Oleh:
Dibiayai oleh
Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat
Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Pengabdian kepada
Masyarakat Nomor : 312.21/UN.14.2/PKM.08.00/2015, Tanggal 30 Maret 2015
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini dapat terlaksana dengan baik.
Kegiatan ini berjudul “IbM Desa Sembung Gede dalam Pengembangan Usaha Kripik
Singkong” yang dilaksanakan sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi,
khususnya dharma yang ketiga yaitu Pengabdian Kepada Masyarakat, dengan sumber dana
DIKTI Tahun Anggaran 2015.
Keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini tentunya
berkat kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu kami haturkan terima kasih kepada DIKTI
selakupenyandang dana, tim pelaksana, Ketua LPPM UNUD dan staf, mitra usaha dan
mitra kelompok tani, serta semua pihak yang juga ikut mendukung kegiatan ini.
Kami menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan laporan kegiatan ini masih
jauh dari sempurna. Namun demikian kami berharap bahwa pelaksanaan kegiatan dan
laporan kegiatan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Tim Pelaksana
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
1.1. Analisis Situasi ................................................................................................... 1
1.2. Permasalahan Mitra ............................................................................................ 4
1.3. Solusi Yang Ditawarkan ..................................................................................... 5
II. TARGET DAN LUARAN ........................................................................................ 9
III. METODE PELAKSANAAN .................................................................................... 10
3.1. Metode Pendekatan untuk mendukung realisasi program IbM ........................... 10
3.2. Rencana kegiatan melalui langkah-langkah solusi atas persoalan yang ada ...... 10
IV. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI .................................................................. 14
4.1. Kinerja LPM/LPPM/UPPM Dalam Kegiatan PPM ........................................... 14
4.2. Tim Pelaksana .................................................................................................... 15
V. HASIL YANG DICAPAI.......................................................................................... 17
VI. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ...................................................................... 19
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 20
7.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 20
7.2. Saran ................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 11
LAMPIRAN .................................................................................................................... 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Draf Artikel
2. Produk Kegiatan
I. PENDAHULUAN
1
ekonomis dari singkong maka singkong dapat diolah menjadi produk olahan
misalnya tepung singkong, kripik singkong dan krupuk singkong yang mempunyai
potensi cukup menjanjikan. Sementara ini, di Desa Sembung Gede, Kecamatan
Kerambitan, Kabupaten Tabanan terdapat usaha pengolahan singkong menjadi
kripik singkong yang dirintis oleh salah satu warga Banjar Sembung Gede bernama
Bapak I Wayan Tantra. Hanya saja pengolahan kripik singkong ini masih sangat
sederhana dan sangat tradisional. Untuk itu, diperlukan pengembangan usaha kripik
singkong ini dengan suatu teknologi dari penerapan hasil penelitian yang telah ada.
Usaha kripik singkong yang dirintis Bapak I Wayan Tantra dari Banjar
Sembung Gede, Desa Sembung Gede ini setiap harinya mampu memproduksi 35 kg
kripik singkong dari 50 kg singkong yang diolah dan dikemas dengan plastik
menjadi 700 bungkus dengan berat per bungkus berkisar 5 gram yang dijual eceran
Rp. 500,- per bungkus. Tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan kapasitas
produksi tersebut sebanyak 3 orang dengan pendidikan tamatan sekolah dasar.
Kripik singkong yang dihasilkan telah mampu dipasarkan di pasar tradisional Desa
Sembung Gede, warung-warung di Desa Sembung Gede, di Sekolah Dasar No. 1
Sembung Gede dan bahkan telah mampu dipasarkan di Kota Tabanan yaitu di Pasar
Dauh Pala, Tabanan.
Persoalan lain yang dihadapi dalam pengembangan usaha kripik singkong
selama ini adalah terbatasnya volume produksi dan tidak dapatnya memenuhi
permintaan pelanggan. Umbi singkong yang menjadi bahan baku utama tidak mudah
diperoleh sepanjang tahun di desa ataupun di desa sekitarnya. Lebih lanjut, mutu
umbi singkong yang dibeli sering tidak baik sehingga banyak terbuang menjadi
limbah karena apabila diolah akan menghasilkan kripik bertekstur keras dan tidak
memenuhi tuntutan selera pelanggan.
Keterbatasan jumlah produksi juga dikarenakan oleh tidak efisiennya cara
kerja saat pengirisan singkong. Pengirisan umbi dilakukan dengan menggunakan
alat pemotong secara manual/tradisional dengan menggunakan pisau dapur,
sehingga waktu pengirisan singkong lama. Disamping itu, pengirisan secara manual
menghasilkan ketebalan pengirisan yang tidak seragam. Ketidakseragaman
ketebalan irisan singkong mempengaruhi hasil penggorengan kripik singkong.
Pengemasan kripik singkong juga masih tradisional yang hanya direkatkan dengan
nyala lilin tanpa dibantu alat sealer. Kemasan yang digunakan juga tidak ada merek
2
ataupun pelabelan sehingga kripik yang dihasilkan tidak memberikan kesan pada
pelanggannya.
Penanganan limbah usaha sudah mulai membebani pengusaha. Minyak
bekas penggorengan dibuang tanpa diberikan perlakukan apapun, sehingga
mencemari tanah dan lingkungan. Selama ini limbah yang dihasilkan dari produksi
belum digunakan untuk hal-hal yang lebih bermanfaat.
Usaha kripik sangat potensial untuk dikembangkan karena usaha ini dapat
menyediakan lapangan kerja di desa. Akan tetapi, usaha ini akan berkembang sangat
lambat karena pengusaha kripik belum mampu mengakses permodalan dari bank.
Pengusaha selama ini tidak pernah melakukan administrasi sederhana secara rapi
dan secara terus-menerus. Manajemen usaha yang dilakukan oleh pengusaha kripik
singkong masih sangat sederhana. Pengusaha kripik singkong belum terbiasa untuk
membuat catatan baik catatan keuangan sederhana seperti catatan pengeluaran dan
pemasukan. Disamping itu, usaha kripik singkong belum memiliki struktur
organisasi sehingga belum ada pembagian pekerjaan berdasarkan deskripsi kerja.
