Anda di halaman 1dari 17

KARAKTERISTIK DA’I IDEAL

Dosen Pengampu : Dra. Jundah, M. A.

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Dakwah)

Disusun oleh :

Kelompok 5

Tiara Nur Aulia 11180530000059

Mulyana Nailul Barokah 11180530000070

Muhammad Farhan AlKautzsar 11180530000120

Muhammad Najib Qodri 11180530000156

SEMESTER 3

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah Subhaanahu Wa Ta’Aala yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah–Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Ilmu Da’wah mengenai “Karakteristik Da’i Ideal” ini.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah memberdayakan
umatnya melalui dakwah dan pendidikan sehingga dapat melaksanakan pengabdiannya
kepada Allah SWT.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi sususan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka, kami menerima segala saran dan kritik dari pembicara agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhoi segala usaha kita, Aamiin.

Ciputat, 05 Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR IS

ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................................................3
A. Pengertian Da’i..........................................................................................................................3
B. Pengertian Karakteristik............................................................................................................4
C. Karakteristik Da’i Ideal...............................................................................................................5
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................12
A. Kesimpulan..............................................................................................................................12
B. Saran........................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdakwah untuk menyeru manusia kepada kebaikan, jika disertai dengan
penyimpangan perilaku para da’i, merupakan penyakit yang akan menimbulkan
keseimbangan dalam diri. Tidak hanya pada diri seorang da’i, tetapi juga terhadap
dakwah. Hal inilah yang merusak hati dan pikiran masyarakat karena mereka
mendengar kata-kata yang indah tetapi menyaksikan perbuatan yang buruk. Saat
itulah, mereka bingung untuk menilai ucapan dan perbuatan. Di satu sisi, di dalam
jiwa mereka berkobar api yang semangat yang disulut oleh akidah, namun di sisi lain,
cahaya hati yang bersumber dari keimanan meredup, lalu padam. Mereka tidak lagi
percaya kepada agama setelah kehilangan kepercayaan kepada para da’i yang
menyebarkannya.
Penyimpangan atas setiap prinsip, karakteristik khusus, dan semboyan dakwah
akan menjadi bumerang yang akan menghancurkan dakwah itu sendiri dan membuat
orang lain menjauhi serta meremehkan dakwah. Ini dapat terjadi karena mereka
mendengar pernyataan-pernyataan yang manis dan indah dari para da’i namun
menyaksikan perbuatan yang buruk dan tercela. Bagaimana mungkin masyarakat mau
mengikuti orang-orang yang mengucapkan sesuatu dengan mulutnya, tetapi hatinya
sendiri tidak yakin dengan apa yang diucapkannya. Dia menyuruh orang lain berbuat
baik, tetapi dia sendiri tidak melakukannya.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan sikap tauladan yang baik dari para da’i
yang akan menjadi contoh yang baik untuk para mad’unya. Sangat diharapkan
siapapun yang akan menjadi seorang da’i hendaknya memiliki syarat-syarat yang
akan dibahas dalam makalah ini agar masalah-masalah yang pernah terjadi di masa
lalu tidak akan terulang kembali dan dapat memperbaiki akidah masyarakat banyak.
Dalam Da’i Islam inilah, Allah menciptakan para hamba-hambaNya, agar
menjadi Kholifah di muka bumi ini. Seseorang yang suka terhadap Da’i pasti akan
terbawa pengaruh kebaikan dari Da’i tersebut. Dan mungkin akan merasakan betapa
Mulianya Alloh menciptakan para Da’i sebagai Kholifah di bumi Allah ini.
Mengenai Karakteristik Da’i Islam juga sebenarnya ada banyak ayat dan
Hadits yang membahas tentang Karakteristik Da’i Islam, baik itu Hadis ataupun Al-

