Anda di halaman 1dari 229

Tugas Akhir

Perancangan Peletakan Sprinkler Dan Detector Pada Conveyor


PT. YTL Jawa Timur Sebagai Upaya Untuk Pencegahan Dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran

ELY SANDI YUDHA


NRP.6507040022

PROGAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2011

1
TUGAS AKHIR

PERANCANGAN PELETAKAN SPRINKLER DAN DETECTOR


PADA CONVEYOR PT. YTL JAWA TIMUR SEBAGAI UPAYA
UNTUK PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BAHAYA
KEBAKARAN
(Study Kasus PT. YTL Jawa Timur)

Ely Sandi Yudha


NRP. 6507040022

PROGAM STUDI
TEKNIK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2011
3
ii
ABSTRAK

ii
ABSTRAK

PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan yang bergerak pada


bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 dan 6. Bahan bakar
yang digunakan yaitu batu bara, sedangkan batu bara itu di angkut dari jetty
sampai bunker melalui conveyor. Conveyor ini sering terjadi kebakaran seperti
yang terjadi pada conveyor EAC 41, kasus kebakaran di conveyor juga pernah
terjadi tahun 2007 di PT. YTL Malaysia. Sehingga perlu perancangan system
sprinkler dan detector agar lebih efektif untuk memadamkan api secara cepat di
conveyor.
Penelitian ini diawali dengan pengambilan data yang berupa layout
conveyor PT. YTL Jawa Timur dan data sprinkler serta detector. Pengolahan data
yang dilakukan mengacu pada SNI 03-3985-2000, NFPA 15 dan NFPA 850
meliputi menghitung jumlah sprinkler yang dibutuhkan, jumlah detektor,
menghitung kebutuhan air, menentukan dimensi bak reservoir, menghitung head,
dan daya pompa yang digunakan pada perancangan ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa
jumlah kepala sprinkler yang digunakan pada perancangan sistem ini adalah 1539
buah. Detektor yang digunakan adalah Linear Heat Detector (LHD) dengan
temperatur 850C dan suhu Ambien mencapai 450C pada area conveyor. Pipa yang
digunakan yaitu pipa cast iron dengan total head 1974,72 m. Pompa pada
perancangan sistem instalasi sprinkler ini adalah 2371,71 hp, sedangkan untuk
penggerak mulanya adalah 2846,052 hp.Volume persediaan air/reservoir yang di
butuhkan adalah 355,25 m3.

Kata Kunci: System sprinkler, Linear Heat Detector (LHD), Pipa, Pompa, dan
Reservoir.

ii
ABSTRACT

YTL East Java Company is firm constituted on PLTU operation and


preserve area to unit 5 and 6. Fuel that is utilized which is smolder stone;
meanwhile that smolder stone is transported from jetty until bunker via conveyor.
This Conveyor often happens burn up as one of happening on conveyor EAC 41,
fire case at conveyor also has once happened year 2007 at YTL Malaysia. So
needs to design sprinkler system and detector that more effective to turn off fire
rapidly at conveyor.
This research is started by downloading the data such as YTL East
Java company conveyor layout and sprinkler and detector data. Data processing
that doing to point on SNI 03 3985 2000, NFPA 15 and NFPA 850 covers to
account total sprinkler one that is needed, total detector, accounting amount of
water required, determining reservoir font dimension, account head, and pump
energy that is utilized on this scheme.
Based on observational result that already been done, it is said that
the amount sprinkler heads that is 1539 numbers. Detector that is utilized is
linear Heat Detector (LHD) with temperature 850C and Ambience temperature
reaches 450C on conveyor area. Pipe that is utilized which is cast iron pipe with
full scale head 1974,72 m. Pumps on this sprinkler system installation design is
2371,71 hp, meanwhile for its beginning drive is 2846,052 hp. Volume of water
supply / reservoir one that at needs is 355,25 m 3 .

Key words: Sprinkler system, Linear Heat Detector (LHD), Pipe, Pump, and
Reservoir.

iii
KATA PENGANTAR

iv
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya tercurah kepada ALLAH SWT yang telah berkehendak
memberikan karunia serta nikmat-Nya berupa terselesaikannya Tugas Akhir ini
dengan baik sebagai persyaratan kelulusan tahap Diploma Empat di Jurusan
Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Tiada daya dan upaya
dari penulis seorang untuk menyelesaikan semua ini tanpa adanya bantuan dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penghargaan serta ucapan terima kasih yang sangat
besar penulis sampaikan kepada:
1. Seluruh keluarga besarku terutama kedua orang tuaku Nasiruddin dan
Aida Yunining yang tercinta dan adik-adikku (Ary, Angga, & Ratu) atas
doa, kasih sayang, cinta, kesabaran, ketulusan dan pengertiannya yang
senantiasa tercurah untuk Ananda dan semoga selalu dalam bimbingan
Allah SWT serta Barokah-NYA. Amien Ya Robb.....
2. Bapak Ir. Muhammad Mahfud, M.MT selaku Direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya.
3. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku Ketua Program Studi Teknik
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya–Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
4. Bapak Arief Subekti, ST., M.MT. selaku dosen pembimbing I yang telah
dengan sabar membantu, mengarahkan dan membimbing penulis selama
pelaksanaan pengerjaan Tugas Akhir ini.
5. Bapak Moch. Luqman Ashari, ST., MT. selaku dosen pembimbing II yang
telah dengan sabar membantu mengarahkan penulis selama masa
pengerjaan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh staff pengajar Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya
yang telah membekali penulis dengan banyak ilmu selama masa
perkuliahan.

iv
7. Seluruh staff karyawan Jurusan Program Studi Teknik Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya – ITS Surabaya
yang telah membantu penulis dalam kelancaran administrasi selama masa
perkuliahan.
8. Bapak Josman Ginting selaku Section Head Health and Safety
Engineering di PT. YTL Jawa Timur yang telah memberikan fasilitas
kepada kami untuk bisa melaksanakan on the job training di PT. YTL
Jawa Timur.
9. Bapak Moch. Subagiyo, S.KM dan Bapak Mugi Santoso ST. selaku
pemimbing lapangan di PT. YTL Jawa Timur yang telah membantu
kelengkapan data dari penelitian ini serta bantuan pikiran selama
pengambilan data dan proses pengerjaan Tugas Akhir ini.
10. Bapak Kasim Ari, Bapak Miftahul Huda dan Seluruh Karyawan di Coal
Plan PT. YTL Jawa Timur yang telah banyak membantu memberikan
masukan dan ide-ide selama pengerjaan Tugas Akhir ini.
11. Bundaku tercinta Arin yang telah banyak memberikan motivasi, masukan
serta dengan sabar menemani Ayah setiap ada masalah selama pengerjaan
Tugas Akhir ini. Makasih ya sayank…
12. Temen – temen ku “NIKKAPALA ’07, mas & mbak serta adek” yang
telah membesarkan ku tentang organisasi dari tidak tahu apa2 sampek bisa
organisasi walaupun sedikit tahu tentang pahit manisnya organisasi.
Berani dan Bangga!!!
13. Teman–temanku “K3 ’07” di PPNS-ITS yang kompak mendukung satu
sama lain. Aku sangat bangga bersama dengan kalian selama kurang lebih
empat tahun ini, kalianlah teman terbaikku selama ini yang tidak akan aku
lupakan selamanya. Vivat ITS . . .
14. Teman–teman senasib dan seperjuangan, Doni, Bagus, Fuad, Luthfi, Aga,
Saad dan yang lainnya atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
15. Master AutoCad Febry, Tambret dan Odunt yang dengan ikhlas membagi
ilmunya kepada saya, dari yang tidak bisa menjadi sedikit bisa AutoCad.

v
16. Teman–teman kost Jl. Semampir Tengah No. 25 Semolowaru, yang telah
menemani dan membantu dengan sabar serta atas kritik dan sarannya. Tak
lupa juga buat ibu kostQ yang uda mau jadi ibu ke-2 ku di surabaya,
terima kasih ya bu atas doa dan semuanya.
17. Pihak–pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang
telah membantu kelancaran Tugas Akhir ini dan penyusunan laporan
Tugas Akhir ini.

Semoga ALLAH SWT selalu mengaruniakan kebaikan dan mengganti


dengan sesuatu yang lebih baik dari yang pernah diberikan. Penulis penyadari
banyaknya kekurangan selama pengerjaan Tugas Akhir ini, untuk itu kritik dan
saran sangat diharapkan agar pada penelitian selanjutnya bisa lebih baik lagi.
Tiada kebahagiaan yang begitu besar kecuali semua ikhtiar ini dapat bermanfaat
dan tidak meninggalkan kesia-sian. Semoga ALLAH SWT meridhoi.Amien…

Surabaya, 21 Juli 2011

Penulis

vi
DAFTAR ISI

vii
DAFTAR ISI
COVER DALAM ............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTARGAMBAR ........................................................................................ x
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...................................................................... 1
1.2 PERUMUSAN MASALAH ............................................................. 2
1.3 TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 3
1.5 BATASAN MASALAH ................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KOMPONEN CONVEYOR .............................................................. 4
2.1.1 Jenis-jenis Conveyor ................................................................... 4
2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor ................................ 5
2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN ........................................ 6
2.2.1 Fenomena Kebakaran ................................................................. 7
2.2.2 Teori Dasar Tentang Api ............................................................ 8
2.2.2.1Teori Segitiga Api (Triangle of fire) ..................................... 8
2.2.2.2Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire) ........... 9
2.2.3 Klasifikasi Kebakaran ................................................................ 11
2.2.4 Bahaya Kebakaran ...................................................................... 13
2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api ....................... 14
2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian ............................................................. 15
2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API ............................ 16
2.4 SISTEM DETECTOR ...................................................................... 16
2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran ................................................. 18
2.4.1.1Detektor Asap (Smoke Detector) ........................................... 18

vii
2.4.1.2Detektor Panas (Linear Heat Detector) ................................. 21
2.4.1.3Detektor Nyala Api ................................................................ 24
2.5 SISTEM SPRINKLER ..................................................................... 25
2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler ....................................................... 25
2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler ................................................................ 26
2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler ......................................................... 27
2.5.3.1Letak Kepala Sprinkler .......................................................... 27
2.5.3.2Spesifikasi Kepala Sprinkler ................................................. 32
2.5.4 Sistem Perpipaan ........................................................................ 35
2.5.4.1Jenis Sistem Pipa Sprinkler ................................................... 36
2.5.4.2Klasifikasi Sistem Pipa Tegak ............................................... 37
2.5.4.3Susunan Pipa Instalasi Sprinkler ........................................... 38
2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler .................................................. 38
2.5.5.1Persyaratan Umum ................................................................ 38
2.5.5.2Syarat Penyambungan ........................................................... 38
2.5.5.3Sumber Penyediaan Air ......................................................... 41
2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler ............................................................. 41
2.5.6.1Spesifikasi Pompa .................................................................. 41
2.5.6.2Daya Pompa ........................................................................... 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL ......................................................... 48
3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA ...................................................... 48
3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA ......................................................... 48
3.3.1 Pengolahan Data Kualitatif ........................................................ 48
3.3.2 Pengolahan Data Kuantitatif ...................................................... 48
3.4 TAHAP ANALISA DAN KESIMPULAN .......................................... 50
3.4.1 Analisa ........................................................................................ 50
3.4.2 Kesimpulan ................................................................................. 50
3.5 FLOW CHART PENYELESAIAN TUGAS AKHIR .......................... 51
3.6 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN ....................................... 52

viii
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA
4.1 PENGUMPULAN DATA .................................................................... 53
4.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA ......................................................... 53
4.2.1 Perencanaan Jumlah dan Peletakan Sprinkler ............................ 54
4.2.1.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler ............................................... 56
4.2.2 Perencanaan Volume Air Sprinkler dan Bak Penampung Air ... 58
4.2.3 Perhitungan Sistem Perpipaan .................................................... 59
4.2.3.1Pipa Isap (Suction) ................................................................. 59
4.2.3.2Pipa Utama Pengeluaran (Discharge) ................................... 61
4.2.3.3Head Kerugian Total ............................................................. 65
4.2.3.4Head Statis (Ha) .................................................................... 65
4.2.3.5Head Tekanan (Δhp) .............................................................. 65
4.2.3.6Head Total Pada Instalasi Perpipaan Sprinkler ..................... 66
4.2.4 Perhitungan Sistem Pompa Sprinkler ......................................... 66
4.2.4.1Daya Pompa ........................................................................... 67
4.2.5 Sistem Deteksi Pemadam Kebarakan Otomatis ......................... 68
4.2.5.1Detector (Linear Heat Detector) ........................................... 68
4.2.5.2Alarm ..................................................................................... 59
4.2.5.3Titik Panggil Manual ............................................................. 70
4.2.5.4Alarm Fire Control Panel ...................................................... 70
4.3 ANALISA DATA ................................................................................. 71
4.3.1 Analisa Perencanaan Sprinkler ................................................... 71
4.3.2 Spesifikasi Perpipaan ................................................................. 72
4.3.3 Penentuan Sistem Pompa ........................................................... 73
4.3.4 Pemilihan Detektor ..................................................................... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN ..................................................................................... 75
5.2 SARAN ................................................................................................. 76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor ............................................................ 5


Gambar 2.2. Belt Conveyor Pltu Paiton Unit 5 Dan 6 .................................... 6
Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran .................................................... 7
Gambar 2.4. Segitiga Api ............................................................................... 9
Gambar 2.5. Bidang Empat Api ...................................................................... 10
Gambar 2.6. Pendekatan Ionisation Detector ................................................. 18
Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector .................................................. 19
Gambar 2.8 Light Scatter Detector ................................................................. 20
Gambar 2.9 Detector Dan Obscuration Detector ............................................ 21
Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler ............................... 23
Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery ............................. 23
Gambar 2.12 Penempatan Kepala Sprinkler Tambahan .................................. 27
Gambar 2.13 Jarak Kepala Sprinkler Terhadap Balok .................................... 28
Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler ................................................... 31
Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler ....................................................... 31
Gambar 2.16 Tangki Gravitasi ......................................................................... 39
Gambar 2.15 Tangki Bertekanan ..................................................................... 40
Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir ..................................... 51
Gambar 4.1 Jari – Jari jangkauan sprinkler ..................................................... 55
Gambar 4.2 Jarak antar kepala sprinkler ......................................................... 56
Gambar 4.3 Konstruksi bak air (reservoir) ...................................................... 60
Gambar 4.4 Rangkaian Linear Heat Detector pada conveyor ......................... 70
Gambar 4.5 Letak Linear Heat Detector pada conveyor ................................. 70
Gambar 4.6 Alarm ............................................................................................ 71
Gambar 4.7 Titik Panggil Manual (manual push button) ................................ 71
Gambar 4.8 Alarm Fire Control Panel ............................................................ 72

x
DAFTAR TABEL

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran ...................................................................... 12


Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD) ........................................ 22
Tabel 2.3 Kuda-kuda ........................................................................................ 29
Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler ....................................................... 33
Tabel 2.5 Konstanta “k” ................................................................................... 33
Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala springkler ........................................................ 33
Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler ................................................ 34
Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan ............................................. 35
Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm
dan air jenuh di atas 1000 C) .............................................................. 43
Tabel 3.1 Tabel Rencana Kegiatan .................................................................. 52
Tabel 4.1 Ukuran Conveyor Unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur ......................... 53
Tabel 4.2 Jumlah sprinkler yang dibutuhkan tiap area .................................... 58
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Sistem Perpipaan ................................................ 65

xi
DAFTAR LAMPIRAN

xii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1
1.1 Surat Ijin Pengambilan Data Tugas Akhir
1.2 Accident Record PT YTL Jawa Timur
1.3 Data Kecelakaan PT YTL Jawa Timur & PT IPMOMI
1.4 Layout Conveyor

LAMPIRAN 2
2.1 Gambar Perancangan Ulang Conveyor
2.2 Gambar Peletakan Sprinkler
2.3 Gambar Sistem Perpipaan

LAMPIRAN 3
3.1 Kepadatan Pancaran
3.2 Kapasitas Minimum Dari Volume Bak Penampang

