Anda di halaman 1dari 47

BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ahmad Yanis
Tanggal lahir : 15-05-1964
No. Rekaman Medik : 684162
Alamat : BTN Tabaria Blok E1 No. 18
Ruang Perawatan : Lontara 1 Bawah Belakang
Tanggal Pemeriksaan : 11 Oktober 2014

1.2 Anamnesis
 Keluhan Utama : Sesak nafas
 Anamnesis:
Sesak napas, dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak saat
aktivitas (+) dan tidak dipengaruhi oleh cuaca. Pasien tidak bisa baring
terlentang. Batuk dan lendir disertai darah (+), lendir berwarna kuning – putih.
Berat badan menurun (+). Nyeri dada kanan (+). Riwayat minum (+). Demam (-),
Mual dan muntah (-). Riwayat hipertensi dan DM (-), riwayat pengobatan TB (-).
Pasien pernah di rawat di RS. Haji 2 hari dengan diagnosa Tumor Paru Kanan.
 Riwayat Penyakit sebelumnya : (-)

1.3 Pemeriksaan Fisis


 Keadaan umum : Sakit Berat
 Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
 Status Gizi : Gizi kurang

1
 Tanda Vital
Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 37,2° C
 Kepala
Simetris muka : simetris kiri = kanan
Deformitas : (-)
 Mata
Mata cekung : (-)
Kelopak Mata : edema palpebra (-)
Konjungtiva : anemis (-)
Sklera : ikterus (-)
Kornea : jernih
Pupil : bulat isokor
 Telinga
Pendengaran : normal
 Hidung
Perdarahan : (-)
Sekret : (-)
 Mulut
Bibir : pucat (-), kering (-)
Lidah : kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
 Kulit dan kelamin
Warna kulit : normal
Turgor kulit : elastis
 Leher
Kelenjar getah bening : tidak ada pembesaran

2
 Thoraks
- Inspeksi
Bentuk : asimetris
- Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Massa tumor : (-)
- Perkusi :
Paru kiri : sonor
Paru kanan : hipersonor
- Auskultasi :
Bunyi pernapasan : Vesikuler
Bunyi tambahan : Ronkhi -/-,Wheezing -/-
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular
 Perut
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas.
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
Palpasi :
- Hepar : Tidak teraba.
- Limpa : Tidak teraba.
- Ginjal : Tidak teraba
 Ekstremitas
Tonus otot : Baik
Udem : (-), Hangat (+)

3
1.4 Pemeriksaan Penunjang
1.4.1 Darah Lengkap dan Kimia Darah

Tabel 1.1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap dan Kimia Darah

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


WBC 14.2 4.00 – 10.0 103/ul
RBC 3.91 4.00 – 6.00 106/ul
HGB 12.6 12.0 – 16.0 gr/dl
HCT 36 37.0 – 48.0 %
PLT 186 150 – 400 103/ul
NEUT 84.20 52.0 – 75.0 103/ul
LED 91/107 <10 mm
GDS 99 140 mg/dl
UREUM 59 10 – 50 mg/dl
KREATININ 0.9 L(<1.3), P(<1.1) mg/dl
SGOT 21 <38 UL
SGPT 19 <41 UL

1.4.2 Pemeriksaan Sputum

Tabel 1.2. Hasil Pemeriksaan Sputum

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


Tindakan : Pengecatan Gram
- Jenis Spesimen Sputum
- Pengecatan Gram Bacil Tidak ditemukan ---
gram (-),
Coccus
gram (+)
Tindakan : Jamur
- Jenis Spesimen Sputum
- Jamur Positif Tidak ditemukan ---
Tindakan : Sputum BTA 3x
(Pewarnaan)

4
- Pengecatan Gram Sputum
- Pemeriksaan BTA 1 Negatif Negatif ---
- Pemeriksaan BTA 2 Negatif Negatif ---
- Pemeriksaan BTA 3 Negatif Negatif ---

1.5 Pemeriksaan Radiologi

Gambar 1.1 Foto Thorax posisi PA

Foto Thoraks AP :
- Hiperlucent avascular pada hemithorax kanan dengan trakea dan jantung yang
shift ke kiri
- Cor: Cardiac Thoracic Index sulit dinilai, aorta normal
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak

5
Kesan :
- Pneumothorax dextra

6
BAB II
PENDAHULUAN

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan
mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk
mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam
rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas
bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura
berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan 1.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga
pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan
penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik
secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat
primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik
dan non iatrogenic.2
Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak
diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar
40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.2 Sumber
lain menyatakan bahwa insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 18-
28/100000 populasi untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan.
Sedangkan insiden tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000
populasi untuk laki-laki dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan
rumah sakit untuk kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000
orang per tahun untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki.
Sedangkan angka kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang per
tahun untuk wanita dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki. Pneumothorax

