Anda di halaman 1dari 18

KETENTUAN MABIT DI MUZDALIFAH

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Makalah : Mata Kuliah Fiqih Haji Umrah
Dosen Pengampu : Drs. Kartono M. SI.

Disusun Oleh :
Kelompok 9
Taufik Illahi 11180530000004
Mutiara Anissa 11180530000113
Azkal Azkiya Fahrizzi 11180530000152

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan kasih
sayangnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Ketentuan Mabit di
Muzdalifah ”. Dalam mata kuliah fiqih haji dan umrah. Dalam pembuatan makalah ini , kami
mengucapkan terimakasih kepada Drs. Kartono M. SI. selaku dosen pengampu kami yang telah
berkenan mengizinkan pembuatan makalah ini. kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun
selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Demikian makalah ini kami hadirkan dengan segala kelebihan dan kekurangan .oleh
sebab itu kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini , sangat kami harapkan
.semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca .

Ciputat , 3 November 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................I
DAFTAR ISI................................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................................III
B. Rumusan Masalah....................................................................................................IV
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................IV

BAB II PEMBAHASAN

A. Apa Pengertian dan Hukum Mabit di Muzdalifah.................................................1


B. Bagaimana Kadar Lama nya Mabit di Muzdalifah................................................4
C. Bagaimana Tata Cara Mabit di Muzdalifah...........................................................6
D. Bagaimana Jamaah Haji yang Berhalangan ( Udzur Syar’i )
dan Tidak Wajib di Muzdalifah...............................................................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..............................................................................................................10
B. Saran.........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belang Masalah


Ibadah haji adalah ibadah fisik.Karenanya membutuhkan stamina tubuh yang sehat
dan prima.Untuk bisa menjalankan ibadah tersebut, jamaah dianjurkan untuk istirahat
sejenak, untuk memulihkan kembali kesehatan fisik dan mental agar tetap terjaga. Salah
satunya adalah Mabit (bermalam) di Muzdalifah dan Mina sebagai rangkaian ibadah
sebelum melanjutkan ritual ibadah berikutnya.
Memang, kegiatan mabit atau bermalam di Mina dan Muzdalifah bertujuan untuk
memberikan kesempatan kepada jamaah haji untuk beristirahat.Sebab, rangkaian kegiatan
ibadah haji keesokan harinya sangat berat, yaitu melempar jumrah Aqabah di Mina.
Dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah, karya Gus Arifin, disebutkan bahwa
Mabit berasal dari kata baata seperti dalam kalimat fii makaani baata, yang artinya
bermalam. Sedangkan kata al-mabit berarti tempat menetap atau menginap di malam hari,
bermalam. Jadi Mabit adalah berhenti sejenak atau bermalam beberapa hari, untuk
mempersiapkan segala sesuatunya dalam pelaksanaan melontar Jumrah yang merupakan
salah satu wajib ibadah haji mabit dilakukan dua tahap di dua tempat, yaitu di Muzdalifah
dan di Mina.
Biasanya, setelah matahari tenggelam (ketika masuk Magrib) pada hari Arafah (9
Dzulhijjah) jamaah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah. Di tempat ini jamaah
haji mabit (berhenti, istirahat, sholat Magrib dan Isya secara jamak takhir), sampai
melewati tengah malam 10 Dzulhijjah.Bagi yang datang di Muzdalifah sebelum tengah
malam, maka harus menunggu sampai tengah malam.
Mabit bisa dilakukan dengan cara berhenti sejenak dalam kendaraan atau turun dari
kendaraan. Di saat tersebut jamaah bisa memanfaatkannya untuk mencari kerikil di
sekitar tempat kendaraan untuk melempar jumrah di Mina.Setelah tengah malam
menjelang fajar maka jamaah bergerak menuju Mina untuk mabit, hingga tanggal 12 atau
13 Dzulhijjah.1

1
Madani news, mabit di muzdalifah

III
B. Rumuan Masalah

1. Apa Pengertian dan Hukum Mabit di Muzdalifah


2. Bagaimana Kadar Lama nya Mabit di Muzdalifah
3. Bagaimana Tata Cara Mabit di Muzdalifah
4. Bagaimana Jamaah Haji yang Berhalangan ( Udzur Syar’i ) dan Tidak Wajib
di Muzdalifah