Komposisi bumbu kripik, volume produksi dan volume penjualan belum
pernah ditulis dengan benar. Percampuran bumbu hampir selalu dilakukan
berdasarkan pada perkiraan dan ingatan. Cara kerja seperti ini menyebabkan citarasa
kripik singkong hasil olahannya tidak pernah seragam selama berproduksi.
Kelompok tani singkong yang terbentuk mempunyai peran sentral sebagai
penyedia bahan baku bagi pengusaha kripik. Disamping itu karena sifatnya sebagai
tanaman sela, singkong dapat diusahakan oleh kelompok tani tanpa mengganggu
usaha taninya. Jadi dengan adanya usaha pembuatan kripik singkong, pengusaha
kripik dan petani saling diuntungkan. Pengusaha mendapat pasokan bahan baku
secara berkesinambungan dan petani memperoleh penghasilan tambahan.
Walaupun penanaman singkong merupakan usaha sampingan yang
menjanjikan, tetapi kelompok tani belum tergerak untuk meningkatkan usaha
taninya. Hal ini disebabkan oleh sistem budidaya singkong belum diketahui dengan
baik. Disamping itu, bibit singkong yang ditanam bukan merupakan bibit singkong
unggul.
Prioritas permasalahan yang dihadapi oleh pengusaha kripik singkong dan
kelompok tani perlu dicarikan solusinya. Hal ini menjadi penting untuk dilakukan
karena seperti tercantum dalam Anon. (2012a) bahwa pemerintah Kabupaten
Tabanan berkeinginkan menumbuh-kembangkan industri pedesaan yang berbasis
3
pertanian. Industri pedesaan diharapkan mampu memacu perekonomian masyarakat
desa (petani) dengan meningkatkan nilai tambah petani melalui industri penanganan
dan pengolahan pascapanen.
4
5. Kelompok tani belum menguasai sistem budidaya singkong dengan baik
sehingga hasil budidayanya belum dapat memenuhi permintaan pengusaha
kripik singkong.
5
Struktur organisasi mitra usaha kripik singkong yang akan dibentuk
terdiri dari : Nama Mitra Usaha, Ketua, Sekretaris, Bendahara, Seksi-
Seksi meliputi Bidang Bahan Baku, Bidang Produksi, Bidang Mutu dan
Bidang Pemasaran.
2) Pelatihan administrasi mitra usaha kripik singkong
Pelatihan akan disselenggarakan untuk memberikan ketrampilan dalam
melakukan pembukuan sederhana yang berupa buku kas pemasukan,
buku kas pengeluaran dan buku besar.
b. Pemberian dan pelatihan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong
Prinsip pelatihan dan penggunaan alat yang akan diberikan sebagai
berikut :
Singkong yang akan diiris dimasukkan pada lubang pemasukan bahan, alat
diputar dengan engkol pemutar dengan cara manual oleh operator, Setelah
singkong yang dimasukkan pada bagian pemasukan bahan akan habis teriris,
bahan selanjutnya dapat dimasukan lagi dan bahan yang akan diiris secara
kontinu.
c. Pemberian dan pelatihan alat sealer (perekat) kemasan plastik
Pengemasan kripik singkong digunakan kantong plastik yang
disealer. Supaya kemasan lebih menarik dan bisa dipasarkan dilakukan
pelabelan untuk membangun suatu merek pada produk. Banyak jenis
kemasan yang dapat digunakan untuk mengemas produk olahan (Susanto
dan Sucipta, 1994).
d. Penyuluhan pelabelan dan proses perijinan ke instansi terkait dengan
pendampingan proses perijinan ke instansi terkait
Bagi suatu usaha, merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau
rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Wilopo, 2007).
Merek memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) sebagai pemberi
identitas bagi produk atau jasa dalam bisnis yang dimiliki dan (2) Sebagai
pembeda produk atau jasa dalam bisnis yang dimiliki dengan para pesaing.
Sedangkan manfaat merek bagi suatu bisnis adalah : (1) dapat memberikan
identitas, (2) dapat membedakan dengan pesaing, (3) dapat meningkatkan
penjualan, (4) dapat membangun loyalitas, (5) membuat pelanggan tidak
6
sensitif harga, (6) komunikasi pemasaran jadi lancar, (7) terbuka peluang
untuk waralaba, dan (8) sebagai magnet bagi para stakeholder (Wilopo,
2007).Fungsi-fungsi utama dari merek ini akan disosialisasikan kepada
pengusaha kripik singkong.
Proses perijinan dalam membangun sebuah merek dilakukan di Dinas
Kesehatan.
e. Penyuluhan dan pelatihan pengolahan minyak goreng bekas menjadi sabun
padat
Pengolahan minyak goreng bekas untuk digunakan menjadi sabun
akan meliputi dua tahap proses, yaitu pemurnian minyak bekas dan
pembuatan sabun. Proses pemurnian merupakan proses yang rumit dan
melewati beberapa tahapan.
f. Penyuluhan, pelatihan dan pembuatan demplot untuk kelompok tani mitra
Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani dai
kelompok tani mitra, akan dilakukan beberapa kegiatan seperti:
1) Penyuluhan tentang budidaya singkong
2) Pelatihan pembuatan pupuk organik yang baik dan benar
3) Pelatihan budidaya singkong dan pembuatan demplot
g. Pemberian bibit singkong unggul
Anggota kelompok tani mitra akan diberikan sumbangan bibit
singkong unggul yang dapat menghasilkan dalam waktu singkat dan dengan
produktivitas tinggi. Bibit singkong unggul akan dicari di Balai Pembibitan
milik Dinas Pertanian Provinsi Bali.
h. Monitoring dan pendampingan
Monitoring dan pendampingan produksi secara kontinyu
dilaksanakan dalam setiap 2 bulan selama 6 bulan untuk mendorong
kelancaran proses produksi.
i. Evaluasi keberlangsungan
Rancangan evaluasi yang akan dilakukan:
1) Saat pelatihan penggunaan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong
dilakukan evaluasi dengan melihat peran serta mitra usaha melalui
aktivitas diskusi yang berkembang dan volume produktivitas produk
kripik pisang yang dihasilkan perhari.
7
2) Saat penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan proses pengolahan minyak
goreng bekas menggoreng kripik singkong menjadi sabun dilakukan
evaluasi dengan melihat peran serta mitra usaha selama ceramah melalui
aktivitas diskusi yang berkembang.
