Hukuman mati adalah suatu tindakan yang dilakukan pihak pengadilan untuk menghukum tahanan dan
ini merupakan hukuman terberat atas seseorang akibat perbuatannya.
Malcolm Brownlee mengemukakan tiga jenis etika, yakni etika akibat, etika kewajiban, dan etika
tanggung jawab. Menurutnya, etika akibat adalah etika yang lebih situasional, yang cenderung
“melegitimasi akibat” yang membawa kebaikan terbesar, apa pun dasarnya atau alasan dari setiap
tindakan (etika situasi). Disatu lain, etika kewajiban menegaskan bahwa “untuk segala sesuatu ada
hukumnya.” Jenis etika ini legalistik (etika legalistik). Namun di lain sisi, etika tanggung jawab
memberiruang bagi “tanggung jawab Kristen” dalam membuat setiap keputusan etis.
-Etika Norman L. Geisler, Rekonstruksionisme merupakan pandangan yang menuntut hukuman mati
atas semua kejahatan serius, Beberapa pemahaman tersebut membagi pemikiran tentang hukuman
mati menjadi tiga pandangan yaitu, rekonstruksionisme, rehabilitasionisme, dan retrebusionisme.
Rehabilitasionisme merupakan pandangan yang tidak mengizinkan hukuman mati atas kejahatan
apapun; dan Retribusionisme merupakan pandangan yang menganjurkan hukuman mati atas sejumlah
kejahatan (besar). Bentuk-bentuk dari ketiga pandangan inilah yang dianut oleh kaum Kristen.
-J. Verkuyl. Tidak seperti Geisler, Verkuyl secara gamblang menyatakan dua argumentasinya, yaitu
alasan untuk tidak menyetujui hukuman mati dan alasan-alasan teologis sebagai dasar hukuman mati.
1. Dalam abad ini dan abad-abad yang lalu, hak itu telah
disalahgunakan dengan cara yang sangat mengerikan. Hak menjatuhkan hukuman mati kerapkali
disalahgunakan untuk memusnahkan ras yang merupakan golongan kecil.
2. Alasan kedua diambil dari firman keenam yang berbunyi: “jangan membunuh.” (dalam
ajaran kristen).
Etika adalah cabang dari filsafat yang membahas mengenai apa secara moral benar dan salah, serta
baik dan buruk. Benar dan salah adalah kualitas yang ditetapkan untuk suatu tindakan atau perbuatan,
sedangkan baik dan buruk adalah kualitas dari akibat suatu Tindakan.
(Souryal, 1999:82).
Teori etika normatif yang dipilih untuk membahas hukuman mati adalah utilitarianisme.
Utilitarianisme adalah etika yang menilai kebaikan suatu Tindakan atau kebijakan berdasarkan
menghasilkan kebaikan terbesar untuk jumlah terbesar
(Magnis-Suseno, 1997:122)
Etika utilitarianisme digunakan untuk menelaah, mencari alasan-alasan moral hukuman mati
dipertahankan dan untuk mengetahui pertimbangan terkait dengan hak hidup dan keadilan. Etika
utilitarianisme dikenal mengupayakan manfaat dan kebaikan bagi sebanyak mungkin orang. Prinsip
dasar utilitarianisme sesuai dengan salah satu tujuan hukum yaitu mencegah dan melindungi
masyarakat luas dari tindak kejahatan
Hukuman mati atau pidana mati diartikan sebagai suatu hukuman yang dijatuhkan oleh instansi
pengadilan kepada seseorang yang melanggar hukum pidana, dilaksanakan dengan cara tertentu
sehingga mengakibatkan terpisahnya.
Pelaksanaan pidana mati di Indonesia harus memperhatikan empat hal penting. Pertama, hukuman
mati bukanlah merupakan hukuman pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus dan alternatif.