7
merupakan kasus kegawatdaruratan yang memerlukan observasi maksimal dan
penatalaksaan pneumothorax tersebut tergantung pada jenis dan luasnya
pneumothorax yang terjadi.
Kata penumothoraks pertama kali digunakan pada tahun 1803 oleh seorang
murid Laennec yang bernama Itard. Laennec sendiri kemudian menggambarkan
gambaran klinis dari pneumothoraks pada tahun 1819. Ia menunjukkan bahwa
hamper semua pneumothorkas disebabkan oleh tuberculosis paru, walaupun ia
menyadari pneumothoraks dapat terjadi pada orang sehat yang kemudian dinamakan
pneumothoraks sederhana. Pneumothoraks primer pertama dikenalkan oleh Kjaergard
pada tahun 1932 yang kemudian menjadi masalah global. pneumothoraks primer ini
lebih banyak ditemukan pada orang berusia muda sedangkan pneumothoraks
sekunder lebih sering ditemukan pada orang berusia tua dengan usia puncak >55
tahun. Insidensi tahunan untuk pneumothoraks primer adalah 18-28/100000 populasi
untuk laki-laki dan 1.2-6/100000 populasi untuk perempuan. Sedangkan insiden
tahunan untuk pneumothoraks sekunder adalah 6.3/100000 populasi untuk laki-laki
dan 2.0/100000 populasi untuk perempuan. Angka perawatan rumah sakit untuk
kedua jenis pneumothoraks ini dilaporkan sebanyak 5.9/100000 orang per tahun
untuk perempuan dan 16.7/100000 orang per tahun untuk laki-laki. Sedangkan angka
kematian pada tahun 1991 dan 1995 mencapai 0.62/juta orang per tahun untuk wanita
dan 1.26/juta orang per tahun untuk laki-laki. (Staton GW, Ingram R. Disorders of
the Pleura, Hila, and Mediastinum: Pneumothorax.ACP Medicine Online, 2002
Gorospe, Puente S, et al. Spontaneous Pneumothorax During Pregnancy .South
Med J 95(5):555-558, 2002).
Sesuai perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan
pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (VATS = video assisted
thoracoscopy surgery), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien
yang mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di
rumah sakit 2.

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Paru-Paru

Gambar 3.1 Topografi paru anterior Gambar 3.2 Topografi paru posterior

a. Tulang pembentuk rongga dada


Thoraks merupakan rongg a yang berbentuk kerucut, pada bagian bawah
lebih besar daripada bagian atas. Rongga dada berisi paru-paru dan mediastinum.
Didalam rongga dada terdapat beberapa sistem diantaranya sistem pernafasan dan
peredaran darah. Organ penafasan yang terletak dalam rongga dada adalah paru-paru
dan trakea, sedangkan pada system peredaran darah yaitu jantung, pembuluh darah
dan saluran limfe.
Kerangka rongga thoraks, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12 vertebra thoracalis, 10 pasang costa yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 costa
memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi
membentuk tepi costa sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan

9
rongga pleura diatas kedua klavikula dan diatas organ dalam abdomen penting untuk
dievaluasi pada luka tusuk. Dan terdapat sepasang scapula.7

b. Otot pembatas rongga dada


Terdiri dari :
Otot ekstremitas superior : 1. M. Pectoralis mayor
2. M. Pectoralis minor
3. M. Serratus anterior
4. M. Subklavikula
Otot anterolateral abdominal :1. M. Abdominal oblikus eksternus
2. M. Rectus abdominis
Otot thoraks intrinsic : 1. M. Interkostalis eksterna
2. M. Interkostalis interna
3. M. Sternalis
4. M. Thoraksis transverses. 7

c. Diafragma
Diafragma adalah suatu septum berupa jaringan muskulotendineus yang
memisahkan rongga thoraks dengan rongga abdomen. Dengan demikian.
Diafragma menjadi dasar dari rongga thoraks.
Ada 3 apertura pada diafragma, yaitu:
1. Hiatus aortikus yang dilalui oleh aorta descendens, vena azigos, dan
duktus thoracikus
2. Hiatus esophagus yang dilalui esophagus
3. Aperture yang satu lagi dilalui oleh vena cava inferior. 7

10
d. Pleura

Paru-paru dibungkus oleh suatu kantong tipis yang disebut pleura. Pleura
visceralis terdapat diatas parenkim paru-paru, seadngkan pleura parietalis
melapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling
meluncur satu sama lain selama inspirasi dan
ekspirasi.