LAMPIRAN 4
4.1 Catalog Diameter
4.2 Sifat Fisik-Fisik Air
4.3 Relative Roughness For Pipe

LAMPIRAN 5
5.1 Bilangan Reynold
5.2 Koefeisien Kerugian Katup
5.3 Efesiensi Standart Pompa

LAMPIRAN 6
6.1 Data Detektor Yang Digunakan

LAMPIRAN 7
7.1 Data Sprinkler Yang Digiunakaan

LAMPIRAN 8
8.1 Perhitungan Sistem Sprinkler
8.2 Perhitungan Sistem Perpipaan

LAMPIRAN 9
9.1 Spesifikasi Pompa
9.2 Lembar Kemajuan Konsultasi Dosen Pembimbimng

xii
BAB I
PENDAHULUAN

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kebakaran merupakan bencana yang disebabkan oleh api yang
tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan kerugian yang besar baik berupa
harta benda maupun jiwa manusia. Saat ini kebakaran sudah menjadi masalah
nasional, karena bukan saja merugikan pribadi secara individual, melainkan
meliputi instalasi atau sarana vital yang menguasai hajat hidup orang banyak
seperti pabrik, pembangkit tenaga listrik, pelabuhan, dan instalasi-instalasi
lain yang vital dan sangat mahal harganya. Faktor terbesar yang
menyebabkan kebakaran adalah adanya nyala api dan listrik.
Sesuai dengan ketentuan pokok yang berkaitan dengan K3
penanggulangan kebakaran adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-
Undang 1 tahun 1970 yang tersirat pada konsideran UU 1/70 yaitu tentang
tujuan umum K3 yang termasuk penanggulangan kebakaran yang bertujuan
untuk melindungi tenaga kerja dan orang lain, aset perusahaan dan lingkungan
masyarakat. Dan yang tertera pada ketentuan pasal 3 ayat (1) huruf b,d,q bahwa
penanggulangan kebakaran meliputi pencegahan, pengurangan dan pemadaman
kebakaran, memberikan kesempatan jalan untuk menyelamatkan diri pada waktu
kebakaran serta pengendalian penyebaran panas, asap dan gas. Selain itu pada
Kepmenaker 186/Men/1999 yang menjelaskan bahwa perusahaan wajib
mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja.
PT. YTL Jawa Timur merupakan perusahaan Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) swasta terbesar kedua di Indonesia. Perusahaan ini
bergerak pada bidang pengoperasian dan pemeliharaan PLTU untuk unit 5 &
6 Paiton. Daya listrik yang dihasilkan dari keseluruhan PLTU berasal dari
energi pembakaran batu bara (coal) yang telah mengalami proses yang
panjang mulai dari Jetty, stock pile, kemudian batu bara (coal) akan di
distribusikan ke bunker melalui conveyor. Conveyor tersebut memiliki bahaya
kebakaran yang tinggi dikarenakan terdapat timbunan debu batu bara, kiriman
batu bara panas dari stock pile dan adanya gesekan belt conveyor dengan roll

1
sehingga menimbulkan listrik statis. Contoh kasus yang pertama yaitu pada
Belt conveyor EAC 41 yang stand by terbakar karena ada sisa debu batu bara,
kasus kedua dinding tripper floor terbakar dari akumulasi debu, kasus ketiga
dedusting filter terbakar karena ada timbunan debu batu bara, dan kasus
keempat terjadi hot spot di stock pile unit 5&6 PT YTL Jawa Timur tahun
2010. Kasus kebakaran ini juga pernah terjadi pada tahun 2007 di PT YTL
Malaysia bahkan sampai membakar seluruh conveyor. Pada oktober 2010 juga
terjadi kebarakaran pada conveyor PT IPMOMI. Karena sering terjadi
kebakaran di conveyor maka PT IPMOMI merancang sistem pencegahan dan
penanggulangan kebakaran seperti APAR dan hydrant namun itu semua
kurang efektif untuk memadamkan api secara cepat di conveyor sehingga
perlu perancangan system sprinkler dan detector. Sekarang PT IPMOMI sudah
mempunyai APAR, hydrant, system sprinkler dan detector pada conveyor.
Berdasarkan pengamatan terhadap kasus–kasus kebakaran selama
ini, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Antara lain adalah bahwa
sistem proteksi kebakaran tidaklah cukup hanya dengan penyediaan Alat
Pemadam Api Ringan (APAR) atau hidrant yang disebut sebagai sistem
proteksi aktif. Masih diperlukan sarana proteksi lainnya yakni sprinkler dan
detector untuk mendukung APAR dan Hidrant sebagai sistem proteksi aktif.
Pada conveyor PT YTL Jawa Timur belum terdapat sprinkler dan detector.
Maka penelitian ini adalah melakukan perancangan sprinkler dan detector.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian:
1. Bagaimana rancangan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
2. Bagaimana rancangan sistem detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur
3. Bagaimana rancangan perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa
Timur.
4. Bagaimana rancangan pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur
5. Bagaimana rancangan dimensi reservoir atau bak penampung air pada
conveyor PT YTL Jawa Timur.

2
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Merancang sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
2. Merancang system detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
3. Merancang perpipaan sprinkler pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
4. Merancang pompa pada conveyor PT YTL Jawa Timur.
5. Merancang dimensi reservoir atau bak penampung air pada conveyor PT
YTL Jawa Timur.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi mahasiswa
Sebagai kompetensi dasar yang nanti dapat diterapkan lebih lanjut didalam
dunia industri.
2. Bagi Institusi
Sebagai tambahan bahan literatur/referensi bagi semua civitas akademika
khususnya yang ada di PPNS-ITS.
3. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tindakan yang diperlukan
ketika terjadi bahaya kebakaran besar yang disebabkan oleh banyaknya
timbunan debu batu bara di conveyor dengan temperatur tinggi maka akan
terjadi kebakaran yang tidak diinginkan.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:.
1. Perancangan sprinkler dan detector di conveyor PT YTL Jawa Timur.
2. Tidak membahas masalah sistem kelistrikan dan estimasi biaya.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPONEN CONVEYOR


2.1.1 Jenis-jenis Conveyor
Berdasarkan kepada jenis material yang akan dipindahkan,
conveyor dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Mesin Pemindah Muatan Curah (bulk load)
Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah:
a. Bucket Conveyor
b. Screw Conveyor
2. Mesin Pemindah Muatan Satuan (unit load)
Beberapa contoh dari jenis mesin pemindah ini adalah:
a. Roller Conveyor
b. Eskalator
3. Mesin Pemindah Muatan Keduanya (unit load dan bulk load)
a. Belt Conveyor
b. Appron Conveyor
Berdasarkan transmisi dayanya, conveyor dibedakan menjadi 4
macam, yaitu:
1. Mesin pemidah mekanis
2. Mesin pemindah pneumatis
3. Mesin pemindah hidrolis
4. Mesin pemindah gravitasi
Pemilihan alat pemindah bahan biasanya didasarkan pada
aspek ekonomi seperti biaya investasi awal dan biaya operasional
(running cost). Misalnya biaya tenaga kerja, biaya energi, biaya bahan,
dan biaya perawatan.

4
2.1.2 Pengertian dan Penggunaan Belt Conveyor
Pada umumnya, belt conveyor terdiri dari beberapa bagian,
yaitu: kerangka (frame) (1), dua buah pulley yang terdiri pulley
penggerak (driving pulley) (2) yang terletak pada head end dan pulley
pembalik (take-up pulley) (3) yang terletak pada tail end, endless belt
(4), idler roller atas (5) dan idler roller bawah (6), unit penggerak (7),
cawan pengisi (feed hooper) (8) dipasang diatas conveyor, saluran
buang (discharge spout) (9) dan pembersih belt (belt cleaner/scrapper)
(10) yang biasa dipasang didekat pulley penggerak.

Gambar 2.1 Konstruksi Belt Conveyor


(Sumber: Dhani Astarawulan, 2011)

Belt Conveyor berbentuk semacam sabuk besar yang terbuat


dari karet yang bergerak melewati Head Pulley dan Tail Pulley,
keduanya berfungsi untuk menggerakkan Belt Conveyor, serta
Tansioning Pulley yang berfungsi sebagai peregang Belt conveyor.
Untuk menyangga Belt Conveyor beserta bobot batubara yang
diangkut dipasang Idler pada jarak tertentu diantara Head Pulley dan
Tail Pulley. Idler adalah bantalan berputar yang dilewati oleh Belt
Conveyor. Batubara yang diangkut oleh Conveyor dituangkan dari
sebuah bak peluncur (Chute) diujung Tail Pulley kemudian bergerak
menuju ke arah Head Pulley. Biasanya , muatan batubara akan jatuh
ke dalam bak peluncur lainnya yang terletak dibawah Head Pulley
untuk diteruskan ke conveyor lainnya atau masuk ke Bak Penyimpan.
Disetiap belokan antar Conveyor satu dengan yang lain dihubungkan
dengan Transfer House, selain itu pada belt Conveyor ditambahkan

5
juga beberapa aksesori yang bertujuan untuk meningkatkan
fleksibilitasnya, antara lain:
1. Pengambil Sampel
Dilakukan secara otomatis, jika terdeteksi adanya metal pada
batu bara pengambil sampel langsung berhenti.
2. Metal Detector
Merupakan alat untuk mendeteksi adanya logam-logam
didalam batu bara yang tercampur pada proses pengiriman.
3. Magnetic Separator
Untuk memisahkan logam-logam yang terkandung dalam
batubara pada proses pengiriman.
4. Belt Scale
Untuk mengetahui jumlah tonnase berat batubara yang
diangkut oleh Belt Conveyor.

Gambar 2.2 Belt Conveyor PLTU Paiton Unit 5 dan 6


(Sumber: PT. YTL Jawa Timur)
2.2 PRINSIP TERJADINYA KEBAKARAN
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh adanya
nyala api yang tidak terkendali. Pencegahan bahaya kebakaran adalah segala
usaha yang dilakukan agar tidak terjadi penyalaan api yang tidak terkendali.
Sedangkan penanggulangan bahaya kebakaran mengandung arti bahwa
peristiwa kebakaran sudah terjadi sehingga menimbulkan bahaya terhadap
keselamatan jiwa, harta benda, maupun lingkungan.

6
Kebakaran terjadi apabila tiga unsur terdapat bersama-sama. Unsur-
unsur tersebut adalah oksigen, panas dan bahan mudah terbakar. Tanpa
oksigen pembakaran tidak terjadi, tanpa bahan yang mudah terbakar tidak
mungkin terjadi kebakaran, dan tanpa panas kebakaran tidak akan timbul.
2.2.1 Fenomena Kebakaran

Fenomena kebakaran atau gejala pada setiap tahapan mulai


awal terjadinya penyalaan sampai kebakaran padam, dapat diamati
beberapa fase tertentu seperti dilukiskan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.3 Diagram Fenomena Kebakaran


(Sumber: www.indonetwork.co.id, 2010)
Penjelasan:
1. Tidak diketahui kapan dan dimana awal terjadinya
api/kebakaran, tetapi yang pasti ada sumber awal pencentusnya
(source energy) yaitu adanya potensi energi yang tidak terkendali.
2. Apabila energi yang tidak terkendali kontak dengan zat
yang dapat terbakar, maka akan terjadi penyalaan tahap awal
(initiation) bermula dari sumber api / nyala yang relatif kecil.
3. Apabila pada periode awal kebakaran tidak terdeteksi,
maka nyala api akan berkembang lebih besar (growth) sehingga api
akan menjalar bila ada media disekelilingnya.
4. Intensitas nyala api meningkat dan akan menyebarkan
panas ke semua arah secara konduksi, konveksi, dan radiasi,
hingga pada suatu saat kurang lebih 3–10 menit atau setelah
temperatur mencapai 300°C akan terjadi penyalaan api serentak
yang disebut Flashover, yang biasanya ditandai pecahnya kaca.
5. Setelah flashover, nyala api akan membara yang disebut

7
periode kebakaran mantap (steady/full development fire).
Temperatur pada saat kebakaran penuh (full fire) dapat mencapai
600 – 1000°C. Bangunan dengan struktur konstruksi baja akan
runtuh pada temperatur 700°C. Bangunan dengan konstruksi
beton bertulang setelah terbakar lebih dari 7 jam dianggap tidak
layak lagi untuk digunakan.
6. Setelah melampaui puncak pembakaran, intensitas nyala
akan berkurang/surut dan berangsur–angsur akan padam, yang
disebut periode surut (decay).

2.2.2 Teori Dasar Tentang Api

Menurut Bickerdike (1996) api adalah proses pembakaran


dengan karakteristit timbulnya emisi panas yang diikuti dengan smoke
dan flame. Nyala api adalah suatu fenomena yang dapat diamati
gejalanya yaitu adanya cahaya dan panas dari suatu bahan yang sedang
terbakar. Gejala lainnya yang dapat diamati adalah, bila suatu bahan
telah terbakar maka akan mengalami perubahan baik bentuk fisiknya
maupun sifat kimianya. Keadaan fisik bahan yang telah terbakar
akan berubah menjadi arang, abu, atau hilang menjadi gas dan sifat
kimianya akan berubah pula menjadi zat baru. Gejala perubahan
tersebut menurut teori perubahan zat dan energi adalah perubahan
secara kimia.
2.2.2.1 Teori Segitiga Api (Triangle of fire)
Teori segitiga api (Triangle of fire) menjelaskan
bahwa untuk dapat berlangsungnya proses nyala api diperlukan
adanya tiga unsur pokok yaitu adanya unsur: bahan yang
dapat terbakar (Fuel), Oksigen (O2) yang cukup dari udara atau
dari bahan oksidator, dan panas yang cukup.

8
Gambar 2.4 Segitiga Api
(Sumber: http://www.pp.okstate.edu, 2010)
Dengan teori itu maka apabila salah satu unsur dari
segitiga api tersebut tidak berada pada keseimbangan yang
cukup, maka api tidak akan terjadi. Bahan yang dapat terbakar
jenisnya dapat berupa bahan padat, cair, maupun gas. Sifat
penyalaan dari jenis-jenis bahan tadi terdapat perbedaan, yaitu
gas lebih mudah terbakar dibandingkan dengan bahan cair
maupun padat, demikian juga bahan cair lebih mudah terbakar
dibandingkan dengan bahan padat, disini menggambarkan
adanya tingkat suhu yang berbeda pada setiap jenis bahan.
Nyala api akan dapat berlangsung apabila ada kesimbangan
besaran angka-angka yang menghubungkan segitiga api.
Besaran angka-angka fisika yang menghubungkan sisi-sisi pada
segitiga api tersebut antara lain “flash point, ignition
temperature, dan flammable range”.

2.2.2.2 Teori Piramida Bidang Empat (Tetrahedron of Fire)


Gambar di atas menjelaskan hubungan antara tiga
unsur yang dapat menyebabkan timbulnya api. Jika salah satu
unsur tersebut tidak ada, maka api tidak akan terjadi. Namun
study selanjutnya mengenai fisika dan kimia, menyatakan
bahwa peristiwa pembakaran mempunyai tambahan lagi
mengenai pengertian dimensi pada segi tiga api, menjadi teori
model baru yang disebut bidang empat api atau “Tetrahedron
Of Fire”.

9
Gambar 2.5 Bidang Empat Api
(Sumber: www.himarraya.com, 2011)
Studi ini menjelaskan bahwa pembakaran tidak hanya
terjadi atas tiga unsur, namun reaksi kimia yang terjadi
menghasilkan beberapa zat hasil pembakaran yaitu : CO, CO2,
SO2, asap dan gas. Hasil yang lain dari reaksi ini adalah adanya
radikal-radikal bebas dari atom oksigen dan hidrogen dalam
bentuk hidroksil (OH).
Bila ada dua gugus OH, maka akn pecah menjadi H2O
dan radikal bebas O. Dimana reaksinya 2OH → H2O + O
radikal. O radikal ini selanjutnya akan berfungsi lagi sebagai
umpan pada proses pembakaran sehingga disebut reaksi
pembakaran berantai (Cain Reaction Of Combustion). Dari
reaksi kimia, selama proses pembakaran berlangsung ini
memberikan kepercayaan pada hipotesa baru, dari prinsip segi
tiga api kemudian terbentuk bidang empat api. Dimana sisi
yang ke empat sebagai sisi dasar yaitu rantai reaksi
pembakaran.Lebih jelasnya, perbedaan antara Teori Segi Tiga
Api dan Tetrahedron Of Fire adalah sebagai berikut:
− Pada Teori Segi Tiga Api, bahan bakar sendiri tidak
terbakar. Tapi mengalami pemanasan hingga menghasilkan
gas dan uap. Gas dan uap yang terbakar tersebut oleh
karena letaknya yang berdekatan dengan bahan bakar
(fuel), sehingga bahan bakar akan terlihat seolah-olah
terbakar.