1
Qur’an. Karena banyaknya ayat itulah manusia mulai memikirkan dan
mengemukakan dan pula mempraktekkan Da’i/Da’iyyah Islami seperti apa yang
sebenarnya. Maka dari itu makalah ini akan membahas tentang Karakteristik Da’i
Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan da’i?
2. Apa pengertian karakteristik
3. Bagaimana karakteristik seorang dai ideal?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan da’i?
2. Untuk mengetahui pengertian karakteristik
3. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik seorang dai ideal?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Da’i
Da’i (isim fa’il), yaitu pelaku atau subjek dalam kegiatan dakwah. Selain
istilah da’i juga dikenal dengan sebutan muballigh atau muballighah. Da’i berarti
orang yang mengajak, sedangkan muballigh adalah orang yang menyampaikan. Jadi,
da’i adalah orang yang menyampaikan dan mengajak serta merubah sesuatu keadaan
kepada yang lebih baik, berdasarkan indikasi yang digariskan oleh agama Islam.1
Menurut HMS Nazaruddin Lathief, ahli da’i adalah muslim atau muslimat
yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliyah pokok baginya tugas ulama. Ahli
dakwah muballigh mustamain (juru penerang) yang menyeru, mengajak dan memberi
pengajaran dan pelajaran agama Islam.
Dalam al-quran dan hadits.
Pendakwah profesional adalah pendakwah yang memiliki profesi sebagai
muballigh, memiliki keahlian khusus dalam dakwah dan tugas pendakwah dipandang
sebagai kewajiban dan panggilan hidup. Kompetensi seorang pendakwah adalah
mengambil model karakter Rasulullah sebagai suri teladan, baik dakwah bil-hal,
maupun dakwah bil-lisan. Bagaimana metode dan prinsifprinsif serta sifat-sifat beliau
menjadi indikator utama dalam penentuan kompetensi seorang da’i. Makalah ini akan
menguraikan bagaimana kompetensi seorang da’i dikaitkan dengan integrasi dan
interkoneksi ilmu dakwah dengan ilmu-ilmu sosial.2
1. Al-quran surat An-Nahl ayat 125.
Artinya :
“ Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabbmu
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat sari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125).
2. Hadits riwayat Muslim dan Abu Hurairah.
Artinya :
“Bersabda Nabi SAW : Barang siapa diantara kamu melihat suatu
kemunkaran, maka hendaklah dia cegah dengan tangannya, maka jika tidak

1
H. hlmafied Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Rajawali Pers Jakarta, 2010 hlm.15
2
Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya Bandung, 1994, hlm.107

3
kuasa dengan lidahnya, maka jika tidak sanggup juga dengan hati, itulah
dianya yang selemah-lemahnya iman”.
Berpedoman pada ayat-ayat dan hadits di atas dapat dikemukakan
suatu defenisi bahwa juru dakwah itu ialah : setiap manusia muslim dan
muslimah yang diberi tugas oleh Allah untuk mengajak orang lain kepada
agamaNya dengan persyaratan-persyaratan tertentu sesuai dengan daya
mampunya masing-masing dan di tengah- tengah masyarakat dia berperan
sebagai pelita yang menerangi

B. Pengertian Karakteristik
Istilah “karakter” sering kali diucapkan oleh banyak orang. Sering terdengar
orang mengatakan kata karakter untuk membedakan antara orang yang satu dengan
yang lainnya. Hal tersebut dikarenakan karakter setiap orang pasti berbeda-beda atau
ciri-ciri yang dimiliki setiap orang itu tidak sama. Lebih jelasnya menurut Dani
Setiawan dalam Agus dan Hamrin (2012:41) kata “karakter” berasal dari kata dalam
bahasa latin, yaitu “kharakter”. Kata ini mulai banyak digunakan dalam bahasa
Prancis sebagai “charactere” pada abad ke-14. Ketika masuk ke dalam bahasa Inggris,
kata “caractere” ini berubah menjadi “character.” Selanjutnya dalam bahasa Indonesia
menjadi “karakter”. Istilah karakter dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia
mempunyai arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak.