Kedua, pidana mati dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama sepuluh tahun yang apabila
terpidana berkelakuan terpuji dapat diubah dengan pidana penjara seumur hidup atau selama 20
tahun. Ketiga, pidana mati tidak dapat dijatuhkan terhadap anak-anak yang belum dewasa. Keempat,
eksekusi pidana mati terhadap perempuan hamil dan seseorang yang sakit jiwa ditangguhkan sampai
perempuan hamil tersebut melahirkan dan terpidana sakit jiwa tersebut sembuh
Etika
adalah ilmu yang membahas mengenai moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan
moralitas atau dengan kata lain etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral yang terbagi
dalam tiga pendekatan yaitu,
pertama etika deskriptif (melukiskan etika tingkah laku moral dalam arti luas misalnya dalam ruang
lingkup kebudayaan).
Kedua, etika normatif (bagian terpenting etika di mana berlangsungnya perdebatan atau diskusi
mengenai masalah-masalah moral) yang dibagi menjadi dua etika khusus atau terapan dan etika
umum.
Ketiga, metaetika mempelajari ucapan-ucapan etis di bidang moralitas (Bertens, 2005: 6-15).
Etika normatif berdasarkan tindakan yang dilakukan dibedakan menjadi dua, yaitu etika teori besar:
i) deontologi (Yunani: deon, „yang diharuskan, yang wajib‟) yang menyatakan bahwa
benar salahnya suatu tindakan tidak dapat ditentukan dari akibat-akibat tindakan itu
melainkan ada cara bertindak yang begitu saja terlarang atau begitu saja wajib;
ii) teleologis atau consequentialism (dari Yunani: telos, „tujuan‟) mengatakan bahwa
betul tidaknya tindakan justru tergantung pada akibat-akibatnya kalau akibatnya baik,
boleh bahkan wajib dilakukan, kalau akibatnya buruk maka tidak boleh.
(Magnis-Suseno, 1975:79-80).
Eksekusi Hukuman Mati Dalam Perspektif Etika Utilitarianisme (Relevansinya dengan Penegakan
Hukum di Indonesia). Hukuman mati merupakan bentuk hukuman yang bertujuan untuk melindungi
masyarakat dan memberikan efek jera untuk pelaku kejahatan yang sama. Di sisi lain moralitas
dan efektifitas hukuman mati diragukan. Etika utilitarianisme sebagai objek formal untuk meninjau
moralitas hukuman mati.
hukuman mati menurut etika utilitarianisme diterima apabila efektif menghasilkan kebahagian dan
manfaat untuk masyarakat luas. Etika utilitarianisme menawarkan alternatif hukuman seumur hidup
tanpa pengampunan untuk menggantikan hukuman mati.
Penerapan hukuman mati dibatasi untuk kejahatan pembunuhan yang kejam. Tujuan menciptakan
masyarakat yang bermoral, penuh kasih sayang, dan berperikemanusiaan lebih mendatangkan
kebahagian dan manfaat jangka panjang yang dapat dirasakan masyarakat luas.
Hak kodrat tidak diakui dalam utilitarianisme, tetapi memaksa dan melanggar hak orang lain tidak
dibenarkan secara moral. Keadilan utilitarianisme bersifat tidak memihak dan objektif, untuk
menghidari kesalahan dalam memberikan keputusan hukuman yang dilakukan oleh penegak
hukum.
Contoh kasus
1. Kasus Narkoba Berat
Indonesia mulai mengalami darurat narkoba dalam beberapa tahun belakangan. Pemerintah benar-
benar menindak tegas orang-orang yang terlibat dengan kasus penyeludupan atau penjualan narkoba
dalam jumlah yang banyak. Penanganan yang tegas terhadap pelaku penyelundupan atau penjualan
narkoba dilakukan karena barang ini menjadi penyumbang kerusakan generasi mudah secara
menyeluruh.
Salah satu kasus narkoba paling berat yang pernah terjadi di Indonesia adalah kasus Bali nine. Kasus
penangkapan 9 orang Australia yang membawa 8,2 kilogram heroin ini menjadi isu dunia hingga
Pemerintah Australia harus ikut campur. Eksekusi mati yang diberikan kepada Andrew Chen dianggap
tak manusiawi. Namun, pemerintah Indonesia tetap bersikukuh melakukan eksekusi untuk
memberikan pelajaran kepada siapa saja bahwa hukum di Indonesia tidak bisa diremehkan.
