Derivative Lawsuit Dan Kendala Dalam Praktiknya
Derivative Lawsuit Dan Kendala Dalam Praktiknya
Sebuah perseroan tidak hanya dimiliki oleh satu orang tetapi sebaliknya. Dalam kepemilikan
bersama itu, dibagi berdasarkan jumlah saham yang dibeli. Pemegang saham dalam praktik
perseroan hanyalah sebagai pemilik, yang menjalankannya adalah Direksi dan Komisaris yang
ditunjuk oleh pemegang saham. Dengan sistem kepemilikan berdasarkan jumlah saham, tercipta
struktur pemegang saham mayoritas dan minoritas yang sebenarnya dalam undang-undang
semuanya memiliki hak suara. Tetapi dalam praktik nya di Indonesia, cukup sulit bagi pemilik saham
minoritas untuk memberikan suara dikarenakan kebanyakan dari mereka dianggap tidak lebih dari
‘pelengkap’ di perseroan.
Terlebih dalam praktik pelaksanaan perseroan di Indonesia, ketika mengadakan RUPS, maka
pemegang saham mayoritas yang memiliki kemampuan tersebut dikarenakan kuorum yang harus
dipenuhi. Pemegang saham minoritas juga dapat mengadakan RUPS, tentunya tidak semudah
pemegang saham mayoritas. Dalam pengambilan keputusan pun kerap suara dari pemegang saham
mayoritas yang lebih didengar ketimbang pemegang saham minoritas. Sehingga jika terjadi kerugian
yang diakibatkan oleh tindakan Komisaris atau Direksi, cenderung pemegang saham minoritas yang
menerima akibat tersebut dan diperparah apabila pemegang saham mayoritas tidak memiliki
Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Perseroan berusaha mengatur pasal yang berusaha
melindungi hak pemegang saham minoritas, salah satunya adalah hak derivatif. yang memberikan
hak kepada pemegang saham dapat menggugat Komisaris dan/atau Direksi ke pengadilan atas
nama perseroran apabila dianggap telah lalai dalam melaksanakan kewajibannya berdasarkan pasal
114 ayat (6) dan pasal 97 ayat (6). Yang biasanya Direksi atau Komisaris yang bertindak atas nama
perseroan di pengadilan, dalam hak derivatif ini pemegang saham yang bertindak atas nama
Didalam kedua pasal tersebut mewajibkan syarat minimum untuk menggugat Komisaris dan
dengan 1/10 saham yang dimiliki. Apabila tidak cukup maka gugatan tersebut gagal. Sering sekali
ketika gugatan derivatif yang dilakukan oleh pemegang saham minoritas gagal dikarenakan cacat
formil, yaitu merupakan ketidaksempurnaan atau ketidaklengkapan hukum, baik sesuai peraturan,
perjanjian dan kebijakan. Salah satunya adalah syarat minimal 1/10 pemegang saham.
Tidak hanya itu, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan oleh pemegang saham yang
a. Apabila tindakan atau perbuatan anggota Direksi dapat disahkan dalam Rapat Umum
b. Anggota Direksi yang telah melakukan tindakan fiduciary duty tersebut adalah anggota yang
dominan dan memegang kendali dalam perseroan. Dalam keadaan tertentu, tidakannya
Memperhatikan kedua hal tersebut, meskipun dalam undang-undang telah mengatur hak
derivatif untuk melindungi pemegang saham minoritas, dalam praktiknya asalkan tindakan tersebut
telah disetujui oleh pemegang saham mayoritas dalam RUPS dan/atau suara untuk menggugat
Komisaris dan Direksi kurang dari 1/10, maka pemegang saham minoritas yang merasa dirugikan
hanya bisa menggugat secara pribadi ke perseroan berdasarkan Pasal 61 ayat (1).
Dikarenakan pasal kunci dari hak derivatif ini adalah kedua ayat tersebut, maka perlu peran
dari aparat penegak hukum untuk melindungi pemegang saham minoritas ini. Tentunya, dalam
praktik hukum di Indonesia sendiri, dapat dilihat bahwa hakim kerap menilai secara subyektif atau
kurang pengetahuannya sehingga yang berimbas keputusan yang dikeluarkan malah merugikan
Tentunya hal ini justru malah menunjukkan bahwa meski telah diatur dalam UU mengenai
hak derivatif ini terlihat seperti sekedar formalitas belaka mengingat banyak cara untuk
menghalanginya. Sehingga perlu diakui bahwa dalam Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perseroan
Terbatas banyak ‘lubang’ atau ‘celah’ dikarenakan kurang jelas dan mendetail pengaturan hak
derivatif ini.
Sehingga dapat dikatakan di Indonesia sendiri belum ada tindakan tegas baik dari pihak
pemerintah ataupun dalam aparat penegak hukum untuk melindungi para pemegang saham
minoritas. Padahal jika berbalik kepada arti dari satu lembar saham yang berarti berhak untuk
bersuara dan mendapatkan keuntungan perusahaan, maka memang sepatutnya hak ini harus
dilindungi.
X
Rabbaini Julianti Puteri
Fresh Graduate of Law