Gambar 3.3 Pleura


Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial, ditunjang oleh
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura
dibatasi oleh 2 lapisan tipis mesotelial, terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal
yang melingkupi parenkim paru, mediastinum, diafragma serta tulang iga. Rongga
pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut
sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses
respirasi.
Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang
interstitial paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan

11
rongga peritoneum. Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara
pembuluh-pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura serta kemampuan eliminasi
cairan oleh sistem pengaliran limfatik pleura parietal. Rongga pleura normalnya terisi
cairan 10 – 20 ml dan berfungsi sebagai pelumas di antara kedua lapisan pleura. 2,7
Tekanan pleura merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan
tekanan yang ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi.
Karakteristik pleura seperti ketebalan, komponen selular serta faktor-faktor fisika dan
kimiawi penting diketahui sebagai dasar pemahaman patofi siologi kelainan pleura
dan gangguan proses respirasi.
Pleura viseral membatasi permukaan luar parenkim paru termasuk fisura
interlobaris, sementara pleura parietal membatasi dinding dada yang tersusun dari
otot dada dan tulang iga, serta diafragma, mediastinum dan struktur servikal. Pleura
viseral dan parietal memiliki perbedaan inervasi dan vaskularisasi. Pleura viseral
diinervasi saraf-saraf otonom dan mendapat aliran darah dari sirkulasi pulmoner dan
tidak sensitif terhadap nyeri, sementara pleura parietal diinervasi saraf-saraf
interkostalis dan nervus frenikus serta mendapat aliran darah sistemik sehingga
sangat sensitif terhadap nyeri. 7

e. Paru
Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis, berbentuk
kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas diafragma, diselubungi
oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) yang tumpul
di kranial dan basis (dasar) yang melekuk mengikuti lengkung diphragma di kaudal.
Pembuluh darah paru, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada
bagian hilus.7

12
Gambar 3.4 Anatomi, pulmo, bronkus dan alveolus

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2 lobus. Lobus


pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan lobus inferius. Lobus
medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis; lobus inferius dan medius
dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru kiri adalah lobus superius dan lobus
inferius yg dipisahkan oleh fissura oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang
menonjol seperti lidah yang disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai
dengan jumlah bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan
dgn percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil,
segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen. 7

13
Gambar 3.5 Segmen paru

3.2 Radioanatomi

Gambar 3.6 Foto Thorax Posisi PA

14
Gambar 3.7 Foto Thorax Posisi Lateral

15
Keterangan :

1. Lapangan Paru
Pada area lapangan paru yang normal memberikan gambaran transradiancy yang
sama. Tidak boleh terlalu putih atau terlalu hitam. Identifikasi fissura horizontal
dan lihat posisinya. Normalnya, fissura horizontal berjalan dari hilus ke costa
keenam. Jika terjadi displaced, maka kemungkinan ini merupakan tanda-tanda
dari kolaps paru. 9,13
2. Hilus
Normalnya hilus kanan lebih tinggi dari hilus kiri dengan perbedaan tinggi sekitar
1 inch atau 2.5 cm. 9,13

3. Jantung
Jantung berbentuk seperti buah pear dengan outline jantung jelas. Batas jantung
kiri tidak melebihi 1/2 lapangan paru kiri dan batas jantung kanan tidak melebihi
1/3 lapangan paru kanan. Jantung dikatakan membesar jika CTI (cardiac thoracic
index) > 0.50. 9,13
4. Mediastinum
Tepi mediastinum harus jelas, kecuali pada sudut antara jantung dan diafragma, di
apeks dan pada hilus kanan. 9,13
5. Diafragma
Diapfragma kanan harus lebih tnggi dari diafragma kiri dengan perbedaan sekitar
3 cm. Outline dari diafragma harus terlihat halus. Normalnya, diafragma kanan
berada di tengah dari lapangan paru kanan. Sedangkan diafragma kiri berada lebih
lateral dari lapangan paru kiri. 9,13
6. Sudut costophrenicus
Sudut costophrenicus harus teridentifikasi dengan baik dengan ujung lancip 9,13

16
7. Trakea
Berada di tengah dengan sedikit menyimpang ke kanan di sekitar knuckle aorta
9,13

8. Aorta
Aorta tidak mengalami dilatasi dan elongasi. Aorta dikatakan dilatasi jika jarak
dari midline proc.spinosus ke bagian tepi terjauh aorta > 4 cm. Sedangkan aorta
dikatakan elongasi jika panjang pinggang jantung kanan < panjang dari pinggang
jantung ke arcus aorta. 9,13

3.3 Definisi Pneumothorax


Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura
yang dapat menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. Pada kondisi normal, rongga
pleura tidak berisi udara sehingga paru-paru dapat mengembang terhadap rongga
dada.2

17
Gambar 3.8 Ilustrasi

Pneumothorax
3.4 Etiologi Pneumothorax
Penyebab pneumothorax terbuka yang sering ditemukan meliputi:
 Trauma tembus pada dada (luka tembak atau luka tusuk)
 Pemasangan kateter vena sentral
 Pembedahan dada
 Biopsi transbronkial
 Torakosentesis atau biopsi pleura tertutup 5
Penyebab pneumothorax tertutup meliputi:
 Trauma tumpul pada dada
 Kebocoran udara akibat bleb yang ruptur