3) Setelah pelatihan dilakukan evaluasi kegiatan pengabdian melalui
pendampingan dan monitoring setiap 2 bulannya selama 6 bulan terhadap
kesungguhan, minat dan keberhasilan peserta dalam usaha
pengembangan kripik singkong dan pemanfaatan pengolahan minyak
bekas menggoreng kripik singkong menjadi sabun.
4) Indikator dan tolak ukur yang digunakan untuk pencapaian keberhasilan
pelaksanaan kegiatan pengabdian dapat dilihat dari jumlah peningkatan
produksi minimal 30 % lebih produk kripik singkong yang dihasilkan
dan minimal 10 % lebih menghasilkan produk sabun dari pemanfaatan
pengolahan minyak goreng bekas menggoreng kripik singkong.
5) Keberhasilan memberdayakan kelompok tani mitra akan terlihat dari
peningkatan produktivitas singkong menjadi 20% dari nilai awal.
3. Partisipasi Mitra dalam Pelaksanaan Program
Mitra usaha berpartisipasi secara langsung dalam hal :
a. Penggunaan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong secara kontinyu untuk
peningkatan volume produksi kripik singkong.
b. Pengemasan kripik singkong dengan plastik yang direkatkan dengan alat
sealer.
c. Pelabelan kemasan kripik singkong.
d. Pengolahan minyak goreng bekas menggoreng kripik singkong menjadi
sabun.
e. Mempertahankan keberlangsungan produksi dan pemasaran produk.
f. Memberi contoh dan meningkatkan pengetahuan bagi warga desa lain.
Mitra kelompok tani berperan serta dalam: Pembuatan pupuk organik
dan pembuatan dan pemeliharaan demplot.
8
II. TARGET DAN LUARAN
Secara umum target dan luaran yang ingin dicapai berupa terciptanya
teknologi tepat guna yang dapat memberi manfaat kepada mitra dan alat yang sesuai
dengan kebutuhan mitra serta ijin berproduksi untuk mitra pengusaha. Target dan
luaran secara keseluruhan dari kegiatan ini adalah:
1. Terbentuknya struktur organisasi mitra usaha dan perangkat administrasi dari
mitra usaha,
2. Desain dan alat slicer (pengiris/pencacah) dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan
mitra usaha,
3. Mitra usaha mampu mengoperasikan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong
sehingga dapat meningkatkan volume produksi kripik singkong dan
menghasilkan kripik singkong dengan ketebalan seragam,
4. Mitra usaha mampu melakukan upaya pemanfaatan pengolahan minyak goreng
bekas menjadi sabun,
5. Produk kripik dari mitra usaha yang dikemas kantong plastik berlabel yang di-
seal sehingga produk lebih menarik dan dikenal di masyarakat serta memperluas
jangkauan pasar yang secara langsung dapat meningkatkan pendapatan mitra
usaha,
6. Mitra usaha memiliki ijin usaha dari Dinas Kesehatan setempat,
7. Mitra kelompok tani mampu membuat pupuk organik dan memiliki pengetahuan
dan ketrampilan yang cukup dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman
singkong.
8. Publikasikan hasil pengabdian dalam jurnal berskala nasional.
9
III. METODE PELAKSANAAN
10
Pelatihan akan diselenggarakan untuk memberikan ketrampilan dalam
melakukan pembukuan sederhana yang berupa buku kas pemasukan,
buku kas pengeluaran dan buku besar.
b. Pemberian dan pelatihan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong
Prinsip pelatihan dan penggunaan alat yang akan diberikan sebagai
berikut :
Singkong yang akan diiris dimasukkan pada lubang pemasukan bahan, alat
diputar dengan engkol pemutar dengan cara manual oleh operator, Setelah
singkong yang dimasukkan pada bagian pemasukan bahan akan habis teriris,
bahan selanjutnya dapat dimasukan lagi dan bahan yang akan diiris secara
kontinu.
c. Pemberian dan pelatihan alat sealer (perekat) kemasan plastik
Pengemasan kripik singkong digunakan kantong plastik yang
disealer. Supaya kemasan lebih menarik dan bisa dipasarkan dilakukan
pelabelan untuk membangun suatu merek pada produk. Banyak jenis
kemasan yang dapat digunakan untuk mengemas produk olahan (Susanto
dan Sucipta, 1994).
d. Penyuluhan pelabelan dan proses perijinan ke instansi terkait dengan
pendampingan proses perijinan ke instansi terkait
Bagi suatu usaha, merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau
rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok
penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing (Wilopo, 2007).
Merek memiliki dua fungsi utama, yaitu : (1) sebagai pemberi
identitas bagi produk atau jasa dalam bisnis yang dimiliki dan (2) Sebagai
pembeda produk atau jasa dalam bisnis yang dimiliki dengan para pesaing.
Sedangkan manfaat merek bagi suatu bisnis adalah : (1) dapat memberikan
identitas, (2) dapat membedakan dengan pesaing, (3) dapat meningkatkan
penjualan, (4) dapat membangun loyalitas, (5) membuat pelanggan tidak
sensitif harga, (6) komunikasi pemasaran jadi lancar, (7) terbuka peluang
untuk waralaba, dan (8) sebagai magnet bagi para stakeholder (Wilopo,
2007).Fungsi-fungsi utama dari merek ini akan disosialisasikan kepada
pengusaha kripik singkong.