C. Tujuan Masalah

Untuk dapat mengetahui bagaimana keutamaan mabit di muzdalifah , serta melihat dari
rumusan masalah yang ada.
1. Untuk mengetahui apa saja pengertian mabit di muzdalifah
2. Serta untuk mengetahui bagaimana kadar lama nya mabit di muzdalifah
3. Untuk mengetahui pula bagaimana tata cara mabit di muzdalifah
4. Dan dapat mengetahui bagimana jamaah haji yang berhalangan ( udzur syar’i) dari
muzdalifah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Hukum Mabit di Muzdalifah


Dalam buku Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah, karya Gus Arifin, disebutkan
bahwa Mabit berasal dari kata baata seperti dalam kalimat fii makaani baata, yang
artinya bermalam. Sedangkan kata al-mabit berarti tempat menetap atau menginap di
malam hari

Muzdalifah adalah daerah terbuka diantara Mekkah dan Mina di Arab Saudi yang
merupakan tempat jamaah haji diperintahkan untuk singgah dan bermalam setelah
bertolak dari Arafah. Muzdalifah terletak Antara Ma’zamain(dua jalan yang
memisahkan dua gunung yang saling berhadapan) Arafah dan lemabah Muhassir.2

Mabit di Muzdalifah merupakan rangkaian ibadah haji yang dilaksanakan setelah


jemaah haji melaksanakan wukuf di padang Arafah. Mabit berarti bermalam atau
berhenti sejenak guna mempersiapkan segala sesuatu terkait prosesi melontar jumrah.
Mabit dilaksanakan dua tahap di dua tempat, yaitu Muzdalifah dan Mina.

Mabit di Muzdalifah dilakukan pada 10 Dzulhijah, yaitu lewat tengah malam


setelah wukuf di padang Arafah. Mabit di Muzdalifah biasanya dilakukan hanya
sebentar saja, secukupnya waktu untuk memungut tujuh batu kerikil. Namun karena
jalur yang harus dilalui itu biasanya macet akibat padatnya arus kendaraan, banyak
jemaah mabit berlama-lama sambil menunggu arus melonggar. Sekadar diketahui,
muzdalifah adalah bagian dari tempat syiar umat Islam dan termasuk dalam batasan
Tanah Haram. Dalam Alquran, Allah SWT menamakan Muzdalifah dengan nama
Masy'aril Haram.

Ketika memasuki Muzdalifah, jemaah dianjurkan melaksanakan salat Magrib, Isya,


yang dijamak qashar dan subuh, serta memperbanyak zikir, takbir, dan doa dengan
menghadap kiblat hingga pagi terang benderang. Anjuran ini dilakukan karena jemaah
kerap melakukan kesalahan, seperti, melaksanakan salat Magrib dan Isya tanpa

2
Anto, Mabit di Musdalifah, di akses dari https://www.daftarhajiumroh.com/muzdalifah/ (diakses pada
6 September 2020)

1
memastikan arah kiblat yang benar. Selain itu, jemaah juga kerap sibuk memungut
kerikil sebelum melaksanakan salat. Padahal kerikil bisa dipungut di Mina. Jemaah
juga kurang berhati-hati dalam memastikan bahwa mereka berada di wilayah
Muzdalifah. Semua wilayah Muzdalifah merupakan tempat bermalam, kecuali Wadi
Muhasir.

Sedangkan mabit di Mina dilaksanakan selama dua hari yaitu pada 11 dan 12
Dzulhijah bagi yang akan melaksanakan nafar awal, dan tiga hari yakni 11, 12, dan 13
Dzulhijah bagi yang akan mengambil nafar akhir.

Pada saat mabit hendaknya seseorang memperbanyak berdzikir dan berdoa kepada
Allah SWT. Dari arafah ke bukit quzah (masyarilharam) di muzdalifah, perintah
Allah SWT, untuk berdzikir yaitu berdasarkan firman Allah. Yaitu surah Al-baqarah
ayat : 198

‫ع ن َد ش َ ع ِ ر‬
ََّ‫َٰع َر ْذ ُك ُرو ل‬ ‫ر ِ ب ُك ْم ۚ ف ضت‬ ‫اًل‬ ‫ح أَ ن ت‬ ‫لَ يْ س ْي ج‬
َ
‫۟ا ٱ ٱ ل ٱ ْل َم‬ ‫ِإذَ ٓا أَ َف م م فَت‬ ‫ضم‬
‫بْ َت ُغو ۟ا‬ ‫ُك ْم َنا‬
‫ن‬ ‫ن‬ ‫ع َل‬
‫ض ٓا ِ لين‬ ‫ٱ ْل ح ْذ ُك َ َٰى ُك ِ كن ت من قَ ْب ِل ِهۦ َل ِم ن‬
‫ٱل‬ ‫َرا ِم ُرو ُه وٱ م ْم ه إن م‬
‫َد و‬ ‫ا‬
‫ك‬

