Anda di halaman 1dari 2

Pemegang Saham Nominee dalam Perseroan Terbatas

Persyaratan minimal 2 (dua) orang pemegang saham dalam pendirian suatu perseroan terbatas,
pembatasan dalam penanaman modal bagi warga negara asing di Indonesia dan pembatasan
penguasaan usaha atau tanah bagi suatu badan hukum maupun sekelompok badan hukum yang
mayoritas sahamnya dipegang oleh seseorang atau sekelompok orang telah menimbulkan
penggunaan pemegang saham nominee dalam perseroan terbatas. Pemegang saham nominee
merupakan pemegang saham pinjam nama/dicalonkan/pemegang saham boneka yang dipercayakan
oleh pemegang saham sebenarnya/material untuk memegang saham dalam suatu perseroan
terbatas. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terdiri dari
12 bab dan 129 pasal tidak ada mengatur mengenai pemegang saham nominee. Penggunaan
nominee bukan hanya terjadi pada pemegang saham tetapi dapat juga pada level Direksi dan
Komisaris suatu perseroan terbatas. Penggunaan nominee pada level Direksi dan Komisaris sulit
untuk dibuktikan, lain halnya dengan pemegang saham. Nominee pemegang saham dalam
perseroan terbatas selalu didukung dengan akta-akta baik dibawah tangan maupun otentik untuk
melindungi kepentingan pemegang saham sebenarnya/material yang menunjukkan bahwa
pemegang saham sebenarnya/material yang melakukan penyetoran atas saham-saham yang
dipegang pemegang saham nominee dalam perseroan terbatas dan pemberian kuasa dari pemegang
saham nominee kepada pemegang saham material untuk melakukan segala tindakan yang
diperlukan sehubungan dengan saham-saham yang dipegangnya. Jenis penelitian ini adalah
penelitian hukum normatif yang dilakukan untuk mengetahui substansi hukum yang mencakup
perangkat kaidah atau perilaku yang teratur, norma-norma hukum yang terdapat dalam putusan
pengadilan mengenai kedudukan pemegang saham nominee dalam hal terjadinya perbuatan hukum
pengalihan saham-saham yang dipegangnya dalam suatu perseroan terbatas. Pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research),
kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif yang akhirnya dinyatakan
dalam bentuk deskriptif. Penggunaan pemegang saham nominee merupakan suatu perbuatan
topengan dan penyelundupan hukum. Akta-akta yang dibuat antara pemegang saham nominee
dengan pemegang saham sebenarnyalmaterial, jika ditinjau berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-
undang Hukum Perdata merupakan akta-akta yang cacat objektif karena mengandung causa yang
tidak halal. Sehingga akta-akta tersebut merupakan akta-akta yang batal demi hukum (void ab initio).
Penggunaan pemegang saham nominee secara umum mengakibatkan terjadinya penyelundupan
hukum perseroan dan juga dapat menyebabkan terjadinya monopoli dalam suatu usaha. Secara
khusus bagi pemegang saham nominee sendiri, jika terjadi perbuatan-perbuatan melawan hukum
yang dilakukan oleh perseroan sebelum badan hukum, yang secara material merupakan perbuatan
yang diperintahkan oleh pemegang saham material maka tanggungjawab atas perbuatan tersebut
merupakan tanggungjawab pemegang saham nominee. Pertanggungjawaban ini dibebankan kepada
pemegang saham nominee karena dalam Akta Pendirian perseroan yang tercantum sebagai pendiri
(pemegang saham) adalah pemegang saham nominee bukan pemegang saham material. Sedangkan
bagi pemegang saham material, jika pemegang saham nominee yang ditunjuk tidak mau
mengalihkan saham-saham tersebut di kemudian hari kepada pemegang saham material maka
pemegang saham material akan kesulitan untuk melakukan tindakan hukum terhadap pemegang
saham nominee. Hal ini terjadi karena Pengadilan perkara perdata dalam memutuskan suatu
sengketa berdasarkan pada fakta formal. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam
perkara antara pemegang saham material melawan pemegang saham nominee dalam PT. Nikkatsu
Electric Works telah memutuskan kedudukan pemegang saham material sebagai Actual Owner dan
Legal Owner, sedangkan pemegang saham nominee hanya berkedudukan sebagai Beneficial Owner
atau Beneficial Interest. Nominee dia tidak mempunyai bentuk kekuasaan apapun terhadap saham-
saham yang dipegangnya kecuali hanya Titel Hukum Kosong (bare legal title). Putusan ini tidak
sejalan dengan ketentuan pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan pasal 4 UUPT yang
mengatur bahwa terhadap perseroan berlaku undang-undang ini (UUPT), Anggaran Dasar dan
peraturan perundang-undangan lainnya. Dan jika terjadi pengalihan saham yang telah dilakukan
sesuai dengan ketentuan UUPT dan Anggaran Dasar Perseroan kepada pihak ketiga yang beritikad
baik maka pengalihan saham tersebut harus dinyatakan sah secara hukum karena berdasarkan
yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia, pembeli yang beritikad baik harus dilindungi
secara hukum.

Anda mungkin juga menyukai