10
− Pada Tetrahedron Of Fire bahan bakar mengalami
pemanasan sehingga mengeluarkan gas dan uap yang
menyala akibat timbulnya reaksi kimia. Pada akhirnya
bahan bakar (fuel) akan terbakar dan habis.
Prosentasi oksigen di atmosfer adalah 21%, namun
terkadang pada ruang atau kondisi tertentu prosentasi oksigen
dapat berubah. Prosentase oksigen yang dapat membuat api
tetap menyala adalah kisaran antara 12% hingga 21%. Api akan
padam jika prosentase oksigen kurang dari 12%, sedangkan api
akan sulit sekali dipadamkan jika prosentase oksigen diatas
21% karena oksigen dengan prosentase tersebut menjadi
bersifat flammable.
Selain ketersediaan oksigen, ketersediaan bahan bakar
juga mempengaruhi muncul atau tidaknya api. Bahan bakar
dibagi menjadi tiga macam, yaitu bahan bakar padat (contoh:
kayu, kertas, batu bara, arang, dll), cair (bensin, solar, minyak
tanah, alkohol, dll) dan gas (Elpiji, nitrogen oksida, propana).
Oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah menjadi
api jika tidak ada panas. Jika suhunya tidak mencukupi,
oksigen dan bahan bakar tidak akan pernah terbakar. Sumber
panas yang paling berperan dalam munculnya api adalah
matahari. Jadi reaksi antara ketiga unsur tersebut yang menjadi
asal mula terjadinya api yang selama ini kita kenal sebagai teori
segitiga api.
2.2.3 Klasifikasi Kebakaran
Yang dimaksud klasifikasi kebakaran adalah penggolongan
atau pembagian kebakaran berdasarkan atas jenis bahan bakarnya
(Wahyudi,1991). Klasifikasi jenis kebakaran terdapat dua versi
standard yang sedikit agak berbeda. Klasifikasi jenis kebakaran
menurut Standard Inggris yaitu LPC (Loss Prevention Committee)
yang sebelumnya adalah FOC (Fire Office Committee) menetapkan
klasifikasi kebakaran dibagi Klas A, B, C, D, dan E sedangkan

11
Standard Amerika yaitu NFPA (National Fire Preventio Assosiation),
menetapkan klasifikasi kebakaran menjadi klas A, B, C, dan D.
Pengklasifikasian jenis kebakaran yang didasarkan menurut jenis
material yang terbakar seperti dalam daftar tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Kebakaran
Standard Amerika (NFPA) Standard Inggris (LPC)
Klas Jenis Kebakaran Klas Jenis Kebakaran
Bahan padat kecuali logam, Bahan padat kecuali logam,
seperti kayu, arang, kertas, seperti kayu, arang kertas
A A
tekstil, plastik, dan tekstil, plastik dan
sejenisnya. sejenisnya
Bahan cair dan gas, seperti Bahan cair seperti bensin,
bensin, solar, minyak tanah, solar, minyak tanah, dan
B aspal, gemuk, alkohol, gas B sejenisnya.
alam, gas LPG dan
sejenisnya.
Peralatan listrik yg Bahan gas, seperti gas
C bertegangan. C
alam, gas LPG.
Bahan logam, seperti Bahan logam, seperti
D magnesium, alumunium, D magnesium, alumunium,
kalium, dan lain-lain. kalium, dan lain-lain.
Peralatan listrik yg
E - E
bertegangan.
(Sumber: Depnakertrans R.I., 2010)
Klasifikasi kebakaran di Indonesia mengacu pada Standar
NFPA, yang dimuat dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. Sifat-sifat dari masing-masing klasifikasi kebakaran
diatas adalah:
1. Klas A, terbakar sampai bagian dalam atau terdapat bara,
2. Klas B (cair), terbakar pada permukaan,
3. Klas B (gas), terbakar pada titik sumber gas mengalir,
4. Klas C atau klas E menurut Standard British, adalah
ditinjau dari aspek bahaya terkena aliran listrik bagi petugas,
5. Klas D, pada kebakaran logam akan bertemperatur tinggi,
sehingga bila dipadamkan dapat terjadi peledakan karena
perubahan fase media pemadam menjadi gas.

12
2.2.4 Bahaya Kebakaran
Bahaya kebakaran adalah bahaya yang ditimbulkan oleh api
yang tidak terkendali, sehingga dapat mengancam keselamatan jiwa,
harta benda dan lingkungan (Wahyudi, 1991). Kemudahan suatu zat
untuk terbakar ditentukan oleh:
1. Titik nyala (flash point) yakni suhu terendah dimana uap
zat dapat dinyalakan.
2. Titik bakar (ignition point) yakni suhu dimana zat terbakar
dengan sendirinya.
3. Konsentrasi mudah terbakar (flammable limits) yakni
daerah konsentrasi uap gas yang dapat dinyalakan.
- Low Flammable Limit (LFL) yakni konsentrasi uap
zat terendah yang masih dapat dinyalakan.
- Upper Flammable Limit (UFL) yakni konsentrasi
uap tertinggi yang masih dapat dinyalakan.
Jadi daerah mudah terbakar dibatasi oleh LFL dan UFL serta
sifat kemudahan membakar bahan lain ditentukan oleh kekuatan
oksidasinya. Berdasarkan NFPA 10 tahun 1998, bahaya kebakaran
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu:
1. Bahaya kebakaran ringan (light / low hazard)
Yang termasuk bahaya kebakaran ringan yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible material termasuk perabot,
dekorasi, dan isinya berada dalam jumlah yang kecil. Hal ini dapat
dimiliki oleh gedung atau ruangan seperti kantor, ruang kelas, gereja,
ruang tamu di hotel atau motel, dan lain-lain. Sejumlah kecil class B
flammable material yang digunakan untuk duplicating machines, art
departments dan lain-lain juga termasuk.
2. Bahaya kebakaran sedang (ordinary / moderate hazard)
Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable
material yang ada lebih besar dari yang diharapkan pada bahaya
kebakaran ringan. Lokasi atau tempat yang termasuk bahaya

13
kebakaran sedang bisa seperti ruang makan, mercantile shop, light
manufacturing, auto showroom, area parkir, bengkel, dan lain-lain.
3. Bahaya kebakaran berat (extra/high hazard)
Yang termasuk bahaya kebakaran sedang yaitu lokasi atau
tempat dimana jumlah class A combustible dan class B flammable
material yang ada, di dalam tempat penyimpanan (storage),
diproduksi, digunakan, produk akhir, atau dicampur melebihi dan
diatas jumlah yang diharapkan pada bahaya kebakaran sedang. Lokasi
yang termasu dalam bahaya kebakaran berat bisa seperti pekerjaan
yang berhubungan dengan material kayu, vehicle repair, aircraft dan
boat servicing, area memasak, dan tempat penyimpanan serta proses
manufaktur seperti painting, dipping, and coating, termasuk
penanganan cairan flammable.
2.2.5 Karakteristik Pertumbuhan dan Penyebaran Api
Karakteristik pertumbuhan dan penyebaran api, sama seperti
penyalaan api, kecepatan penyebaran, dan pemancaran panas, asap dan
gas berbahaya, ditentukan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Kondisi geometris ruangan
2. Bahan yang ada
3. Sumber isi
4. Jarak antara sumber api dengan material yang terbakar
5. Karakteristik dari material interior
6. Tipe dan volume material
7. Kondisi dan penataan ruangan
Api dengan cepat berkembang besar melalui konveksi, dan
kemudian menyebar secara lateral terus ke langit-langitbila ruangan
terbatas. Sesuatu yang terbakar, disamping menghasilkan gas, juga
asap dan pans. Panas gas yang timbul peristiwa kebakaran bisa
mencapai 650 ºC – 950 ºC. Salah satu fenomena khas terjadi peristiwa
kebakaran adalah terjadinya “flashover”, dimana api tiba-tiba
membesar dengan nyala yang besar pula.

14
2.2.6 Klasifikasi Sifat Hunian
Klasifikasi sifat hunian adalah klasifikasi tingkat risiko bahaya
kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan bangunan,
banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan
terbakarnya, juga ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya.
Klasifikasi sifat hunian dibagi atas:
1. Hunian bahaya kebakaran ringan.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
rendah, sehingga menjalarnya api lambat.
2. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
3. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan
tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.
4. Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.
5. Hunian bahaya kebakaran berat.
Macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan
terbakar tinggi dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas
tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, sampah, serat,
atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar
dengan melepaskan panas tinggi sehingga menjalarnya api cepat.

15
6. Hunian khusus.
Untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat
dimana penggunaan cairan yang mempunyai kemudahan terbakar
tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak. Karena keadaan
yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh
keringanan satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi
yang berwenang.
2.3 DASAR-DASAR SISTEM PEMADAMAN API
Dasar-dasar system pemadaman api adalah merusak keseimbangan
reaksi api. Hal ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
− Cara penguraian, yaitu dengan memisahkan atau menyingkirkan
bahan-bahan yang mudah terbakar.
− Cara pendinginan, yaitu dengan menurunkan panas sehingga
temperature bahan yang terbakar turun sampai dibawah titik normalnya
− Cara isolasi, yaitu dengan menurunkan kadar oksigen sampai
dibawah 12 % atau mencegah reaksi dengan oksigen.
2.4 SISTEM DETECTOR
Klasifikasi sistem alarm kebakaran meliputi:
1. Manual
2. Otomatik (semi addressable atau fully addressable)
Pada sistem ini hanya sebagian yang bekerja secara otomatis,
sedangkan peralatan yang lain masih diperlukan tenaga manusia untuk
memadamkan api.
3. Otomatic integrated system (deteksi, alarm dan pemadaman)
Pada sistem ini alat deteksi bahaya api selain mengaktifkan
alarm bahaya juga langsung mengaktifkan alat-alat pemadam kebakaran
Komponen sistem alarm kebakaran otomatik terdiri dari:
1. Detektor dan tombol manual (input signal)
Detektor adalah alat untuk mendeteksi kebakaran secara
otomatik, yang dapat dipilih tipe yangs sesuai dengan karakteristik
ruangan, diharapakan dapat mendeteksi secara cepat akurat dan
tidak memberikan informasi palsu.

16
Pada prinsipnya detektor dibedakan menjadi tiga yaitu:
− Detektor asap (smoke detector) tipe foto elektrik dan ionisasi.
Alat ini memberi alarm bila terjadi asap diruangan tempat alat
dipasang.
− Detektor nyala api (flame detector) tipe ultraviolet dan
inframerah. Mendeteksi adanya nyala api yang tidak terkendali
dengan cara menangkap sinar ultraviolet ataupun inframerah yang
dipancarkan oleh nyala api.
− Detektor panas (heat detector) tipe suhu tetap maupun tipe
kenaikan suhu. Mendeteksi adanya bahaya kebakaran dengan cara
membedakan kenaikan temperatur (panas) yang terjadi diruangan
(Suko Wahyudi,1991).
Detektor dipasang ditempat yang tepat sehingga memiliki jarak
jangkauan yang efektif sesuai spesifikasinya.
Tombol manual adalah alat yang dapat dioperasikan secara
manual yang dilindungi dengan kaca yang dapat diaktifkan secara
manual dengan memecahkan kaca terlebih dahulu, apabila ada yang
melihat kebakaran tetapi detektor otomatik belum bekerja.
2. Panel indikator kebakaran (sistem control)
Merupakan pusat pengendali sistem deteksi dan alarm, yang
dapat mengindikasikan status standby normal, mengindikasikan signal
input dari detektor maupun tombol manual dan mengaktifkan alarm
tanda kebakaran. Pada panel kendali dapat diketahui alamat atau
lokasi datangnya panggilan detektor yang aktif atau tombol manual
yang diaktifkan.
3. Alarm audible atau visible (signal output)
Merupakan indikasi adanya bahaya kebakaran yang dapat
didengar (audible alarm) berupa bell berdering, sirene atau yang dapat
dilihat (visible alarm) berupa lampu.

17
2.4.1 Klasifikasi Detektor Kebakaran
Untuk kepentingan perancangan ini, detektor kebakaran
otomatik diklasifikasikan sesuai dengan jenisnya seperti tersebut di
bawah ini :
2.4.1.1 Detektor Asap (Smoke Detector)
Alat ini berfungsi untuk pengindera adanya produk
hasil pembakaran yang berupa asap sebagai akibat terjadinya
kebakaran. Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-
layang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu
pembakaran. Sesuai dengan cara kerjanya smoke detector
dapatdibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Ionisation Detector
Alat ini berfungsi untuk penginderaan akan adanya
produk hasil pembakaran yaitu semenjak asap mulai timbul.
Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang
tidak kelihatan (ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang
diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran. Reaksinya agak
lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari
kebanyakan api tanpa nyala.
Secara umum gambaran prinsip pendeteksian ionisation
detector adalah sebagai berikut:

Radio-active
source

Gambar 2.6 Pendekatan Ionisation Detector


(Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)

18
Suatu detektor asap jenis ionisasi ini mempunyai
sejumlah kecil bahan radio aktif yang mengionisasikan udara di
dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara
bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus
dua elektroda yang bermuatan. Ini menjadikan kamar
pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif. Ketika
partikel asap memasuki daerah ionisasi, partikel ini
menurunkan konduktansi dari udara dengan jalan mengikatkan
diri ke ion-ion. Mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika
konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat yang
ditentukan terlebih dahulu, detektor akan bereaksi.

Gambar 2.7 Pendekatan Ionisation Detector


(Sumber: www.smokealarmdetectors.com, 2011)

Pada kondisi normal, dimana daerah ionisasi bebas dari


asap maka electrical circuit dalam keadan balance atau
seimbang. Electrical circuit ini berfungsi sebagai switch atau
sakelar maknetik guna mengaktifkan relay pada alarm jika
terjadi kebakaran. Sewaktu asap masuk ruangan ionisasi akan
menyebabkan terhambatnya perpindahan ion yang
mengakibatkan elektrical circuit tidak seimbang . Hal ini
berakibat voltage yang mengalir ke relay terhambat kemudian
relay aktif dan mengaktifkan alarm sebagai sinyal pertanda
terjadinya kebakaran. - Optical Detector

19
Bila ionisation detector dapat mengindera produk
pembakaran yang tidak bisa dilihat (invisible light), maka
optical detector berfungsi untuk mengindera produk
pembakaran yang bisa dilihat (visible light), misalnya partikel-
partikel carbon dan bahan-bahan kimia yang apabila terbakar
menghasilkan asap.
Optical detector memiliki 2 komponen penting, yaitu
sumber cahaya dan photo-electric cell. Berdasarkan cara
kerjanya optical detector dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Light Scatter Detector dan Obscuration Detector.
1. Light Scatter Detector
Prinsip kerja dari detector jenis ini adalah karena
adanya cahaya yang masuk pada photo electric cell. Sumber
cahaya dan photo-electric cell berada dalam ruangan yang
kedap cahaya dan dirancang agar asap kebakaran dapat
masuk keruangan tersebut. Bila tidak ada asap yang masuk
(tidak terjadi kebakaran) maka posisi cahaya dari sumber
cahaya akan lurus (tidak mengarah pada photo-electric cell).
Poto electric
To alarm cell

Light sources

Gambar 2.8 Light Scatter Detector


(Sumber: Study Lapangan, 2010)

2. Detector dan Obscuration Detector


Sedang pada saat terjadi kebakaran, maka partikel-
partikel asap kebakaran akan masuk keruangan tersebut,
sehingga cahaya dari sumber akan membelok dan mengarah
ke photo-electric cell sebagai akibat dari terkena asap

20
kebakaran. Dengan membeloknya cahaya ke photo electric
cell maka dapt mengatifkan aliran listrik dalam circuit
detector yang ditangkap oleh amplifier untuk menggerakkan
relay alarm.