Yang artinya : “ Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. Dan berdzikirlah (dengan menyebut)
Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu
sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.” (Al-Baqarah : 198)

Adapun senantiasa memohon ampunan kepada Allah , hal ini juga berdasarkan firman
Allah SWT. Dalam surah Al-baqarah ayat 199 :

‫َّم أَ فِ ي ُضو ا ِم ْن َح ْي ُث أَفَا َض ٱلنَّا< ُس َوٱ ْستَ ْغ ِف ُرو< ا ٱ‬

Yang artinya : “Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang


banyak ('Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah : 199)
Mabit di muzdhalifah yaitu untuk merenungi diri sendiri agar memperoleh
kesadaran dan hikmah.3

1. Hukum mabit di Muzdalifah


Hukum mabit di Muzdalifah di kalangan para ahli berbeda pendapat, yaitu :4
a. Wajib, menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin
Hambal. Jika ditinaggalkan wajib membayar Dam.
b. Rukun, menurut Ibnu Abbas, Ibnu Zubair, Ibrahim al-Nakho’i, as- Sya’abi, al-
Qamah, dan Hasan Basri. Jika ditinggalkan tidak sah hajinya.
c. Sunnah, menurut sebagian ulama pengikut mazhab Maliki dan sebagian
mazhab Syafi’i. Jika tidak dilakukan kurang baik, dan tidak wajib membayar
Dam.
2. Bagi jamaah haji yang tidak melakukan mabit di muzdhalifah wajib membayar
dam atau denda sebagai berikut :
a. Membayar dam yaitu dengan menyembelih kambing
b. Apabila tidak mampu maka diganti dengan puasa 10 hari , 3 hari dilakukan
semasa haji , dan sisanya boleh dilakukan di tanah air.
c. Apabila tidak mampu juga melaksanakan puasa 3 hari selama menjalankan
haji, diganti dengan berpuasa selama 10 hari di tanah air. 3 hari di niat kan
sebagai qada. Jarak antara puasa yang 3 hari dengan sisanya yang 7 hari harus
dipisahkan selama 4 hari lamanya.
3. Hakikat mabit di muzdalifah
Melalui haji kesadaran itu diubah menjadi kesadaran mulia yang dikendalikan
oleh kesalehan kerendahan hati dan kesucian. Masy’ar ( muzdalifah ) adalah
tahap kesadaran atau hubungan subyektif diantara ide-ide dengan banyak
melakukan konsentrasi dalam kegelapan dan keheningan malam. Hikmah adalah
mengetahuan mengenai petunjuk yang benar. Setiap orang dapat mempelajari
pengetahuan Arafat, tetapi intuisi masy’ar adalah cahaya yang hanya dinyalakan
Allah dalam hati orang-orang yang dikehendaki-Nya.
Mereka ini bukan orang-orang berjuang demi diri sendiri, melainkan demi
orang- orang lain, sesuai dengan firman Allah:

3
www.viva.co.id/haji haji pedia mabit-di-muzdalifah-pemberhentian-jemaah-setelah-wukuf
4
Ahmad Kartono, Kajian Fiqih Haji Dalam Prespektif Ulama Fuqaha Mazab Hanfi, Maliki, Syafi’, dan
Hambali,(Tanggerang Selatan, 2020),hal 91
* َ ‫ن ْي ِن ِس ْح ُم ْل ا َع َم َل اَ ل ل ه ّن َ َوِا َلنَا ُب ُس ْم ُه ّن‬
‫َ ِديَ ْه َن لَ َنا ْي ِف ْوا ُد َه جا<َ َن ْي ِذ‬
َ‫وال‬
ّ
Artinya: “Dan orang-orang yang berjihad dijalan Kami, niscaya Kami akan
menunjukkan kepada mereka, dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang
yang berbuat baik”. (QS.29:69).

