Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
Sholawat serta shalam kita panjatkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang
mana beliau telah membawa kita dari alam jahiliah menuju alam yang terang
benderang yakni adanya islam dan iman.
Makalah ini merupakan salah satu tugas yang wajib ditempuh untuk
melengkapi salah satu materi dalam mata kuliah Akhlak Tasawuf. Makalah ini
disusun bertujuan untuk menambah wawasan serta ilmu tambahan bagi kami selaku
penyusun Dan bagi para pembaca khususnya dalam hal Sejarah tasawuf di
Nusantara.
Makalah ini telah Kami susun secara Berkelompok sehingga dapat
memperlancar penyusunan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua anggota Kelompok yang telah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini, tak lupa kami juga sangat berterimakasih sekali kepada
dosen pengajar. Bpk. Alan Su’ud Ma’adi yang sudah rela mendampingi di mata
kuliah Akhlak Tasawuf.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh sebab itu
dengan hati yang terbuka, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun
guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. demikian makalah ini Kami susun, apabila ada kata-kata yang kurang
berkenan dan banyak kekurangan penulis mohon maaf sebanyak-banyaknya.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ..........................................................................................5
2. Rumusan Masalah .....................................................................................5
3. Tujuan Masalah ........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Tasawuf ..................................................................................6
2. Cara masuknya Tasawuf di Nusantra .......................................................7
3. Pendekatan Islamisasi Nusantra ...............................................................9
A. Latar belakang
Latar Belakang Masalah Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tidak bisa
dilepaskan dari dunia tasawuf dan kaum sufi. Di Indonesia, tradisi sufi telah dikenal
sejak masuknya Islam, dimana Islam masuk ke Indonesia melalui pedagang yang
berasal dari Gujarat India, Persia dan Arabia yang berfaham sufi, karena Islam yang
pertama kali datang ke Indonesia adalah Islam versi sufisme.1 Hal ini seperti yang
telah dikaji oleh Martin Van Bruinessen seperti yang dikutip oleh Nur Syam, bahwa
para da’i atau penyebar Islam di Nusantara hakikatnya adalah para guru tarekat. 2
Hal senada diungkapkan Sumanto al-Qurtuby, mengutip pendapat Johns AH, yang
juga meyakini bahwa da’i dan muballigh yang pertama kali datang ke Indonesia
adalah para sufi, dimana mereka yang telah memainkan peran utama dan penting
dalam proses penyebaran Islam di Indonesia.3 Menurut M. Solihin, tasawuf
mempunyai peranan penting dalam penyebarluasan agama Islam di nusantara,
karena para pembawa dan penyebar agama islam pada umumnya adalah para sufi,
dengan latar belakang profesi mereka masing - masing, baik sebagai ulama, musafir
maupun pedagang. Pendekatan sufistik ini bisa jadi begitu cocok, karena iklim
pemahaman masyarakat Indonesia yang cenderung sufistik.4 Sementara penganut
agama yang telah terlebih dahulu tersebar di bumi Nusantara seperti Hindu dan
Budha, sangat kuat dengan nuansa mistiknya sehingga Islam sufistik cenderung
lebih mudah diterima karena adanya kemiripan antara tradisi mistik dengan tradisi
sufisme.
Namun terlepas tentang teori bagaimana masuknya Islam di Indonesia, realita
yang ada terkait Islam Nusantara, apakah dikategorikan sebagai hasil akulturasi,
sinkretisme dan kolaboratif seperti yang telah disampaikan oleh beberapa
antropolog, telah dianggap sukses membawa dan menampilkan corak ajaran Islam
yang damai dan rahmatan lil ‘âlamîn. Hal ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari
peran da’i dan muballigh sufi penyebar awal Islam di Nusantara. Karenanya,
1
Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke 19, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1994), hal. 173
2
Nur Syam, Tasawuf dan Tradisi Religiositas Pertautan Tarekat dengan Budaya Jawa. Makalah
Seminar Nasional Tasawuf Nusantara PMIAI Universitas Paramadina – ICAS Jakarta, 17 Mei 2013.
