Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai ajakan untuk memikirkan klaim terpenting tentang hidup dan mati, kebahagiaan
atau siksa yang abadi, kebahagiaan dunia atau kesengsaraan, kebajikan dan kejahatan, maka misi
dakwah harus dilaksanakan dengan integritas penuh pendakwah dan objek pendakwah. Bila
pihak-pihak merusak integritas ini, degan cara meminta atau menerima suap dengan menerima
keuntungan, menerapkan paksaan atau tekanan, memanfaatkan demi tujuan bukan dijalan Allah,
maka ini merpakan kejahatan besar dalam berdakwah atau dakwah islam menjadi tidak sah.
Dakwah islam itu harus dijalankan dengan serius, melalui aturan-aturan yang benar sehingga
diterima dengan komitmen yang sama terhadap kebenaran islam. Objek dakwah harus merasa
bebas dari paksaan, ancaman, serta nila-nilai yang bersifat merusak yang cenderung untuk anarki.
Karena itu para pelaku dakwah dalam hal ini da’I tidak diperintahkan menyeru islam begitu
saja, ada aturan-aturan yang telah ditetapkan. Jelas dakwah islam tidak bersifat melontarkan isu-
isu yang bersifat fanatis, memaksa, provokatif, celaan-celan yang menimbulkan permusuhan, dan
bukan pula aktivitas-aktiviata yang bersifat destruktif. Karena etika manusia memandang dakwah
yang dipaksakan sebagai pelanggaran berat, maka itu dakwah islam mengkhususkan
penggunaannya secara persuasif.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa sajakah etika dakwah itu?
2. Apa sajakah kode etik dakwah itu?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui dan memahami etika dalam berdakwah
2. Untuk mengetahui kode etik dakwah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIKA DAKWAH
Dakwah merupakan perintah dari Allah Swt. Dan tugas ini menjadi ibadah bagi yang
melaksanakan. Melakukan aktivas dakwah sebagaimana lainnya harus dengan motivasi
mengharapkan ridhonya. Selain itu, harus senantiasa berdoa agar memperoleh kemudahan dalam
melakukan nya dan terbebas dari godaan dan tipu daya duniawi. Dakwah sebagai upaya sosialisai
agama islam dilakukan dengan pendekatan moral, humonis dan menghargai manusiasebagai
mahluk yang memiliki kepribadaan dan harga diri. Persepsi masyarakat kepada islam tergantung
kepada kepribadian dari cara dai dakwah.
Pembahasan berikut ini merupakan prinsip dan sekaligus etika dakwah prinsip dan etika
tersebut bersumber dari Al-Quran sebagai kitab Dakwah.
1. Tidak takut kecuali kepada Allah Swt.
Ada fenomena yang menarik akhir-akhir ini bahwa manusia tidak takut lagi melakukan
perbuatan fahsya dan munkar. Fahsya adalah perbuatan yang merusak diri sendiri, seperti
berzina, meminum yang memabukkan, menggunakan narkoba Dll. Sementara munkar
perbuaatan yang menggangu orang lain seperti: mencuri, merampok dan lain sebagainya.
Kemudian ada sebagian orang yang takut menyampaikan sesuatu kebenaran dengan
berbagai dalil dan alasan. Seorang dai dapat melukan aktivitas dakwah baginya tidak ada
yang perlu di takuti selain Allah. Hal ini sejalan dengan penjelasan Allah pada surat
Fatir(35) ayat 28.
َ ِ‫ف أَ ْل َوانُهُ َك َذل‬
‫ك إِنَّ َما يَ ْخ َشى هَّللا َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه‬ ٌ ِ‫اس َوال َّد َوابِّ َواأل ْن َع ِام ُم ْختَل‬
ِ َّ‫َو ِم َن الن‬
ِ ‫ْال ُعلَ َما ُء إِ َّن هَّللا َ ع‬
‫َزي ٌز َغفُو ٌر‬
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang
ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha
perkasa lagi Maha Pengampun.
2. Tidak mencampuradukan antara hak dan batil
Hak (al-haqq) diartikan dengan bener atau kebenaran, kewajiban dan kepatutan. Sedangkan
batil bermakna yang salah, palsu dan sesuatu yang sia-sia.
Sejatinya pendakwah merupakan orang yang paham tentang konsep hak (haqq) dan batil.
Tidak hanya sekedar paham, melainkan orang yang pertama menegakan kebenaran dan
menjauhi yang batil. Sebab al-haqq bersumber dari Allah, dan tidak boleh ada keraguaan
terhadapnya pemahaman terhadap konsep hal dan batil memungkinkan dai untuk menjadi
pelopor dari setiap dan kebenaran dan tampil memberantas kebatilan sebab antara yang hak
dengan yang batil tidak boleh di campuradukkan seperi peringatan Al-Quran, Surat Al-
Baqarah (2) ayat 42.
َ‫ق َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬
َّ ‫ق بِ ْالبَا ِط ِل َوتَ ْكتُ ُموا ْال َح‬
َّ ‫َوال ت َْلبِسُوا ْال َح‬
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil dan janganlah kamu
sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.

