Tabel 3.53 Tabel 4.1 Arus Zone Total Penyulang MJO-04


Panjang
Beban [A]
MJO-04 [kms]
IR IS IT IN
ΣIZone 1 211,700 69,524 58,782 8,990 1,51
ΣIZone 2 180,787 131,418 153,848 48,748 14
ΣIZone 3 62,937 157,294 187,750 52,64 13,95

Dari data Tabel 3.51 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-04. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar

1) Perhitungan Rugi Daya Nyata MJO-04

PLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × R × L) + (ΣIS2 Zone 1 × R× L) + (ΣIT2 Zone 1 × R × L) +


(ΣIN2 Zone 1 × R × L)
= (148,8172 × 0,139 × 1,51) + (86,8882 × 0,139 × 1,51) +
(127,8372 × 0,139 × 1,51) + (55,222 × 0,139 × 1,51)
= 10,302 kW

PLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × R × L) + (ΣIS2 Zone 2 × R× L) + (ΣIT2 Zone 2 × R × L) +


(ΣIN2 Zone 2 × R × L)
= (117,8822 × 0,139 × 9,9) + (59,542 × 0,139 × 9,9) + (92,9692
× 0,139 × 9,9) + (50,3972 × 0,139 × 9,9)
= 39,389 kW

PLossesZone 3 = (ΣIR2 Zone 3 × R × L) + (ΣIS2 Zone 3 × R× L) + (ΣIT2 Zone 3 × R × L) +


(ΣIN2 Zone 3 × R × L)
= (62,9372 × 0,139 × 14,3) + (131,4182 × 0,139 × 14,3) +
(59,962 × 0,139 × 14,3) + (8,9902 × 0,139 × 14,3)
= 49,509 kW

PLosses MJO-04 = PLossesZone 1 + PLossesZone 2 + PLossesZone 3


= 10,302 + 39,389 + 49,509
= 96,2 kW
116

84) Perhitungan Rugi Reaktif Penyulang WLI-02

QLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × X × L) + (ΣIS2 Zone 1 × X× L) + (ΣIT2 Zone 1 × X ×


L) + (ΣIN2 Zone 1 × X × L)
= (148,872 × 0,352 × 1,51) + (86,8882 × 0,352 × 1,51) +
(127,8372 × 0,352 × 1,51) + (55,222 × 0,352 × 1,51)
= 26,091 kVAR

QLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × X × L) + (ΣIS2 Zone 2 × X× L) + (ΣIT2 Zone 2 × X ×


L) + (ΣIN2 Zone 2 × X × L)
= (117,8822 × 0,352 × 9,9) + (59,542 × 0,352 × 9,9) +
(92,9692 × 0,352 × 9,9) + (50,3972 × 0,352 × 9,9)
= 99,749 kVAR

QLossesZone 3 = (ΣIR2 Zone 3 × R × L) + (ΣIS2 Zone 3 × R× L) + (ΣIT2 Zone 3 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 3 × R × L)
= (62,9372 × 0,352 × 14,3) + (131,4182 × 0,352× 14,3) +
(59,962 × 0,352 × 14,3) + (8,9902 × 0,352 × 14,3)
= 125,375 kVAR

QLosses MJO-04 = QLossesZone 1 + QLossesZone 2 + QLossesZone 3


= 26,091 + 99,749 + 125,375
= 254,215 kVAR

jj. Rugi Daya Penyulang MJO-07

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-07,


dilakukan perhitungan besarnya arus netral pada masing-masing zone.
Perhitungan arus netral tersebut berdasarkan data beban zone penyulang MJO-
07 dan selisih sudut antar fasa dianggap 120°. Sudut arus fasa R adalah sudut
dari cos-1θ. Maka perhitungan besarnya arus netral (IN) diperoleh dengan cara
seperti berikut:

IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°

IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 13 ∠ 17,426° + 10 ∠ 137,426° + 12 ∠ 253,426°
= (17,403 + j3,893) + (-7,364 + j6,765) + (-3,423 – j11,501)
= 1,616 – j0,843
117

= 1,822 ∠ –2,549°

IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 61 ∠ 19,265° + 51 ∠ 139,265° + 52 ∠ 259,265°
= (57,584 + j20,126) + (-38,644 + j33,280) + (-9,685 – j51,089)
= 9,255 + j2,317
= 9,540 ∠ 14,055°
Hasil perhitungan arus netral penyulang MJO-07 ditunjukkan pada Tabel 4.13
di bawah ini

Tabel 4.2 Arus Netral Tiap Zone Penyulang MJO-07

Beban [A] cosθ sinθ


MJO-07
R S T N
Zona 1 61 51 52 1,822 0,9541 0,299
Zona 2 13 10 12 9,540 0,944 0,329
Setelah mendapatkan nilai arus netral pada masing-masing zone, kemudian
dihitung arus total pada masing-masing zone.

1) Perhitungan arus total zone pada fasa R penyulang MJO-07

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 61 (cosθ + jsinθ)
= 61 (0,944 + j0,329)
= 61 (0,999∠ 19,214°)
= 60,939 ∠19,214 °
= 57,544+ j20,0548

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 13 (cosθ + jsinθ) + (57,544+ j20,0548)
= 13 (0,9541 + j0,299) + (57,544+ j20,0548)
= 13 (0,999 ∠ 17,40°) + (57,544+ j20,0548)
= (12,987 ∠ 17,40°) + (57,544+ j20,0548)
= (12,392+ j3,883) + (57,544+ j20,0548)
= 69,936 + j23,9378
= 73,919 ∠ 18,895°

85) Perhitungan arus total zone pada fasa S penyulang MJO-07

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 51 (cosθ + jsinθ)
118

= 51 (0,944 + j0,329)
= 51 (0,999∠ 19,214°)
= 50,949 ∠19,214 °
= 48,110 + j16,767
Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2
= 10 (cosθ + jsinθ) + (48,110 + j16,767)
= 10 (0,9541 + j0,299) + (48,110 + j16,767)
= 10 (0,999 ∠ 17,40°) + (48,110 + j16,767)
= (9,99 ∠ 17,40°) + (48,110 + j16,767)
= (9,532+ j2,987) + (48,110 + j16,767)
= 57,642 + j19,754
= 60,932 ∠ 18,916°

86) Perhitungan arus total zone pada fasa T penyulang MJO-07

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 52 (cosθ + jsinθ)
= 52 (0,944 + j0,329)
= 52 (0,999∠ 19,214°)
= 51,948 ∠19,214 °
= 49,054 + j17,095

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 12 (cosθ + jsinθ) + (49,054 + j17,095)
= 12 (0,9541 + j0,299) + (49,054 + j17,095)
= 12 (0,999 ∠ 17,40°) + (49,054 + j17,095)
= (11,988 ∠ 17,40°) + (49,054 + j17,095)
= (11,439+ j3,584) + (49,054 + j17,095)
= 60,493 + j20,679
= 63,929 ∠ 18,872°

87) Perhitungan arus total zone pada fasa N penyulang MJO-07

Σ IN Zone 2 = IN Zone 2
= 9,255 + j2,317
= 9,540 ∠14,055°

Σ IN Zone 1 = IN Zone 1
= 1,616 – j0,843
= 1,822 ∠ –27,549°

Σ IN MJO-7 = Σ IN Zone 1 + Σ IN Zone 2


119

= (1,616 – j0,843) + (9,255 + j2,317)


= 10,871 + j1,474
= 10,970 ∠ 7,721°

Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang MJO-
04 ditunjukkan pada Tabel 3.52 dibawah ini:

Tabel 3.54 Arus Zone Total Penyulang MJO-07


Panjang
Beban [A]
MJO-07 [kms]
IR IS IT IN
ΣIZone 1 73,919 57,642 63,929 1,822 3,78
ΣIZone 2 60,939 50,949 51,948 9,540 7,35

Dari data Tabel 3.52 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-07. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar.