Gambar 2.9 Detector dan Obscuration Detector


(Sumber: Study Lapangan, 2010)

2.4.1.2 Detektor Panas (Linear Heat Detector)


Linear Heat Detector (LHD) merupakan detektor panas
(Heat Detector) yang bekerjanya berdasarkan pengaruh panas
(temperatur) tertentu. Linear Heat Detector (LHD) dirancang
untuk mengindera adanya kebakran pada tingkatan yang lebih
besar lagi, dimana temperatur lokasi yang dilindungi oleh ini
mulai meningkat. LHD ini cocok untuk lingkungan yang
daerahnya panas.
Sistem ini terdiri dari dua komponen yaitu kabel sensor
yang berdiameter kecil dan modul interface. Kabel sensor
dibuat dengan bahan yang koefisien suhunya negatif, dimana
perubahan suhu dapat menurunkan ketahanan sensor.
Linear Heat Detector (LHD) ini dapat diaplikasikan
diberbagai area diantaranya meliputi:
- Open area protection
- Cable trays
- Rack storage
- Freezer warehouses

21
- Belt conveyers
- Floating roof fuel tanks
- Cooling towers
- Dust collectors
- Dust collectors
- Waste fuel drum storage
- Power distribution apparatus
- Escalators
1. Spesifikasi
Panas dari api menyebabkan isolasi kabel LHD dapat
mencair pada suhu tertentu, yang memungkinkan dua
konduktor trouble bersamaan sehingga menimbulkan alarm
berbunyi. Spesikasi dari LHD ini bias dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 2.2 Spesifikasi Linear Heat Detector (LHD)

(Sumber: www.fenwalfire.com, 2011)

22
2. Keuntungan
Kelebihan atau keuntungan dari LHD ini dapat di
lihat dari berbagai sisi yaitu mulai dari kefleksibelannya,
tahan lama, kehandalannya dan sensitif dalam mengukur
suhu.
3. Lokasi Pemasangan di Conveyor Galleries
Untuk mendeteksi awal adanya overheat dari bearing
conveyor maka LHD dapat ditempatkan di dekat roller
bearing yang bisa dilihat pada gambar 2.10 dibawah ini.

Gambar 2.10 Overheat detection for conveyor belt idler


(Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)
Untuk mendeteksi kebakaran menyeluruh di conveyor
maka LHD harus dihentikan. LHD ini terletak diatas belt
conveyor yang dipasang tidak lebih dari 7 ft (2,13 m). Bisa
dilihat pada gambar 2.11

Gambar 2.11 General detection for conveyor belt Gallery


(Sumber: www.fenwalfire.com, 2010)

23
2.4.1.3 Detektor Nyala Api
Detektor Nyala Api adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan radiasi nyala api. Ada dua tipe detektor nyala api,
yaitu:
- Detektor Nyala Api Ultra Violet
- Detektor Nyala Api Infra Merah
Detektor Gas adalah detektor yang bekerjanya
berdasarkan kenaikan konsentrasi gas yang timbul akibat
kebakaran ataupun gas-gas lain yang mudah terbakar.
4. Alarm Kebakaran
Alarm kebakaran adalah komponen dari sistem yang
memberikan isyarat atau tanda adanya suatu kebakaran
yang dapat berupa:
- Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau
isyarat berupa bunyi khusus (Audible Alarm).
- Alarm kebakaran yang memberikan tanda atau
isyarat yang tertangkap oleh pandangan mata secara
jelas(Visible Alarm).
- Alarm lamp.
- Alarm pada fire-voice-communication system.
- Firefighter phone, untuk komunikasi dengan fire
brigade.
- Graphic display, untuk mengetahui lokasi
kebakaran secara tepat.
5. Titik Panggil Manual
Titik panggil manual adalah suatu alat yang
bekerjanya secara manual untuk mengaktifkan isyarat
adanya kebakaran yang dapat berupa:
- Titik Panggil Manual secara tuas (full down)
- Titik Panggil Manual secara tombol tekan (push
bottom)

24
6. Panel Indikator Kebakaran
Panel indikator merupakan pusat kontrol dari
seluruh peralatan fire alarm system untuk mengendalikan
bekerjanya sistem dan terletak di ruang operator.
7. Zone Detection
Adalah suatu kawasan yang diawasi oleh satu
kelompok detektor.
2.5 SISTEM SPRINKLER
Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis
dengan memancarakan air bertekanan ke segala arah untuk memadamkan
kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah meluasnya kebakaran. Instalasi
sprinkler ini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat
memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di
tempat mula terjadi kebakaran.
2.5.1 Klasifikasi Sistem Sprinkler
Klasifikasi sprinkler dibagi menjadi dua macam berdasarkan
Standar Kontruksi Bangunan Indonesia (SKBI 3.4.53.1987), yaitu:
1. Berdasarkan arah pancaran:
Pancaran keatas
Pancaran kebawah
Pancaran arah dinding
2. Berdasarkan kepekaan terhadap suhu:
1. Warna segel:
Warna putih pada temperatur 93° C
Warna biru pada temperatur 141° C
Warna kuning pada temperatur 182° C
Warna merah pada temperatur 227° C
Tidak berwarna pada temperatur 68° C / 74° C
2. Warna cairan dalam tabung:
− Warna jingga pada temperatur 53° C
− Warna merah pada temperatur 68° C
− Warna kuning pada temperatur 79° C

25
− Warna hijau pada temperatur 93° C
− Warna biru pada temperatur 141° C
− Warna ungu pada temperatur 182° C
− Warna hitam pada temperatur 201° C – 260° C
2.5.2 Jenis Sistem Sprinkler
Sistem sprinkler secara otomatis akan bekerja bila segelnya
pecah akibat adanya panas dari api kebakaran. Sistem Sprinkler dapat
dibagi atas beberapa jenis, yaitu:
1. Sistem Pipa Basah (Wet Pipe System).
Dalam sistem ini, sistem pipa mulai dari sumber suplai air
sampai katup kontrol (Control valves) yang menuju ke sprinkler
sudah terisi air. Sistem pipa basah biasanya dipasang pada gedung
atau hunian dimana tidak ada kemungkinan terjadinya air
membeku dalam pipa.
Untuk sistem pipa ini banyaknya sprinkler yang dipasang
dikontrol oleh satu set valve dan tidak melebihi 500 buah untuk
tingkat bahaya ringan atau 1000 buah untuk tingkat bahaya
kebakaran sedang dan tinggi.
2. Sistem Pipa Kering (Dry Pipe System).
Sistem ini biasanya digunakan dalam suatu bangunan
dimana kondisi temperatur berada pada keadaan yang bisa beku,
seperti pada ruang pendingin atau temperatur yang dapat dijaga
diatas 70° C, seperti oven pengering. Pipa kering tersebut selalu
terisi udara dengan tekanan yang cukup untuk menahan air.
3. Alternatif Sistem Pipa Basah dan Pipa Kering (Combined
Dry Pipe-Preaction).
Sistem ini biasanya dipasang tanpa pemanas air, dimana
dalam sistem basah ada kemungkinan air membeku pada musim
dingin. Sehingga sistem ini biasanya dioperasikan pada musim
panas untuk sistem basah dan sistem kering pada musim dingin.
Jika hendak mengoperasikan dengan sistem basah, maka dry valve

26
harus diubah fungsinya ke sistem basah dan ini biasanya dapat
dilakukan dengan cepat.
4. Sistem Pipa Kering Pada Ujungnya (Deluge System).
Sprinkler untuk sistem ini harus dipasang menghadap
kelangit-langit, kecuali jika dijinkan untuk dipasang jenis pendent.
5. Tindakan Awal (Pre-Action System).
sistem ini merupakan gabungan antara standart sprinkler
sistem dan pemasangan alat pengindera kebakaran. Pada umumnya
detctor panas atau asap akan bekerja lebih dahulu dankatub yang
bekerja lebih awal akan terbuka sehingga air mengalir ke pipa
sprinkler sebelum sprinkler pertama bekerja.
2.5.3 Peletakan Sistem Sprinkler
2.5.3.1 Letak Kepala Sprinkler

Dinding Dan Pemisah


Jarak antara dinding dan kepala sprinkler dalam hal
sistem bahaya kebakaran ringan tidak boleh melebihi 2,3 m
dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem
bahaya kebakaran berat tidak boleh melebihi dari 2 m.
Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak
kepala springkler dan dinding tidak boleh melebihi 1,5 m.
Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala
sprinkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih dari 1,5 m.

Gambar 2.12 Penempatan kepala sprinkler tambahan


(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

27
1. Kolom
Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan
bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak dapat dihindari
dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6
m, maka harus ditempatkan sebuah kepala springkler
tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang
berlawanan.
2. Balok
Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak
sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok. Apabila balok
mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200
mm, maka kepala springkler boleh dipasang di sebelah atas
gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala springkler
harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok.

Gambar 2.13 Jarak kepala sprinkler terhadap balok


(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

3. Kuda – Kuda
Pada umumnya kepala springkler harus selalu
dipasang pada jarak mendatar sejauh minimum 0,3 m dari
balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama
dengan 100 mm, dan minimum 0,6 m apabila balok kuda-
kuda yang lebarnya lebih besar dari 100 mm.

28
Apabila pipa cabang ditempatkan menyilang
terhadap balok kuda-kuda, maka kepala springkler boleh
ditempatkan disebelah atas sumbu balok kuda-kuda yang
lebarnya lebih kecil atau sama dengan 200 mm dengan
ketentuan bahwa deflektor kepala springkler berjarak lebih
besar dari 150 mm dari balok kuda-kuda.

Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok


kuda-kuda, maka jarak kepala springkler terhadap balok
kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 2.3.

Tabel 2.3 Kuda-kuda

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

4. Penempatan kepala sprinkler dinding


Penempatan deflektor kepala sprinkler dinding tidak
boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 100 mm dari
langit-langit. Sumbu kepala sprinkler tidak boleh lebih dari
150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding tempat kepala
sprinkler dipasang.

29
Sepanjang dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan
4,6 m. Sistem bahaya kebakaran sedang, 3,4 m (langit-
langit tidak tahan api), 3,7 m (langit-langit tahan api). Dari
ujung dinding. Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m,
Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m.

5. Jumlah deretan kepala sprinkler


- Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama
dengan 3,7 m, cukup dilengkapi dengan sederet sprinkler
sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara
3,7 m sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan
sprinkler.

- Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m


(bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari 7,4 m (bahaya
kebakaran sedang) deretan sprinkler harus dipasang
selang-seling, sehingga setiap kepala sprinkler terletak
pada garis tengah antara dua kepala sprinkler yang
berhadapan.

- Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m


deretan kepala sprinkler jenis konvensional (dipasang
pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di
tengah-tengah antara dua deret kepala sprinkler sebagai
tambahan sepanjang ruangan pada tiap sisinya.

- Berdasarkan NFPA 15 jarak maksimum antar


sprinkler 3,7 meter sehingga jari – jari jangkauannya
adalah 1,85 meter. Kemudian dapat dihitung jumlah
kepala sprinkler tiap luas bangun, yaitu:

30
Gambar 2.14 Jari – Jari jangkauan sprinkler
Luas Sprinkler/perlindungan = π R2
Luas Bangunan = PxL ........................................ 2.1
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

PxL
= ....................................... 2.2
πR 2
Keterangan:
R = Jari-jari sprinkler (1,85 m)
P = Panjang conveyor (m2)
L = Lebar conveyor (m2)
Dalam perencanaan ini jarak antar sprinkler
menurut model E Spray nozzles vk 810 – vk 817 yang
digunakan adalah 3 meter agar area perlindungan bisa
terjangkau seluruhnya. Bisa dilihat pada Lampiran 7 dan
gambar yang direncanakan adalah:

Gambar 2.15 Jarak antar kepala sprinkler

31
2.5.3.2 Spesifikasi Kepala Sprinkler

Kepala sprinkler yang digunakan harus kepala sprinkler


standar. Kepala sprinkler yang boleh digunakan hanya kepala
sprinkler yang terdaftar. Perubahan apapun tidak dibolehkan
pada kepala sprinkler setelah keluar dari pabrik. Sifat-sifat
aliran kepala sprinkler harus dibedakan dalam tiga hal:

- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala


sprinkler pancaran atas.

- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala


sprinkler pancaran bawah.

- Yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala


sprinkler dinding.

Kepala sprinkler terbuka boleh digunakan untuk


melindungi bahaya kebakaran khusus seperti tempat-tempat
terbuka atau untuk tempat khusus lainnya. Kepala sprinkler
dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk
daerah atau keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak
yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan ukuran
lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan ukuran
lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan untuk
daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari
jumlah yang dipancarkan oleh sebuah kepala sprinkler dengan
ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala sprinkler dengan
ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang
mempunyai ulir pipa besi 10 mm tidak boleh dipasang pada
sistem sprinkler terbaru.

1. Ukuran lubang kepala sprinkler

Ukuran nominal lubang kepala sprinkler yang


dibenarkan untuk masing-masing sistem bahaya kebakaran
adalah sebagai berikut:

32
Tabel 2.4 Ukuran lubang kepala sprinkler

(Sumber : SNI 03-3989- 2000)


2. Konstanta ”k”

Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala


sprinkler tersebut di atas adalah sebagai berikut:

Tabel 2.5 Konstanta “k”

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)


3. Tingkat suhu kepala sprinkler
- Tingkat suhu kepala sprinkler otomatis ditunjukkan
dalam tabel di bawah ini:

Tabel 2.6 Tingkat suhu kepala sprinkler

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

33
Pemilihan tingkat suhu kepala sprinkler tidak
boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan.

- Kepala sprinkler dalam ruangan tersembunyi atau


pada ruang peragaan tanpa dilengkapi ventilasi harus dari
tingkat suhu antara 790C - 1000C.

- Kepala sprinkler yang digunakan untuk melindungi


peralatan masak jenis komersial, tutup mesin pembuat
kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus
dari tingkat suhu tinggi.

- Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di


atas oven, maka pada langit-langit atau atap tersebut
sampai radius 3 m harus dipasang kepala sprinkler
dengan tingkat suhu yang sama dengan 1410C.

4. Jumlah maksimum kepala sprinkler


Jumlah maksimum kepala sprinkler yang dapat
dipasang pada satu katup kendali bisa dilihat pada tabel 2.6
dibawah ini.

Tabel 2.7 Jumlah maksimum kepala sprinkler

(Sumber : SNI 03-3989- 2000)


5. Persediaan kepala sprinkler cadangan

Persediaan kepala sprinkler cadangan dan kunci


kepala sprinkler harus disimpan dalam satu kotak khusus
yang ditempatkan dalam ruangan yang setiap suhunya tidak
lebih dari 380C.

34
Persediaan kepala sprinkler cadangan tersebut
paling sedikit adalah sebagai berikut:

Tabel 2.8 Persediaan kepala sprinkler cadangan

(Sumber: SNI 03-3989- 2000)


Catatan:

Perasediaanan kepala springkler cadangan harus


meliputi semua jenis dan tingkat suhu dari kepala
springkler yang terpasang.