B. Waktu mabit dan kadar lamanya mabit di Muzdalifah.

Mabit di Muzdalifah dimulai setelah terbenam matahari (maghrib) sampai dengan


terbit fajar tanggal 10 zulhijjah. Adapun kadar lamanya waktu mabit di Muzdalifah,
dikalangan para fuqaha berbeda pendapat:5

a. Menurut madzhab Maliki antara salat maghrib dan isya dengan istirahat sejenak,
walaupun keluar sebelum lewat tengah malam.
b. Menurut madzhab Syafi’i dan Hambali, sesaat sebelum lewat tengah malam,
tetapi keluar dari Muzdalifah harus sudah lewat tengah malam.
c. Menurut Madzhab Hanafi, keluar dari Muzdalifah wajib sesudah salat Subuh
tanggal 10 Dzulhijjah.

1. Meninggalkan mabit di Muzdalifah : Meninggalkan mabit di Muzdalifah karena


kondisi padat dan macet (azziham). Untuk menyelesaikan kaksus hukum bagi
jamaah yang tidak mungkin melaksanakan mabit di Muzdalifah karena terhalang
kemacetan atau karena tersesat jalan, atau salah temapt mabit sehingga tertinggal
waktu mabit maka ada jalan keluar atau solusi hukum yang dikemukan oelah
penulis kitab Azziham wa Atsaruhu fi Ahkami an-Nusuk (al-Hajj wal ‘Umrah)hal
52, sebagai berikut :

‫ وأقر بها الى الصواب ا قل ول بأن الوقوف بمزدلفة واجب من واجبات‬,‫وقد استدل كل قوم بأدلة لما ذهبوا اليه‬
‫ ووجه الوجوب أن فعله صلى هلال عليه وسلم خرج امتثاﻻ قل وله (فاذا أفضتم من والفعل اذا خرج‬,‫الحج‬
.‫ر لوجوب‬€‫رة من اﻵية بمنزلته واﻵم‬€‫رفات فاذكروا هلال عند المشعرالحرام) البق‬€‫ع‬19. ‫امتثاﻻ ﻵمر كان‬
‫ل العلم فى حكم الوقوف بمزدلفة فعلى القول بالركنية فان من لم يتمكن من‬€‫وبناء على ما قت دم من أقوال ﻵه‬
‫ فمن‬.‫المجيئ حتى فات وقت الوقوف بمزدلفة بطلوع الشمس يوم ا نل حر فقد فاته الحج ويثبت له أحكام الفوات‬
‫حبسه عن الوقوف بالمزدلفة السي‪€‬ر أو زحام‬

‫‪5‬‬
‫‪Ibid‬‬
‫ أما على‬.‫السيارات أوضل الطريق أوأخطأ المكان فترل فى غيرها حتى مضى وقت الوقوف فقد فاته الحج‬
‫اء يرون أن من لم يمكنه الوقوف بالمزدلفة لعذر كما لوحبسه السير أوضل‬€‫القول بالوجوب فان جماهير العلم‬
‫ى مضى وقت الوقوف فانه ﻻشيئ‬€‫ن فترل فى غيرها حت‬€‫الطريق أوأخطأ المكا‬
.‫ وقد نص على ذلك فقهاء الحنفية والمالكية والشافعية‬.‫عليه‬

Maksudnya : Pendapat yang menyatakan bahwa mabit di Muzdalifah wajib


adalah mengikuti perbuatan Rasulullah saw dan dasar Al-Qur’an Surat Al-
Baqarah ayat 19, bahkan sebagian pendapat ulama fuqaha menyatakan mabit
di Muzdalifah adalah rukun. Sedangkan menurut jumhur (mayoritas) ulama
fuqaha, jika ada kesulitan (udzur) yang tidak menungkinkan mabit di Muzdalifah
seperti jalan macet total, tersesat jalan, salah tempat mabit, sangat krodit, saling
berdesakan dan tidak mendapatkan tempat untuk mabit, maka gugur kewajban
mabit di Muzdalifah dan tidak dikenakan denda apapun. Hal itu dikemukakan
oleh para fuqaha mazhab Hanafi, Makliki dan Syafi’i.