3
Sumanto Al-Qurtuby, Arus Cina-Islam-Jawa (Yogyakarta: Inspeal Press, 2003), h. 107.
4
M. Solihin, Melacak Pemikiran Tasawuf di Nusantara (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h.
327.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Tasawuf ?
2. Bagaimana cara masuknya Tasawuf di Nusantra ?
3. Bagaimana pendekatan Islamisasi Nusantra ?
C. Tujuan Masalah
1. Agar pembaca mengetahui Pengertian Tasawuf
2. Agar pembaca mengetahui cara masuknya Tasawuf di Nusantra
3. Agar pembaca mengetahui pendekatan Islamisasi Nusantra
5
Zaprulkhan, Ilmu tasawuf, Sebuah Kajian Tematik, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2016), h. 38.
6
Ibid, h. 38.
7
Ibid, h. 39.
1. Pengertian Tasawuf
Menurut Etimologi:
• Berasal dari Kata Shuffah
Tasawuf berasal dari istilah shuffah. Shuffah berarti serambi tempat duduk.
Suffah berasal diserambi masjid Madinah yang disediakan untuk mereka yang
belum memiliki tempat tinggalatau rumah dan dari orang-orang muhajirin yang ada
di Masa Rasulullah SAW. Merekadipanggil sebagai Ahli Suffah atau Pemilik Sufah
karena di serambi masjid Madinah itulahtempat mereka.
• Berasal dari Kata Shaf
Selain itu, istilah tawasuf juga berasal dari kata Shaf. Shaf memiliki arti
barisan. Istilah inidilekatkan kepada tasawuf karena mereka, para kaum sufi,
memiliki iman yang kuat, jiwa danhati yang suci, ikhlas, bersih, dan mereka
senantiasa berada dalam barisan yang terdepan jikamelakukan shalat berjamaah
atau dalam melakukan peperangan.
• Berasal dari Kata Shafa dan Shuafanah
Istilah Tasawuf juga ada yang mengatakan berasal dari kata shafa yang
artinya bersih atau jernih dan kata shufanah yang memiliki arti jenis kayu yang
dapat bertahan tumbuh di daerah padang pasir yang gersang.
• Berasal dari Kata Shuf
Pengertian Tasawuf juga berasal dari kata Shuf yang berarti bulu domba.
Pengertian inimuncul dikarenakan kaum sufi sering menggunakan pakaian yang
berasal dari bulu dombakasar. Hal ini melambangkan bahwa mereka menjunjung
kerendahan hati serta menghindarisikap menyombongkan diri. Selain itu juga
sebagai simbol usaha untuk meninggalkanurusan-urusan yang bersifat duniawi.
Orang-orang yang menggunakan pakaian dombatersebut dipanggil dengan istilah
Mutashawwif dan perilakunya disebut Tasawuf
Selanjutnya tasawuf dari aspek terminologis (istilah) juga didefinisikan
secara beragam, dan dari berbagai sudut pandang. Hal ini dikarenakan bebeda cara
memandang aktifitas para kaum sufi. Ma‘ruf al Karkhi mendefinisikan tasawuf
adalah - mengambil hakikat dan meninggalkan yang ada di tangan mahkluk.8 Abu
Bakar Al Kattani mengatakan tasawuf adalah budi pekerti. Barangsiapa yang
memberikan bekal budi pekerti atasmu, berarti ia memberikan bekal bagimu atas
8
AS-Suhrawardi, Awarif al-Ma‘arif (Kamisy Ihya‘ ‗Ulum al-Din, Singapura: Mar‘i), tt, hlm. 313
9
Al-Ghazali, Ihya‘‗Ulum ad-Din, (Semarang: Maktabah Usaha Keluarga), tt., hlm. 376.
10
Amin al-Kurdi, Tanwir al-Qulub fi Mu‘amalah ‗Alam al-Ghuyub, (Surabaya: Bungkul Indah),
tt., hlm. 406.
11
Bukhari Ibrahim, Sejarah Masuknya Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Jakarta: Risalah
al-Mu‘tamar, 1971), hal. 21.