Umat islam dan khususnya para dai diperintahkan untuk menyampaikan kebenaran, walau
pahit sekalipun. Hal ini berarti menyampaikannya dengan mengabaikan etika . dalam kaitan
metode hikmah, patut menjadi rujukan dalam menyampaikan kebenaran dan memberantas
kebatilan sebab, metode lebih penting kadang-kadang sari pada pesan itu sendiri.
3. Tidak mencari kemuliaan dari manusia
Pada saat membahas dan apresiasi dan kritikan terhadap dai, disanah telat di singgung
tentang beberapa penghargaan al-quran. Penghargaan itu antara lain, dai adalah manusia
yang beruntung dalam pandangan Al- Quran. Ia juga tergolong sebgai sebaik-baik umat dan
tudak ada perkataan yang lebih baik, kecuali ucapan mengajak manusia ke jalan Allah
Berdasarkan hal itu, dai harus memiliki konsep diri yang positif. Dai harus tampil dengan
wibawa, tidak merendahkan diri dari di hadapan manusia di hadapan orang kaya dan
penguasa khususnya di depan orang kafir. Hal ini di ingatkan dalam Al-Quran surat An-nisa
(4) ayat 139
ِ ‫ون ْال ُم ْؤ ِمنِينَ أَيَ ْبتَ ُغونَ ِع ْن َدهُ ُم ْال ِع َّزةَ فَإ ِ َّن ْال ِع َّزةَ هَّلِل‬
ِ ‫الَّ ِذينَ يَتَّ ِخ ُذونَ ْال َكافِ ِرينَ أَوْ لِيَا َء ِم ْن ُد‬
‫َج ِميعًا‬
(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong
dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang
kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah

Seorang pendakwah tidak pula membatasi pergaulannya. Sepatutnya memiliki pergaulan


yang luas dengan banyak pihak, baik muslim maupun non muslim. Pergaulan yang luas
memungkinkan pendakwah untuk memahami banyak hal, termasuk memahami karakter
manusia. Namun harus tampil wibawa di tengah-tengah kebanyakan manusia yang pongah
dengan berbagai kelebihan.

4. Tidak meminta imbalan atau menetapkan tarif


Pendakwah adalah manusia biasa yang mempunyai berbagai kebutuhan hidup, baik
kebutuhan diri pribadi maupun untuk membiayi keluarganya. Memang harus diakui
kehidupan dai kadang-kadang dalam posisi dilematis, satu sisi harus berdakwah dengan
landasan keikhlasan, namun pada sisi lain ia harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang
dari hari ke hari semakin peningkatan.
Kepada dai sangat dianjurkan untuk memilimi pekerjaan sampingan atau pekerjaan tetap,
agar tidak terikat dengan bantuan jamaah. Namun, kenyataannya tidak semua dai
memiliki pekerjaan yang dapat menghidupkan diri dari keluargaanya. Berbeda dengan di
malasysia, bahwa dai, khusus nya khatib di biayi oleh pihak kerajaan. Meskipun belum
mencukupi, namun mereka mempunyai gaji tetap.
Dalam kenyataanya, umumnya dai menerima penghargaan dari kegiatan berdakwah dari
masyarakat. Hal itu menurut M. Natsir tidak dilarang dan tidak salah, yang dilarang adalah
menjadikan dakwah sebagai mata pencaharian, hingga menentukan tarif atau meminta
bayaran dari aktivitas dakwahnya. Al-Quran menceritakan sikap para nabi dalam
berdakwah bahwa mereka tidak meminta upah dari seruannya, dan upah yang di
harapkan hanya dari Allah. Hal tersebut antara lain di nukilkan dalam surat Hud (11) ayat
29.

ِ َ‫ي إِال َعلَى هَّللا ِ َو َما أَنَا بِط‬


‫ار ِد الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِنَّهُ ْم‬ َ ‫َويَا قَوْ ِم ال أَسْأَلُ ُك ْم َعلَ ْي ِه َماال إِ ْن أَجْ ِر‬
َ‫ُمالقُو َربِّ ِه ْم َولَ ِكنِّي أَ َرا ُك ْم قَوْ ًما تَجْ هَلُون‬
Dan (dia berkata): "Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai
upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir
orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya,
akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui".