18
 Ruptur akibat barotrauma yang disebabkan oleh tekanan intrathoracal
yang tinggi pada saat dilakukan ventilasi mekanis
 Lesi tuberculosis atau kanker yang mengerosi ke dalam rongga pleura
 Penyakit paru interstitiel seperti granuloma eusinofilik 5
Tension Pneumothorax dapat disebabkan oleh:
 Luka tembus pada dada yang dirawat dengan pembalutan kedap udara
 Fraktir iga
 Ventilasi mekanis
 Positif end-expiratory pressure (tekanan positif akhir respirasi) yang
tinggi sehingga terjadi ruptur pada blebs alveoli
 Oklusi atau malfungsi kateter dada (chest tube) 5

3.5 Patofisiologi Pneumothorax

Salah satu yang berperan dalam proses pernapasan adalah adanya tekanan negatif
pada rongga pleura selama berlangsungnya siklus respirasi. Apabila terjadi suatu kebocoran
akibat pecahnya alveoli, bula atau bleb sehingga timbul suatu hubungan anara alveoli yang
pecah dengan rongga pleura, atau terjadi kebocoran dinding dada akibat trauma, maka udara
akan pindah ke rongga pleura yang bertekanan negatif hingga tercapai tekanan yang sama
atau hingga kebocoran tertutup. Tekanan negatif di rongga pleura tidak sama besar di seluruh
pleura, tekanan lebih negatif pada daerah apeks dibandingkan dengan daerah basal.

3.5.1. Patofisiologi Pneumotoraks Spontan (Close Pneumothorax)


Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi tiba-tiba tanpa
adanya suatu penyebab, ada 2 jenis yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya.

19
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan didasari
oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, misalnya fibrosis
kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan
infeksi paru. 2

Mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan adalah akibat dari lebih


negatifnya tekanan di daerah puncak paru dibandingkan dengan bagian basal dan
perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan distensi lebih besar pada alveoli
daerah apeks. Distensi yang berlebihan pada paru normal akan menyebabkan rupture
alveoli subpleural. Hal lain yang sering menyebabkan terjadinya pneumotoraks
spontan adalah pecahnnya bulla atau bleb subpleural. 14

Pneumotoraks spontan primer terjadi karena robeknya suatu kantung udara


dekat pleura visceralis. Penelitian patologis menunjukkan bahwa pasien
pneumotoraks spontan yang parunya direseksi tampak adanya satu atau dua ruang
berisi udara dalam bentuk bleb atau bulla. 2
Bulla merupakan suatu kantung yang dibatasi sebagian oleh pleura fibrotic
yang menebal, sebagian oleh jaringan fibrosa paru sendiri, dan sebagiannya lagi oleh
jaringan paru emfisematous. Sedangkan bleb terbentuk dari suatu alveoli yang pecah
melalui jaringan interstitial ke dalam lapisan fibrosa tipis pleura visceralis yang
kemudian berkumpul dalam bentuk kista. 2
Apabila dilihat secara patologis dan radiologis, bleb atau bulla ini sering
didapatkan di daerah apeks paru. Hal ini dipercaya disebabkan oleh mekanisme
tekanan negatif pada sepertiga atas lapangan paru. 2
Saat bleb atau bulla tersebut pecah, udara akan masuk ke dalam rongga pleura
sehingga paru menjadi kolaps dan kosta terdorong keluar. Belum ada hubungan yang
jelas antara aktivitas yang berlebihan dengan pecahnya bleb atau bulla karena pada
keadaan istirahat juga dapat terjadi pneumotoraks. Pecahnya alveoli berhubungan
dengan obstuksi check valve pada saluran napas kecil sehingga timbul distensi ruang

20
udara di bagian distalnya. Obstruksi jalan napas dapat diakibatkan oleh penumpukan
mucus dalam bronkioli baik oleh karena infeksi maupun bukan. 2
Pneumotoraks spontan primer banyak terjadi pada seorang dewasa muda
dengan badan tinggi kurus dan tidak menderita suatu penyakit parenkim paru. Selain
itu, pneumotoraks jenis ini juga banyak terjadi pada perokok di mana 90% dari
penderitanya adalah perokok. Genetik juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya
PSP. Kelainan genetik yang terkait penyakit ini antara lain sindrom Marfan dan
sindrom Birt-Hogg-Dube. 2