2. Pembunuhan Berencana
Pembunuhan berencana adalah salah satu kasus yang membuat pelakunya harus dijatuhi hukuman
mati di Indonesia. Hukuman ini didasarkan pada pasal 340 KUHP yang berbunyi: “Barang siapa sengaja
dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan
rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama dua puluh tahun.”
Merencanakan pembunuhan dianggap sebagai salah satu kejahatan yang sangat parah. Itulah mengapa
banyak kasus pembunuhan berencana di Indonesia mendapatkan hukuman mati daripada sekadar
hukuman seumur hidup. Kasus eksekusi mati akibat pembunuhan berencana terjadi di tahun 2014
sebanyak 3 orang.
3. Terorisme
Tindakan terorisme adalah kejahatan berat selanjutnya yang mendapatkan hukuman mati di Indonesia.
Kasus-kasus pengeboman seperti yang terjadi di Bali maupun di Jakarta menjadi salah satu isu paling
diperhatikan pemerintah. Tindakan terorisme tak hanya membuat kematian banyak orang di lokasi
kejadian. Tapi juga bisa membuat suasana negara jadi tidak kondusif.
proses eksekusi mati terhadap kasus terorisme baru sekali terjadi di Indonesia. Eksekusi mati itu
diberikan kepada para pelaku pengeboman di Legian, Kuta, Bali atau yang sering dikenal dengan Bom
Bali I. Pelaku pengeboman seperti Amrazi, Imam Samudera, dan Muklas dieksekusi mati pada tahun
2008 atau enam tahun setelah kejadian bom Bali pertama di tahun 2002.
4. Tindakan Makar
Tindakan makar adalah sebuah tindakan yang sengaja dilakukan untuk melawan pemerintah. Kasus-
kasus yang sengaja dilakukan untuk melawan Presiden dan bawahannya akan mendapatkan hukuman
yang besat. Kasus paling terkenal adalah kejahatan politik pada kasus 1965. Di masa lalu, banyak orang
yang konon terlibat dalam pembantaian ditangkap lalu dieksekusi mati.
Dari tahun 1985 saat Presiden Soeharto masih berkuasa. Setidaknya ada lebih dari 25 orang dieksekusi
mati lantaran dianggap memiliki hubungan dengan PKI. Mereka didakwa telah melakukan
pembunuhan terhadap rakyat hingga membuat Indonesia menjadi kelam di periode 1965-1966.
B. KESIMPULAN
Pertama, Indonesia adalah negara yang memberlakukan hukuman mati. Hal itu
dapat dilihat dari beberapa tindak pidana yang diancam dengan hukuman mati.
Ancaman hukuman mati secara eksplisit ditegaskan dalam berbagai materi dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia. Tindak kriminal yang mengakibatkan
seseorang dijatuhi hukuman mati, sesuai dengan KUHP, di antaranya adalah makar,
tindak pidana pembunuhan berencana, tindak pidana korupsi, kejahatan gensida,
kejahatan kemanusiaan, dan mobilisasi anak dalam perdagangan gelap narkotika.
Hukuman ini berlaku bagi siapapun yang melanggar aturan-aturan di atas.
Kedua, terkait dengan masalah tinjaun etika deontologi dalam melihat pidana
hukuman mati, sebenarnya konsep etika deontologi terbagi ke dalam dua corak, yakni
imperatif hipotesis (perintah bersyarat) yang mengandaikan bahwa sebuah tindakan
yang memiliki kepentingan dan tujuan-tujuan tertentu, dan ini sifatnya terbatas.
Sementa yang kedua, yakni imperatif kategoris (perintah tak bersyarat) yang
mengandaikan bahwa suatu tindakan dapat berlaku secara universal di mana pun dan
kapanpun, ia mutlak dan tindakan ini berankat dari sebuah bentuk kewajiban fitri yang
dimiliki oleh setiap individu tanpa ada intervensi dan masukan dari akal pikiran,
hukum agama dan adat-istiadat. Agaknya, pidana hukuman mati lebih cocok dengan
dan sesuai dengan konteks imperatif hipotesis yang memiliki kepentingan dan tujuan
tertentu serta ia tidak berlaku secara universal. Ia terikat oleh aturan-aturan lokal yang
meyakini dan melegalkan aturan dan kebijakan hukuman mati tersebut.