Pengertian karakter diungkapkan oleh Thomas Lickona (1992:22), “karakter


merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami
itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur,
bertanggung jawab, menghormati dan menghargai orang lain”. Sedangkan KI Hadjar
Dewantara (2011:25), “memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti”.
Pendapat lain dikemukakan oleh Suyanto dalam Agus dan Hamrin (2012:43)
“karakter adalah cara berpikir dan berprilaku yang menjadi ciri khas tiap individu
untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa
dan negara”. Kemudian menurut Tadkiroatun Musfiroh dalam Agus dan Hamrin
(2012:43) “karakter itu mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku
(behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills)”. Sedangkan menurut
Kemendiknas dalam Agus dan Hamrin (2012:44) “karakter adalah watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai

4
kebajikan , yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak”. Berdasarkan beberapa pendapat di atas mengenai
karakter, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat alami seseorang untuk
merespon situasi secara bermoral sesuai dengan sikap, ciri khas, tabiat, watak, akhlak
ataupun kepribadian yang terbentuk melalui internalisasi untuk bekerjasama dan
digunakan sebagai landasan untuk berfikir, bersikap dan bertindak.

Karakteristik berasal dari kata karakter, yang berkaitan dengan keadaan diri
seseorang. Jadi karakteristik yang sebenarnya adalah ciri khas yang dimiliki oleh
setiap individu atau seseorang atau dengan kata lain keseluruhan dari individu yang
terdiri dari unsure psikis dan fisik.

C. Karakteristik Da’i Ideal


Sesungguhnya menyeru menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan
tugas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian juga para pengikutnya,
sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah :

َ‫ير ٍة أَنَاْ َو َم ِن اتَّبَ َعنِي َو ُس ْب َحانَ هّللا ِ َو َما أَنَاْ ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين‬
َ ‫ص‬ِ َ‫قُلْ هَـ ِذ ِه َسبِيلِي أَ ْدعُو إِلَى هّللا ِ َعلَى ب‬
Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Mahasuci Allah, dan aku
tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. [Yusuf:108]
Syaikh As Sa’di berkata tentang ayat ini di dalam tafsirnya : “Ini adalah
jalanku yang aku menyeru kepadanya, dan jalan inilah yang mengantarkan kepada
Allah Subhanahu Wa Ta’ala menuju taman kemuliaan Nya dan mengandung makna
mengetahui kebenaran, beramal dengannya, mendahulukan itu semua sebelum yang
lainnya, serta mengikhlaskan agama hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata
tidak ada sekutu bagi Nya”.
Tujuan dakwah para rasul dan juga para pengikutnya, secara keseluruhan ialah
mengeluarkan manusia dari gelapnya kejahilan menuju cahaya Allah Subhanahu wa
Ta’ala, dari kekufuran kepada keimanan, dari kesyirikan menuju tauhid dan dari
kesempitan dunia menuju kemaha-luasan akhirat. Ini merupakan tugas yang sangat
mulia, tugas para da’i, para penyeru menuju jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala, jalan
menuju keimanan, ikhlas dalam beribadah kepadaNya, tunduk kepada hukum-hukum
Nya dan merealisasikannya dalam kehidupan; dan juga seruan untuk berakhlak mulia,