Selain penjelasan tersebut di atas, bagi orang yang memiliki kesulitan (udzur)
seperti fisiknya lemah , dalam keadaan sakit, atau karena terpisah rombongan,
maka mereka juga gugur kewajiban mabitnya. Sebagaimana hadis Nabi Saw
berikut :

‫كانت سودة امرأة ضخمة ثبطة فاستأذنت رسول هلال صلى هلال عليه ةوسلم‬

).‫أن تفيض من جمﻊ بليل فأذن لها ووددت أني كنت استأذنته فأذن لي (أخرجه الشيخان وأحمد‬

“Saudah adalah seorang wanita yang gemuk, lamban dan susah bergerak, lalu dia
minta izin kepada Rasulullah saw untuk bertolak meninggalkan mabit di
Muzdalifah, maka beliau mengizinkan kepadanya dan saya sangat senang
permintaan izinnya kepada Nabi dipenuhi, beliaupun mengizinkan kepada saya”.

Bagi jamaah yang tidak memiliki kesulitan, sunah melaksanakan mabit di


Muzdalifah sampai waktu subuh, sebagimana penjelasan berikut :

“Sunah mengikuti Rasulullah saw mabit sampai waktu subuh, tidak ada larangan
mendahulukan orang-orang yang lemah dan para wanita, keluar dari
Muzdalifah ( tidak sampai waktu subuh) sebagai bentuk pertolongan kepada
mereka dan menyelamatkan mereka agar tidak terjebak dalam kemacetan”.
2. Waktu meninggalkan Muzdalifah.
Kapan jamaah meninggalkan Muzdalifah?, para ahli berbeda pendapat.

‫فية بشيئ وقدره المالكية‬€‫ فلم يقدره الحن‬,‫لذلك اختلفت أراء أهل العلم فى وقت جوازالدفﻊ‬

‫ وقدره الشافعية‬. ‫ به يتحقق الوقوف واستمكان ا لبث‬€‫ ﻵن‬,‫زول‬€‫بحط الرحل والن‬

.‫ ﻵنه يكون بذلك قد مضى أكثر ا ليل ومعظمه‬,‫بلة نب صف ا ليل‬€‫والحنا‬

Oleh karena itu di kalangan para ahli ilmu berbeda pendapat kapan waktu
dibolehkannya jamaah meninggalkan Mudalifah, yaitu :

a) Menurut mazhab Hanafi, tidak menentukan waktu kapan meninggalkan


Muzdalifah sebagaimana penjelasan berikut :

,‫م لم يقيدوا ذلك بوقت‬€‫القول بجواز الدفﻊ فى أي جزء من ا ليل هو ظاهرمذهب الحنفية فانه‬

€‫ قال ابن نجيم‬,‫بل وﻻبحط رحل ونزول‬

)‫ كذا فى المعراج‬.‫لفة جاز‬€‫ المزد‬€‫(لومربهامن غير أن يقف جاز كالوقوف بعرفة ولو مر فى جزء من أجزاء‬

“Salah satu pendapat yang membolehkan meninggalkan Muzdalifah setelah


sebagian dari malam adalah mazhab Hanafi, karena mereka tidak membatasi
mabit dikaitkan dengan waktu tertentu dan tidak pula dikaitkan dengan kapan
datang dan kapan meninggalkan Muzdalifah.”

b) Menurut mazhab Maliki menentukan waktu meninggalkan Muzdalifah setelah


turun sebentar dari kendaraan lalu meneruskan perjalanan.
c) Menurut mazhab Syafi’i dan Hanbali, waktu meninggalkan Muzdalifah
adalah setelah lewat tengah malam.

C. Tata Cara Mabit di Muzdalifah


Sebelum matahari terbenam di hari Arafah,maka jamaah haji menuju Mudzalifah
yaitu dengan :
1. tertib dan sopan seraya membaca talbiyah.
2. Setelah sampai di Mudzalifah melakukan sholat maghrib 3 rokaat dan Isa’ 2
rokaat dengan dijama’. Tanpa ada solat sunnah di antara keduanya
3. Sesudah solat (tidur) sampai terbit fajar
4. Solat subuh berjamaah dengan 1 kali adzan dan 1 kali iqomat
5. Berwukuf di masyi’aril harom , membaca tahlil , tahmid sampai terang
6. Berangkat ke tempat jumrah aqobah di mina sebelum matahari terbit
7. Kemudian mencari kerikil untuk melempar jumroh (jamarat) esok harinya
sebanyak 50-70 butir kerikil, kemudian tidur di atas tikar di tempat terbuka.6