1) Perhitungan Rugi Daya Nyata MJO-07

PLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × R × L) + (ΣIS2 Zone 1 × R× L) + (ΣIT2 Zone 1 × R × L) +


(ΣIN2 Zone 1 × R × L)
= (79,9192 × 0,139 × 3,78) + (60,9322 × 0,139 × 3,78) +
(63,9292 × 0,139 × 3,78) + (10,972 × 0,139 × 3,78)
= 7,032 kW

PLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × R × L) + (ΣIS2 Zone 2 × R× L) + (ΣIT2 Zone 2 × R × L) +


(ΣIN2 Zone 2 × R × L)
= (57,5442 × 0,139 × 7,35) + (48,1102 × 0,139 × 7,35) +
(49,0542 × 0,139 × 7,35) + (9,5402 × 0,139 × 7,35)
= 8,389 kW

PLosses MJO-07 = PLossesZone 1 + PLossesZone 2


= 7,032 + 8,389
= 15,421 kW

88) Perhitungan Rugi Reaktif Penyulang MJO-07


120

QLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × X × L) + (ΣIS2 Zone 1 × X× L) + (ΣIT2 Zone 1 × X × L) + (


ΣIN2 Zone 1 × X × L)
= (73,9192 × 0,352 × 3,78) + (60,932 × 0,352 × 3,78) + (63,9292
× 0,352 × 3,78) + (10,972 × 0,352 × 3,78)
= 17,807 kVAR

QLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × X × L) + (ΣIS2 Zone 2 × X× L) + (ΣIT2 Zone 2 × X × L) + (


ΣIN2 Zone 2 × X × L)
= (57,5442 × 0,352 × 7,35) + (48,1102 × 0,352 × 7,35) +
(49,0542 × 0,352 × 7,35) + (9,5402 × 0,352 × 7,35)
= 15,832 kVAR

QLosses MJO-07 = QLossesZone 1 + QLossesZone 2


= 17,807 + 15,832
= 33,639 kVAR

kk. Rugi Daya Penyulang MJO-09

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-09,


dilakukan perhitungan besarnya arus netral pada masing-masing zone.
Perhitungan arus netral tersebut berdasarkan data beban zone penyulang MJO-
09 dan selisih sudut antar fasa dianggap 120°. Sudut arus fasa R adalah sudut
dari cos-1θ. Maka perhitungan besarnya arus netral (IN) diperoleh dengan cara
seperti berikut:

IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 3 ∠ 6,27° + 2 ∠ 126,27° + 2 ∠ 246,27°
= (2,98+ j0,32) + (-1,18 + j1,6) + (-0,80 – j1,83)
= 1 + j0,09
= 1 ∠ 5,14°
IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 184 ∠ 12,312° + 195 ∠ 132,312° + 186 ∠ 252,312°
= (179,768 + j39,23) + (-131,267 + j144,20) + (-56,513 – j177,20)
= –8,005 + j6,23
= 10,14 ∠ 142,107°
121

Hasil perhitungan arus netral penyulang MJO-09 ditunjukkan pada Tabel 4.13
di bawah ini

Tabel 3.55 Arus Netral Tiap Zone Penyulang MJO-09


Beban [A] cosθ sinθ
MJO-09
R S T N
Zona 1 184 195 186 1 0,994 0,109
Zona 2 3 2 2 10,14 0,977 0,213

Setelah mendapatkan nilai arus netral pada masing-masing zone, kemudian


dihitung arus total pada masing-masing zone.

1) Perhitungan arus total zone pada fasa R penyulang MJO-09

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 184 (cosθ + jsinθ)
= 184 (0,977 + j0,213)
= 184 (0,999∠ 12,298°)
= 183,816 ∠12,298 °
= 179,59 + j39,152

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 3 (cosθ + jsinθ) + (179,59 + j39,152)
= 3 (0,994 + j0,109) + (179,59 + j39,152)
= 3 (0,999 ∠ 6,257°) + (179,59 + j39,152)
= (2,997 ∠ 6,257°) + (179,59 + j39,152)
= (2,979 + j0,32) + (179,59 + j39,152)
= 182,569 + j39,472
= 186,787 ∠ 12,199°

89) Perhitungan arus total zone pada fasa S penyulang MJO-09

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 195 (cosθ + jsinθ)
= 195 (0,977 + j0,213)
= 195 (0,999∠ 12,298°)
= 194,805 ∠12,298 °
= 194,243 + j42,344
122

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 2 (cosθ + jsinθ) + (194,243 + j42,344)
= 2 (0,994 + j0,109) + (194,243 + j42,344)
= 2 (0,999 ∠ 6,257°) + (194,243 + j42,344)
= (1,998 ∠ 6,257°) + (194,243 + j42,344)
= (1,986 + j0,217) + (194,243 + j42,344)
= 196,229 + j42,561
= 250,791 ∠ 12,237°

90) Perhitungan arus total zone pada fasa T penyulang MJO-09

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 186 (cosθ + jsinθ)
= 186 (0,977 + j0,213)
= 186 (0,999∠ 12,298°)
= 185,814 ∠12,298 °
= 181,550 + j39,577

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 2 (cosθ + jsinθ) + (181,550 + j39,577)
= 2 (0,994 + j0,109) + (181,550 + j39,577)
= 2 (0,999 ∠ 6,257°) + (181,550 + j39,577)
= (1,998 ∠ 6,257°) + (181,550 + j39,577)
= (1,986 + j0,217) + (181,550 + j39,577)
= 183,536 + j39,794
= 187,8 ∠ 12,233°

91) Perhitungan arus total zone pada fasa N penyulang MJO-09

Σ IN Zone 2 = IN Zone 2
= –8,005 + j6,23
= 10,14 ∠ 142,107°

Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2


= 1 + j0,09 + (–8,005 + j6,23)
= –7,005 + j6,32
= 9,34 ∠ 137,942°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang MJO-
09 ditunjukkan pada Tabel 3.54 dibawah ini:

Tabel 3.56 Arus Zone Total Penyulang MJO-09


123

Beban [A] Panjang


MJO-09
IR IS IT IN [kms]
ΣIZone 1 186,787 250,791 187,8 9,34 5,26
ΣIZone 2 183,816 194,805 185,814 10,14 30,3
Dari data Tabel 3.56 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-09. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar

1) Perhitungan Rugi Daya Nyata MJO-09

PLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × R × L) + (ΣIS2 Zone 1 × R× L) + (ΣIT2 Zone 1 × R × L) +


(ΣIN2 Zone 1 × R × L)
= (186,5692 × 0,139 × 5,26) + (200,7912 × 0,139 × 5,26) + (1872
× 0,139 × 5,26) + (9,4342 × 0,139 × 5,26)
= 80,559 kW
PLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × R × L) + (ΣIS2 Zone 2 × R× L) + (ΣIT2 Zone 2 × R × L) +
(ΣIN2 Zone 2 × R × L)
= (183,8162 × 0,139 × 30,9) + (194,2432 × 0,139 × 30,9) +
(185,8142 × 0,139 × 30,9) + (10,142 × 0,139 × 30,9)
= 455,917 kW
PLosses MJO-09 = PLossesZone 1 + PLossesZone 2
= 80,559 + 455,917
= 536,476 kW