5
menunaikan hak-hak sesama dan berbuat adil. Dengan semua ini, akan terwujudlah
rasa kasih-sayang, persaudaraan di antara orang-orang yang beriman, memunculkan
rasa aman secara sempurna, terbentuk aturan yang tertib dan rapi di bawah naungan
undang-undang Ilahi, dan tersingkirkanlah aturan-aturan jahiliyah, keyakinan-
keyakinan batil dan juga akhlak yang tercela dari kehidupan kaum Muslimin.3
Oleh karena itu, dakwah mempunyai kedudukan sangat tinggi dalam agama.
Demikian juga dengan para juru dakwah, sebagaimana dipaparkan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dalam KitabNya :
ِ ‫َو ْلتَ ُكن ِّمن ُك ْم أُ َّمةٌ يَ ْد ُعونَ إِلَى ْال َخي ِْر َويَأْ ُمرُونَ بِ ْال َم ْعر‬
َ ِ‫ُوف َويَ ْنهَوْ نَ َع ِن ْال ُمن َك ِر َوأُوْ لَـئ‬
َ‫ك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka
adalah orang-orang yang beruntung” [Ali Imran:104]
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjelaskan tentang keutamaan seorang da’i.
“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang shalih dan berkata “sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri”. [Fushshilat:33].
Dari sekian banyak komponen dalam dakwah, dai merupakan komponen
paling penting. Sebab dai merupakan puast dari gerakan dakwah itu sendiri. Tanpa
kehadiran seorang dai, tidak mungkin gerakan dakwah akan berjalan. Karena itu
kajian tentang dai harus menjadi perhatian utama dalam sebuah gerakan dakwah.
Agar gerakan dakwah dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan kehadiran
seorang dai yang memiliki karakteritik sebagai berikut:4
1. Ikhlas dalam berdakwah
Motivasi utama bagi seorang da’i tatkala berdakwah ialah rasa cinta
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kepada agamaNya, kepada sesamanya,
mengharapkan kebaikan untuk orang yang didakwahi. Keikhlasan da’i dalam
dakwahnya, merupakan perkara yang paling penting bagi keberhasilan
dakwahnya, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala kabarkan tentang para
nabi tatkala mereka berkata kepada kaumnya :
ُ ْ‫ي إِالَّ َعلَى هّللا ِ َوأُ ِمر‬
َ‫ت أَ ْن أَ ُكونَ ِمنَ ْال ُم ْسلِ ِمين‬ َ ‫فَإِن تَ َولَّ ْيتُ ْم فَ َما َسأ َ ْلتُ ُكم ِّم ْن أَجْ ٍر إِ ْن أَجْ ِر‬

3
Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah (Jakarta:Kalam Mulia, 2005).
4
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah  (Jakarta:Kencana, 2004).

6
Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah
sedikitpun Upahku tidak lain hanyalah dari Allah belaka, dan aku disuruh
supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepadaNya)”.
[Yunus:72]

Jika dakwah didasarkan bukan karena ikhlas, tetapi karena riya’,


mengharap kedudukan, harta ataupun kepentingan dunia lainnya, maka tidak
dapat disebut sebagai dakwah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, melainkan
seruan untuk dirinya sendiri, kepentingan pribadi atau maksud-maksud
lainnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi peringatan tentang hal ini
dalam firmanNya:
َ ‫} أُوْ لَـئِكَ الَّ ِذينَ لَي‬15{ َ‫َمن َكانَ ي ُِري ُد ْال َحيَاةَ ال ُّد ْنيَا َو ِزينَتَهَا نُ َوفِّ إِلَ ْي ِه ْم أَ ْع َمالَهُ ْم فِيهَا َوهُ ْم فِيهَا الَ يُ ْب َخسُون‬
‫ْس لَهُ ْم فِي‬
ْ ُ‫ُوا فِيهَا َوبَا ِط ٌل َّما َكان‬
َ‫وا يَ ْع َملُون‬ ْ ‫صنَع‬ َ ‫اآل ِخ َر ِة إِالَّ النَّا ُر َو َحبِطَ َما‬
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,
niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia
dengan sempurna, dan mereka, di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-
orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di
akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang
telah mereka kerjakan”.[Hud:15-16]
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Sesungguhnya, orang-orang
yang riya’, mereka diberi kebaikan di dunia, dan tidak di dirugikan sedikitpun.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman ‘barangsiapa beramal shalih namun
tujuannya untuk mencari dunia, Aku akan membalas perbuatan mereka dengan
sempurna di dunia, tetapi sia-sialah apa yang dia perbuat. Dan di akhirat, ia
termasuk orang-orang yang merugi’.”
2. Ilmu
Tentang ilmu, ini meliputi 3 ilmu:
a) Ilmu agama
Seorang da’i harus mengetahui syariat Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya, sehingga mampu
berdakwah di atas ilmu dan hujjah. Allah telah menjelaskan dalam
firmaNya
َ‫صي َر ٍة أَنَاْ َو َم ِن اتَّبَ َعنِي َو ُس ْب َحانَ هّللا ِ َو َما أَنَاْ ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين‬
ِ َ‫قُلْ هَـ ِذ ِه َسبِيلِي أَ ْدعُو إِلَى هّللا ِ َعلَى ب‬