11
Proses perijinan dalam membangun sebuah merek dilakukan di Dinas
Kesehatan.
e. Penyuluhan dan pelatihan pengolahan minyak goreng bekas menjadi sabun
padat
Pengolahan minyak goreng bekas untuk digunakan menjadi sabun
akan meliputi dua tahap proses, yaitu pemurnian minyak bekas dan
pembuatan sabun. Proses pemurnian merupakan proses yang rumit dan
melewati beberapa tahapan.
f. Penyuluhan, pelatihan dan pembuatan demplot untuk kelompok tani mitra
Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani dan
kelompok tani mitra, akan dilakukan beberapa kegiatan seperti:
3.3.1. Penyuluhan tentang budidaya singkong
3.3.2. Pelatihan pembuatan pupuk organik yang baik dan benar
3.3.3. Pelatihan budidaya singkong dan pembuatan demplot
g. Pemberian bibit singkong unggul
Anggota kelompok tani mitra akan diberikan sumbangan bibit singkong
unggul yang dapat menghasilkan dalam waktu singkat dan dengan
produktivitas tinggi. Bibit singkong unggul akan dicari di Balai Pembibitan
milik Dinas Pertanian Provinsi Bali.
h. Monitoring dan pendampingan
Monitoring dan pendampingan produksi secara kontinyu
dilaksanakan dalam setiap 2 bulan selama 6 bulan untuk mendorong
kelancaran proses produksi.
i. Evaluasi keberlangsungan
Rancangan evaluasi yang akan dilakukan:
1) Saat pelatihan penggunaan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong
dilakukan evaluasi dengan melihat peran serta mitra usaha melalui
aktivitas diskusi yang berkembang dan volume produktivitas produk
kripik pisang yang dihasilkan perhari.
2) Saat penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan proses pengolahan minyak
goreng bekas menggoreng kripik singkong menjadi sabun dilakukan
evaluasi dengan melihat peran serta mitra usaha selama ceramah melalui
aktivitas diskusi yang berkembang.
12
3) Setelah pelatihan dilakukan evaluasi kegiatan pengabdian melalui
pendampingan dan monitoring setiap 2 bulannya selama 6 bulan terhadap
kesungguhan, minat dan keberhasilan peserta dalam usaha
pengembangan kripik singkong dan pemanfaatan pengolahan minyak
bekas menggoreng kripik singkong menjadi sabun.
4) Indikator dan tolak ukur yang digunakan untuk pencapaian keberhasilan
pelaksanaan kegiatan pengabdian dapat dilihat dari jumlah peningkatan
produksi minimal 30 % lebih produk kripik singkong yang dihasilkan
dan minimal 10 % lebih menghasilkan produk sabun dari pemanfaatan
pengolahan minyak goreng bekas menggoreng kripik singkong.
5) Keberhasilan memberdayakan kelompok tani mitra akan terlihat dari
peningkatan produktivitas singkong menjadi 20% dari nilai awal.
3.4.Partisipasi Mitra dalam Pelaksanaan Program
Mitra usaha berpartisipasi secara langsung dalam hal :
a. Penggunaan alat slicer (pengiris/pencacah) singkong secara kontinyu untuk
peningkatan volume produksi kripik singkong.
b. Pengemasan kripik singkong dengan plastik yang direkatkan dengan alat
sealer.
c. Pelabelan kemasan kripik singkong.
d. Pengolahan minyak goreng bekas menggoreng kripik singkong menjadi
sabun.
e. Mempertahankan keberlangsungan produksi dan pemasaran produk.
f. Memberi contoh dan meningkatkan pengetahuan bagi warga desa lain.
Mitra kelompok tani berperan serta dalam: Pembuatan pupuk organik dan
pembuatan dan pemeliharaan demplot.
13
VIII. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
14
5) Tugas Kepakaran : Mengorganisasikan pelaksanaan pengabdian secara
umum, membuat atau menyusun rencana kerja pengabdian,
mengarahkan/supervisi dan memberikan pelatihan singkat kepada
anggota tim pengabdian, mendesain alat slicer, memberikan pengarahan
dan terlibat langsung pada kegiatan pekerjaan laboratorium dan
lapangan, melakukan verifikasi data pengabdian untuk persiapan
pelaporan bersama dengan anggotan tim peneliti, merangkum dan
menyusun laporan hasil pelaksanaan pengabdian, mengembangkan bahan
naskah publikasi pelaksanaan pengabdian.
b. Anggota Tim Pelaksana :
1) Nama : Dr. Ir. I Wayan Widia, M.SIE
2) Pangkat/Gol/NIP : Penata Tk.I/ IIId/19620719 198512 1001
3) Jabatan Fungsional : Lektor
4) Bidang keahlian : Keteknikan Pertanian
5) Tugas Kepakaran : Bertanggungjawab terhadap penyelesaian alat
slicer singkong untuk mitra usaha. Ikut serta dalam pekerjaan
laboratorium untuk pembuatan sabun dari minyak bekas menggoreng dan
pelaksanaan lapangan. Melakukan diskusi dengan Ketua Tim Peneliti
secara kontinu terhadap pelaksanaan pengabdian. Membantu Ketua Tim
Pengabdian dalam penyusunan laporan penelitian dan penyusunan
naskah publikasi.
c. Anggota Tim Pelaksana :
1) Nama : Ir. I Made Nada, M.Erg.
2) Pangkat/Gol/NIP : Penata Tk.I/ IIId/19611231 199003 1 015
3) Jabatan Fungsional : Lektor
4) Bidang keahlian : Ergonomi
5) Tugas Kepakaran : Bertanggungjawab terhadap penyelesaian
pabrikasi alat slicer singkong untuk mitra usaha sesuai dengan
pengalaman dalam penelitian. Ikut serta bertanggungjawab dalam
pelabelan kripik singkong dan pelaksanaan lapangan. Melakukan diskusi
dengan Ketua Tim Peneliti secara kontinu terhadap pelaksanaan
pengabdian. Membantu Ketua Tim Pegabdian dalam penyusunan laporan
penelitian.
15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
16
b. Pembuatan Sabun Mandi Padat di Laboratorium
Sebelum melakukan penyuluhan dan pelatihan pembuatan sabun mandi
padat kepada mitra usaha dan ibu-ibu PKK, pemuda dan pemudi di Desa Sembung
Gede, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan terlebih dahulu dilakukan
praktek pembuatan sabun mandi padat di laboratorium Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Udayana oleh tim pengabdian Fakultas Teknologi Pertanian,
Universitas Udayana dengan tujuan memperoleh keberhasilan dalam pembuatan
sabun mandi padat.
17
d. Pembentukan struktur organisasi pada mitra usaha keripik singkong.
Struktur organisasi mitra usaha kripik singkong yang dibentuk terdiri dari :
Nama Mitra Usaha, Ketua, Bendahara, Seksi-Seksi meliputi Bidang Bahan Baku,
Bidang Produksi, Bidang Mutu dan Bidang Pemasaran. Struktur organisasi mitra
usaha disajikan pada Gambar 3.