Dalam hal meminta imbalan tentang kegiatan dakwah, Quraish Shihab berkomentar:

Etika dakwah yang diajarkan AL-Quran adalah menyampaikan dakwah tanpa meminta
imbalan, bahkan tanpa mengharapkan imbalan kecuali dari Allah. Akan tetapi, tentu
saja para dai di beri imbalan demi meningkatkan kualitas hidup dan dakwahnya tanpa
harus meminta atau menetapkan tarif.

Secara horizontal dai telah berjasa terhadap masyarakat dan masyarakat telah
memperoleh pencerahan dari dai. Oleh karena itu, di harapkan masyarakat memberikan
apresiasi kepada dai agar ia mampu hidup lebih layak selain itu agar mampu memiliki dan
menguasai literatur yang berkualitas untuk bahan atau materi dakwahnya, yaitu untuk
membeli buku, berlanggan majalah dan koran atau membatar internet.

5. Satu kata dengan perbuatan


Ada fenomena yang menarik untuk diamati tentang kehidupan sebagian kecil
pendakwah. Ia terkenal dengan sangat popular di tempat yang jauh dari domisilinya dan
kyarang mendapat tempat kalua bukan mendapat kritikan dari masyarakat sekelilingnya.
Kuat dugaan, salah satu penyebabnya adalah karena pendakwah tidak konsisten antara
ucapan dengan perbuatan. Ia kurang memberi teladan terhadap kelurga, tetangga dan
masyarakat. Bagi masyrakat yang jauh, mereka tidak berinteraksi secara intens dengan
pendakwah. Bagi mereka yang penting adalah ilmunya bukan pengalamannya.
Jika Allah mengapresiasi para pendakwah, sejatinya mereka juga memberikan
penghormatan yang sama. Untuk terwujud haal itu, salah satunya, pendakwah harus
memiliki integritas kepribadian, satu kata dengan perbuatan. Sebaliknya Allah membenci
orang beriman dan para pendakwah yang tidak mengapalkan ilmunya. Peringatan Allah
dari surat SHAF [61] AYAT 2-3 perlu dapat perhatian.
)٣(‫) َكُبَر َم ْقتًا ِعْن َد اللَّ ِه أَ ْن َت ُقولُوا َما ال َت ْف َعلُو َن‬٢( َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا لِ َم تَقُولُونَ َما ال تَ ْف َعلُون‬
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan.