7
“Katakanlah: “Inilah jalanku (agamaku). Aku dan orang-orang
yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata. Maha suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang
musyrik”. [Yusuf : 108].
Makna bashirah dalam ayat ini ialah ilmu. Yang dengan ilmu
ini, seorang da’i akan mampu mempertahankan apa yang
didakwahkannya dari segala bentuk syubhat ataupun kerancuan,
menegakkan hujjah terhadap para penentangnya, sehingga kebenaran
bisa diterima dengan ijin Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang
tidak memiliki ilmu, tidaklah pantas untuk menjadi seorang da’i,
karena akan lebih banyak membuat kerusakan dibanding perbaikan.
Berapa banyak kerugian yang disebabkan para da’i karbitan, baik pada
dirinya, ataupun pada dakwah itu sendiri. Tanpa memiliki ilmu, maka
runtuhlah da’i itu dihadapkan kebatilan yang disebabkan karena
kejahilannya atas apa yang didakwahkannya. Oleh sebab itu, dilarang
menempatkan seseorang yang tidak berilmu sebagai da’i.
b) Ilmu tentang keadaan orang yang hendak didakwahinya.
Dengan mengetahui keadaan orang yang hendak didakwahinya,
sehingga seorang da’i sudah mempersiapkan dirinya untuk
menghadapi medan dakwah di depannya. Ketika Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengutus Muadz ke Yaman, Beliau n memberikan
wasiat :
ِ ‫إِنَّكَ َستَأْتِي قَوْ ًما ِم ْن أَ ْه ِل ْال ِكتَا‬
‫ب‬
“Sesunggungnya engkau akan mendatangi kaum dari ahli
kitab”. [HR Bukhari, Juz 4, hlm. 1580]
Dalam hadist ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengabarkan kepada siapa dia diutus, sehingga dia mengetahui yang
akan dihadapinya, kemudian mempersiapkan diri. Sebaliknya, jika
seorang da’i tidak mengetahui keadaan orang yang hendak didakwahi,
maka akan berdampak buruk pada dakwahnya, sehingga mungkin
tidak tepat sasaran dan gagal.
c) Seorang da’i hendaklah mengetahui ilmu tentang metode dakwah.
Terkadang seorang cukup diingatkan dengan isyarat atau
contoh yang baik, tetapi mungkin ada juga orang lainnya perlu diskusi

8
dan berargumentasi dengan cara-cara yang baik, sesuai dengan firman
Allah yang artinya:
“ Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Rabbmu lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
sari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (Q.S. An-Nahl:125).
3. Beramal dengan apa yang didakwahkan
Ini merupakan sifat yang wajib dimiliki seorang da’i. Dia harus
menjadi suri tauladan bagi orang lain tentang apa yang didakwahkannya,
sehingga bukan termasuk orang yang mengajak kepada kebaikan namun justru
dia meninggalkannya; mencegah dari sesuatu, namun dia sendiri
melakukannya. Orang seperti ini termasuk golongan orang-orang yang merugi.
Adapun orang yang beriman, mereka menyeru kepada kebenaran, beramal
dengannya, bersegera dan bersemangat dalam mengamalkannya dan menjauhi
hal-hal yang dilarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آَ َمنُوا لِ َم تَقُولُونَ َما اَل تَ ْف َعلُونَ َكب َُر َم ْقتا ً ِعن َد هَّللا ِ أَن تَقُولُوا َما اَل تَ ْف َعلُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang
tidak kamu perbuat. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” [AshShaf:2-3]
Nabi SAW mengabarkan :
ِ َّ‫ار فَيَدُو ُر َك َما يَدُو ُر ْال ِح َما ُر بِ َر َحاهُ فَيَجْ تَ ِم ُع أَ ْه ُل الن‬
‫ار‬ ِ َّ‫ق أَ ْقتَابُهُ فِي الن‬ ِ َّ‫ي َُجا ُء بِال َّر ُج ِل يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة فَي ُْلقَى فِي الن‬
ُ ِ‫ار فَتَ ْن َدل‬
ِ ‫ت آ ُم ُر ُك ْم بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف َواَل‬ ِ ‫ْس ُك ْنتَ تَأْ ُم ُرنَا بِ ْال َم ْعر‬
َ َ‫ُوف َوتَ ْنهَانَا ع َْن ْال ُم ْن َك ِر ق‬
ُ ‫ال ُك ْن‬ َ ‫َعلَ ْي ِه فَيَقُولُونَ أَيْ فُاَل نُ َما َشأْنُكَ أَلَي‬
‫آتِي ِه َوأَ ْنهَا ُك ْم ع َْن ْال ُم ْن َك ِر َوآتِي ِه‬
“Didatangkan seseorang pada hari Kiamat, kemudian dilemparkan ke
dalam nereka hingga ususnya terburai berputar-putar seperti keledai berputar
di sekeliling batu gilingan. Berkumpullah padanya penghuni neraka dan
bertanya kepadanya: “Wahai, fulan! Apa yang terjadi denganmu? Bukankah
engkau dahulu yang memerintahkan kami mengerjakan kebaikan dan
mencegah kami dari kemungkaran?” Dia menjawab: “Aku memerintahkan
kalian mengerjakan kebaikan, sedangkan aku tidak mengerjakannya. Aku
larang kalian dari kemungkaran, (tetapi) aku sendiri melakukannya”.[HR
Bukhari, Juz 4, hlm. 1191]

