Anda di halaman 1dari 1

Dalam Lafal Sumpah Dokter Indonesia (LSDI) dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) telah

tercantum secara garis besar perilaku dan tindakan-tindakan yang layak atau tidak layak dilakukan
seorang dokter dalam menjalankan profesinya. Namun ada saja dokter yang tega melakukan
pelanggaran etik bahkan pelanggaran etik sekaligus hukum (etikolegal), terlebih dalam lingkungan
masyarakat yang sedang mengalami krisis akhir-akhir ini. Kenyataan menunjukkan pula bahwa sanksi
yang diberikan oleh atasan atau oleh organisasi profesi kedokteran selama ini terhadap pelanggaran
etik itu tidak tegas dan konsisten. Hal ini disebabkan antara lain belum dimanfaatkannya organisasi
profesi kedokteran oleh masyarakat untuk menyampaikan keluhan-keluhannya dan tidak jelasnya
batas-batas antara yang layak dan tidak layak dilakukan seorang dokter terhadap pasien, teman
sejawat dan masyarakat umumnya. Inilah bedanya etik dengan hukum. Hukum lebih tegas dan lebih
objektif menunjukkan hal-hal yang merupakan pelanggaran hukum, sehingga jika terjadi pelanggaran
dapat diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.Berdasarkan kasus yang kami bahas beberapa
alternatif penyelesaian yang akan didapatkan oleh dokter tersebut adalah :

Pemalsuan Surat oleh Dokter


Mengenai dokter yang memalsukan surat keterangan sakit, bisa dikenakan dengan Pasal 267 KUHP:
 
1.    Tabib yang dengan sengaja memberikan surat keterangan palsu tentang adanya atau
tidak adanya sesuatu penyakit, kelemahan atau cacat, dihukum penjara selama-lamanya
empat tahun.
2.    Kalau keterangan itu diberikan dengan maksud supaya memasukkan seseorang ke dalam
rumah sakit ingatan atau supaya ditahan di sana, maka dijatuhkan hukuman penjara
selama-lamanya delapan tahun enam bulan.
3.    Dengan hukuman serupa itu juga dihukum barang siapa dengan sengaja menggunakan
surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya cocok dengan hal yang lain sebenarnya.
 
R. Soesilo (hal.198) menjelaskan bahwa yang dihukum menurut pasal ini adalah seorang tabib
(dokter) yang dengan sengaja memberikan surat keterangan (bukan keterangan lisan) palsu tentang
ada atau tidak adanya suatu penyakit, kelemahan atau cacat.
 
Lebih lanjut dikatakan bahwa ancaman hukumannya ditambah, apabila surat keterangan yang dipalsu
itu untuk dipakai guna memalsukan atau menahan orang dalam rumah sakit gila. Dihukum pula orang
yang mempergunakan surat keterangan palsu dari tabib tersebut seolah-olah tidak palsu, asal orang itu
mengetahui akan kepalsuan surat tersebut.
 
Jadi apabila memenuhi unsur-unsur yang diatur dalam pasal di atas maka dapat diancam dengan
hukuman selama 4 (empat) tahun, dan jika surat keterangan tersebut digunakan untuk memasukkan
seseorang ke dalam rumah sakit maka diperberat menjadi 8 (delapan) tahun 6 (enam) bulan.
Seorang dokter yang memberikan keterangan palsu tidak hanya melanggar ketentuan KUHP tapi juga
telah melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia.
 
Pasal 7 Kode Etik Kedokteran:
 
“Seorang dokter wajib hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.”

Demikianlah beratnya hukuman yang didapat yaitu ancaman hukuman penjara selama 4 tahun beserta
pelanggaran kode etik kedokteran indonesia. Apabila seorang dokter memalsukan surat diagnosis, hal
ini tidak hanya berakibat kepada dirinya melainkan martabat seluruh dokter dan keluarga besarnya.

Anda mungkin juga menyukai