Apabila terdapat lebih dari 2 sistem, maka jumlah


persediaan springkler cadangan harus ditambah 50% dari
ketentuan tersebut di atas.
2.5.4 Sistem Perpipaan
Pipa utama air pemadam kebakaran biasanya 8 inchi,
sambungan cabangnya 6 inchi. Katup-katup harus di dalam pada
interval di jalur pipa utama, sehingga apabila ada perbaikan
sambungan baru dapat dilakukan tanpa membuat sistem berhenti.
Katup-katup yang disediakan tidak akan menghentikan perbaikan
dibawah 1000 ft dari sistem.
Pipa utama pemadam air pemadam kebakaran harus dibuat
loop (ring atau O). Dimana untuk mendukung proses dan sistem kerja
sprinkler, maka diperlukan sistem distribusi pipa yang terhubung
dengan sumber air hingga ke titik sprinkler. Sistem ini memberikan
beberapa keunggulan, contohnya adalah sebagai berikut:
- Air tetap dapat didistribusikan ke titik sprinkler
walaupun salah satu area pipa mengalami kerusakan.
- Semburan air sprinkler lebih stabil, meskipun
seluruh titik sprinkler dibuka.

35
2.5.4.1 Jenis Sistem Pipa Sprinkler
1. Dry Pipe System
Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan dengan sistem perpipaannya
yang mengandung udara atau nitrogen bertekanan.
Pelepasan udara tersebut akibat adanya panas
mengakibatkan api bertekanan membuka dry pipe valve.
Dengan demikian air akan mengalir ke dalam sistem
perpipaan dan keluar dari kepala sprinkler yang terbuka.
2. Wet Pipe System
Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan ke suplai air (water supply).
Dengan demikian air akan segera keluar melalui sprinkler
yang telah terbuka akibat adanya panas dari api.
3. Deluge System
Adalah sistem yang menggunakan kepala sprinkler
yang terbuka disambungkan pada sistem perpipaan yang
dihubungkan ke suplai air melalui suatu valve. Valve ini
dibuka dengan cara mengoperasikan sistem deteksi yang
dipasang pada area yang sama dengan sprinkler. Ketika
valve dibuka, air akan mengalir ke dalam sistem perpipaan
dan dikeluarkan dari seluruh sprinkler yang ada.
4. Preaction System
Adalah suatu sistem yang menggunakan sprinkler
otomatis yang disambungkan pada suatu sistem perpipaan
yang mengandung udara, baik yang bertekanan atau tidak,
melalui suatu sistem deteksi tambahan yang dipasang pada
area yang sama dengan sprinkler. Pengaktifan sistem
deteksi akan membuka suatu valve yang mengakibatkan air
akan mengalir ke dalam sistem perpipaan sprinkler dan
dikeluarkan melalui sprinkler yang terbuka.

36
5. Combined Dry Pipe-
Preaction
Adalah sistem pipa berisi udara bertekanan. Jika
terjadi kebakaran, peralatan deteksi akan membuka katup
kontrol air dan udara dikeluarkan pada akhir pipa suplai,
sehingga sistem akan terisi air dan bekerja seperti wet pipe
system. Jika peralatan deteksi rusak, sistem akan bekerja
seperti sistem dry pipe.
2.5.4.2 Klasifikasi Sistem Pipa Tegak
Berdasarkan NFPA 14 - 2000 tentang “Standart for the
installation of standpipe, private hydrant and hose system”
menjelaskan mengenai kelas sistem pipa tegak diantaranya:
.1 Sistem kelas I
Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran
63,5 m (2½ inci) untuk pasokan air yang digunakan oleh
petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih
.2 Sistem kelas II
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1
mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan terutama
oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam
kebakaran selama tindakan awal.
Pengecualian
Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm (1 inci) diizinkan
digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan
dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
.3 Sistem kelas III.
Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1
mm (1½ inci) untuk memasok air yang digunakan oleh
penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm
(2½ inci) untuk memasok air dengan volume lebih besar
untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau
mereka yang terlatih.

37
Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III
harus berukuran sekurang-kurangnya 100 mm (4 inci). Pipa
tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus
berukuran sekurang-kurangnya 150 mm (6 inci).
Pengecualian.
Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan
springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang
dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya
adalah 100 mm (4 inci ).
Ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada
tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada ujung slang terjauh dengan
ukuran 65 mm (2½ inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada
ujung slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1½ inci),
dirancang sesuai seperti tertera pada tabel 2.3 perancangan
yang menggunakan cara.
2.5.4.3 Susunan Pipa Instalasi Sprinkler
1. Susunan cabang ganda
Susunan sambungan di mana pipa cabang
disambungkan ke dua sisi pipa pembagi.
2. Susunan cabang tunggal
Susunan sambungan di mana pipa cabang
disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi.
3. Susunan pemasukan di tengah
Susunan penyambungan di mana pipa pembagi
mendapat aliran air dari tengah
4. Susunan pemasukan di ujung
Susunan penyambungan di mana pipa pembagi
mendapat aliran dari ujung.

38
2.5.5 Sistem Persedian Air Sprinkler
2.5.5.1 Persyaratan umum
Setiap sistem sprinkler otomatis harus dilengkapi
dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan air
yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas
cukup, serta dapat diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan
air harus dibawah penguasaan pemilik gedung. Apabila pemilik
tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang
diberikan kuasa penuh untuk maksud tersebut. Air yang
digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain yang
dapat mengganggu bekerjanya springkler. Pemakaian air asin
tidak diijinkan, kecuali bila tidak ada penyediaan air lain pada
waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas
dengan air bersih.
2.5.5.2 Syarat penyambungan
Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh
dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti yang diatur dalam
bagian ini.
− Tangki gravitasi
Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan
direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem
penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus
memberikan aliran dan tekanan yang cukup.

Gambar 2.16 Tangki gravitasi


(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

39
− Tangki bertekanan
Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik
dapat diterima sebagai sistem penyediaan air. Tangki
bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang
dibenarkan agar tekanan udara dapat diatur secara otomatis.
Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem
penyediaan air, sistem tersebut harus juga dilengkapi
dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan
apabila tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun
melampaui batas yang ditentukan. Tanda bahaya harus
dihubungkan dengan jaringan listrik yang terpisah dengan
jaringan listrik yang melayani kompresor udara.
Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk
melayani sistem sprinkler dan sistem slang kebakaran yang
dihubungkan pada pemipaan sprinkler. Tangki bertekanan
harus selalu terisi air 2/3 penuh, dan diberi tekanan udara
ditambah dengan 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat
air pada perpipaan sistem sprinkler di atas tangki kecuali
ditetapkan lain oleh pejabat yang berwenang.

Gambar 2.17 Tangki bertekanan


(Sumber: SNI 03-3989- 2000)

40
2.5.5.3 Sumber Penyediaan Air
- Sumber air untuk kebutuhan hidran dapat berasal
dari PDAM, sumur artesis, sumur gali dengan sistem
penampungan, tangki gravitasi, tangki bertekanan reservoir
air dengan sistem pemompaan.
- Berdasarkan SNI 03-3989-2000 tentang “Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung”
- Berdasarkan NFPA 13-1999 tentang “Standard for
the Installation of Sprinkler Systems”
2.5.6 Sistem Pompa Sprinkler
Pompa adalah salah satu alat angkut yang berfungsi untuk
memindahkan fluida melalui saluran tertutup dengan mengubah energi
mekanis dari pengerak menjadi energi tekan (pressure) terhadap fluida
sehingga akan terjadi perpindahan, contohnya seperti menggerakkan /
mengalirkan cairan dari suatu tempat ke tempat lainnya baik melalui
sarana pembantu seperti pipa, maupun secara langsung. Pompa
digunakan untuk memindahkan cairan, seperti cairan, gas atau slurries.
2.5.6.1 Spesifikasi Pompa
1. Head
Head di dalam perpompaan dapat didefinisikan
secara sederhana sebagai energi tiap satuan berat. Head dari
instalasi pompa dapat dibedakan menjadi head statis dan
head dinamis. Ada tiga bagian dari head yaitu:
- Head total pompa
Head total pompa yang harus disediakan untuk
mengalirkan jumlah air seperti yang direncanakan,
dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan
dilayani oleh pompa. Head total pompa dapat ditulis
sebagai berikut:
Vd 2
H = ha + ∆hp + h1 + ….................................(2.3)
2×g

41
Keterangan:
H : Head total pompa (m)
h1 : Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan,
sambungan (m)
Δhp: Perbedaan tekanan yang bekerja pada kedua
permukaan air (m)
p 2 − p1
∆hp = ....................................................... (2.4)
ρxg
Ha : Head statis total (m)
Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air
di sisi keluar dan sisi isap.; tanda positif dipakai
apabila muka air di sisi keluar lebih tinggi dari
pada sisi isap.
Head pada pompa biasanya disebabkan oleh
kerugian gesek didalam pipa, belokan – belokan,
reduser, katup – katup, dan sebagainya. Di bawah ini
akan diberikan cara perhitungannya satu persatu.
- Head kerugian
Head kerugian yang terjadi pada instalasi
disebabkan oleh gesekan didalam pipa. Pengaruh
kecepatan terhadap rugi-rugi pada instalasi dinyatakan
dalam bilangan reynold yang didefinisikan sebagai
berikut:
VxD
Re = ..............................................................(2.5)
µ
Keterangan:
Re : Bilangan reynolds (tak berdimensi)
D : Diameter dalam saluran (m)
V : Kecepatan aliran cairan (m/s)
µ : Kekentalan mutlak cairan (absolute viscosity,
kg.s/m3)
Kekentalan mutlak cairan dapat dilihat pada tabel 2.9
dibawah ini.

42
Tabel 2.9 Sifat-sifat fisik air (Air di bawah 1 atm dan
air jenuh di atas 1000 C)

(Sumber: Sularso,1996)

- Kerugian gesekan dalam pipa


Kerugian gesekan didalam pipa tergantung pada
panjang pipa. Untuk menghitung besarnya kerugian
akibat gesekan didalam pipa digunakan persamaan:
LxV 2
hf = fx .................................................
2 xDxg

(2.6)
Keterangan:
hf : Head karena kerugian gesekan/ friction (m)
f : Koefisien kerugian gesekan (bilangan
reynold,Re)
L : Panjang saluran (m)
D : Diameter dalam saluran (m)
V : Kecepatan rata-rata aliran (m/s)

43
g : Kecepatan gravitasi (m/s2)
Untuk memperoleh nilai f dapat dilihat pada tabel
2.9 di atas.
- Kerugian head di katup
Kerugian head pada katup dapat ditulis sebagai
berikut:
V2
hf = f v x ...................................................
2 xg

(2.7)
Keterangan:
hf : Head karena kerugian gesekan friction (m)
fv : Koefisien kerugian gesekan. Harga fv untuk
berbagai katup dalam keadaan terbuka penuh
dapat dilihat pada lampiran 5 tabel 5.1
V : Kecepatan rerata aliran (m/s)
g : Kecepatan gravitasi (m/s2 )
- Kerugian head pada fitting
Dalam aliran melalui jalur pipa, kerugian juga akan
terjadi apabila ukuran pipa, bentuk penampang, atau arah
aliran berubah. Kerugian head di tempat-tempat transisi
yang demikian itu dinyatakan dalam rumus:
V2
hf = f x ................................................... (2.8)
2 xg

Nilai f di dapatkan dengan menggunakan persamaan


dibawah ini
3, 5 0,5
 D  θ 
f = 0,131 + 1,847     .....................
 2R   90 
(2.9)
Keterangan:
D : Diameter dalam saluran (m)
R : Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)
θ : Sudut belokan (derajat)
f : Koefisien kerugian gesekan

44
V : Kecepatan rerata aliran (m/s)
g : Kecepatan gravitasi (m/s2 )
- Head yang tersedia
Dalam mencegah terjadinya kavitasi maka
diusahakan agar tidak satu bagianpun aliran didalam
pompa yang mempunyai tekanan uap jenuhnya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka didefinisikan
suatu besaran yang berguna untuk memperkirakan
keamanan pompa terhadap terjadinya kavitasi yaitu
tekanan hisap positif netto (Net Possitif Suction Head-
NPSH). Ada dua jenis NPSH yang harus
dipertimbangkan, yaitu NPSH yang dibutuhkan dan
NPSH yang tersedia.
NPSH yang tersedia adalah head yang dimiliki
oleh zat cair pada sisi isap pompa (ekuivalen dengan
tekanan mutlak pada sisi isap pompa, dikurangi dengan
tekanan uap jenuh zat di tempat tersebut. NPSH yang
tersedia dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
H sv = ( Pa / γ ) − ( Pv / γ ) − H S − H LS .......................(2.10)

Keterangan:
Hsv : NSPH yang tersedia ( m )
Pa : Tekanan Atmosfir (kgf/m2)
Pv : Tekanan uap jenuh (kgf/m2)
γ : Berat zat cair persatuan volume (kgf/l)
Hs : Head isap statis (m) bertanda positip (+) jika
pompa terletak di atas permukaan zat cair yang
diisap, dan bertanda negatip (-) jika di bawah.
HLS : Head di dalam pipa isap (m)
Agar pompa dapat bekerja dengan baik, NPSH
yang tersedia harus lebih besar daripada NPSH yang
dibutuhkan. Untuk menentukan besarnya NPSH yang

45
dibutuhkan secara teliti harus dilakukan pengujian
terhadap pompa. Data NPSH yang dibutuhkan ini
biasanya dapat diperoleh dari pabrik yang memproduksi
pompa tersebut. Tetapi dalam perancangan, NPSH yang
diperlukan biasanya diperkirakan dengan menggunakan
persamaan berikut:
H svN = σH N ........................................................(2.11)

Keterangan:
HsvN : NSPH yang diperlukan (m)
σ : koefisien kavitasi thoma
HN : Head total pompa (m)
n : Banyaknya putaran (rpm)
2. Daya Poros Dan Efisiensi Pompa
− Daya air
Energi yang secara efektif diterima oleh air dari
pompa persatuan waktu daya air, yang dapat ditulis
sebagai berikut:
Pw = 0,163 x γ x Q x H............................ (2.12)
Pw : Daya air (kW)
γ : Berat air per satuan volume (kgf/l)
g : Percepatan gaya gravitasi (m/s2)
Q : Kapasitas air (m3/s)
H : Head total (m)
− Daya poros
Daya poros yang diperlukan untuk menggerakkan
sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah
kerugian daya didalam pompa.
Daya ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
P = Pw / ηp ……..................................................(2.13)
P :Daya poros sebuah pompa (kW)
ηp : Efisiensi pompa (pecahan)

46
2.5.6.2 Daya Pompa
Dalam hal ini daya pompa dikategorikan menjadi dua
bagian, yaitu daya masuk dan daya keluar pompa. Besarnya
daya masuk pompa dipengaruhi oleh besarnya tegangan listrik
dan kuat arus yang terjadi, sehingga daya pompa dapat
ditentukan dengan persamaan, sedangkan daya keluar pompa
dipengaruhi oleh tinggi heat dan tekanan massa dalam hal ini
adalah fluida air. Sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pin = V . I..................................................................... (2.14)
Pout = vf . ∆P . mc ........................................................... (2.15)
Keterangan:
Pin = Daya masuk pompa (Watt)
Pout = Daya keluar pompa (Watt)
V = Tegangan (Volt)
vf = Volume Spesifik (m3/kg)
I = Kuat Arus (Ampere)
mc = Kapasitas pendingin (kg/s)

47
BAB III
METODELOGI PENELITIAN

48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan langkah kerja yang


terstruktur dan sistematis untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang
terdapat dalam penelitian ini. Adanya pembuatan kerangka pemikiran dan pola
kerja ini diharapkan akan dapat memberikan hasil yang maksimal.
3.1 TAHAP IDENTIFIKASI AWAL
Tahap identifikasi awal merupakan langkah awal dalam pelaksanaan
penelitian dan tahap ini merupakan tahap yang sangatlah penting dimana pada
tahap inilah penetapan tujuan dan identifikasi permasalahan dilakukan.
Adapun isi dari tahap ini digambarkan sebagai berikut :
1. Identifikasi Masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi beberapa permasalahan yang
didapatkan pada saat melakukan pengamatan sehingga bisa dilakukan
sebuah penelitian.
2. Penetapan Tujuan dan Rumusan Manfaat Penelitian
Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan apa yang ingin dicapai
dan manfaatnya bagi pihak terkait serta bagi penelitian selanjutnya. Tahap
ini sebagai dasar tentang apa yang akan dilakukan selama penelitian.
3. Studi Lapangan
Pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap conveyor PT YTL
Jawa Timur. Dengan adanya pengamatan secara langsung akan didapatkan
gambaran umum tentang conveyor PT YTL Jawa Timur.
4. Studi Pustaka
Untuk menunjang penyelesaian tugas akhir ini, perlu adanya studi
pustaka dan literatur-literatur terkait. Pustaka yang ada akan digunkan
sebagai acuan dalam menyelesaikan dan menganalisa permasalahan yang
ada.