9
Hendaklah seorang da’i menyadari, bahwa kemalasannya dalam
menjalankan ketaatan kepada Allah Subanahu wa Ta’alal berbeda dengan
orang lain, karena dia sebagai contoh bagi orang lain. Tatkala orang
melihatnya malas, maka orangpun akan berbuat semisalnya, atau bahkan lebih
parah lagi. Sebagaimana pelanggaran hukum-hukum Allah Subhanahu wa
Ta’ala oleh da’i, tidaklah sama dengan pelanggaran yang dilakukan orang lain,
karena ini akan diikuti, sehingga tersebarlah maksiat dimana-mana dengan
dalih, da’i fulan melakukannya. Terkadang perkara yang sunnah bisa menjadi
wajib bagi seorang da’i. Artinya, seorang da’i dituntut untuk senantiasa
mengamalkan yang sunnah, supaya orang lain mencontohnya sehingga sunnah
itu tersebar di masyarakat. Demikian juga perkara yang makruh bisa menjadi
haram bagi seorang da’i. Artinya, seorang da’i dituntut untuk senantiasa
meninggalkan perkara yang makruh, supaya orang lain tidak mencontohnya
dan menganggap itu perkara yang mubah, sehingga perkara yang makruh
tersebut tidak menjadi kebiasaan di masyarakat. Disinilah seorang da’i
mempunyai amanah yang berat dan tanggung-jawab yang besar. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong kita dalam menunaikan tanggung-
jawab ini.5
4. Hikmah
Secara ringkas, makna hikmah adalah tepat dalam ucapan dan sikap,
dan meletakkan segala sesuatu pada tempatnya. Seorang da’i harus
mempunyai kearifan dalam dakwahnya. Yaitu dengan menggunakan cara yang
terbaik sesuai dengan keadaan dan tempatnya, karena manusia tidak memiliki
cara yang sama dalam berfikir, tingkat pemahaman dan tabiatnya. Demikian
juga penerimaan mereka terhadap kebenaran yang didakwahkan, ada yang
langsung menerima tanpa harus berfikir panjang, ada pula yang perlu
berdiskusi terlebih dahulu, terkadang harus diiringi dengan perdebatan yang
cukup panjang. Maka seorang da’i dituntut untuk menggunakan metode yang
sesuai dengan kondisi masing-masing orang, sehingga dakwahnya bisa lebih
diterima masyarakat dan tepat sasaran. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
ُ‫ك بِ ْال ِح ْك َم ِة َو ْال َموْ ِعظَ ِة ْال َح َسنَ ِة َو َجا ِد ْلهُم بِالَّتِي ِه َي أَحْ َسن‬ ُ ‫ا ْد‬
َ ِّ‫ع إِلِى َسبِي ِل َرب‬