12
Ibid
13
Arnold, untuk mendukung argumentasinya, ia mengutip - New History of the Tang Dynasty (608-
908) yang melaporkan kehadiran pemimpin Arab pada tahun 674. Lihat W.P. Groenereld - Notes
on the Malaty Archipelago Sources‘ (London: Published Press, 1975), hal. 13-14.
14
G.W.J. Drewes, New Light on the Coming of Islam to Indonesia (Amerika: Cambried Press,
1968), hal. 440.
15
Hasjmi (ed), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Edisi ke-2 (Bandung : al-
Ma‘arif, 1989), hal. 7.
16
Hiroko Horikoshi, Kyai dan Perubahan Sosial (Jakarta: Yayasasn Obor, 1976), hal. 37.
17
Victor Tanja, Himpunan Mahasiswa Islam : Sejarah dan Kedahulatannya di Tengah Gerakan-
gerakan Muslim Pembaharuan di Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1982), hal. 21.
18
K.A. Steenbrink, Beberapa aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19 (Jakarta: Bulan Bintang,
1984), hal. 173
KESIMPULAN
Dapat dipahami bahwa tasawuf adalah upaya mendekatkan diri kepada Tuhan
dengan sedekat-dekatnya, bahkan - menyatukan diri dengan Tuhan, melalui jalan
pembersihan rohani dari sifat-sifat tercela. Bermula dari upaya seperti ini, para
ulama mutashawwifin kemudian membuat formulasi-formulasi penjenjangan
(maqâmât, stasions, stages) yang harus dilalui oleh seorang - pencari jalan
(seeker/salik) agar mampu bersatu dengan Tuhan. Oleh karena itu, dalam tradisi
tasawuf Islam kemudian berkembang teori-teori tasawuf yang beraneka ragam, baik
yang bersifat moderat maupun ekstrem. Keragaman tasawuf semakin bertambah
dengan kemunculan aliran-aliran tarekat, yang memiliki metode dan tersendiri.
Proses masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara sangat terkait dengan
sejarah dan pemikiran tasawuf. Para sejarahwan menilai bahwa pemikiran Islam
pertama yang disebarkan di Nusantara adalah pemikiran Islam sufisme.
Kelembutan dan kelenturan tasawuf mewarnai penyebaran tersebut, menjadikan
Islam berhasil masuk dan kemudian mengakar dalam diri masyarakat Nusantara.
Ketiga pendekatan tersebut, sangat menarik dengan pendekatan sufistik, yang
dikemukakan oleh A.H. John yang mengatakan bahwa yang berperan penting
terhadap masuknya Islam di Nusantara adalah dibawa oleh juru dakwah sufi,
sehingga tidak berlebihan kiranya kalau penulis katakan tersebar luasnya Islam di
Nusantara sebagian besar adalah karena jasa dan peran para sufi. Dasar pijakan
yang dapat dijadikan argumenatsi adalah: Pertama, bahwa proses islamisasi di (a)
Kesulthanan dengan maritimnya di sepanjang Pantai Utara Jawa yang berusaha
menaklukkan kerajaan-kerajaan pedalaman dan kelompok ulama Islam asing yang
mengisi pos birokrasi dan mempimpin upacara keagamaan pada kesultanan.
Kenyataan ini dapat dilihat bagaimana peranan ulama dalam struktur kekuasaan
kerajaan - kerajaan Islam di Aceh sampai pada masa Wali Sanga di Jawa.
Kepemimpinan raja atau Sultan selalu didampingi dan didukung oleh kharisa ulama
tasawuf. (b) Para sufi dan guru mistik yang tertarik untuk pindah dari daerah
pantai menuju pedalamaan Jawa untuk menyampaikan dakwahnya. Kedua, dari
sekian banyaknaskah-naskah lama yang berasal dari Sumatra, baik yang ditulis
dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu, adalah berorientasi sufisme. Hal ini
menunjukkan bahwa pengikut tasawuf menjadi unsur yang cukup dominan dalam
masyarakat Nusantara pada masa itu.
Proses islamisasi yang dibawakan oleh para sufi juru dakwah di Nusantara,
cenderung melakukan sinkreisme‖ dengan kebiasaan penduduk pribumi. Ini dapat