92) Perhitungan Rugi Reaktif Penyulang MJO-09

QLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × X × L) + (ΣIS2 Zone 1 × X× L) + (ΣIT2 Zone 1 × X × L) + (


ΣIN2 Zone 1 × X × L)
= (186,5692 × 0,352 × 5,26) + (200,7912 × 0,352 × 5,26) +
(1872× 0,352 × 5,26) + (9,4342 × 0,352 × 5,26)
= 204,006 kVAR
QLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × X × L) + (ΣIS2 Zone 2 × X× L) + (ΣIT2 Zone 2 × X × L) + (
ΣIN2 Zone 2 × X × L)
= (183,8162 × 0,352 × 30,9) + (194,2432 × 0,352 × 30,9) +
(185,8142 × 0,352 × 30,9) + (10,142 × 0,352 × 30,9)
= 940,181 kVAR
QLosses MJO-09 = QLossesZone 1 + QLossesZone 2
= 204,006 + 940,181
= 1144,187 kVAR
124

ll. Rugi Daya Penyulang MJO-10

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-10,


dilakukan perhitungan besarnya arus netral pada masing-masing zone.
Perhitungan arus netral tersebut berdasarkan data beban zone penyulang MJO-
10 dan selisih sudut antar fasa dianggap 120°. Sudut arus fasa R adalah sudut
dari cos-1θ. Maka perhitungan besarnya arus netral (IN) diperoleh dengan cara
seperti berikut:

IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°

IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 13 ∠ 22,481° + 8 ∠ 142,481° + 17 ∠ 262,481°
= (12,012+ j4,970) + (-6,345 + j4,87) + (-2,224 – j16,85)
= 3,443 – j7,01
= 7,809 ∠ –63,841°

IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 6 ∠ 23,794° + 28 ∠143,794° + 19 ∠ 263,794°
= (15,490 + j2,42) + (-22,593 + j16,539) + (-2,05 – j18,888)
= –19,153 + j0,071
= 19,153 ∠ 179,757°

IN Zone 3 = IR Zone 3 + IS Zone 3 + IT Zone 3


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 82 ∠ 25,841° + 79 ∠145,841° + 78 ∠ 265,841°
= (73,80 + j35,741) + (-65,371 + j44,357) + (-6,566 – j77,794)
= 2,773 + j2,307
= 3,607 ∠ 39,758°

Hasil perhitungan arus netral penyulang MJO-10 ditunjukkan pada Tabel 3.55
di bawah ini.

Tabel 3.57 Arus Netral Tiap Zone Penyulang MJO-10


Beban [A] cosθ Sinθ
MJO-10
R S T N
125

Zona 1 82 79 78 3,607 0,924 0,382


Zona 2 6 28 19 19,153 0,915 0,403
Zona 3 13 8 17 7,809 0,90 0,435

Setelah mendapatkan nilai arus netral pada masing-masing zone, kemudian


dihitung arus total pada masing-masing zone.

1) Perhitungan arus total zone pada fasa R penyulang MJO-10

Σ IR Zone 3 = IR Zone 3
= 82 (cosθ + jsinθ)
= 82 (0,90 + j0,435)
= 82 (0,999∠ 25,796°)
= 81,918 ∠25,796 °
= 73,75 + j35,648

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2 + Σ IR Zone 3


= 6 (cosθ + jsinθ) + (73,75 + j35,648)
= 6 (0,915 + j0,403) + (73,75 + j35,648)
= 6 (0,999 ∠ 23,770°) + (73,75 + j35,648)
= (5,994 ∠ 23,770°) + (73,75 + j35,648)
= (5,485+ j2,41) + (73,75 + j35,648)
= 79,235 + j38,058
= 87,901 ∠ 25,655°

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + Σ IR Zone 2


= 13 (cosθ + jsinθ)
= 13 (0,924 + j0,382)
= 13 (0,999 ∠ 22,461°)
= (12,987 ∠ 22,461°)
= (12,001 + j4,961)

Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + IR Zone 2 + IR Zone 3


= (12,001 + j4,961) + (5,485+ j2,41) + 73,75 + j35,648
= 91,206 + j43,019
= 100,842 ∠25,251

93) Perhitungan arus total zone pada fasa S penyulang MJO-10

Σ IS Zone 3 = IS Zone 3
= 79 (cosθ + jsinθ)
126

= 79 (0,90 + j0,435)
= 79 (0,999∠ 25,796°)
= 78,921 ∠25,796 °
= 71,056 + j34,34

Σ IS Zone 2 = IS Zone 2 + Σ IS Zone 3


= 28 (cosθ + jsinθ) + (71,056 + j34,34)
= 28 (0,915 + j0,403) + (71,056 + j34,34)
= 28 (0,999 ∠ 23,770°) + (71,056 + j34,34)
= (27,972 ∠ 23,770°) + (71,056 + j34,34)
= (25,599 + j11,274) + (71,056 + j34,34)
= 96,655 + j45,614
= 106,877 ∠ 25,263°)

Σ IS Zone 1 = IS Zone 1 + Σ IS Zone 2


= 8 (cosθ + jsinθ) + (96,655 + j45,614)
= 8 (0,915 + j0,403) + (96,655 + j45,614)
= 8 (0,999 ∠ 23,461°) + (96,655 + j45,614)
= (7,992 ∠ 23,461°) + (96,655 + j45,614)
= (7,385 + j3,05) + (96,655 + j45,614)
= 104,04+ j48,65
= 114,852 ∠ 25,061°

94) Perhitungan arus total zone pada fasa T penyulang MJO-10

Σ IT Zone 3 = IT Zone 3
= 78 (cosθ + jsinθ)
= 78 (0,90 + j0,435)
= 78 (0,999∠ 25,796°)
= 77,922 ∠25,796 °
= 70,157 + j33,909

Σ IT Zone 2 = IT Zone 2 + Σ IT Zone 3


= 19 (cosθ + jsinθ) + (70,157 + j33,909)
= 19 (0,915 + j0,403) + (70,157 + j33,909)
= 19 (0,999 ∠ 23,770°) + (70,157 + j33,909)
= (18,981 ∠ 23,770°) + (70,157 + j33,909)
= (17,370 + j11,274) + (70,157 + j33,909)
= 87,527+ j41,559
= 96,892 ∠ 25,398°)
127

Σ IT Zone 1 = IT Zone 1 + Σ IT Zone 2


= 17 (cosθ + jsinθ) + (87,527+ j41,559)
= 17 (0,915 + j0,403) + (87,527+ j41,559)
= 17 (0,999 ∠ 23,461°) + (87,527+ j41,559)
= (16,983∠ 23,461°) + (87,527+ j41,559)
= (15,694 + j6,488) + (87,527+ j41,559)
= 103,221+ j48,047
= 113,855 ∠ 24,960°

95) Perhitungan arus total zone pada fasa N penyulang MJO-10

Σ IN Zone 3 = IN Zone 3
= 3,607 (cosθ + jsinθ)
= 3,607 (0,90 + j0,435)
= 3,603 ∠ 25,796°
= 3,243 + j1,56

Σ IN Zone 2 = IN Zone 2 + Σ IN Zone 3


= 19,153 (cosθ + jsinθ) + (3,243 + j1,56)
= 19,153 (0,915 + j0,403) + (3,243 + j1,56)
= 19,153 (0,999 ∠ 23,770°) + (3,243 + j1,56)
= (17,509 + j7,71) + (3,243 + j1,56)
= 20,752 + j9,27
= 22,728 ∠ 24,70°

Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2


= 7,809 (cosθ + jsinθ) + (20,752 + j9,27)
= 7,809 (0,90 + j0,382) + (20,752 + j9,27)
= 7,809 (0,999 ∠ 22,461°) + (20,752 + j9,27)
= (7,209 + j2,980) + (20,752 + j9,27)
= 27,961+ j12,25
= 30,526 ∠ 23,658°
Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang MJO-
10 ditunjukkan pada Tabel 3.56 dibawah ini:

Tabel 3.58 Arus Zone Total Penyulang MJO-10


MJO-10 Beban [A] Panjang
128

[kms]
IR IS IT IN
ΣIZone 1 100,842 114,85 113,855 30,526 4,16
ΣIZone 2 89,901 106,877 96,892 22,728 15,9
ΣIZone 3 81,918 78,921 77,922 3,603 10,45

Dari data Tabel 3.58 dapat dihitung rugi daya penyulang MJO-10. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar

1) Perhitungan Rugi Daya Nyata MJO-10

PLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × R × L) + (ΣIS2 Zone 1 × R× L) + (ΣIT2 Zone 1 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 1 × R × L)
= (100,842 × 0,139 × 4,15) + (114,8522 × 0,139 × 4,15) +
(113,8552 × 0,139 × 4,15) + (30,262 × 0,139 × 4,15)
= 21,490 kW

PLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × R × L) + (ΣIS2 Zone 2 × R× L) + (ΣIT2 Zone 2 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 2 × R × L)
= (87,9012 × 0,139 × 13,8) + (106,8772 × 0,139 × 13,8) +
(96,8922 × 0,139 × 13,8) + (22,782 × 0,139 × 13,8)
= 55,735 kW

PLossesZone 3 = (ΣIR2 Zone 3 × R × L) + (ΣIS2 Zone 3 × R× L) + (ΣIT2 Zone 3 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 3 × R × L)
= (81,9182 × 0,139 × 9,85) + (78,9212 × 0,139 × 9,85) +
(77,9222 × 0,139 × 9,85) + (3,6072 × 0,139 × 9,85)
= 26,046 kW

PLosses MJO-10 = PLossesZone 1 + PLossesZone 2 + PLossesZone 3


= 21,490 + 55,735 + 26,046
= 103,271 kW

96) Perhitungan Rugi Reaktif Penyulang MJO-10

QLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × X × L) + (ΣIS2 Zone 1 × X× L) + (ΣIT2 Zone 1 × X × L)


+ (ΣIN2 Zone 1 × X × L)
= (100,842 × 0,352 × 4,15) + (114,8522 × 0,352 × 4,15) +
(113,8552 × 0,352 × 4,15) + (30,262 × 0,352 × 4,15)
129

= 54,421 kVAR

QLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × X × L) + (ΣIS2 Zone 2 × X× L) + (ΣIT2 Zone 2 × X × L)


+ (ΣIN2 Zone 2 × X × L)
= (87,9012 × 0,352 × 13,8) + (106,8772 × 0,352 × 13,8) +
(96,8922 × 0,352 × 13,8) + (22,782 × 0,352 × 13,8)
= 141,143 kVAR

QLossesZone 3 = (ΣIR2 Zone 3 × X × L) + (ΣIS2 Zone 3 × X× L) + (ΣIT2 Zone 3 × X × L)


+ (ΣIN2 Zone 3 × X × L)
= (81,9182 × 0,352 × 9,85) + (78,9212 × 0,352 × 9,85) +
(77,9222 × 0,352 × 9,85) + (3,6072 × 0,352 × 9,85)
= 65,959 kVAR

QLosses MJO-10 = QLossesZone 1 + QLossesZone 2 + QLossesZone 3


= 54,421 + 141,143 + 65,959
= 261,523 kVAR

mm. Rugi Daya Penyulang BRG-02

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang BRG-02,


dilakukan perhitungan besarnya arus netral pada masing-masing zone.
Perhitungan arus netral tersebut berdasarkan data beban zone penyulang BRG-
02 dan selisih sudut antar fasa dianggap 120°. Sudut arus fasa R adalah sudut
dari cos-1θ. Maka perhitungan besarnya arus netral (IN) diperoleh dengan cara
seperti berikut:

IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 40 ∠ 14,069° + 30 ∠ 134,069° + 41 ∠ 254,069°
= (38,8 + j9,72) + (-20,865 + j21,55) + (-11,253 – j39,425)
= 6,682 – j8,155
= 6,61 ∠ –0,947°

IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 60,7 ∠ 15,634° + 107,4 ∠135,634° + 62 ∠ 255,634°
= (58,454 + j16,358) + (-76,77 + j75,098) + (-15,383 – j60,061)
130

= –33,699 +j31,395
= 46,057 ∠ 137,027°

IN Zone 2a = IR Zone 2A + IS Zone 2A + IT Zone 2A


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 35,8 ∠ 16,260° + 33,3 ∠136,260° + 44,8 ∠ 256,260°
= (34,368 + j10,023) + (-24,058 + j23,023) + (-10,640 – j43,517)
= –0,33 + j10,471
= 10 ∠ -91,805°

IN Zone 3 = IR Zone 3 + IS Zone 3 + IT Zone 3


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 31,5 ∠ 19,625° + 19,3 ∠139,625° + 27,2 ∠ 59,265°
= (29,273 + j10,39) + (-14,624 + j12,594) + (-5,066 – j26,723)
= 10,04 – j3,379
= 10,713 ∠ -20,425°

Hasil perhitungan arus netral penyulang BRG-02 ditunjukkan pada Tabel 3.59
di bawah ini

Tabel 3.59 Arus Netral Tiap Zone Penyulang BRG-02


Beban [A] cosθ sinθ
BRG-02
R S T N
Zona 1 167,751 198,743 174,753 73,276 0,97 0,243
Zona 2 127,823 159,804 133,824 66,682 0,963 0,269
Zona 2a 35,764 33,267 44,755 9,99 0,960 0,279
Zona 3 31,468 19,280 27,172 10,712 0,944 0,329

Setelah mendapatkan nilai arus netral pada masing-masing zone, kemudian


dihitung arus total pada masing-masing zone.

1) Perhitungan arus total zone pada fasa R penyulang BRG-02

Σ IR Zone 3 = IR Zone 3
= 31,5 (cosθ + jsinθ)
= 31,5 (0,944 + j0,329)
= 31,5 (0,999∠ 19,214°)
= 31,468 ∠ 19,214°
= 29,715 + j10,356
Σ IR Zone 2A = IR Zone 2A
131

= 35,8 (cosθ + jsinθ)


= 35,8 (0,96 + j0,279)
= 31,5 (0,999∠ 16,205°)
= 35,764 ∠ 16,205°
= 34,339 + j9,979
Σ IR Zone 2 = IR Zone 2 + Σ IR Zone 3 + Σ IR Zone 2A
= 60,7 (cosθ + jsinθ) + (73,75 + j35,648)
= 60,7 (0,963 + j0,269) + (29,715 + j10,356) + (34,339 +
j9,979)
= 60,7 (0,999 ∠ 15,606°) + (29,715 + j10,356) + (34,339 +
j9,979)
= (60,639 ∠ 15,606°) + (29,715 + j10,356) + (34,339 +
j9,979)
= (58,403 + j16,313) + (29,715 + j10,356) + (34,339 +
j9,979)
= 122,457 + j36,648
= 127,823 ∠ 16,609°
IR Zone 1 = IR Zone 1
= 40 (cosθ + jsinθ)
= 40 (0,97 + j0,243)
= 40 (0,999 ∠ 14,064°)
= (39,96 ∠ 14,064°)
= (38,762 + j9,710)
Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + ΣIR Zone 2
= (38,762 + j9,710) + (122,457 + j36,648)
= 161,219 + j46,358
= 167,751 ∠16,042°