48
3.2 TAHAP PENGUMPULAN DATA
Pada tahap pengumpulan data akan dilakukan pengumpulan data-data
yang berhubungan dengan permasalahan yang didapat. Data yang
dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan
data-data yang berhubungan dengan perancangan sistem sprinkler dan
detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur, sistem pencegahan dan
penanggulngan kebakaran di conveyor PT YTL Jawa Timur. Data primer
yang di dapat yaitu lay out conveyor PT YTL Jawa Timur dan data sprinkler
dan detector. Sedangkan untuk data sekunder adalah gambar conveyor PT
YTL Jawa Timur, ukuran conveyor unit 5&6 dan data kecelakaan serta
dokumen-dokumen lain yang menunjang penulisan Tugas Akhir.
3.3 TAHAP PENGOLAHAN DATA
Tahap ini merupakan tahapan dimana terjadi proses pengolahan data
secara kualitatif dan kuantitatif.
3.3.1 Pengolahan Data Kualitatif
Bahaya kebakaran, pencegahan dan penanggulangannya serta
standart Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Prosedur perencanaan
sistem pencegahan dan penanggulangan kebakaran, yang meliputi :
− Pemilihan sprinkler dan detector
− Pemilihan pipa dan pompa
− Rencana dasar
− Rancangan pelaksanaan
3.3.2 Pengolahan Data Kuantitatif
Pengolahan data kuantitatif yaitu meliputi:
− Perhitungan Jumlah sprinkler dan detector
− Perhitungan Jarak antar sprinkler dan detector
− Gambar perencanaan sistem sprinkler dan
detector pada conveyor PT YTL Jawa Timur.

49
3.4 TAHAP ANALISA DAN KESIMPULAN
Tahap ini merupakan tahap akhir penelitian yang akan dilakukan di
conveyor PT YTL Jawa Timur. Pada tahap ini akan dilakukan analisa dan
intrepetasi data yang dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan serta
pemberian saran.
3.4.1 Analisa
Tahap ini merupakan tahap dimana dilakukan analisa terhadap
data-data yang telah didapatkan dan telah diolah.
3.4.2 Kesimpulan
Tahap ini merupakan tahap yang terakhir dimana akan ditarik
beberapa kesimpulan terhadap analisa dan pengolahan data yang telah
dilakukan. Kemudian dilanjutkan dengan pemberian saran yang
ditujukan untuk penelitian selanjutnya dikarenakan keterbatasan waktu
penelitian dalam meneliti semua aspek yang terkait permasalahan yang
diangkat serta sebagai pedoman untuk pengembangan perusahaan
kedepannya.

50
3.5 FLOW CHART PENYELESAIAN TUGAS AKHIR

MULAI

Studi Studi Literatur


Lapangan

Identifikasi Masalah
Tahap
Identifikasi
Awal
Penetapan Tujuan
dan Perumusan
masalah

Pengumpulan Data
Tahap
Pengumpulan
Data
Data Sekunder Data Primer
1. Gambar detail conveyor PT YTL 1. Data sprinkler dan
Jawa Timur. detector.
2. Ukuran Conveyor Unit 5&6 2. Lay out conveyor
3. Data Kecelakaan

Tahap
Pengolahan
Perancangan sistem sprinkler dan detector
Data

Analisa data

Tahap Analisa
dan Kesimpulan
Kesimpulan dan saran

SELESAI

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyelesaian Tugas Akhir

51
3.6 JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Tabel 3.1 Tabel Rencana Kegiatan
Waktu
BULAN I BULAN II BULAN III
No Jenis Kegiatan
II II II
I II IV I II IV I II IV
I I I
1 Studi Lapangan
2 Studi Pustaka
3 Pengumpulan Data
4 Pengolahan Data
5 Analisa Data Dan Kesimpulan
Konsultasi Ke Dosen
6
Pembimbing
7 Penulisan Tugas Akhir

52
BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

53
BAB IV
PENGOLAHAN DAN ANALISA DATA

4.1 PENGUMPULAN DATA


Data primer dan sekunder yaitu data yang diperlukan dalam
pengumpulan data. Data primer yang diperlukan meliputi data detail dari
semua komponen dan keseluruhan isi dari conveyor PT YTL Jawa Timur
serta data sprinkler dan detector. Sedangkan untuk data sekunder adalah lay
out conveyor PT YTL Jawa Timur, data kecelakaan serta dokumen-dokumen
lain yang menunjang penulisan Tugas Akhir (Lampiran).
4.2 PENGOLAHAN DATA
Pada tahap ini akan dilakukan pengolahan data yang terdiri dari
perencanaan jumlah dan peletakan sprinkler, volume air sprinkler dan bak
penampung air, perpipaan dan pompa air serta sistem detektor. Tujuan dari
pengolahan data ini yaitu untuk merencanakan dan merancang sistem
sprinkler dan detektor pada conveyor PT. YTL Jawa Timur.
Perencanaan untuk perancangan sistem sprinkler dan detektor yaitu
dari area jetty sampai tower 4 unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur. Ukuran yang
detailnya ada pada tabel 4.1 dibawah ini.
Tabel 4.1 Ukuran Conveyor Unit 5&6 PT. YTL Jawa Timur
Belt Galery Capacity
Belt Belt Width
No Length Conveyor Incoming Outgoing
Conveyor (mm)
(mtr) Width (mtr) T/H T/H
1 EAC 11 1400 400 3 2800
2 EAC 12 1400 674 3 2800
3 EAC 21 1400 867 3 2800 1000
4 EAC 31 1400 875 3 2800 1000
5 EAC 41 1400 227 3 2800 1000
6 EAC 51 1400 227 3 2800 1000
7 EAC 42 1000 2450 3 1000
8 EAC 52 1000 2450 3 1000
9 EAC 43 1000 541 3 1000
10 EAC 53 1000 541 3 1000
Sumber : Studi lapangan PT. YTL Jawa Timur, 2011

53
4.2.1 Perencanaan Jumlah dan Peletakan Sprinkler
Untuk merancang sistem sprinkler harus terlebih dahulu
melakukan perencanaan, termasuk dalam kategori klasifikasi tingkat
risiko bahaya kebakaran berat yang diklasifikasikan menurut struktur
bahan bangunan, bahan yang ada di dalamnya dan sifat dari
kemudahan bahan tersebut terbakar. Maka perencanaan tersebut harus
meliputi beberapa hal dibawah ini:
1. Perencanaan awal sistem instalasi sprinkler
- Arah pancaran ke bawah karena kepala sprinkler
diletakan pada kontruksi atap conveyor dengan posisi dari
samping menuju ke atap conveyor. Ukuran sprinkler yang
digunakan adalah ½ ” (15 mm) menurut SNI 03-3985-2000.
- Menurut SNI 03-3985-2000 bahwa kepadatan
pancaran sprinkler 12,5 mm/menit sehingga kapasitas
minimum untuk bak penampung yang dipakai yaitu 350 m3.
- Menurut NFPA 15, area proteksi tiap sprinkler dan
jarak maksimal antar sprinkler adalah 3,7 m.
- Kapasitas/debit (Q) air untuk kebakaran kelas berat
adalah 3800 liter/menit sehingga waktu (T) yang digunakan
untuk pengisian maksimum pada tangki hisap adalah 90 menit.
2. Ruangan yang dilindungi
Ruangan yang harus diberi sprinkler yaitu semua area
conveyor dari area Jetty sampai Tower 4.
3. Sistem yang digunakan
Wet pipe system adalah sistem pipa mulai dari sumber
suplai air sampai katup kontrol (Control valves) yang menuju ke
sprinkler sudah terisi air. Sistem pipa basah biasanya dipasang
pada gedung atau hunian dimana tidak ada kemungkinan terjadinya
air membeku dalam pipa. Dengan demikian air akan segera keluar
melalui sprinkler yang telah terbuka akibat adanya panas dari api.
4. Jenis sprinkler yang digunakan

54
Jenis sprinkler yang digunakan berdasarkan arah pancaran
yaitu sprinkler dengan arah pancaran ke bawah dengan jenis
sprinkler tipe water spray sprinkler.
Berdasarkan NFPA 15 jarak maksimum antar sprinkler 3,7
meter sehingga jari – jari jangkauannya adalah 1,85 meter.
Kemudian dapat dihitung jumlah kepala sprinkler tiap luas bangun,
yaitu:

Gambar 4.1 Jari – Jari jangkauan sprinkler


Luas Bangunan = PxL ........................................... (4.1)
Keterangan:
P = Panjang conveyor (m)
L = Lebar conveyor (m)
Dalam perencanaan ini jarak antar sprinkler menurut
Pendent Sprinkler vk608 yang digunakan adalah 3 meter agar area
perlindungan bisa terjangkau seluruhnya maka radius semburannya
5 m. Bisa dilihat pada Lampiran 7 dan gambar yang direncanakan
adalah:

Gambar 4.2 Jarak antar kepala sprinkler

55
Luas Sprinkler/perlindungan = π R2 ...................................... (4.2)
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

PxL
= ...................................... (4.3)
πR 2
Keterangan:
R = Jari-jari radius sprinkler (2,4 m)
X = Jarak antar kepala sprinkler menurut Pendent
Sprinkler vk608.
4.2.1.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler
1. Area EAC 11
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1,4 meter
dan panjang belt conveyor 400 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 11, yaitu:
Luas Sprinkler = π R2 ..............................................
(4.4)
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 400 x 3
= 1200 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an
.......

(4.5)
1200 m 2
= = 66,37 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 11


adalah 67 buah.

56
Tabel 4.2 Jumlah sprinkler yang dibutuhkan tiap area
Galery Sudut Lua
Belt Belt Width Belt
No Conveyor Kemiringan Sprin
Conveyor (m) Length (m)
Width (m) (0) (m2
1 EAC 11 1400 400 3 -
2 EAC 12 1400 674 3 -
3 EAC 21 1400 867 3 3
4 EAC 31 1400 875 3 3
5 EAC 41 1400 227 3 -
6 EAC 51 1400 227 3 -
7 EAC 42 1000 2450 3 -
8 EAC 52 1000 2450 3 -
9 EAC 43 1000 541 3 5
10 EAC 53 1000 541 3 5
Total 12400 9252 30

Keterangan:
R = 2.4 m
π = 3.14
Jadi jumlah total sprinkler yang dibutuhkan pada area
conveyor PT. YTL Jawa Timur unit 5&6 sebanyak 1539 buah
sprinkler. Perhitungan untuk area EAC 31 - EAC 53 bisa
dilihat pada Lampiran 8 sedangkan untuk desain
perancangannya bisa dilihat pada Lampiran 2.

57
4.2.2 Perencanaan Volume Air Sprinkler dan Bak
Penampung Air
Untuk penentuan volume persediaan air sistem ini, digunakan
waktu operasi/kerja 90 menit dan kapasitas aliran 3800 liter/menit
dengan kepadatan aliran tidak lebih dari 10,2 mm/menit pada bahaya
kebakaran berat dengan kapasitas volume air minimum 350 m3 dan
dapat ditentukan dari Tabel pada Lampiran 3.
Volume kebutuhan air sprinkler untuk kebakaran berat:
V = Q x T ........................................... (4.6)
= 3800 dm3/menit x 90 menit
= 342000 dm3
= 342 m3
Dimana, V = Volume kebutuhan air (m3)
Q = Kapasitas air (dm3/menit)
T = Waktu operasi sistem (menit)
Untuk volume kebutuhan air yang telah di dapat dari
perhitungan adalah 342 m3 dan diketahui bahwa menurut standard SNI
03-3989-2000 tentang volume minimum yaitu 350 m3, sehingga
volume yang digunakan adalah 350 m3 dari tabel 5.3.3
Sedangkan bak air (reservoir) tidak boleh diisi penuh karena
dari hasil volume air yang dibutuhkan dalam menjaga faktor
keamanannya, dapat ditentukan konstruksi bak air nya, yaitu :
1. Panjang = 7,25 meter ; Lebar = 7 meter ;
Kedalaman = 7 meter.
2. Volume total bak air (reservoir)
V(bak air) = 7,25 m x 7 m x 7 m
= 355,25 m3
3. Selisih volume
ΔV = V(bak air) – V(kebutuhan air) ........................................... (4.7)
= 355,25 m3 – 350 m3
= 5,25 m3
4. Tinggi freeboard

58
∆V
t(freeboard) = ....................................................................... (4.8)
A
Dimana A= luas penampang bak air
5,25 m 3 5,25 m 3
= = = 0,104 meter
7,25 m x 7 m 50,75 m 2

5. Gambar konstruksi bak air (reservoir)

Gambar 4.3 Konstruksi bak air (reservoir)

4.2.3 Perhitungan Sistem Perpipaan


4.2.3.1 Pipa Isap (Suction)
Dengan jenis material besi tuang (cast iron)
berukuran 8” dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 4.1
- Diameter luar pipa 212,852 mm = 0,212852 m
- Diameter dalam pipa 201,676 mm (D) = 0,201676
m
- Tebal pipa 11,176 mm = 0,011176 m
- Panjang pipa terjauh = 3 m
- Gambar instalasi pipa dapat dilihat pada Lampiran
2
- Perhitungan pipa isap (suction)
1. Luas pipa diameter dalam
π
A = xD 2 .................................................. (4.9)
4

3,14 x( 0, 201676 m )
2
= = 0,03 m2
4
2. Kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa
V = Q/A ................................................... (4.10)
= (0,064 m3/s) / (0,03 m2)
= 2 m/s
Dimana kapasitas debit air (Q) = 3800 liter/menit =
0,064 m3/s
3. Bilangan Reynolds (Re)
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m= 0,801 x 10-6 m2/s
VxD
Re = µ ........................................... (4.11)

2 m/s × 0, 201676 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 5,046 x 105
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen (Sularso:1994)
4. Kerugian gesekan dalam pipa (Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 8” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,0014 berdasarkan Lampiran 4 Gambar
4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,021
dengan nilai e/D 0,0014 dan nilai Re = 5,046 x 105.
- Kerugian gesekan pada pipa isap (head friction):
L ×V 2
hf = f ...........................................
2 ×D ×g

(4.12)
3m × ( 2 m/s )
2

= 0,021 x
2 × 0,201676 m × 9,8 m/s 2
= 0,06 m
Dimana: g adalah nilai ketetapan gravitasi 9,8 m/s2
L adalah panjang pipa terjauh 3
5. Kerugian pada perubahan geometri (Minor losses)
- Kerugian head katup
Nilai koefisien kerugian katup didapat berdasarkan
Lampiran 5 Tabel 5.1 dengan diameter pipa utama
pengeluaran 8” yang mana katup pada pipa
pengeluaran ini menggunakan katup hisap (dengan
saringan) maka nilai fv = 1,84
V2
hf = fv × ......................................(4.13)
2 ×g

( 2,00448 m/s )
2

= 1,84 x
2 × 9,8 m/s 2
= 0,38 m
- Total head kerugian (hftot)
hftot = Mayor losses + Minor losses
= 0,06 + 0,38
= 0,44 m
4.2.3.2 Pipa Utama Pengeluaran (Discharge)
Dengan jenis material besi tuang (cast iron)
berukuran 6” dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 4.1
- Diameter luar pipa 160,02 mm = 0,16002 m
- Diameter dalam pipa 150,876 mm (D) = 0,150876
m
- Tebal pipa 9,144 mm = 0,009144 m
- Panjang pipa terjauh (L) = 10 m
- Gambar instalasi pipa dapat dilihat pada Lampiran
2
- Perhitungan pipa utama pengeluaran (discharge)
1. Luas pipa diameter dalam dengan menggunakan
rumus (4.9) Hal. 59
3,14 x ( 0,150876 m )
2
A = = 0,02 m2
4
2. Kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa dengan
menggunakan rumus (4.10) Hal. 59
V = (0,064 m3/s) / (0,02 m2)
= 3,58 m/s
Dimana kapasitas debit air (Q) = 3800 liter/menit =
0,064 m3/s
3. Bilangan Reynolds (Re) dengan menggunakan
rumus (4.11) Hal. 60
3,58 m/s × 0,150876 m
Re =
0,000000801 m 2 / s