18
f. Penyuluhan dan pelatihan pengolahan minyak goreng bekas menjadi sabun
padat.
19
Gambar 6. Penyuluhan dan pelatihan pembuatan kompos serta contoh produk sabun
mandi padat dengan merk
h. Penyuluhan Pelabelan.
Bagi suatu usaha, merek sebagai nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan,
atau kombinasi hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan
barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya
dari produk pesaing (Wilopo, 2007). Pelabelan produk keripik singkong disajikan
pada Gambar 7.
Untuk detail kegiatan pengabdian dapat dilihat pada instrument foto kegiatan
Lampiran 2.
20
VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Tahapan berikutnya yang akan dikerjakan untuk mitra kelompok tani adalah :
a. Penyuluhan, pelatihan dan pembuatan demplot untuk kelompok tani
mitra
Untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani dai kelompok tani
mitra, akan dilakukan beberapa kegiatan seperti:
1) Penyuluhan tentang budidaya singkong
2) Pelatihan pembuatan pupuk organik yang baik dan benar
3) Pelatihan budidaya singkong dan pembuatan demplot
b. Pemberian bibit singkong unggul
Anggota kelompok tani mitra akan diberikan sumbangan bibit singkong
unggul yang dapat menghasilkan dalam waktu singkat dan dengan
produktivitas tinggi. Bibit singkong unggul akan dicari di Balai Pembibitan
milik Dinas Pertanian Provinsi Bali.
21
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. KESIMPULAN
3. Kegiatan dapat dikatakan berhasil, karena dapat terlaksana dengan baik dan
respon masyarakat yang tinggi yang terlihat dari keaktifan peserta selama
diskusi berlangsung.
7.2. SARAN
Melihat respon mitra usaha yang tinggi terhadap pelaksanaan
pengabdian ini maka diperlukan kegiatan serupa di daerah-daerah lain yang
mempunyai potensi yang sama dan cukup besar. Kegiatan ini akan lebih
bermanfaat apabila dilakukan secara simultan dan berkelanjutan.
22
DAFTAR PUSTAKA
Setiyo, Y., M.S. Utama, W. Tika dan I.B.P. Gunadnya. 2009. Pengembangan Model
Bioremidiasi Menggunakan Kompos pada Lahan Tercemar untuk
Meningkatkan Kualitas Produk Hortikultura (Studi Kasus: Kawasan
Agrowisata Bedugul – Bali). Laporan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai
Prioritas Nasional Batch II.
Wirawan, I P.S. 1999. Perancangan Alat Pencacah Singkong Tipe Lima Pisau.
Skripsi tidak dipublikasikan. Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Wilopo, T. H. 2007. Jurus Jitu Membangun Merek Untuk UKM. Medpress (anggota
IKAPI, Yogyakarta.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1. Artikel Senastek 2015
Abstract
The aims of the activities of community service was to increase the economic value
of cassava into cassava chips and to implement of appropriate technology in the
business development of cassava chips. The method of community service was field
surveys and interviews, given the right technology equipment for business
development of cassava chips, counseling and training of science and appropriate
technology. Implementation of community service was to a business partner of
cassava chips have been given slicer cassava, made a chart of work, given sealer
for plastic packaging, training for the labeling on the packaging of cassava chips,
training on the processing of edible oils into solid soap, monitoring and mentoring
of production. The conclusion from this community service was the implementation
of activities going on smoothly and there was a two-way discussion of the active
participants with questions and responses to the topic. Activities like this was very
useful for the people in the village. So, the same activities need to be carried out in
other villages that have the same agricultural commodities.
1. PENDAHULUAN
Desa Sembung Gede memiliki luas daerah 6,83 km2 yang merupakan 16,11% dari
kecamatan dan 0,81% dari luas kabupaten. Desa Sembung Gede terletak di Kecamatan
Kerambitan, Kabupaten tabanan, Povinsi Bali. Jumlah penduduk desa sebanyak 3985 jiwa
dengan sebagian besar bermata-pencaharian sebagai petani. Sebagian kecil penduduknya
mencari nafkah sebagai buruh di industri sedang dan industri-industri kecil yang ada di
desa. Disamping itu ada pula yang membuat kerajinan rumah tangga (Anon., 2012b).
Desa Sembung Gede menghasilkan beberapa komoditi pertanian seperti padi,
jagung, singkong, kacang panjang, mentimun dan terong. Dari hasil komoditi tersebut,
tanaman singkong ditanam di tegalan penduduk ataupun ditanam dilahan kosong yang tidak
termanfaatkan. Singkong dikenal sebagai makanan rakyat dengan harga yang murah
berkisar Rp 1200 per kg di petani. Untuk meningkatkan nilai ekonomis dari singkong maka
singkong dapat diolah menjadi produk olahan misalnya tepung singkong, kripik singkong
24
dan krupuk singkong yang mempunyai potensi cukup menjanjikan. Sementara ini, di Desa
Sembung Gede, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan terdapat usaha pengolahan
singkong menjadi kripik singkong yang dirintis oleh salah satu warga Banjar Sembung
Gede bernama Bapak I Wayan Tantra. Hanya saja pengolahan kripik singkong ini masih
sangat sederhana dan sangat tradisional. Untuk itu, diperlukan pengembangan usaha kripik
singkong ini dengan suatu teknologi dari penerapan hasil penelitian yang telah ada.
Usaha kripik singkong yang dirintis Bapak I Wayan Tantra dari Banjar Sembung
Gede, Desa Sembung Gede ini setiap harinya mampu memproduksi 35 kg kripik singkong
dari 50 kg singkong yang diolah dan dikemas dengan plastik menjadi 700 bungkus dengan
berat per bungkus berkisar 5 gram yang dijual eceran Rp. 500,- per bungkus. Tenaga kerja
yang digunakan untuk menghasilkan kapasitas produksi tersebut sebanyak 3 orang dengan
pendidikan tamatan sekolah dasar. Kripik singkong yang dihasilkan telah mampu
dipasarkan di pasar tradisional Desa Sembung Gede, warung-warung di Desa Sembung
Gede, di Sekolah Dasar No. 1 Sembung Gede dan bahkan telah mampu dipasarkan di Kota
Tabanan yaitu di Pasar Dauh Pala, Tabanan.