Selama bermalam di Muzdalifah kita melakukan shalat tahajud di akhir malam


sampai terbenam bulan, setelah bulan terbenam , maka perjalanan dilanjutkan menuju
Mina untuk melempar jumraoh (HR. Abdullah Maulana Asma’)
Kemudian berbaring sampai terbit fajar, lalu shalat subuh. Ketika matahari telah
hampir terbit, dilanjutkan bertolak menuju Mina. Malam ini kita dapat melakukan
perenungan. Bagi wanita dan anak-anak boleh berangkat menuju ke Mina pada akhir
malam (hadits dari Aisyah). Bagi orang yang tidak mabit di Mudzalifah dia harus
membayar dam (denda). Jadi mabit di Mudzalifah hukumnya wajib kecuali bagi
orang yang uzur (Hadits riwayat Syarah Al-Muhazzab).
Selama bermalam di Mudzalifah kita melakukan shalat Tahajud di akhir malam
sampai terbenam bulan. Setelah terbenam bulan, maka perjalanan dilanjutkan menuju
Mina untuk melempar jumroh (Hadits Riwayat Abdullah Maulana Asma’).
Sesampainya di Mina kita beristirahat hingga terbit fajar. Lalu shalat subuh. Ketika
matahari hampir terbit diwaktu duha (pagi hari) tanggal 10 Zulhijjah dilanjutkan
melempar jamroh aqobah, kemudian lukar (melepas pakaian ihrom diganti dengan
pakaian biasa), kemudian menyembelih hewan qurban dan mencukur gundul atau
mencukur pendek. Setelah itu lakukan thawaf ifadlah di Baitullah. Keesokan harinya
tanggal, 11 dan 12 Zulhijjah ba’da (sesudah) dluhur kemudian melempar ketiganya
(jamroh).
Bagi yang tidak melakukan mabit di Muzdalifah, maka harus membayar dam
(denda). Jagi mabit di Muzdalifah hukumnya wajib, kecuali bagi orang yang uzur
(HR. Syarah al-Muhazzab).
a. Kesalahan yang sering terjadi pada saat mabit di muzdalifah :
- Sebagian jamaah haji saat pertama kali datang di Muzdalifah mereka sibuk
mencari batu kerikil sampai melupakan shalat maghrib dan isa.
- Sebagian mencuci kerikil, padahal itu tidak diisyaratkan.
b. Doa yang di panjatkan saat mabit di muzdalifah
- Memperbanyak dzikir kepada Allah SWT.7

6
Ali solihin as suhaili , tuntunan super lengkap ibadah haji dan umrah. Hal.67-68
D. Bagaimana Jamaah Haji yang Berhalangan ( Udzur Syar’i ) dan Tidak Wajib di
Muzdalifah

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa hukum Mabit di Muzdalifah itu wajib
bagi Jama’ah yang mampu melaksanakannya, namun bagi mereka yang mempunyai
udzur seperti siqayah (penyedia minuman untuk jamaah haji) riaul ibil (penggembala
unta) dan orang yang menghawatirkan dirinya dan hartanya terancam disebabkan
mabit di Mina, diberikan rukhsoh (keringanan) untuk tidak mabit dan tidak tinggal di
Mina, namun tetap harus melontar jumrah. Para imam mazdhab juga sepakat bahwa
hukum mabit di muzdalifah ini wajib hukumnya, hal ini didasarkan pada firman Allah
dalam Surat Al Baqarah ayat 198:

‫فاذا افضتم من عرفات فذكرواا هلل عند المشعر الحرام‬

Artinya: " Setelah kamu meninggalkan Arofah maka berdzikir lah mengingat Allah di
Masy'arilHaram" (QS. Al Baqarah: 198).

Sesungguhnya Nabi sallallahu alaihi wa sallam memberi keringanan kepada Abbas


bermalam di Mekah karena untuk memberi minum jamaah haji. Ini termasuk amalan
umum, begitu juga memberi keringanan kepada penggembala meninggalkan
bermalam di Mina. Karena mereka menjaga kendaraan (hewan) jamaah haji. Yang
mirip dengan mereka adalah orang yang melayani kemaslahatan orang seperti para
dokter, pasukan pemadam kebakaran dan semisal itu. Mereka tidak bermalam (di
Mina), Karena orang-orang yang lebih membutuhkannya.