= 6,75 x 105
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen (Sularso:1994)
4. Kerugian gesekan dalam pipa (Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 6” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,0019 berdasarkan Lampiran 4 Gambar 4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,023
dengan nilai e/D 0,0019 dan nilai Re = 6,746 x 105.
- Kerugian gesekan pada pipa utama pengeluaran
(discharge) dengan menggunakan rumus (4.12) Hal.
60:
10 m × ( 3,58 m/s )
2

hf = 0.023 x
2 × 0,150876 m × 9,8 m/s 2
= 0,99 m
Dimana: g adalah nilai ketetapan gravitasi 9,8 m/s2
L adalah panjang pipa terjauh 10 m
5. Kerugian pada perubahan geometri (Minor losses)
- Kerugian pada belokan pipa
Belokan pada pipa utama pengeluaran sebesar 900
yaitu berupa lengkungan dengan nilai f:
3, 5 0,5
 D  θ 
f = 0,131 +1,847     ............
 2R   90 
(4.14)
3, 5 0,5
 0,150876 m   90 
f = 0,131 +1,847    
 2 x0,075438   90 

= 1,978 m
Maka nilai f dari belokan dari pipa utama
pengeluaran sebesar 900 adalah 1,978 m.
V2
hf = f × ........................................
2 ×g

(4.15)
( 3,581621 m/s )
2

= 1,978 m x
2 × 9,8 m/s 2
= 1,29 m
Pada pipa utama pengeluaran terdapat 2 belokan,
maka kerugian pada pipa:
hf = 2 x 1,29 m
= 2,58 m
- Total head kerugian (hftot)
hftot = Mayor losses + Minor losses
= 0,99 + 2,58
= 3,58 m
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Sistem Perpipaan
Panjang
Diameter Diameter Tebal Luas Kecepatan Bilangan
Diameter Pipa
No Type Pipa Pipa Dalam Pipa Pipa aliran Reynolds f
Luar (m) Terjauh
(inchi) (m) (m) (m2) (m/s) (Re)
(m)
Pipa Isap
1 8 0.201676 0.212852 0.01117 3 0.03 2 504688.70 0.021
(Suction)
Pipa Utama
2 6 0.150876 0.16002 0.00914 10 0.02 3.58 674617.55 0.023
Pengeluaran
Pipa
3 4 0.100076 0.111252 0.01117 10.35 0.01 2.03 254265.75 0.025
Pembagi
4 Pipa Cabang 2 0.049784 0.056769 0.07021 2.5 0.002 32.89 2044504.2 0.031
Cross dan
5 6 0.150876 0.16002 0.00914 0.02 1.79 337308.77 0.024
Fitting Tee
6 Fitting Tee 4 0.100076 0.111252 0.01117 0.001 0.51 63566.44 0.027
7 Fitting Tee 2 0.049784 0.056769 0.07021 0.002 0.52 31945.39 0.033

Keterangan :
π = 3,14
µ = 0,801 x 10-6 m2/s
e = 0,00085
fv = 1,84
Q = 0,064 m3/s
g = 9,8 m/s2

65
4.2.3.3 Head Kerugian Total
Jadi head kerugian total pipa discharge yang
diperkirakan pada proteksi sistem ini adalah:
H1 = head pipa utama + head pipa pembagi + head pipa
cabang + cross & fitting tee pipa utama + fitting tee
pipa pembagi + fitting tee pipa cabang
= 3,58 + 1101,39 + 868,79 + 0,02 + 0,92 + 0,0004
H1 = 1974,72 m
4.2.3.4 Head Statis (Ha)
Head perbedaan tinggi antara muka air sisi luar/nozel
(Z2) dengan sisi isap (Z1)
ha = Z2 – Z1 ..................................................... (4.16)
=5–0
=5m
4.2.3.5 Head Tekanan (Δhp)
Tekanan isap (P1)
P1 = ρ x g x ha ................................................. (4.17)
= 995,7 kg/m3 x 9,8 m/s2 x 5 m
= 48789,3 kg/ms2
Dimana: ρ adalah densitas/berat jenis air = 0,9957 kg/l =
995,7 kg/m3 dan dapat di lihat di Lampiran 4 Tabel
4.1 sedangkan g adalah nilai ketetapan gravitasi 9,8
m/s2
Tekanan sprinkler maksimum (P2) adalah tekanan absolute
sebesar 7 bar, tekanan pada instalasi pipa sebesar:
P2 = 7 bar – tekanan udara ................................. (4.18)
= 7 bar – 1 atm
= 7 bar – 1,01325 bar
= 5,987 bar
= 5,987 x (1,019 x 104)
= 6,1007 x 104 kg/m2
Dimana: 1 atm = 1,01325 bar

66
1 bar = 1,019 x 104 kg/ms2
P2 − P1
∆ hp = ..................................................... (4.19)
ρxg
61007 ,53 kg / ms 2 − 48789,3 kg/ms 2

=
995,7 kg/m 3 x9,8m / s 2

= 1,25 m
4.2.3.6 Head Total Pada Instalasi Perpipaan Sprinkler
HLT = H1 + ha + Δhp ........................................... (4.20)
= 1974,72 + 5 + 1,25
= 1980,97 m
4.2.4 Perhitungan Sistem Pompa Sprinkler
Dari data perencanaan dapat ditentukan bagaimana mekanisme
kerja dari sistem pompa serta semua valve yang terdapat pada sistem
perpipaan.
1. Pompa listrik
dipakai sebagai pompa utama untuk melayani kebutuhan sistem
sprinkler.
2. Pompa listrik
dan pompa diesel mempunyai kapasitas yang sama sehingga dapat
bekerja secara bergantian dan tidak mempengaruhi sistem.
3. Pompa diesel
(genset) digunakan sebagai pompa cadangan ketika sumber daya
listrik mati, sehingga secara otomatis pompa diesel siap beroperasi
menggantikan peran pompa listrik, ini dapat terjadi karena sistem
pompa di interlock dalam panel pompa kebakaran.
4. Pompa pacu
mempunyai kapasitas antara 5 – 10 persen dari pompa listrik yang
digunakan untuk menjaga agar tekanan dalam system tetap
konstan.
5. Untuk
mengendalikan tekanan pada sistem ini, dipakai pressure switch
untuk mengendalikan masing-masing pompa tersebut. Jadi
digunakan 3 pressure switch untuk sistem pompa:
− 1 buah pressure switch untuk pompa listrik
− 1 buah pressure switch untuk pompa diesel
− 1 buah pressure switch untuk pompa pacu
6. Untuk pompa
listrik dan pompa diesel diset pada P – start = 4 bar, dimana pompa
akan mulai jalan atau start bila tekanan pada system turun sampai
dengan 4 bar, dan bila pada saat itu sumber listrik mati, maka
pompa diesel akan start.
7. Sedangkan
pompa pacu diset pada P – start = 5 bar dan P – stop = 7 bar,
dimana pompa pacu akan start saat tekanan dalam system turun
sampai dengan 5 bar. Dan pompa pacu akan berhenti saat tekanan
dalam sistem telah mencapai 7 bar.
8. Disamping
pompa-pompa tersebut dapat start secara otomatis melalui
pressure switch, dalam panel pompa juga terdapat sarana untuk
menstart pompa secara manual, jadi dalam panel pompa ada switch
untuk mengoperasikan sistem secara manual maupun otomatis.
9. Kapasitas aliran
air untuk bahaya kebakaran berat diperkirakan 3800 liter/ menit
(SNI 03-3989-2000). Untuk spesifikasi pompa dapat dilihat pada
Lampiran 9.
10. Syarat tekanan
air Minimal pada kepala sprinkler (redeual pressure) harus
memenuhi syarat yaitu: Bahaya kebakaran berat: P= 4 bar =
4.078864852 kg/cm2. Dengan masing-masing ditambah perbedaan
tekanan antara ketinggian sprinkler teratas dengan katup kendali.
4.2.4.1 Daya Pompa
Penentuan daya pompa pada sistem ini dapat di hitung
pada perhitungan di bawah ini:
- Daya air (Pw) max
Pw = γ x Q x HLT ............................................... (4.21)
= 9,765 KN/m3 x 0,064 m3/s x 1980,97 m
= 1238,03 kW (dimana 1 kW = 1,341 hp)
= 1660,198 hp
Dimana: γ adalah ketetapan berat air per satuan volume
9,765 KN/m3
- Daya poros (P) max
n = 3000 rpm
Berdasarkan lampiran 5 Gambar 5.2 efisiensi standar
pompa sentrifugal
(ηp) = 70%
P = Pw / ηp .................................................... (4.22)
= 1660,198 hp / 70%
= 2371,71 hp

- Pemilih penggerak mula


Daya nominal penggerak mula (Pm)
α = faktor cadangan (pecahan) (lampiran 5) = 0,2
ηt = efisiensi transmisi (pecahan) (lampiran 5) = 0,95
Pw = daya poros
P(1 +α)
Pm = ................................................. (4.23)
ηt
2371,71 (1 + 0,2 )
=
0,95

= 2846,052 hp = 2122,34 kW
4.2.5 Sistem Deteksi Pemadam Kebarakan Otomatis
4.2.5.1 Detector (Linear Heat Detector)
Jenis detektor yang cocok untuk kondisi conveyor
adalah Heat detektor laju kompensasi dimana detektor ini
akan bekerja apabila temperatur udara disekeliling alat
tersebut mencapai tingkat yang ditentukan, tanpa dipengaruhi
besarnya laju kenaikan temperatur.
Gambar 4.4 Rangkaian Linear Heat Detector pada conveyor
(Sumber: www.fenwalfire.com, 2011)
Linear Heat Detector (LHD) ini biasa juga disebut
dengan Linear Heat Sensor (LHS), pemasangan LHD ini
tidaklah rumit. Cukup memasang secara horizontal pada
tengah atas gallery conveyor yang tersambung pada Alarm
Fire Contorl Panel sehingga apabila ada panas yang melebihi
temperatur dari LHD maka akan mengirim signal ke Alarm
Fire Contorl Panel, temperatur LHD yang digunakan adalah
850C. Jarak LHD ke roller conveyor yaitu tidak boleh lebih
dari 7 ft atau 2,13 meter. Bisa dilihat pada pada Lampiran 6
dan gambar dibawah ini.

Gambar 4.5 Letak Linear Heat Detector pada conveyor


(Sumber: www.fenwalfire.com, 2011)
4.2.5.2 Alarm
Ada jenis alarm yang akan digunakan dalam
perancangan ini yaitu audio dan visual, untuk alarm audio
harus mempunyai bunyi yang khas sehingga mudah dikenal
sebagai alarm kebakaran, dengan tinggkat kekerasan suara 70
db dengan frekuensi 500-1000 Hz. Alarm visual harus
mempunyai lampu indicator berwarna merah.
Gambar 4.6 Alarm
(Sumber: www.firesafe.org.uk, 2010)
4.2.5.3 Titik Panggil Manual
Jenis titik panggil manual yang digunakan dalam
perancangan ini adalah jenis tombol tekan, bagian depan dari
kotak penyimpanan TMP jenis tombol tekan harus dilengkapi
dengan kaca yang bila dipecahkan tidak membahayakan dan
harus dilengkapi dengan alat pemukul khusus. Titik panggil
manual harus berwarna merah.

Gambar 4.7 Titik Panggil Manual (manual push button)


(Sumber: www.firesafe.org.uk, 2010)
4.2.5.4 Alarm Fire Control Panel
Dalam perancangan ini diperlukan adanya control panel
yang berfungsi sebagai pengatur dan pengontrol kerja dari
keseluruhan sistem baik detektor, alarm maupun titik panggil
manual. Panel kontrol yang dipakai adalah panel kontrol yang
memiliki pembagian 1 zona deteksi, peletakan dari panel
kontrol ini diletakkan pada tempat yang membutuhkan
pengawasan secara terus menerus.