5
Abu, Zahrah, Dakwah Islamiyah, Bandung: Rosda karya, 1994.

10
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [An
Nahl:125]
5. Sabar
Ini merupakan tiang utama penopang keberhasilan dakwah. Seorang
da’i pasti akan mendapatkan gangguan dalam dakwahnya, apabila dia
menjelaskan tentang haramnya syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menjelaskan berbagai macam kesyrikan yang terjadi di masyarakat. Orang-
orang musrik akan bangkit menghadang dan menentang dakwahnya.
Demikian juga jika menjelaskan tentang wajibnya berpegang dengan Sunnah
dan meninggalkan bid’ah, maka ahli bid’ah akan merintanginya, baik dengan
ucapan ataupun tindakan yang ditujukan pada dirinya ataupun pada
dakwahnya. Lihatlah kesabaran pada diri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
demikian juga para rasul sebelum Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka sabar menghadapi pahit getirnya berdakwah dan tantangan yang
dihadapi, sebagaimana dilukiskan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
firmanNya :
‫ت‬ ْ ‫ُوا َوأُو ُذ‬
ِ ‫وا َحتَّى أَتَاهُ ْم نَصْ ُرنَا َوالَ ُمبَد َِّل لِ َكلِ َما‬ ْ ‫ُوا َعلَى َما ُك ِّذب‬
ْ ‫صبَر‬
َ َ‫ك ف‬ ْ َ‫َولَقَ ْد ُك ِّذب‬
َ ِ‫ت ُر ُس ٌل ِّمن قَ ْبل‬
ِ ‫هّللا‬
“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu,
akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang
dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap
mereka. Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji)
Allah” [Al An’am:34]
Sabar mempunyai kedudukan yang tinggi, tidak mungkin dicapai
kecuali dengan mengambil sebabnya. Di antaranya, yaitu dengan mengingat
betapa besar pahala yang Allah Subhanahu wa Ta’ala siapkan bagi hambaNya
yang bersabar.
ٍ ‫إِنَّ َما يُ َوفَّى الصَّابِرُونَ أَجْ َرهُم بِ َغي ِْر ِح َسا‬
‫ب‬
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan
pahala tanpa batas”. [Az Zumar:10]

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dai merupakan puast dari gerakan dakwah itu sendiri. Tanpa kehadiran
seorang dai, tidak mungkin gerakan dakwah akan berjalan. Karena itu kajian tentang
dai harus menjadi perhatian utama dalam sebuah gerakan dakwah. Agar gerakan
dakwah dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan kehadiran seorang dai yang
memiliki karakteritik yaitu: Ikhlas dalam berdakwah, penguasaan ilmu agama, ilmu
umum, berakhlak mulia, sabar, menjadi uswatun hasanah, disiplin wibawa, bijaksana,
berwibawa, dan wara’.
Dakwah Islam harus dijalankan dengan sangat serius melalui aturan-aturan
yang benar sehingga dakwah yang disampaikan merupakan komitmen terhadap
kebenaran islam. Objek dakwah harus merasa terbebas dari paksaan, ancaman, serta
nilai yang bersifat merusak dan cenderung untuk anarki atau menang sendiri. Karena
itu islam menetapkan kriteria figur dai dengan menyandang predikat uswah hasanah
bagi manusia.

B. Saran

Sebagaimana yang telah kami sadari dari awal penulisan makalah ini tidak
jauh dari kata kekurangan, karena seperti yang kita ketahui manusia tidak ada yang
sempurna pasti ada kekurangan. Oleh karena itu besar harapan penyempurnaan
makalah yang sederhana ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

H. hlmafied Changara, Pengantar Ilmu Komunikasi, Rajawali Pers Jakarta, 2010 hlm.15

Dr. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosdakarya Bandung,
1994, hlm.107

Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah (Jakarta:Kalam Mulia, 2005).

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta:Kencana, 2004).

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam (Surabaya:Al-Ikhlas, 1983), hlm. 54

13

Anda mungkin juga menyukai