Persoalan lain yang dihadapi dalam pengembangan usaha kripik singkong selama
ini adalah terbatasnya volume produksi dan tidak dapatnya memenuhi permintaan
pelanggan. Umbi singkong yang menjadi bahan baku utama tidak mudah diperoleh
sepanjang tahun di desa ataupun di desa sekitarnya. Lebih lanjut, mutu umbi singkong yang
dibeli sering tidak baik sehingga banyak terbuang menjadi limbah karena apabila diolah
akan menghasilkan kripik bertekstur keras dan tidak memenuhi tuntutan selera pelanggan.
Keterbatasan jumlah produksi juga dikarenakan oleh tidak efisiennya cara kerja saat
pengirisan singkong. Pengirisan umbi dilakukan dengan menggunakan alat pemotong secara
manual/tradisional dengan menggunakan pisau dapur, sehingga waktu pengirisan singkong
lama. Disamping itu, pengirisan secara manual menghasilkan ketebalan pengirisan yang
tidak seragam. Ketidakseragaman ketebalan irisan singkong mempengaruhi hasil
penggorengan kripik singkong. Pengemasan kripik singkong juga masih tradisional yang
hanya direkatkan dengan nyala lilin tanpa dibantu alat sealer. Kemasan yang digunakan juga
tidak ada merek ataupun pelabelan sehingga kripik yang dihasilkan tidak memberikan kesan
pada pelanggannya.
Penanganan limbah usaha sudah mulai membebani pengusaha. Minyak bekas
penggorengan dibuang tanpa diberikan perlakukan apapun, sehingga mencemari tanah dan
lingkungan. Selama ini limbah yang dihasilkan dari produksi belum digunakan untuk hal-
hal yang lebih bermanfaat.
Usaha kripik sangat potensial untuk dikembangkan karena usaha ini dapat
menyediakan lapangan kerja di desa. Akan tetapi, usaha ini akan berkembang sangat lambat
karena pengusaha kripik belum mampu mengakses permodalan dari bank. Pengusaha
selama ini tidak pernah melakukan administrasi sederhana secara rapi dan secara terus-
menerus. Manajemen usaha yang dilakukan oleh pengusaha kripik singkong masih sangat
sederhana. Pengusaha kripik singkong belum terbiasa untuk membuat catatan baik catatan
keuangan sederhana seperti catatan pengeluaran dan pemasukan. Disamping itu, usaha
kripik singkong belum memiliki struktur organisasi sehingga belum ada pembagian
pekerjaan berdasarkan deskripsi kerja.
25
2.2. Metode Pengabdian
Metode pendekatan yang dilakukan dalam mendukung realisasi program IbM untuk
mitra usaha adalah: Survei Lapangan dan wawancara. Diberikan teknologi dan pelatihan
alat slicer (pengiris) singkong. Pemberian dan pelatihan alat sealer (perekat) kemasan
plastik. Penyuluhan dan pelatihan pengolahan minyak goreng bekas menjadi sabun padat.
26
Gambar 1. Pemberian bantuan alat slicer
27
Gambar 3. Pemberian bantuan alat sealer
28
Gambar 5. Produk kripik singkong yang telah berlabel
3.4. Pelatihan pengolahan minyak goreng bekas menjadi sabun padat
Telah dilakukan penyuluhan dan pelatihan pengolahan minyak goreng bekas
menjadi sabun padat. Pengolahan minyak goreng bekas untuk digunakan menjadi sabun
akan meliputi dua tahap proses, yaitu pemurnian minyak bekas dan pembuatan sabun.
Proses pemurnian minyak goreng bekas melewati beberapa tahapan kemudian dilanjutkan
dengan pembuatan sabun padat. Pelatihan pembuatan sabun padat seperti Gambar 6. dan
produk sabun yang dihasilkan seperti Gambar 7.
29
Gambar 7. Produk sabun padat yang telah berlabel
3.5. Kesimpulan
Pelaksanaan pengabdian melalui pengembangan usaha kripik singkong ini dapat
memperkenalkan dan memberikan pengetahuan tambahan kepada karyawan mitra usaha
tentang penggunaan alat slicer (pengiris) singkong dan alat sealer (perekat) pengemas
kantong plastik dalam pembungkusan kripik singkong, serta teknologi pengolahan sabun
padat dari minyak bekas menggoreng kripik singkong, sehingga dapat diterapkan di-industri
rumah tangga dan dapat mempertahankan nilai ekonomis singkong dan minyak goreng.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terimakasih kepada penyandang dana Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional, Ketua LPPM UNUD dan staf, mitra usaha
keripik singkong, dan semua pihak yang juga ikut mendukung kelancaran pegabdian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. (2012a) Kabupaten Tabanan. Tersedia pada:
http://tabanankab.bps.go.id/index.php?option=com_ content &view= article &id=59
&Itemid=71[Diakses tanggal 10 Mei 2012].
Anonimus. (2012) Selayang Pandang Kabupaten Tabanan 2012. Situs resmi Kabupaten
Tabanan. Tersedia pada: http://www.tabanankab.go.id/selayang-pandang[Diakses
tanggal 10 Mei 2012].
Dalimunthe, N. A. (2009) Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi
Padat. Thesis, Program Studi Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Susanto, T dan Sucipta, N. (1994) Teknologi Pengemasan Bahan Makanan. CV. Family,
Blitar.
Wirawan, I P.S. (1999) Perancangan Alat Pencacah Singkong Tipe Lima Pisau. Skripsi
tidak dipublikasikan, Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Udayana, Bukit Jimbaran.
30
Lampiran 2. Produk Pengabdian
31
Pemberian alat sealer
32
Produk sabun
33
Produk kripik
34
Lampiran 3. Modul Pelatihan Pembuatan Sabun Padat
35
Minyak Goreng Bekas
Kain Kasa
Pemanasan + 400C
Larutan NaOH 15 %
(minyak: NaOH = 100g : 5 ml)
Filtrasi
36
Pembuatan sabun mandi padat dapat dilaksanakan dalam skala
rumah tangga, karena tidak memerlukan dana yang relatif
besar.menggunakan peralatan sederhana,mudah membuatnya dan
menghasilkan keuntungan yang besar.