97) Perhitungan arus total zone pada fasa S penyulang BRG-02

Σ IS Zone 3 = IS Zone 3
= 19,3 (cosθ + jsinθ)
= 19,3 (0,944 + j0,39)
= 19,3 (0,999∠ 19,214°)
= 19,280 ∠ 19,214°
= 18,206 + j6,345
Σ IS Zone 2A = IS Zone 2A
= 33,3 (cosθ + jsinθ)
= 33,3 (0,96 + j0,279)
= 33,3 (0,999∠ 16,205°)
= 33,267 ∠ 16,205°
132

= 31,944 + j9,283
Σ IS Zone 2 = IS Zone 2 + Σ IS Zone 3 + Σ IS Zone 2A
= 107,4 (cosθ + jsinθ) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= 107,4 (0,963 + j0,279) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= 107,4 (0,999 ∠ 15,606°) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= (107,292 ∠ 15,606°) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= (103,336 + j28,863) + (18,206 + j6,345) + (31,944 +
j9,283)
= 153,486 + j44,491
= 159,804 ∠16,165 °
Σ IS Zone 1 = IS Zone 1 + Σ IS Zone 2
= 39 (cosθ + jsinθ) + (153,486 + j44,491)
= 39 (0,97 + j0,243) + (153,486 + j44,491)
= 39 (0,999 ∠ 14,064°) + (153,486 + j44,491)
= (38,961 ∠ 14,064°) + (153,486 + j44,491)
= (37,793 + j53,958) + (153,486 + j44,491)
= 191,279+ j53,958
= 198,743∠ 15,753°

98) Perhitungan arus total zone pada fasa T penyulang BRG-02

Σ IT Zone 3 = IT Zone 3
= 27,2 (cosθ + jsinθ)
= 27,2 (0,944 + j0,39)
= 27,2 (0,999∠ 19,214°)
= 27,172 ∠ 19,214°
= 25,658 + j8,942
Σ IT Zone 2A = IT Zone 2A
= 44,8 (cosθ + jsinθ)
= 44,8 (0,96 + j0,279)
= 44,8 (0,999∠ 16,205°)
= 44,755 ∠ 16,205°
= 42,976 + j12,489
Σ IT Zone 2 = IT Zone 2 + Σ IT Zone 3 + Σ IT Zone 2A
= 62 (cosθ + jsinθ) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +
j12,489)
= 62 (0,96 + j0,279) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +
j12,489)
133

= 62 (0,999 ∠ 15,606°) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +


j12,489)
= (61,938 ∠ 15,606°) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +
j12,489)
= (59,654 + j16,662) + (25,658 + j8,942) + (42,976 +
j12,489)
= 128,288+ j38,093
= 133,824 ∠ 16,537°)
Σ IT Zone 1 = IT Zone 1 + Σ IT Zone 2
= 41 (cosθ + jsinθ) + (128,288+ j38,093)
= 41 (0,97 + j0,243) + (128,288+ j38,093)
= 41 (0,999 ∠ 14,064°) + (128,288+ j38,093)
= (40,959∠ 14,064°) + (128,288+ j38,093)
= (39,731 + j9,953) + (128,288+ j38,093)
= 168,019+ j48,046
= 174,753 ∠ 15,958°

99) Perhitungan arus total zone pada fasa N penyulang BRG-02

Σ IN Zone 3 = IN Zone 3
= 10,713 (cosθ + jsinθ)
= 10,713 (0,944 + j0,39)
= 10,713 (0,999∠ 19,214°)
= 10,712 ∠ 19,214°
= 10,105 + j3,522
Σ IN Zone 2A = IN Zone 2A
= 10 (cosθ + jsinθ)
= 10 (0,96 + j0,279)
= 10 (0,999∠ 16,205°)
= 9,99 ∠ 16,205°
= 9,593 + j2,787
Σ IN Zone 2 = IN Zone 2 + Σ IN Zone 3 + Σ IN Zone 2A
= 46,057 (cosθ + jsinθ) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= 46,057 (0,96 + j0,279) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= 46,057 (0,999 ∠ 15,606°) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= (46,010 ∠15,606°) + (10,105 + j3,522) + (9,593 +
j2,787)
= (44,315 + j12,37) + (10,105 + j3,522) + (9,593 + j2,787)
134

= 64,013 + j18,679
= 66,682 ∠ 16,267°
Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2
= 6,61 (cosθ + jsinθ) + (64,013 + j18,679)
= 6,61 (0,97 + j0,243) + (64,013 + j18,679)
= 6,61 (0,999 ∠ 14,064°) + (64,013 + j18,679)
= (6,603 ∠14,064°) + (64,013 + j18,679)
= (6,40 + j1,604) + (64,013 + j18,679)
= 70,413 + j20,283
= 73,276∠ 16,069°

Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang BRG-
02 ditunjukkan pada Tabel 3.60 dibawah ini:

Tabel 3.60 Arus Zone Total Penyulang BRG-02


Panjang
Beban [A]
BRG-02 [kms]
IR IS IT IN
ΣIZone 1
ΣIZone 2
ΣIZone 2a
ΣIZone 3

Dari data Tabel 3.60 dapat dihitung rugi daya penyulang BRG-02. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar.

1) Perhitungan Rugi Daya Nyata BRG-02

PLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × R × L) + (ΣIS2 Zone 1 × R× L) + (ΣIT2 Zone 1 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 1 × R × L)
= (167,7512 × 0,139 × 3,4) + (198,7432 × 0,139 × 3,4) +
(174,7532 × 0,139 × 3,4) + (73,2762 × 0,287 × 3,4)
= 51,559 kW
PLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × R × L) + (ΣIS2 Zone 2 × R× L) + (ΣIT2 Zone 2 × R ×
L) + (ΣIN2 Zone 2 × R × L)
= (127,8232 × 0,139 × 9,15) + (159,8032 × 0,139 × 9,15) +
(133,8252 × 0,139 × 9,15) + (66,6822 × 0,287 × 9,15)
= 87,539 kW
135

PLossesZone 2A = (ΣIR2 Zone 3 × R × L) + (ΣIS2 Zone 3 × R× L) + (ΣIT2 Zone 3 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 3 × R × L)
= (35,7692 × 0,139 × 7,6) + (33,2662 × 0,139 × 7,6) +
(44,7552 × 0,139 × 7,6) + (9,992 × 0,287 × 7,6)
= 4,850 kW
PLossesZone 3 = (ΣIR2 Zone 3 × R × L) + (ΣIS2 Zone 3 × R× L) + (ΣIT2 Zone 3 × R ×
L) + (ΣIN2 Zone 3 × R × L)
= (31,4682 × 0,139 × 10,75) + (19,2802 × 0,139 × 10,75) +
(27,1722 × 0,139 × 10,75) + (10,7022 × 0,287× 10,75)
= 3,486 kW
PLosses BRG-02 = PLossesZone 1 + PLossesZone 2 + PLossesZone 2A + PLossesZone 3
= 51,559 + 87,539 + 4,850 + 3,486
= 147,434 kW