Sebuah penelitian melaporkan bahwa meskipun secara klinis penderita


pneumotoraks spontan primer tidak menunjukkan kelainan di paru, ternyata
ditemukan bulla subpleura pada 76-100% kasus dengan tindakan Video Assisted
Surgey (VATS), dan pada 100% kasus dengan torakotomi. Hubungan antara rokok
sebagai faktor resiko dan bulla pada pneumotoraks dapat dijelaskan dengan data
bahwa dari 89% penderita yang terdeteksi mempunyai bulla dengan pemeriksaan CT-
scan adalah perokok. Mekanisme terbentuknya bulla tersebut masih dipertanyakan.
Suatu teori yang menjelaskan pembentukan bulla pada perokok menghubungkan
proses degradasi benang elastin paru yang diinduksi asap rokok. Proses tersebut
kemudian diikuti oleh serbukan neutrofil dan makrofag. Degradasi ini menyebabkan
ketidakseimbangan rasio proteinase-antiproteinase dan sistem oksidan-antioksidan di
dalam paru, menyebabkan obstruksi akibat inflamasi. Hal ini akan menyebabkan
meningkatnya tekanan intra-alveolar sehingga terjadi kebocoran udara menuju ruang
interstisial paru ke hilus yang menyebabkan pneumomediastinum. Tekanan di
mediastinum akan meningkat dan pleura mediastinum rupture sehingga menyebabkan
pneumotoraks. (Sahn SA, Heffner JE. Spontaneuos pneumothorax. N Eng J Med
2000; 342: 868-74)

Patogenesis Pneumotoraks Spontan Sekunder multifaktorial, umumnya


terjadi akibat komplikasi penyakit PPOK, asma, fibrosis kistik, tuberculosis paru,

21
penyakit-penyakit paru infiltrat lainnya (misalnya pneumonia supuratif dan
pneumonia P.carinii). Pneumotoraks spontan sekunder terjadi akibat komplikasi
penyakit paru yang mendasarinya atau dapat pula sebagai akibat rupturnya bleb.
Adanya penyakit paru menyebabkan timbulnya defek atau kelemahan pada dinding
alveoli atau pleura. Jika suatu saat terjadi peningkatan tekanan di jalan napas seperti
pada batuk atau penyakit menahun maka alveolus atau pleura akan pecah sehingga
2
timbul pneumotoraks. Mekanisme alternatif untuk pneumotoraks spontan sekunder
mungkin keluarnya udara dari alveolus pecah yang langsung bergerak ke rongga
pleura akibat paru-paru yang mengalami nekrosis, seperti yang terjadi pada
pneumonia P. Carinii. 14
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat pneumotoraks adalah gangguan
ventilasi, penurunan nilai kapasitas vital paru, dan tekanan oksigen darah (PO 2)
sehingga terjadi hipoventilasi dan menimbulkan asidosis respiratorik. Evakuasi udara
dari rongga pleura sesegera mungkin akan memperbaiki gangguan ventilasi dan
kapasitas vital paru, sehingga akan membantu peningkatan PO2. 14

3.5.2. Patofisiologi Open Pneumothorax


Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan
masuk ke cavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan
intrapleura tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang
menekan mediastinum ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke
mediastinal yang sehat . Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax
komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak
mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara yang terjebak pda cavum
dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan
vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya

22
dapat timbul gejala pre sock atau shock oleh karena penekan vena cava. Kejadian ini
dikenal dengan tension pnemothorax.
3.5.3. Patofisiologi Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Tension pneumothorax adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura
yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura
viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel
yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi
tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru
sehingga sering menimbulkan gagal napas. 2

3.6 Klasifikasi Pneumothorax


3.6.1 Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :2
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya. 2
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis
(PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru. 2

2. Pneumotoraks traumatik,
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura, dinding
dada maupun paru. 2

23
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut,
misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura. 2
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan
ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
2
permukaan paru.

3.6.2 Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan


ke dalam tiga jenis, yaitu :2
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka
pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat
laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya.
Pada kondisi tersebut paru belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih
ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif.

24
Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
2
negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),


Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura
dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka
terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan
tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar
nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan . 2
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi
tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam
keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi
dinding dada yang terluka (sucking wound). 2
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus
serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar.
Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan
melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini
dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan gagal napas. 2

3.6 Diagnosis Pneumothorax


3.6.1 Gambaran Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah :

25
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada
gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer. 2

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks


tersebut,:
1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat
2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih
berat
3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang
lain serta ada tidaknya jalan napas.
4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi
bila penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil
disebabkan pengisian yang kurang. 2

3.6.2 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

26
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative 2

3.6.3 Pemeriksaan Tambahan


1. Foto Röntgen
Gambaran radiologis yang tampak pada foto röntgen kasus
pneumotoraks antara lain :
a. Bagian pneumotoraks akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps
akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler sesuai
dengan lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radio opaque
yang berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang
luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan
sesak napas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostals melebar, diafragma mendatar dan tertekan ke bawah.
Apabila ada pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat,