Sementara orang yang mempunyai uzur khusus seperti orang sakit, perawat dan
semisal itu apakah diikutkan dengan mereka? Ada dua pendapat ulama. Diantara
ulama ada yang berpendapat mereka diikutkan karena ada uzur. Diantara ulama ada
yang mengatakan, “Mereka tidak diikutkan, karena uzur mereka adalah umum. Yang
nampak bagiku bahwa mereka mempunyai uzur diikutkan kepada mereka. Seperti
orang sakit yang membutuhkan istirahat di Rumah sakit di dua malam sebelas dan dua
belas, maka tidak mengapa. Tidak ada fidyah (tebusan) karena ini termasuk uzur.

Keberadaan Nabi sallallahu alaihi wa sallam memberi uzur kepada Abbas


radhiallahu anhu padahal memungkinkan penduduk Mekkah yang tidak haji untuk

7
Cara haji.blogspot
menggantikannya, hal itu menunjukan bahwa masalah bermalam termasuk hal yang
ringan. Maksudnya bahwa kewajiban hal itu tidak merupakan kewajiban yang
mengharuskan. Sampai Imam Ahmad rahimahullah berpendapat bahwa orang yang
meninggalkan bermalam di Mina ia tidak ada fadyah baginya. Cuma sedikit
bershodaqah. Maksudnya sekitar 10 atau 5 riyal sesuai kondisinya.”8

8
https:// Cara haji dan umrah.blogspot, (mabit di mina manasik haji dan umrah.html)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibadah haji adalah ibadah fisik.Karenanya membutuhkan stamina tubuh yang
sehat dan prima.Untuk bisa menjalankan ibadah tersebut, jamaah dianjurkan untuk
istirahat sejenak, untuk memulihkan kembali kesehatan fisik dan mental agar tetap
terjaga. Salah satunya adalah Mabit (bermalam) di Muzdalifah dan Mina sebagai
rangkaian ibadah sebelum melanjutkan ritual ibadah berikutnya. Memang, kegiatan
mabit atau bermalam di Mina dan Muzdalifah bertujuan untuk memberikan kesempatan
kepada jamaah haji untuk beristirahat.Sebab, rangkaian kegiatan ibadah haji keesokan harinya
sangat berat, yaitu melempar jumrah Aqabah di Mina.
Biasanya, setelah matahari tenggelam (ketika masuk Magrib) pada hari Arafah (9
Dzulhijjah) jamaah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah. Di tempat ini jamaah haji
mabit (berhenti, istirahat, sholat Magrib dan Isya secara jamak takhir), sampai melewati
tengah malam 10 Dzulhijjah.Bagi yang datang di Muzdalifah sebelum tengah malam, maka
harus menunggu sampai tengah malam.
Mabit bisa dilakukan dengan cara berhenti sejenak dalam kendaraan atau turun dari
kendaraan. Di saat tersebut jamaah bisa memanfaatkannya untuk mencari kerikil di sekitar
tempat kendaraan untuk melempar jumrah di Mina.Setelah tengah malam menjelang fajar
maka jamaah bergerak menuju Mina untuk mabit, hingga tanggal 12 atau 13 Dzulhijjah.

B. Saran
Kegiatan ibadah haji merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang yang
menyanggupinya atau mampu dalam melaksanakan nya. Sebelum kita ingin berangkat
menunaikan ibadah haji ada baiknya kita mengetahui apa saja rangkaian haji yang
wajib kita laksanakan. Salah satu nya mabit di muzdalifah atau bermalam, kegiatan
haji sangat lah banyak maka dari itu sebagai jamaah haji harus mengetahui lebih luas
mengenai makna menunaikan ibadah haji.
DAFTAR PUSTAKA

Madani news, mabit di muzdalifah


Anto, Mabit di Musdalifah, di akses dari https://www.daftarhajiumroh.com/muzdalifah/ (diakses pada
6 September 2020)
www.viva.co.id/haji haji pedia mabit-di-muzdalifah-pemberhentian-jemaah-setelah-wukuf
Ahmad Kartono, Kajian Fiqih Haji Dalam Prespektif Ulama Fuqaha Mazab Hanfi, Maliki,
Syafi’, dan Hambali,(Tanggerang Selatan, 2020),hal 91
Ibid 4
Cara haji. Blogspot
Ali solihin as suhaili , tuntunan super lengkap ibadah haji dan umrah. Hal.67-68
https:// Cara haji dan umrah.blogspot, (mabit di mina manasik haji dan umrah.html)

Anda mungkin juga menyukai