100) Perhitungan Rugi Reaktif Penyulang BRG-02

QLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × X × L) + (ΣIS2 Zone 1 × X× L) + (ΣIT2 Zone 1 × X ×


L) + (ΣIN2 Zone 1 × X × L)
= (167,7512 × 0,352 × 3,4) + (198,7432 × 0,352 × 3,4) +
(174,7532 × 0,352 × 3,4) + (73,2762 × 1,7314 × 3,4)
= 54,421 kVAR
QLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × X × L) + (ΣIS2 Zone 2 × X× L) + (ΣIT2 Zone 2 × X ×
L) + (ΣIN2 Zone 2 × X × L)
= (127,8262 × 0,352 × 9,15) + (159,8032 × 0,352 × 9,15) +
(133,8252 × 0,352 × 9,15) + (46,0102 × 1,7314 × 9,15)
= 226,091 kVAR
QLossesZone 2A = (ΣIR2 Zone 3 × X × L) + (ΣIS2 Zone 3 × X× L) + (ΣIT2 Zone 3 × X ×
L) + (ΣIN2 Zone 3 × X × L)
= (35,7642 × 0,352 × 7,6) + (33,2662 × 0,352 × 7,6) +
(44,7552 × 0,352 × 7,6) + (9,992 × 1,7314 × 7,6)
= 13,053 kVAR
QLossesZone 3 = (ΣIR2 Zone 3 × X × L) + (ΣIS2 Zone 3 × X× L) + (ΣIT2 Zone 3 × X ×
L) + (ΣIN2 Zone 3 × X × L)
= (31,4682 × 0,352 × 10,75) + (19,2802 × 0,352 × 10,75) +
(27,1722 × 0,352 × 10,75) + (10,7022 × 1,7314 × 10,75)
= 10,079 kVAR
QLosses BRG-02 = QLossesZone 1 + QLossesZone 2 + QLossesZone 2A + QLossesZone 3
= 149,107 + 226,091 + 13,053 + 10,079 kVAR
= 398,33 Kvar

nn. Rugi Daya Penyulang BRG-08


136

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang BRG-08,


dilakukan perhitungan besarnya arus netral pada masing-masing zone.
Perhitungan arus netral tersebut berdasarkan data beban zone penyulang BRG-
08 dan selisih sudut antar fasa dianggap 120°. Sudut arus fasa R adalah sudut
dari cos-1θ. Maka perhitungan besarnya arus netral (IN) diperoleh dengan cara
seperti berikut:

IN = I R + IS + I T
= IR ∠ 0° + IS ∠ 120° + IT ∠ 240°
IN Zone 1 = IR Zone 1 + IS Zone 1 + IT Zone 1
= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 15 ∠ 19,948° + 13 ∠ 139,948° + 41 ∠ 259,948°
= (14,1 + j5,117) + (-9,95 + j8,365) + (-3,665 – j20,677)
= 0,485 – j7,195
= 7,211 ∠ –86,143°

IN Zone 2 = IR Zone 2 + IS Zone 2 + IT Zone 2


= IR ∠ θ + IS ∠ (θ +120° ¿ + IT ∠ (θ +240° ¿
= 190 ∠ 21,251° + 203 ∠141,251° + 183 ∠ 261,251°
= (177,080 + j68,866) + (-158,318 + j127,054) + (-27,83 – j180,87)
= –9,068 +j15,055
= 17,575 ∠ 121,061°

Hasil perhitungan arus netral penyulang BRG-08 ditunjukkan pada Tabel 3.61
di bawah ini.

Tabel 3.61 Arus Netral Tiap Zone Penyulang BRG-08


Beban [A] cosθ sinθ
BRG-08
R S T N
Zona 1
Zona 2

Setelah mendapatkan nilai arus netral pada masing-masing zone, kemudian


dihitung arus total pada masing-masing zone.

1) Perhitungan arus total zone pada fasa R penyulang BRG-08

Σ IR Zone 2 = IR Zone 2
= 190 (cosθ + jsinθ)
137

= 190 (0,932 + j0,362)


= 190 (0,999 ∠ 21,226°)
= (189,81 ∠ 21,226°)
= 176,933 + j68,720
Σ IR Zone 1 = IR Zone 1 + ΣIR Zone 2
= 15 (cosθ + jsinθ) + (176,933 + j68,720)
= 15 (0,932 + j0,362) + (176,933 + j68,720)
= 15 (0,999 ∠ 19,939°) + (176,933 + j68,720)
= (14,985 ∠ 19,939°) + (176,933 + j68,720)
= (14,086 + j5,110) + (176,933 + j68,720)
= 191,019 + j73,83
= 204,640 ∠ 21,131°

101) Perhitungan arus total zone pada fasa S penyulang BRG-08

Σ IS Zone 2 = IS Zone 2
= 203 (cosθ + jsinθ)
= 203 (0,932 + j0,362)
= 203 (0,999 ∠ 21,226°)
= 202,797 ∠ 21,226°
= 189,039 + j73,422
Σ IS Zone 1 = IS Zone 1 + Σ IS Zone 2
= 13 (cosθ + jsinθ) + (189,039 + j73,422)
= 13 (0,94 + j0,341) + (189,039 + j73,422)
= 13 (0,999 ∠ 19,939°) + (189,039 + j73,422)
= (12,987 ∠ 19,939°) + (189,039 + j73,422)
= (12,208 + j4,42) + (189,039 + j73,422)
= 201,247 + j77,842
= 215,777∠ 21,146°

102) Perhitungan arus total zone pada fasa T penyulang BRG-08

Σ IT Zone 2 = IT Zone 2
= 183 (cosθ + jsinθ)
= 183 (0,932 + j0,362)
= 183 (0,999 ∠ 21,226°)
= 182,817 ∠ 21,226°
= 170,414 + j66,188
Σ IT Zone 1 = IT Zone 1 + Σ IT Zone 2
= 21 (cosθ + jsinθ) + (170,414 + j66,188)
= 21 (0,94 + j0,341) + (170,414 + j66,188)
138

= 21 (0,999 ∠ 19,939°) + (170,414 + j66,188)


= (20,979∠ 19,939°) + (170,414 + j66,188)
= (19,721 + j7,154) + (170,414 + j66,188)
= 190,135 + j73,342
= 203,790 ∠ 21,093°

103) Perhitungan arus total zone pada fasa N penyulang BRG-08

Σ IN Zone 2 = IN Zone 2
= 17,575 (cosθ + jsinθ)
= 7,575 (0,932 + j0,362)
= 7,575 (0,999∠ 21,226°)
= 7,203 ∠ 21,226°
= 6,771 + j2,456
Σ IN Zone 1 = IN Zone 1 + Σ IN Zone 2
= 7,211 (cosθ + jsinθ) + (6,771 + j2,456)
= 7,211 (0,94 + j0,341) + (6,771 + j2,456)
= 7,211 (0,999∠ 19,939°) + (6,771 + j2,456)
= 7,203 ∠ 19,939° + (6,771 + j2,456)
= (6,771 + j2,456) + (6,771 + j2,456)
= 23,136 + j8,812
= 24,757 ∠ 20,850°

Hasil perhitungan arus zone total tiap fasa dan panjang zone penyulang BRG-
08 ditunjukkan pada Tabel 3.62 dibawah ini:

Tabel 3.62 Arus Zone Total Penyulang BRG-08


Panjang
Beban [A]
BRG-08 [kms]
IR IS IT IN
ΣIZone 1
ΣIZone 2

Dari data Tabel 3.62 dapat dihitung rugi daya penyulang BRG-08. Terdapat 2
perhitungan rugi daya pada jaringan distribusi, yaitu rugi daya nyata yang
dipengaruhi oleh resistansi penghantar dan rugi daya reaktif yang dipengaruhi
oleh reaktansi penghantar.