27
kemungkinan besar telah terjadi pneumotoraks ventil dengan tekanan
intra pleura yang tinggi.
d. Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan
sebagai berikut :
1) Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung, mulai dari basis sampai ke apeks. Hal ini terjadi apabila
pecahnya fistel mengarah mendekati hilus, sehingga udara yang
dihasilkan akan terjebak di mediastinum.
2) Emfisema subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam dibawah
kulit. Hal ini biasanya merupakan kelanjutan dari
pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum
lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu
daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang
mudah ditembus oleh udara, sehingga bila jumlah udara yang
terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut,
bahkan sampai ke daerah dada depan dan belakang.
3) Bila disertai adanya cairan di dalam rongga pleura, maka akan
tampak permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma

Gambar 3.9 Foto thorax pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak
panah merupakan bagian paru yang kolaps

28
2. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi
meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien
dengan gagal napas yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas
sebesar 10%.2
3. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer
dan sekunder. 2

Gambar 3.10 CT-Scan Thorax

3.6.4 Perhitungan Luas Pneumothorax


Penghitungan luas pneumotoraks ini berguna terutama dalam penentuan jenis
kolaps, apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai
dalam menentukan luasnya kolaps paru, antara lain : 2
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10 cm dan diameter kubus
rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512

29
______ ________
= = ± 50 %
103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal, ditambah
dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal, ditambah dengan
jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan
dikalikan sepuluh . 2,11

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
__________________
= x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks .

30
(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
_______________
x 100 %
AxB

3.6.5 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumothorax antara


lain: 6,7
a. Tampak gambaran hiperlusen avaskuler berbatasan dengan jaringan paru yang
masih ada, vaskuler dipisahkan oleh pleura visceralis yang tampak sebagai
garis putih tipis paralel dengan dinding dada.
b. Pneumothoraks sedikit (small pneumothorax) bila jarak paru dan dinding dada
< 2cm dan dikatakan luas (large pneumothorax) bila > 2cm
c. Pleural visceral memiliki kurva konveks yang membedakannya dari bulla
atau kista di paru
d. Bila pneumothorax cukup luas atau telah terjadi tension pneumothorax maka
akan ditemukan gambaran berupa pendesakan mediatinum ke arah
kontralateral, pelebaran intercostal space, diafragma rendah, dan mendatar,
kompresi dan konsolidasi paru ipsilateral.
e. Pada posisi supine mungkin pneumothorax bisa tidak terdeteksi. Tanda-tanda
penting yang harus diperhatikan adalah hemithorax yang relatif lebih lusen,
kontur mediastinum, jantung dan diafragma yang lebih tegas.

31
f. Pada pneumothorax yang minimal, gambaran udara bebas akan lebih nyata
bila dibuat foto dengan ekspirasi penuh sehingga volume paru menjadi lebih
kecil.
g. Deep sulcus sign merupakan sulcus costophrenicus yang tertekan ke bawah
dengan gambaran lusensi pada sulcus tersebut. Deep sulcus sign dapat terlihat
pada posisi supine 6,7

Foto Thorax Posisi PA Foto Thorax Posisi Supine

Gambar 3.11. Tampak hiperlusen Gambar 3.12. Deep Sulcus sign (Panah
avascular pada hemithorax kiri disertai kosong hitam). Sulcus kanan jauh lebih
dengan visceral white line (panah putih) rendah dari sulcus kiri (panah putih).
yang menandakan kolaps pada paru kiri 6 Garis pleura visceral terlihat (panah
kosong putih). Trakea dan jantung
bergeser ke kanan (panah hitam) 6

32
1) Small Pneumothorax

Gambar 3.13 (kanan) Tampak hiperlusen avascular pada


hemithorax kiri disertai dengan visceral white line (panah merah), dengan jarak
pleura < 2cm ke dinding dada 6,7

2) Large Pneumothorax

33
Gambar 3.14 Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax kanan disertai dengan
pleural white line (panah putih) dengan jarak pleura ≥ 2cm ke dinding dada 6,7

3) Tension Pneumothorax

Gambar 3.15 Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax kiri disertai dengan
pleural white line (panah putih) dengan mediastinum shift ke hemithorax kanan 7,8

3.7 Diagnosis Banding Pneumothorax


Emfisematous Bullae
Emfisema adalah keadaan paru yang abnormal, yaitu adanya pelebaran rongga udara
pada asinus yang sifatnya permanen. Pelebaran ini disebabakan karena adanya
kerusakan dinding asinus. Asinus adalah bagian paru yang terletak di bronkiolus
terminalis distal. 5,7
Bullae merupakan rongga menyerupai kista sering terbentuk akibat rupturnya
alveolus yang melebar. Pada film dada, rongga tersebut tampak sebagai daerah