Menurut sayyid Quthub, yang dikutip Quraish Shihab, ketika mengomentari ayat diatas
bahwa disanah terlihat penyatuaan akhlak pribadi dengan kebutuhan masyarakat. Kedua
ayat diatas mengandung sanki dari Allah Swt. Serta kecaman terhadap orang beriman
yang mengucapkan apa yang mereka tidak kerjakan. Hal ini juga mengambarkan
kepribadian seorang muslim, yakni batin nya sama dengan lahirnya, pengamalan sesuai
dengan ucapannya.
B. MACAM-MACAM ETIKA DAKWAH
Beberapa etika dakwah yang hendaknya di lakukan oleh para juru dakwah dalam melakukan
dakwahnya antara lain sebagai berikut.
1. Sopan
Sopan berhubungan dengan adaan adat dan kebiasaan yang berlaku secara umum dalam tiap
kelompok. suatan kebiasaan yang berlaku secara umum dalam tiap kelompok. Suatu pekerjaan di
anggap tidak sopan, tatkala bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di suatu komunitas.
Standar atau ukuran suatu kesopanan bagi masing-masing komunitas tidak sama. Masing-masing
memiliki standar sendri, akan tetapi aturan yang berlaku umum dapat di jadikan rujukan dalam
menentukan suatu standar kesopanan.
2. Jujur
Dalam menyampaikan aktivitas dakwah, hendaklah da’i menyampaikan suatu informasi dengan
jujur. Terutama dalam mengemukakan dalil-dalil pembuktian. Kemahiran dalam mempergunakan
kata-kata mungkin dapat memutarbalikan persoalan yang sebenarnya, jadi da’i harus dapat
menyampaikan sesuatu yang keluar dari lisannya dengan landasan kejujuran dan faktual. Seorang
da’i tidak boleh berkata bohong apalagi sengaja berbohong dalam suatu tema atau topik
pembicaraan. Akibat kebohongan akan fatal akibatnya dan dapat merendahkan reputasi dari da’i
sendiri, apalagi yang disampaikan adalah ajaran-ajaran keagamaan. Demikian pula apa yang
disampaikan oleh da’i atau mubaligh dalam bentuk tulisan, tidak kurang pentingnya memelihara
kejujuran. Apalagi materi dakwah dalam bentuk tulisan dilihat kembali berdasarkan data yang
nyata. Jika ternyata fakta yang ditulis salah, tentu akan mengakibatkan ketidak percayaan orang
lain kepada da’i tersebut, dan jika hal ini terjadi tentu akan merendahkan kredibilitas da’i
tersebut.
Dalam menyampaikan berita, umpamanya dimedia massa atau surat kabar, dapat terjadi hal-hal
yang melanggar etika kejujuran, misalnya dalam:
3. Tidak Menghasut
Seorang da’i dalam melaksanakan tugas dakwahnya, ia tidak boleh menghasut apalagi
memfitnah, baik kepada pribadi lain maupun kelompok lain yang berselisih faham. Karena jika
itu di lakukan, yang bingung dan resah adalah masyarakat pendengar sebagai objek dakwah.
Masyarakat akan merasa bingung pendapat da’i yang mana yaang benar dan harus diikuti.
Adapun yang perlu di ingat oleh da’i adalah bahwa dalam melakukan tugas dakwahnya itu, ia
harus menyampaikn kebenaran bukan harus menghasut. Menyampaikan kebeneran tidak harus di
smpaikan dengan menghasut atau bahkan melakukan provokasi. Tindakan ini sebenarnya tidak
cocok di lakukan oleh seorang da’i. Apalagi jika perselisihan pendapat itu masih dalam tema
khilafiyah (perselisihan faham) yang bukan prinsip dalam agama.
Akan tetapi, jika memang yang di sampaikan adalah masalah penegakan kebenaran secara hak,
maka hendaklah da’i menyampaikan kebenaran terssebut walau pahit sekalipun. Sebagaimana di
sampaikan oleh nabi bahwa, “sampaikanlah kebenaran walau pahit sekalipun.”
Menurut Fathul Bahri AnNabiry, akhlak yang harus dimiliki dai adalah sebagai berikut:
1) Beriman
Adalah wajib bagi seorang dai untuk beriman kepada apa yang ia dakwahkan, yaitu
beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhirat, juga
beriman pada ketentuan-ketentuan Allah, yang baik maupun yang buruk.
2) Bertakwa
Takwa adalah pemeliharaan. Memelihara diri dari yang dilarang agama Islam serta
melaksanakan ajaran Islam.
3) Ikhlas
Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradhawi,ikhlas adalah orang yang amal perbuatannya hanya
didasari dengan mengharap keridhaan Allah Swt.
4) Tawadhu’
Ialah merendahkan diri dan penuh cinta kasih terhadap orang-orang yang beriman,
terlebih lagi terhadap mereka yang muallaf, agar iman mereka semakin teguh.
5) Amanah
Adalah sikap yang asasi bagi seorang dai, karena merupakan hiasan bagi para nabi, para
rasul, dan orang-orang shaleh.
6) Sabar dan tabah
Sabar dapat berati tabah, tahan uji, tidak mudah putus asa, tidak tergesa-gesa, juga tidak
mudah marah.
7) Tawakkal
Tawakkal sealalu diirigi dengan syukur dan sabar.
8) Ramah (kasih sayang)
Kasih sayang dalan segala hal sangat diharapkan, disukai, dan dianjurkan, baik dalam
syariat maupun secara akal
9) Uswah dan Qudwah Hasanah
Qudwah hasanah adalah keteladanan yang baik.
10) Cerdas dan bersih
Cerdas akalnya, memandang sesuatu secara proporsional, tidak ditambah atau dikurangi.
Sedangkan bersih adalah bersih hatinya. Yakni dapat mencintai dan menyayangi orang
lain.
11) Tidak memelihara penyakit hati
(Ghibah/menggunjing orang lain, takabur/kagum terhadap diri sendiri, hasut/iri hati terhadap
orang lain, kikir/pelit terhadap harta atau kebaikan).
C. ETIKA MAD’U
 Menghormati dai sebagai gurnya
 Memperhatikan keterangan yang disampaikan oleh dai.
 Sabar dalam proses mendapatkan ilmu melalui kegiatan dakwah yang diikuti,
 Menjaga etika di dalam majelis
 Mengkritk degan etik.