1) Perhitungan Rugi Daya Nyata BRG-08


139

PLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × R × L) + (ΣIS2 Zone 1 × R× L) + (ΣIT2 Zone 1 × R ×


L) + (ΣIN2 Zone 1 × R × L)
= (204,7902 × 0,139 × 4,06) + (215,7772 × 0,139 × 4,06) +
(203,7902 × 0,139 × 4,06) + (24,7572 × 0,287 × 4,06)
= 74,084 kW
PLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × R × L) + (ΣIS2 Zone 2 × R× L) + (ΣIT2 Zone 2 × R ×
L) + (ΣIN2 Zone 2 × R × L)
= (189,912 × 0,139 × 7,65) + (202,7962 × 0,139 × 7,65) +
(182,8172 × 0,139 × 7,65) + (17,5572 × 0,287 × 7,65)
= 118,288 kW

PLosses BRG-08 = PLossesZone 1 + PLossesZone 2


= 74,084 + 118,288 kW
= 192,372 kW

104) Perhitungan Rugi Reaktif Penyulang BRG-08

QLossesZone 1 = (ΣIR2 Zone 1 × X × L) + (ΣIS2 Zone 1 × X× L) + (ΣIT2 Zone 1 × X ×


L) + (ΣIN2 Zone 1 × X × L)
= (204,7902 × 0,352 × 4,06) + (215,7772 × 0,352 × 4,06) +
(203,7902 × 0,352 × 4,06) + (24,7572 × 1,7314 × 4,06)
= 190,135 kVAR
QLossesZone 2 = (ΣIR2 Zone 2 × X × L) + (ΣIS2 Zone 2 × X× L) + (ΣIT2 Zone 2 × X ×
L) + (ΣIN2 Zone 2 × X × L)
= (189,912 × 0,352 × 7,65) + (202,7962 × 0,352 × 7,65) +
(182,8172 × 0,352 × 7,65) + (17,5572 × 1,7314 × 7,65)
= 301,944 kVAR
QLosses BRG-02 = QLossesZone 1 + QLossesZone 2
= 190,135 + 301,944 Kvar
= 492,079 kVAR

Rugi Daya Akibat Jatuh Tegangan

a. Rugi Daya Penyulang MJO-04

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-04,


dilakukan perhitungan arus rata-rata fasa R, S, T yang melewati masing-masing
zone, selisih tegangan kirim dan tegangan terima berdasarkan perhitungan dan
simulasi ETAP, serta cos θL dan sin θL sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.63 Data Tegangan, Arus, cos θL dan sin θL


140

MJO- ∆Vperhitungan ∆Vsimulasi


Beban [A] cosθ Sinθ
04 [Volt] [Volt]
Zona 1 185,7 95 98 0,994 0,109
Zona 2 155,3 748 465 0,987 0,16
Zona 3 64,6 322,3 289 0,98 0,198

1) Rugi Tegangan Berdaarkan Perhitungan Manual


PZone1 = √ 3× 95 × 185,6 × 0,994
= 30356,282 W
= 30,356 kW
Q Zone1 = √ 3× 95 × 185,6 × 0,109
= 3328,807 VAR
= 3,329 kVAR
PZone2 = √ 3× 748 × 155,3 × 0,987
= 198587 W
= 198,587 kW
Q Zone2 = √ 3× 748 × 155,3 × 0,160
= 32192,422 VAR
= 32,192 kVAR
PZone3 = √ 3× 322,3 × 64,6 × 0,98
= 35341,056 W
= 35,341 kW
Q Zone3 = √ 3× 322,3 × 64,6 × 0,198
= 7140,335 VAR
= 7,140 kVAR

2) Rugi Tegangan Berdaarkan Simulasi ETAP


PZone1 = √ 3× 98 × 185,6 × 0,994
= 31314,902 W
= 31,315 kW
Q Zone1 = √ 3× 98 × 185,6 × 0,109
= 3433,927 VAR
= 3,434 kVAR
141

PZone2 = √ 3× 465 × 155,3 × 0,987


= 123453,153 W
= 123,453 kW
Q Zone2 = √ 3× 465 × 155,3 × 0,160
= 20012,609 VAR
= 20,013 kVAR
PZone3 = √ 3× 289 × 64,6 × 0,98
= 31689,62 W
= 31,689 kW
Q Zone3 = √ 3× 289 × 64,6 × 0,198
= 6402,597 VAR
= 6,403 kVAR

b. Rugi Daya Penyulang MJO-07

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-07,


dilakukan perhitungan arus rata-rata fasa R, S, T yang melewati masing-masing
zone, selisih tegangan kirim dan tegangan terima berdasarkan perhitungan dan
simulasi ETAP, serta cos θL dan sin θL sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.64 Data Tegangan, Arus, cos θL dan sin θL


MJO- ∆Vperhitungan ∆Vsimulasi
Beban [A] cosθ Sinθ
07 [Volt] [Volt]
Zona 1 66,3 107 114 0,9541 0,299
Zona 2 54,67 172 246 0,944 0,329

1) Rugi Tegangan Berdaarkan Perhitungan Manual


PZone1 = √ 3× 107 × 66,3 × 0,954
= 11723,352 W
142

= 11,723 kW
Q Zone1 = √ 3× 107 × 66,3 × 0,299
= 3673,915 VAR
= 3,574 kVAR
PZone2 = √ 3× 172 × 54,67 × 0,944
= 15374,823 W
= 15,375 kW
Q Zone2 = √ 3× 172 × 54,67 × 0,329
= 5358,386 VAR
= 5,358 kVAR

2) Rugi Tegangan Berdaarkan Simulasi ETAP


PZone1 = √ 3× 114 × 66,3 × 0,9541
= 12490,300 W
= 12,49 kW
Q Zone1 = √ 3× 114 × 66,3 × 0,299
= 3914,264 VAR
= 3,914 kVAR
PZone2 = √ 3× 246 × 54,67 × 0,944
= 21989,573 W
= 21,989 kW
Q Zone2 = √ 3× 246 × 54,67 × 0,329
= 7663,739 VAR
= 7,664 kVAR

c. Rugi Daya Penyulang MJO-09

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-09,


dilakukan perhitungan arus rata-rata fasa R, S, T yang melewati masing-masing
zone, selisih tegangan kirim dan tegangan terima berdasarkan perhitungan dan
simulasi ETAP, serta cos θL dan sin θL sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.65 Data Tegangan, Arus, cos θL dan sin θL


143

MJO- ∆Vperhitungan ∆Vsimulasi


Beban [A] cosθ Sinθ
07 [Volt] [Volt]
Zona 1 190,67 369,94 438 0,944 0,109
Zona 2 188,33 2121,47 2309 0,977 0,213

1) Rugi Tegangan Berdaarkan Perhitungan Manual


PZone1 = √ 3× 369,94 × 190,67 × 0,994
= 121439,695 W
= 121,44 kW
Q Zone1 = √ 3× 369,94 × 190,67 × 0,109
= 13316,827 VAR
= 13,316 kVAR
PZone2 = √ 3× 2121,47 × 188,33 × 0,977
= 676101,021 W
= 676,101 kW
Q Zone2 = √ 3× 2121,47 × 188,33 × 0,213
= 147399,711 VAR
= 147,399 kVAR