Secara rinci pembuatan sabun mandi padat adalah sebagai
berikut :
1. Dibuat larutan NaOH dengan konsentrasi 40 %.
2. Minyak goreng hasil pemurnian dipanaskan pada suhu proses 450C
3. Larutan NaOH dengan konsentrasi 40 % dan dipanaskan pada proses
450C kemudian dimasukkan dalam mixer dengan komposisi
minyak : NaOH = 1 : 0,5 (100 g minyak : 50 ml NaOH).
4. Campuran diaduk dengan Mixer selama 45 menit.
5. Parfum non alkohol apel (kadar alkohol 5 %) dimasukkan dalam
mixer (1 ml parfum per 100 g minyak) dan pewarna makanan
apple green extra nomor 2093 (kadar warna 14 %) (1 g pewarna
makanan per 100 g minyak) ke dalam campuran dan diaduk
dengan mixer selama 5 menit.
6. Larutan sabun yang telah mengental dimasukkan ke dalam cetakan
sabun dan ditutup dengan plastik dan dibiarkan selama sehari agar
menjadi padat.
Untuk jelasnya dapat dilihat pada diagram alir pembuatan sabun
mandi padat Gambar 3.
37
Gambar 3. Diagram alir pembuatan sabun mandi padat (penyabunan)
38
Lampiran 4. Modul Pelatihan Pembuatan Kompos
MEMBUAT KOMPOS
Pelaksanaan IbM Universitas Udayana
Kompos adalah pupuk hasil dari suatu penguraian beraneka bahan organik
seperti limbah hasil pertanian. Untuk mempercepat proses penguraian digunakan
berbagai jenis bakteri, jamur dan jasad renik lainnya dalam kondisi suhu,
kelembaban, dan kandungan oksigen tertentu. Kompos digolongkan sebagai pupuk
yang baik karena terbuat dari bahan alami yakni berasal dari sisa bahan makhluk
hidup, terutama dari sisa tumbuhan dan hewan.
Kandungan gizi pada beberapa limbah hasil pertanian seperti jerami dan daun-
daunan dapat dilihat pada tabel di bawah. Secara umum kedua jenis limbah ini
mengandung protein dan lemak yang cukup tinggi. Kandungan protein yang tinggi
akan menyebabkan kompos yang dihasilkan akan memiliki kandungan nitrogen
yang cukup tinggi pula.
Potein Lemak
No Jenis Bahan
Kasar Kasar
1. Jerami Padi 5.21 1.17
2. Jerami Kacang Kedele 14.10 3.54
3. Jerami Kacang Tanah 11.31 3.32
4. Jerami Kacang Hijau 15.32 3.59
5. Jerami Kacang Panjang 6.94 3.33
6. Jerami Kacang Tunggak 16.06 3.93
7. Jerami kulit kedele 7.99 5.07
8. Jerami Jagung Segar 9.66 2.21
10. Daun Gamal 18.15 4.37
11. Daun Kaliandra 18.70 2.44
12. Daun Lamtoro 27.55 5.29
13. Daun Dadap 20.05 2.02
14. Daun Jaranan 18.50 1.34
15. Daun Nangka 14.95 2.20
16. Daun Sengon 24.46 4.37
17. Daun Singkong 26.98 8.58
18. Daun Ubi Jalar 15.00 2.73
19. Daun Pisang 14.63 2.72
20. Daun Mimba 12.08 3.13
Beberapa jenis ragi yang merupakan kumpulan dari jasad renik pengurai dapat
digunakan dalam pembuatan kompos. Ragi yang siap pakai sudah ada dipasaran,
misalnya Phoskko® (GP-1) dan Phoskko® (B) yang digunakan secara beurutan.
Kumpulan jasad renik yang juga sudah dijual di pasaran dan siap digunakan adalah
EM4 (Effective Microorganism 4). Dengan menambahkan sekumpulan jasad renik
ini maka lama proses pembuatan kompos dapat disingkat menjadi 2-7 minggu.
39
Cara Membuat Kompos
Ada dua cara utama dalam membuat kompos. Kedua cara tersebut adalah
pembuatan kompos dengan cara dibuka dan satu cara lainnya adalah dengan cara
ditutup. Dalam kenyataannya, dikenal berbagai cara pembautan kompos seperti open
windrow, bokashi dll. yang pada prinsipnya cara pembuatannya adalah berpedoman
pada kedua cara tersebut.
1. Cara dibuka
Pembuatan kompos secara terbuka menyebabkan bahan kompos akan teraliri
udara selama proses pengomposannya. Jenis bahan baku yang sesuai untuk diolah
menjadi kompos seperti ini adalah bahan hasil pertanian seperti hijauan kacang-
kacangan, jerami, gedebog pisang dan kotoran unggas. Contoh bahan baku yang
disebutkan di atas salah satunya memiliki sifat mengandung protein kasar yang
kecil. Bahan-bahan limbah pertanian lainnya dapat pula diolah secara terbuka
dengan cara menambahkan bahan lain yang kaya akan senyawa karbon seperti arang
sekam. Secara umum, cara pembuatan kompos secara terbuka adalah sbb:
1) Siapkan tempat pengomposan yang teduh dan tidak terkena air hujan.
2) Buat cetakan dari papan kayu, misalnya dengan lebar 1 meter dan panjang
1,5 meter dan tinggi papan kayu 30-40 cm.
3) Hancurkan limbah hasil pertanian, semakin kecil ukuran cacahan limbah
semakin baik. Tetapi hancuran yang terlalu halus juga tidak baik karena
udara tidak akan dapat mengalir dalam hancuran limbah. Hancuran limbah
ini dapat dicampur dengan kotoran ternak.
4) Masukan adonan hancuran limbah pertanian tersebut dalam cetakan kayu,
padatkan secukupnya dan isi cetakan kayu sampai penuh.
5) Bila adonan hancuran limbah padat dalam cetakan kayu terlalu kering, maka
siram dengan air sehingga cukup lembab. Untuk mempercepat proses
pengomposan dapat ditambahkan starter mikroorganisme pengompos (ragi)
dengan cara menyiram secara merata pada adonan hancuran limbah padat
dalam cetakan kayu. Untuk membuat tumpukan bahan kompos, cetakan kayu
dinaikkan secara hati-hati sehingga permukaan cetakan kayu bergeser naik
dari padatan adonan hancuran limbah. Ulangi lagi langkah keempat (4) dan
langkah kelima (5) sehingga ketinggian bahan kompos sekitar 1,5 meter.