D. KODE ETIK DAKWAH


1. Pengertian Kode Etik Dakwah
Istilah kode etik lazimnya merujuk pada aturan-aturan atau prinsip- prinsip yang
mermuskan perilaku benar dan salah. Secara umum etika dakwah itu adalah etika islam itu
sendiri dan pengertian kode etik dakwah adalah rambu- rambu etis yang harus dimiliki
seorang juru dakwah. Namun secara khusus dalam dakwah terdapat kode etik tersendiri.
Dan sumber dari rambu-rambu etis bagi seorang pendakwah adalah Al-Qur’an seperti yang
telah dicontohkan Rasulullah SAW.
2. MACAM-MACAM KODE ETIK DAKWAH
 Tidak Memisahkan Antara Ucapan Dan Perbuatan
Para da’i hendaknya tidak memisahkan antara ucapan dan perbuatan, dalam artian
apa saja yang diperintahkan kepada mad’u, harus pula dikerjakan oleh da’i. seorang
da’i yang tidak beramal sesuai dengan ucapannya ibarat pemanah tanpa busur. Hal ini
bersumber pada QS. Al-shaff:2-3 yang artinya : “Hai orang- orang yang beriman,
mengapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan? Amat besar murka disisi
Allah, bahwa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan”.
 Tidak Melakukan Toleransi Agama
Tasamuh memang dinjurkan dalam islam, tetapi hanya dalam batas-batas tertentu
dan tidak menyangkut masalah agama.
 Tidak Menghina Sesembahan Non Muslim Kede Etik ini berdasarkan QS. Al-
an’am:108
“Dan janganlah kamu memaki sesembahan-sesembahan yang mereka sembah selain
Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan”.
 Tidak Melakukan Diskriminasi Sosial Hal ini berdasarkan QS. Abasa:1-2:
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta
padanya”.
 Tidak Memungut Imbalan
Dalam hal ini memang masih terjadi perbedaan anatara boleh atau tidaknya memungut
imbalan dalam berdakwah. Ada 3 kelompok yang berpendapat mengenai hal ini:
Mazhab Hanafi berpendapat bahwa memungut imbalan dalam berdakwah hukumnya
haram secara mutlaq, baik dengan perjanjian sebelumya atau tidak. Imam Malik bin
anas, Imam Syafi’I, membolehkan memungut biaya atau imbalan dalam menyebarkan
islam baik dengan perjanjian sebelunya atau tidak. Al-Hasan al-Basri, Ibn Sirin, Al-
Sya’tibi dan lainnya, mereka membolehkan memungut biaya dalam berdakwah, tapi
harus diadakan perjanjian terlebih dahulu.
 Tidak Berteman Dengan Pelaku Maksiat
Berkawan dengan pelaku maksiat ini dikhawatirkan akan berdampak buruk, karena
orang yang bermaksiat itu beranggapan seakan-akan perbuatan maksiatnya itu direstui
dakwah, pada sisi lain integritas seorang da’i tersebut akan berkurang.
 Tidak Menyampaikan Hal-Hal Yang Tidak Diketahui
Da’i yang menyampaikan suatu hukum, sementara ia tidak mengetahui hukum itu pasti
ia akan menyesatkan umat. Seorang dakwah tidak boleh asal menjawab pertanyaan
orang menurut seleranya sendiri tanpa ada dasar hukumnya. Hal ini berdasarkan QS.
Al-Isra’:36
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan diminta
pertanggung jawabannya.”
3. HIKMAH KODE ETIK DAKWAH
Rambu-rambu etis dalam berdakwah atau yang disebut dengan kode etik dakwah
apabila diaplikasiakn dengan sungguh-sungguh akan berdampak pada mad’u atau
oleh sang da’i. pada mad’u akan memperoleh simpati atau respon yang baik karena
dengan menggunakan etika dakwah yang benar akan tergambaar bahwa islam itu
merupakan agama yang harmonis, cinta damai, dan yang penuh dengan tatanan-
tatanan dalam kehidupan masyarakat. Namun secara umum hikmah dalam
pengaplikasian kode etik dakwah itu adalah:
Kemajuan ruhani, dimana bagi seorang juru dakwah ia akan selalu berpegang
pada rambu-rambu etis islam, maka secara otomatisia akan memiliki akhlak yang
mulia. Sebagai penuntun kebikan, kode etik dakwah bukan menuntun sang da’i pada
jalan kebaikan tetapi mendorong dan memotivasi membentuk kehidupan yang suci
dengan memprodusir kebaikan dan kebajikan yang mendatangkan kemanfaatan bagi
sang da’i khususnya dan umat manusia pada umumnya. Membawa pada kesmpurnaan
iman. Iman yag sempurna akan melahirkan kesempurnaan diri. Dengan bahasa lain
bahwa keindahan etika adalah manifestasi kesempurnaan iman. Kerukunan antar
umat beragama, untuk membina keharmonisan secara ekstern dan intern pada diri
sang da’i.

Anda mungkin juga menyukai