2) Rugi Tegangan Berdaarkan Simulasi ETAP


PZone1 = √ 3× 438 × 190,67 × 0,994
= 143781,658 W
= 143,782 kW
Q Zone1 = √ 3× 438 × 190,67 × 0,109
= 15766,801 VAR
= 15,767 kVAR
PZone2 = √ 3× 2309 × 188,33 × 0,977
= 735865,819 W
= 735,866 kW
Q Zone2 = √ 3× 2309 × 188,33 × 0,213
= 160429,29 VAR
= 160,249 kVAR
144

d. Rugi Daya Penyulang MJO-10

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang MJO-10,


dilakukan perhitungan arus rata-rata fasa R, S, T yang melewati masing-masing
zone, selisih tegangan kirim dan tegangan terima berdasarkan perhitungan dan
simulasi ETAP, serta cos θL dan sin θL sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.66 Data Tegangan, Arus, cos θL dan sin θL


MJO- ∆Vperhitungan ∆Vsimulasi
Beban [A] cosθ Sinθ
10 [Volt] [Volt]
Zona 1 110 219,03 235 0,924 0,382
Zona 2 97,33 745,48 874 0,915 0,403
Zona 3 79,67 404,23 382 0,90 0,435

1) Rugi Tegangan Berdaarkan Perhitungan Manual


PZone1 = √ 3× 219,03 × 110 × 0,924
= 38559,277 W
= 38,559 kW
Q Zone1 = √ 3× 219,03 × 110 × 0,382
= 15941,173 VAR
= 15,941 kVAR
PZone2 = √ 3× 745,48 × 97,33 × 0,915
= 114991,156 W
= 114,991 kW
Q Zone2 = √ 3× 745,48 × 97,33 × 0,403
= 50646,378 VAR
= 50,646 kVAR
PZone3 = √ 3× 404,23 × 79,67 × 0,90
= 35341,056 W
= 35,341 kW
Q Zone3 = √ 3× 404,23 × 79,67 × 0,435
= 24264,605 VAR
145

= 24,265 kVAR

2) Rugi Tegangan Berdaarkan Simulasi ETAP


PZone1 = √ 3× 235 × 110 × 0,924
= 41370,726 W
= 41,371 kW
Q Zone1 = √ 3× 235 × 110 × 0,382
= 17103,482 VAR
= 17,103 kVAR
PZone2 = √ 3× 874 × 97,33 × 0,915
= 134815,515 W
= 134,815 kW
Q Zone2 = √ 3× 874 × 97,33 × 0,403
= 59377,762 VAR
= 59,378 kVAR
PZone3 = √ 3× 382 × 79,67 × 0,90
= 47441,817 W
= 47,442 kW
Q Zone3 = √ 3× 382 × 79,67 × 0,435
= 22930,211 VAR
= 22,93 kVAR

e. Rugi Daya Penyulang BRG-02

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang BRG-02,


dilakukan perhitungan arus rata-rata fasa R, S, T yang melewati masing-masing
zone, selisih tegangan kirim dan tegangan terima berdasarkan perhitungan dan
simulasi ETAP, serta cos θL dan sin θL sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.67 Data Tegangan, Arus, cos θL dan sin θL


BRG- ∆Vperhitungan ∆Vsimulasi
Beban [A] cosθ Sinθ
02 [Volt] [Volt]
Zona 1 180,67 736,9 512 0,97 0,243
Zona 2 140,67 1384 1087 0,963 0,269
146

Zona 30
37,967 153,44 0,960 0,279
2a
Zona 3 26 99,23 136 0,944 0,329

1) Rugi Tegangan Berdaarkan Perhitungan Manual


PZone1 = √ 3× 736,9 × 180,67 × 0,97
= 223679,901 W
= 223,68 kW
Q Zone1 = √ 3× 736,89 × 180,67 × 0,243
= 56035,274 VAR
= 56,035 kVAR
PZone2 = √ 3× 1384 × 140,67 × 0,963
= 324731,554 W
= 324,731 kW
Q Zone2 = √ 3× 1384 × 140,67 × 0,269
= 90709,022 VAR
= 90,709 kVAR
PZone2a = √ 3× 153,44 × 37,967 × 0,96
= 9686,719 W
= 9,687 kW
Q Zone2a = √ 3× 153,44 × 37,967 × 0,279
= 2815,202 VAR
= 2,815 kVAR
PZone3 = √ 3× 99,23 × 26 × 0,944
= 4218,411 W
= 4,218 kW
Q Zone3 = √ 3× 99,23 × 26 × 0,329
= 1470,187 VAR
= 1,47 kVAR

2) Rugi Tegangan Berdaarkan Simulasi ETAP


PZone1 = √ 3× 512 × 180,67 × 0,97
147

= 155413,366 W
= 155,413 kW
Q Zone1 = √ 3× 512 × 180,67 × 0,243
= 38933,451 VAR
= 38,933 kVAR
PZone2 = √ 3× 1087 × 140,67 × 0,963
= 255045,664 W
= 25,046 kW
Q Zone2 = √ 3× 1087 × 140,67 × 0,269
= 71243,285 VAR
= 71,243 kVAR
PZone2a = √ 3× 30 × 37,967 × 0,96
= 1893,91 W
= 1,894 kW
Q Zone2a = √ 3× 30 × 37,967 × 0,279
= 550,417 VAR
= 0,55 kVAR
PZone3 = √ 3× 136 × 26 × 0,944
= 5781,55 W
= 5,781 kW
Q Zone3 = √ 3× 136 × 26 × 0,329
= 2014,97 VAR
= 2,015 kVAR

f. Rugi Daya Penyulang BRG-08

Sebelum menghitung besarnya rugi daya (power losses) penyulang BRG-08,


dilakukan perhitungan arus rata-rata fasa R, S, T yang melewati masing-masing
zone, selisih tegangan kirim dan tegangan terima berdasarkan perhitungan dan
simulasi ETAP, serta cos θL dan sin θL sebagaimana tabel berikut.

Tabel 3.68 Data Tegangan, Arus, cos θL dan sin θL


148

BRG- ∆Vperhitungan ∆Vsimulasi


Beban [A] cosθ Sinθ
08 [Volt] [Volt]
Zona 1 208,3 363,14 339 0,94 0,341
Zona 2 192 462,67 769 0,932 0,362

1) Rugi Tegangan Berdaarkan Perhitungan Manual


PZone1 = √ 3× 363,14 × 208,3 × 0,94
= 123154,94 W
= 123,155 kW
Q Zone1 = √ 3× 363,14 × 208,3 × 0,341
= 44676,42 VAR
= 44,676 kVAR
PZone2 = √ 3× 462,67 × 192 × 0,932
= 143399,985 W
= 143,4 kW
Q Zone2 = √ 3× 462,67 × 192 × 0,362
= 55698,277 VAR
= 55,698 kVAR

2) Rugi Tegangan Berdaarkan Simulasi ETAP


PZone1 = √ 3× 339 × 208,3 × 0,94
= 114968,1251 W
= 114,968 kW
Q Zone1 = √ 3× 339 × 208,3 × 0,341
= 41706,521 VAR
= 41,706 kVAR
PZone2 = √ 3× 769 × 192 × 0,932
= 238343,936 W
= 238,344 kW
Q Zone2 = √ 3× 769 × 192 × 0,362
= 92575,649 VAR
= 92,576 kVAR
149

Anda mungkin juga menyukai