6) Setelah 24 jam, tumpukan bahan kompos akan terasa panas, biarkan keadaan
yang panas ini selama 2-4 hari. Bila tumpukan kompos menjadi panas akan
menyebabkan bakteri patogen, jamur dan gulma tidak bisa tumbuh. Tetapi
keadaan bahan kompos yang panas ini jangan dibiarkan sampai lebih dari 4
hari karena akan membunuh mikroorganisme pengompos (ragi). Bila ragi
mati, maka pengomposan akan berlangsung lebih lama.
7) Untuk mengurangi panas dari tumpukan bahan kompos maka setelah hari ke-
4, tumpukan kompos dibongkar dan ditumpuk kembali. Penambahan air
perlu dilakukan bila bahan kompos terlalu kering. Pada saat bahan kompos
menjadi panas, terjadi penguapan air dan untuk mencegahnya tumpukan
bahan kompos ditutup dengan plastik atau penutup lainnya.
8) Cara membongkar dan menumpuk kembali bahan kompos sebaiknya
dilakukan dengan cara bagian bahan kompos dari tumpukan paling atas
dimasukkan ke dalam cetakan kayu paling bawah seperti mengisi bahan
kompos di tahap awal. Bila dilakukan dengan benar maka tumpukan bagian
atas akan berupa tumpukan bahan kompos paling bawah. Dengan begitu,
40
semua bahan kompos dipastikan sudah terbalik semua. Proses pembalikan
sebaiknya dilakukan setiap 3 hari sekali sampai proses pengomposan selesai.
Atau balik bahan kompos bila panas terlalu berlebih.
9) Bila panas tumpukan bahan kompos sudah stabil dan warna kompos hitam
kecoklatan dan tinggi tumpukan bahan kompos menyusut hingga 50%, maka
proses pengomposan dihentikan. Proses selanjutnya berupa proses
pematangan selama 14 hari.
10) Secara teoritis, proses pengomposan akan selesai setelah 40-50 hari. Namun
pada kenyataannya bisa lebih cepat atau lebih lambat tergantung dari
pertumbuhan ragi dan bahan baku kompos. Pupuk kompos yang telah
matang dicirikan dengan warnanya yang hitam kecoklatan, teksturnya
gembur, dan tidak berbau.
11) Untuk memperbaiki penampilan dan agar bisa disimpan lama, sebaiknya
kompos diayak dan dikemas dalam karung. Simpan pupuk kompos di tempat
kering dan teduh.
1 2
1 1
3 4
1 1
41
bahan kompos kering dan tambahkan ragi (6). Tumpuk
bahan kompos sampai mencapai tinggi tumpukan 1,5
meter (7). Lakukan pembalikan tumpukan (8).
5 6
1 1
7 8
1 1
Sumber: http://www.alamtani.com/cara-membuat-kompos.html.
2. Cara ditutup
Cara pembuatan kompos dengan ditutup pada intinya sama dengan cara
dibuka. Biasanya untuk cara ditutup memerlukan ragi untuk mempercepat proses
pengomposan. Ragi dari EM4 sangat baik digunakan untuk mempercepat
penguraian limbah hasil pertanian. Ragi yang berupa cairan siap pakai sudah ada di
pasaran dengan berbagai merek. Ragi ini dapat pula dibuat bila sudah dimiliki
misalnya stok EM4. Ragi dapat dibuat dari bahan-bahan yang ada di sekitar tanpa
menggunakan stok EM4. Ragi yang dibuat seperti ini disebut sebagai MOL (jasad
renik lokal).
Bahan baku kompos yang akan dikompos secara ditutup sebaiknya berasal
dari limbah pertanian dengan kandungan portein yang lebih tinggi daripada bahan
kompos yang akan diproses secara dibuka. Contoh bahan limbah pertanian yang
memenuhi untuk diproses secara ditutup adalah serbuk gergaji, sekam padi dan
kotoran kambing. Waktu pengomposan untuk cara ditutup dapat mencapai 10-80
hari dan sangat ditentukan oleh ragi yang ditambahkan. Tahapan pengomposan
secara ditutup adalah:
1) Siapkan bahan organik yang akan dikomposkan. Pilih bahan limbah
pertanian yang lunak terdiri dari limbah tanaman atau hewan. Bahan kompos
yang dapat digunakan diantaranya hijauan tanaman, ampas tahu, limbah
organik rumah tangga, kotoran ayam, kotoran kambing. Rajang bahan
tersebut hingga halus, semakin halus semakin baik.
42
2) Siapkan ragi (EM4) yang akan mengurai bahan kompos. Cara menyiapkan
ragi: Campurkan 1 cc EM4 dengan 1 liter air dan 1 gram gula dan
campurkan dengan baik. Campuran didiamkan selama 1 hari.
3) Ambil terpal plastik sebagai alas, simpan bahan organik yang sudah dirajang
halus di atas terpal. Campurkan serbuk gergaji pada bahan tersebut untuk
menambah mutu kompos yang akan dihasilkan. Semprotkan ragi EM4 yang
sudah dibuat (tahap 2) dan aduk dengan bahan kompos sampai merata,
tambahkan air dengan cara disemprotkan bila bahan kompos agak kering.
4) Siapkan tong plastik yang kedap udara. Masukan bahan organik yang sudah
dicampur tadi. Kemudian tutup rapat-rapat dan diamkan hingga 3-4 hari
untuk menjalani proses pengomposan. Keberhasilan pengomposan ditandai
oleh bahan kompos menjadi panas.
5) Setelah empat hari cek kematangan kompos. Pupuk kompos yang matang
dicirikan dengan baunya yang harum seperti bau tape.
Ciri Kompos
Kompos yang baik memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah
Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat tercampur dengan air
Bila dianalisis secara kimia nisbah C/N dari kompos sebesar 10 – 20, tergantung
dari bahan baku dan kelembabannya
Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah
Setelah menjadi kompos, suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan
Kompos tidak berbau.
43