34
translusen dengan dindingnya terlihat sebagai bayangan kurva linier menyerupai garis
rambut. Bullae memiliki ukuran bervariasi dengan diameter mulai dari beberapa
sentimeter hingga menempati bagian yang luas pada hemitoraks, menggantikan, dan
mendesak paru normal di dekatnya. 12,13

Gambar 3.16 (kiri) emfisema: inflasi paru berlebihan, pendataran diafragma,


bullae, dan bayangan jantung yang kecil. (kanan) bayangan kurva linier yang
dibentuk oleh dinding-dinding bullae (blebs) 12,13

Persamaan :
- memiliki densitas yang sama yaitu hiperlusen avaskuler
- terjadi hiperekspansi dari paru yang menyebabkan intercostal space melebar
dan diafragma datar dan rendah. 6,9,10,11,12,13
Perbedaan :
- Pneumothorax adalah adanya udara pada cavum pleura, sedangkan pada
emfisema bulla adalah adanya udara yang berlebihan dalam alveoli yang
menyebabkan alveoli mengembang dan mengalami hiperekspansi

35
- hiperlusen avaskuler pada pneumothorax senantiasa dibagian lateral dari hilus
dan pada posisi PA distribusi udaranya dominan berada di atas. Sedangkan
pada Emfisematous bullae hiperlusen avaskuler hanya pada focal area (alveoli
yang mengalami hiperekspansi) dan bisa terdapat beberapa (multiple). (6, 11)
- pada pneumothorax terdapat visceral white line yang berbentuk konveks
terhadap hiperlusen avaskuler tersebut. Visceral white line menandakan
kolaps paru. Tanda visceral white line tidak akan ditemukan pada gambaran
radiologi emfisematous bullae.
- Pada emfisematous bullae terjadi peningkatan diameter PA dada dengan
perluasan pada rongga retrosternal (barrel chest) 6,9,10,11,12,13

3.8 Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada
prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2.
Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam
pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks
tertutup dan terbuka. 2
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan
intra pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar
dengan cara :

36
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan
demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi
negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura,
kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang
berada di dalam botol.
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks
sampai menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah
klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari
ujung infuse set yang berada di dalam botol . 2
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura
dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit.
Pemasukan troakar dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat
dengan bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau
pada linea aksilaris posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di
2
garis mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke
rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter
toraks yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter
toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa

37
plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya
berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut . 2
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap
positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah
negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih
dahulu dengan cara pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila
tekanan dalam rongga pleura kembali menjadi positif maka pipa belum
bisa dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal. 2

38
3.

Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan
alat bantu torakoskop. 2
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang
yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan
paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau
terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian
kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel. 2
3.10 Prognosis Pneumothorax

Pasien dengan pneumothorax hampir separuhnya akan mengalami


kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube

39
thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothorax yang
dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik,
umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumothorax sekunder tergantung
penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus
lebih berhati-hati karena sangat berbahaya. 2

BAB IV
DISKUSI STATUS

40
Seorang pria umur 50 tahun datang dengan keluhan sesak napas, dialami sejak
4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak saat aktivitas (+) dan tidak dipengaruhi oleh
cuaca. Pasien tidak bisa baring terlentang. Batuk dan lendir disertai darah (+), lendir
berwarna kuning – putih. Berat badan menurun (+). Nyeri dada kanan (+). Riwayat
minum (+). Demam (-), Mual dan muntah (-). Riwayat hipertensi dan DM (-), riwayat
pengobatan TB (-). Pasien pernah di rawat di RS. Haji 2 hari dengan diagnosa Tumor
Paru Kanan.

Foto Thorax PA
 Hiperlusen avaskuler pada hemithorax kanan, disertai dengan gambaran pleural
white line yang menandakan paku kanan kolaps.

41
 Pada Pneumothorax ringan/ small pneumothorax, jarak antara dinding
cavum thorax ke visceral white line < 2 cm. Sedangkan pada
pneumothorax berat/ large pneumothorax, jarak antara dinding cavum
thorax ke visceral white line > 2 cm
 Bila terdapat mediastinum shift atau pendorongan dari organ-organ
mediastinum ke hemithorax yang sehat akibat hiperekspansi cavum
pleura oleh tekanan pneumothorax, kejadian itulah yang disebut dengan
tension pneumothorax
 Pada tampilan foto thorax ini, tampak hiperlusen avaskuler pada
hemithorax kanan disertai dengan pendorongan organ mediastinum yang
menandakan Tension Pneumothorax

 Cor: cardiothoracic index sulit dievaluasi.


 Cardiothoracic index (CTI) adalah perbandingan diameter tranversa
terbesar jatung terhadap diameter tranversa terbesar cavum thorax.
Normalnya nilai CTI kurang dari 50 persen.
 Pada foto thorax ini, CTI sulit dinilai sebab terdapat perselubungan
homogeny oleh paru kanan yang kolaps yang menutupi batas kanan
jantung, sehingga diameter tranversa terbesar jantung tidak dapat dinilai.

 Sinus costophrenicus dan diafragma kiri baik


 Diafragma berbentuk kubah yang membatasi rongga thorax dan rongga
abdomen. Diafragma kanan lebih tinggi dari kiri. Sinus costophrenicus
yaitu sudut antara dinding dada dengan diafragma yang normalnya
berbentuk lancip.
 Pada foto ini kedua sinus terlihat lancip dan diafragma baik.

 Tulang-tulang intak

42
 Walaupun pemeriksaan foto thorax terutama dimaksudkan untuk
menyelidiki organ intratorakal seperti jantung dan paru, namun semua
tulang-tulang penyusun thorax dan sekitarnya dapat terlihat. Sternum
biasanya tak terlihat jelas oleh karena superposisi dengan vertebra
torakal. Costae anterior lebih tinggi di lateral dibandingkan medial,
sehingga membentuk huruf V. Costae posterior lebih tinggi di medial
dibanding lateral sehingga membentuk huruf A.
 Pada foto thorax ini tulang-ulang intak, tidak tampak adanya fraktur dan
deformitas.

Menentukan % Luas Pneumothorax % luas pneumotoraks :

a+b+ c ( cm ) 10,08+6,02+3,46
¿ x 10 %= x 10 %=65,
3 3

43
Dari hasil perhitungan % luas Pneumothorax, diperoleh hasil 65,2%. Seperti
yang dipaparkan dalam buku Primer of Diagnostic Imaging bahwa indikasi untuk
dilakukannya intervensi (thoracocentesis) pada pneumotoraks dengan % luas > 20%.
Jadi pada pasien ini perlu dilakukan pemasangan pipa water sealed drainage (WSD)
untuk mengeluarkan udara dalam cavum pleuranya.

BAB IV
KESIMPULAN

44
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura
yang dapat menyebabkan kolapsnya paru yang terkena. Pada kondisi normal, rongga
pleura tidak berisi udara sehingga paru-paru dapat mengembang.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan CT Scan
menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumothorax. Gambaran khas pada
pneumothorax adalah adanya gambaran hiperlucent avascular pada hemithorax yang
terkena disertai dengan gambaran pleural white line. Pada tension pneumothorax
dapat ditemui pergeseran trakea (mediastinum shift) ke arah hemithorax yang sehat,
itu dikarenakan tekanan dari penumothorax itu sendiri. Untuk menentukan etiologi
pneumothorax tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax, melainkan
harus dilihat dari anamnesis, riwayat trauma dan riwayat penyakit.
Prinsip penatalaksanaan medis pada pneumothorax adalah mengeluarkan
udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Salah
satu terapi yang baik untuk pneumothorax adalah water sealed drainage (WSD).
Pasien dengan pneumothorax hampir separuhnya akan mengalami kekambuhan,
setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube thoracostomy.
Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumothorax yang dilakukan
torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik, umumnya
tidak dijumpai komplikasi.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C.Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.


Jakarta : EGC. 1997; p. 598
2. Sudoyo, Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus,
Simadibrata. Setiati, Sitti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; p.1063, p.2340-2345
3. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated:
2010 May 27 ; cited 2011 January 10. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya : Airlangga University Press. 2009; p. 162-179
5. Kowalak, Jennifer P. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2003; p.252
6. Soetikno, Ristaniah D. Radiologi Emergensi. Bandung: PT Refika Aditama.
2011; p.108-111
7. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta:
Penerbit EGC. 2007; p.7-19, p.116, p.172-173, p.185
8. Eng, Philip and Foong-Koon Cheah. Interpreting Chest X-Rays. New York:
Cambridge University Press. 2005; p.4
9. Planner, Andrew, Mangerira C. Uthappa, and Rakesh R. Misra. A–Z of Chest
Radiology. New York: Cambridge University Press. 2007; p.7-17, p.90,
p.170-171
10. Holmes, Erskine J. and Rakesh R. Misra. A–Z of Emergency Radiology. New
York: Cambridge University Press. 2004; p.55
11. Weissleder, Ralph, et.al. Primer of Diagnostic Imaging 5th Edition. USA:
Elsevier Mosby. 2011; p.37-38, p.41, p.48-49

46
12. Rockall, Andrea, et.al. Diagnostic Imaging 7th edition.USA: Wiley-Blackwell.
2013 ; p.47, p.57-58
13. Patel, Prandip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007;
p.44-45, p.48-49
14. Sahn SA, Heffner JE. Spontaneuos pneumothorax. The New England Journal Med.
2000; 342: 868-74

47

Anda mungkin juga menyukai