Gambar 4.8 Alarm Fire Control Panel


(Sumber: www.fenwalfire.com, 2011)
4.3 ANALISA DATA
4.3.1 Analisa Perencanaan Sprinkler
Pada perancangan ini sistem instalasi sprinkler
diketahui bahwa untuk klasifikasi tingkat risiko bahaya pada
Coal Conveyor adalah bahaya kebakaran berat, yang telah
disesuaikan berdasarkan SNI 03-3989 tahun 2000 dan dapat
diketahui untuk perencanaan pada sistem instalasi sprinkler
sebagai berikut:
- Arah pancaran ke bawah karena kepala sprinkler
diletakan pada kontruksi atap conveyor dengan posisi
dari samping menuju ke atap conveyor.
- Menurut SNI 03-3985-2000 bahwa kepadatan
pancaran sprinkler 12,5 mm/menit.
- Menurut NFPA 15, area proteksi tiap sprinkler dan
jarak maksimal antar sprinkler adalah 3,7 m. Agar
semua area conveyor terlindungi maka jarak antar
sprinkler diperkecil 3 meter menurut sprinkler dengan
Pendent Sprinkler vk608.
- Kapasitas/debit (Q) air untuk kebakaran kelas berat
adalah 3800 liter/menit.
- Sistem yang digunakan adalah wet pipe system yaitu
suatu sistem yang menggunakan sprinkler otomatis
yang disambungkan ke suplai air (water supply).
Dengan demikian air akan segera keluar melalui
sprinkler yang telah terbuka akibat adanya panas dari
api.
- Jenis sprinkler yang digunakan adalah sprinkler
dengan arah pancaran ke bawah Pendent Sprinkler
vk608.
Dari hasil perhitungan yang sudah dilakukan untuk
penentuan jumlah sprinkler pada Conveyor PT. YTL Jawa
Timur Unit 5&6, dapat di ketahui bahwa total sprinkler yang
dibutuhkan adalah 1539 buah.
4.3.2 Spesifikasi Perpipaan
Dari hasil perhitungan untuk penentuan total kerugian
pada perancangan sistem instalasi sprinkler ini adalah:
1. Pipa isap (suction) 8”, di dapat nilai kerugian pipa
isap adalah 0,438182 m, dengan panjag pipa terjauh
3 m.
2. Pipa utama pengeluaran (discharge) 6”, di dapat
nilai kerugian pipa pengeluaran adalah 3,586888 m,
dengan panjag pipa terjauh 10 m.
3. Pipa pembagi (discharge) 4” di dapat nilai kerugian
pada pipa adalah 1101,398 m.
4. Pipa cabang (discharge) 2”, di dapat nilai kerugian
pada pipa adalah 868,79 m.
5. Kerugian Cross dan fitting tee pada pipa utama 6” di
dapat nilai kerugian adalah 0,022273 m.
6. Fitting tee pada pipa pembagi 4”, di dapat nilai
kerugian adalah 0,92324 m.
7. Fitting tee pada pipa cabang 2”, di dapat nilai
kerugian adalah 0,000445 m.
8. Head kerugian total pipa discharge yang
diperkirakan pada proteksi sistem ini adalah
1974,72 m.
9. Head statis (ha) atau head perbedaan tinggi antara
muka air sisi luar / nozel (Z2) dengan sisi isap (Z1)
adalah 5 m.
10. Head tekanan (Δhp) adalah 1,252 m.
11. Head total pada instalasi perpipaan sprinkler adalah
1980,97 m.
4.3.3 Penentuan Sistem Pompa
Dari hasil perencanaan penentuan sistem pompa pada
Conveyor PT. YTL Jawa Timur Unit 5&6, bahwa dapat
ketahui bagaimana mekanisme kerja dan sistem pompa, serta
semua valve yang terdapat pada sistem perpipaan.
− Pompa listrik digunakan
sebagai pompa utama untuk melayani kebutuhan pada
sistem sprinkler ini.
− Pompa diesel (genset)
digunakan sebagai pompa cadangan ketika sumber
daya listrik mati, sehingga secara otomatis pompa
diesel siap beroperasi menggantikan peran pompa
listrik, dan ini dapat terjadi karena sistem pompa di
interlock dalam panel pompa kebakaran.
− Pompa listrik dan pompa diesel
mempunyai kapasitas yang sama sehingga dapat
bekerja secara bergantian dan tidak mempengaruhi
sistem.
− Pompa pacu mempunyai
kapasitas antara 5 – 10 % dari pompa listrik yang
digunakan untuk menjaga agar tekanan dalam sistem
tetap konstan.
− Untuk mengendalikan tekanan
pada sistem ini, dipakai pressure switch untuk
mengendalikan masing-masing pompa tersebut. Jadi
digunakan 3 pressure switch untuk masing-masing
sistem pompa.
− Untuk pompa listrik dan pompa
diesel disetting pada P – start = 4 bar, dimana pompa
akan mulai jalan atau start bila tekanan pada sistem
turun sampai dengan 4 bar, dan bila pada saat itu
sumber listrik mati, maka pompa diesel akan secara
otomatis start karena sistem pompa di interlock dalam
panel pompa kebakaran.
− Untuk pompa pacu disetting
pada P - start = 5 bar dan P - stop = 7 bar, dimana
pompa pacu akan start saat tekanan dalam sistem
turun sampai dengan 5 bar. Dan pompa pacu akan
berhenti saat tekanan dalam sistem telah mencapai 7
bar.
− Disamping pompa-pompa
tersebut dapat start secara otomatis melalui pressure
switch, dalam panel pompa juga terdapat sarana untuk
menstart pompa secara manual, jadi dalam panel
pompa ada switch untuk mengoperasikan sistem
secara manual maupun otomatis.
− Dari hasil perhitungan untuk
penentuan pompa pada perancangan sistem instalasi
sprinkler pada Conveyor PT. YTL Jawa Timur Unit
5&6 adalah 2371,71 hp, sedangkan untuk penggerak
mulanya adalah 2846,052 hp.
4.3.4 Pemilihan Detektor
Detektor yang digunakan dalam perancangan ini
adalah Linear Heat Detector (LHD). Dengan temperatur 850C
dan suhu Ambien mencapai 450C pada area conveyor dan
spesifikasinya yang lebih detail lagi bisa dilihat pada
Lampiran 6.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa pada perancangan sistim sprinkler dan
pemasangan detector pada Conveyor PT. YTL Jawa Timur Unit 5&6adalah:
1. Menghitung luas bangunan conveyor dibagi dengan luas dari
semburan sprinkler. Sehingga total jumlah kepala sprinkler
yang digunakan pada perancangan sistim ini adalah 1539 buah.
jenis sprinkler yang digunakan adalah sprinkler dengan arah
pancaran ke bawah Pendent Sprinkler vk608.
2. Cukup memasang secara horizontal pada tengah atas gallery
conveyor yang tersambung pada Alarm Fire Contorl Panel
sehingga apabila ada panas yang melebihi temperatur dari
LHD maka akan mengirim signal ke Alarm Fire Contorl
Panel. Detektor yang digunakan dalam perancangan ini adalah
Linear Heat Detector (LHD).
3. Pada perancangan ini pipa yang digunakan yaitu pipa cast iron
dengan ukuran 8 inch, 6 inch, 4 inch, dan 2 inch yaitu dengan
menghitung head dari masing – masing pipa baik head mayor
losses maupun minor losses. Maka hasil perhitungan untuk
total head dari sistem perpipaan ini adalah 1974,72 m.
4. Untuk menentukan pompa pada perancangan sistem instalasi
sprinkler ini adalah dengan menghitung daya poros pompa
yaitu daya pompa air maksimal (Pw) max dibagi dengan
efisiensi standar pompa sentrifugal, maka didapat nilai
2371,71 hp, sedangkan untuk penggerak mulanya adalah hasil
dari daya poros pompa dibagi efisiensi transmisi sehingga
didapatkan nilai 2846,052 hp.
5. Volume persediaan air/reservoir yang di butuhkan pada
perancangan sistim ini yaitu dengan menghitung kapasitas

75
debit air (Q) dibagi waktu operasi sistem (T) sehingga hasil
total yang didapat adalah 355,25m3.
5.2 SARAN
Dalam perancangan ini masih ada kekurangan yang nantinya dapat
dikembangkan menjadi lebih baik lagi.
1. Perancangan ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian
selanjutnya yaitu dengan menambah estimasi biaya dan
kelistrikannya.
2. Dibutuhkan prosedur dan manual perawatan dalam
pemeliharaan sprinkler dan detector ini.
3. Agar tidak terjadi kegagalan dalam pengoperasian peralatan ini
maka ikutilah panduan mengenai live time masing
komponen dari pabrik pembuatnya.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Tenaga Kerja RI. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pegawai. Instalasi
Sprinkler, Modul K-10.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan Kerja. (2004). Instruksi


Menteri Tenaga Kerja No:Ins.11/M/BW/1997 Tentang Pengawasan
Khusus K3 penanggulangan Kebakaran. ASPEKSINDO. Jakarta.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Keselamatan Kerja (2007).


Kep.186/MEN/1999 Tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di
Tempat Kerja.

NFPA. Instalation of Sprinkler System. Boston: NFPA 13 ed., 1996.

NFPA 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996
Edition, National Fire Protection Association.

NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps, 2000 Edition, National Fire Protection


Association.

Nuril, A., (2007). Tugas Perancangan Sistem Pencegahan Dan Penanggulangan


Kebakaran. Teknik Keselamatan Dan Kesehatan Kerja.Surabaya.

SNI 03_1745_2000. Tentang Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Pipa


Tegak Dan Selang Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Rumah Dan Gedung

SNI 03_3989_2000. Tentang Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan Sistem


Sprinkler Otomatis Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung.

Sularso (1996). Pompa dan Kompresor Pemilihan, Pemakaian, Pemeliharaan.


Pradnya Paramita. Jakarta.

...,www.firesafe.org.uk. diakses tanggal 05 Januari 2011

...,www.kidde-fire.com. diakses tanggal 05 Januari 2011

...,www.nationalfirefighter.com. diakses tanggal 15 Januari 2011

...,www.smokealarmdetectors.com. diakses tanggal 18 Januari 2011

...,www.fenwalfire.com, diakses tanggal 11 April 2011

...,www.vikinggroupinc.com, diakses tanggal 11 April 2011

77
LAMPIRAN 1
1.1 SURAT IJIN PENGAMBILAN DATA
TUGAS AKHIR
1.2 ACCIDENT RECORD PT YTL JAWA
TIMUR
1.3 DATA KECELAKAAN PT YTL JAWA
TIMUR & PT IPMOMI
1.4 LAYOUT CONVEYOR
81
ACCIDENT RECORD DEPARTEMENT/SECTION
OPERATION / Safety

DATE TIME NUMBER ATTENDING


07.30 08.00 AM
10 Nov 2010 9
ATTENDANCE Josman Ginting Holis
M.Subagiyo Awang
Mugi S Sandy
M. Yusuf Dony
M. Zaini
WHAT WAS THE TOPIC?
CONTENT

Fire protection at conveyor system


WHY WAS THIS TOPIC CHOSEN?
to increase knowledge and awareness of the participant about fire at coal conveyor

HOW WAS PARTICIPATION ENCOURAGED?


Participant entusiasm
WHAT VISUAL AIDS WERE USED?
Presentation and video disaster fire at conveyor in Malaysia

WHAT SIGNIFICANT QUESTIONS OR CONCERNS WERE EXPRESSED?

1. How did the fire become disaster at conveyor system


2. What essential fire protection must be installed at conveyor system, especially
conveyor at high
3. What can we do to avoid self combustion of coal dust
4. What equipment must be install to avoid person using fire hydrant for cleaning
at conveyor
ACTIONS

WHAT WHO WHEN


- - -
PEC coal jetty PLN jetty & conveyor JP jetty & conveyor

PLN oil jetty Cooling water inlet

18+288 E

20+138 E
Cooling water outlet
SHI P
40.000 T

T0 13+25 N
13+16 N

JP materials jetty
C1

EXTENSI ON l=200m

C2

JP Stockpile
PEC stockpile
PEC laydown area STACKER/
RECLAIMER
1 2
10+50
N

UZR
T2
C3A
C6B C6A

PPA
Gr enze n
STACKER/

16.62 E

Ka lkulationsgre nze n
RECLAI MER 9+05
N
C7A
C3B
T3
UEF
C7B

UST

§ ROAD N 8+45

21+00
E

21+25
E
UYE 8+00
N

23+50
E

24+75
E
24+85
E
10UVC 20UVC

UHN

UEJ

6 5
10UHQ 20UHQ

8+72E
8 7 UBN

1
10UHA
UCA
20UHA
UGU to existing
monsoon dra in

UTG
10UMA 20UMA
UGD
6+20.1N

UBH
UBG

PLN stockpile

8+78E
10UQF

10UBF

20UBF
UGA
20U
10U QN
5+71.9N QN 10
10

UGH

UGC
16

10UQV 20UQV

10UPQ
UGF

10UQA
A

20UQA
10UQS10/40 20UQS10/40
§ IN TAKE CHANNEL 4+71E

10UQQ 20UQQ

§ DISCHARGE CHANNEL 4+46.5E


B

JP conveyor
D

Java-Bali Road
F

G G
JP laydown area
H

PLN switchyard
JP ash disposal
L

ASH DISPOSAL AREA


UNITS 7+8

TITLE: SITE LAYOUT


PEC ash disposal
DRG NO.: 7.2.1

Page 28
LAMPIRAN 2
2.1 GAMBAR PERANCANGAN ULANG
CONVEYOR
2.2 GAMBAR PELETAKAN SPRINKLER
2.3 GAMBAR SISTEM PERPIPAAN

81
LAMPIRAN 3
3.1 KEPADATAN PANCARAN
3.2 KAPASITAS MINIMUM DARI
VOLUME BAK PENAMPANG
Lampiran 3
Tabel 3.1 Berikut ini menunjukkan kepadatan pancaran yang memadai dan
daerah kerja yang diperkirakan sesuai dengan kategori dan tinggi
timbunan dimana hanya tersedia atap atau langit-langit sebagai
pelindungnya.

Sumber : SNI 03-3985-2000

Tabel 3.2 Persyaratan kapasitas minimum penampung penyediaan air sistim


bahaya kebakaran berat.

Sumber : SNI 03-3985-2000


LAMPIRAN 4
1.1 CATALOG DIAMETER
1.2 SIFAT FISIK-FISIK AIR
1.3 RELATIVE ROUGHNESS FOR PIPE
Lampiran 4
Catalog 4.1 Diameter Pipa

(Sumber : www.starpipeproducts.com, ASTM A-888 and CISPI 301 Pipe & Fittings)
Tabel 4.1 Sifat – sifat fisik air (air di bawah 1 atm dan air jenuh di atas 1000C)

(Sumber: Sularso, 1996)

Gambar 4.1 Relative Roughness for pipes of common engineering material


(Sumber: Fox, Robert W. dan Alan T. McDonald, 1994)
LAMPIRAN 5
5.1 BILANGAN REYNOLD
5.2 KOEFEISIEN KERUGIAN KATUP
5.3 EFESIENSI STANDART POMPA
Lampiran 5

Gambar 5.1 Friction factor for fully developed flow in current pipes
(Sumber: Fox, Robert W. dan Alan T. McDonald, 1994)

Tabel 5.1 Koefisien kerugian katup

(Sumber: Sularso, 1996)


Gambar 5.2 Efisiensi standart pompa
(Sumber : Sularso, 1996)

Gambar 5.3 Hubungan antara koefisien kavitasi & kecepatan spesifik


(Sumber: Sularso, 1996)
Tabel 5.2 Perbandingan cadangan
Jenis penggerak mula α
Motor induksi 0,1 – 0,2
Motor bakar kecil 0,15 – 0,25
Motor bakar besar 0,1 – 0,2
(Sumber: Sularso, 1996)

Tabel 5.3 Efisiensi transmisi


Jenis transmisi ηt
Sabuk rata Sabuk V 0,9 – 0,93 0,95
Roda gigi lurus satu tingkat 0,92 – 0,95
Roda gigi miring satu tingkat 0,95 – 0,98
Roda gigi
Roda gigi kerucut satu tingkat 0,92 – 0,96
Roda gigi lurus pelinter tingkat 0,95 – 0,98
Kopling hidrolik 0,95 – 0,97
(Sumber: Sularso, 1996)
LAMPIRAN 6
6.1 DATA DETEKTOR YANG DIGUNAKAN
LAMPIRAN 7
7.1 DATA SPRINKLER YANG DIGIUNAKAAN
LAMPIRAN 8
8.1 PERHITUNGAN SISTEM SPRINKLER
8.2 PERHITUNGAN SISTEM PERPIPAAN
Lampiran 8
8.1 Perhitungan Jumlah Sprinkler

2. Area EAC 12
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1,4 meter
dan panjang belt conveyor 674 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 12, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 674 x 3
= 2022 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

2022 m 2
= = 111,84 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 12


adalah 112 buah.
3. Area EAC 21
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1,4 meter
dan panjang belt conveyor 867 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 21, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 867 x 3
= 2601 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an
2601 m 2
= = 143,86 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 21


adalah 144 buah.
4. Area EAC 31
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1,4 meter
dan panjang belt conveyor 875 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 31, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 875 x 3
= 2625 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

2625 m 2
= = 145,18buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 31


adalah 146 buah.
5. Area EAC 41
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1,4 meter
dan panjang belt conveyor 227 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 41, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 227 x 3
= 681 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

681 m 2
= = 37,66 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 41


adalah 38 buah.
6. Area EAC 51
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1,4 meter
dan panjang belt conveyor 227 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 51, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 227 x 3
= 681 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

681 m 2
= = 37,66 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 51


adalah 38 buah.
7. Area EAC 42
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1 meter
dan panjang belt conveyor 2450 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 42, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 2450 x 3
= 7350 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

7350 m 2
= = 406,53 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 42


adalah 407 buah.
8. Area EAC 52
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1 meter
dan panjang belt conveyor 2450 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 52, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 2450 x 3
= 7350 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

7350 m 2
= = 406,53 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 52


adalah 407 buah.
9. Area EAC 43
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1 meter
dan panjang belt conveyor 541 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 43, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 541 x 3
= 1623 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

1623 m 2
= = 89,76 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 43


adalah 90 buah.
10. Area EAC 53
Area ini mempunyai lebar belt conveyor 1 meter
dan panjang belt conveyor 541 meter dengan lebar galery
conveyor 3 meter, maka dapat dihitung banyaknya
sprinkler pada area EAC 53, yaitu :
Luas Sprinkler = π R2
= 3,14 (2,4)2
= 18,08 m2
Luas Bangunan = PxL
= 541 x 3
= 1623 m2
Luas Bangunan
Jumlah Sprinkler = Luas Sprinkler/ perlindung an

1623 m 2
= = 89,76 buah
18,08 m 2

Jadi jumlah Sprinkler yang dibutuhkan untuk area EAC 53


adalah 90 buah.
8.2 Perhitungan Sisitem Pipa
1. Pipa Pembagi (Discharge)
Dengan jenis material besi tuang (cast iron)
berukuran 4” dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 4.1
- Diameter luar pipa 111,252 mm = 0,111252 m
- Diameter dalam pipa 100,076 mm (D) = 0,100076
m
- Tebal pipa 11,176 mm = 0,011176 m
- Panjang pipa terjauh (L) = 10.353 m
- Gambar instalasi pipa dapat dilihat pada Lampiran
2
- Perhitungan pipa pembagi (discharge)
1. Luas pipa diameter dalam
π
A = xD 2
4

3,14 x( 0,100076 m )
2
= = 0,0078619 m2
4
2. Kecepatan rata-rata aliran di dalam
pipa
V = Q/A
= (0,016 m3/s) / (0,0078619 m2)
= 2,035132 m/s
Dimana: Kapasitas debit air (Q) yang digunakan
adalah 0,016 m3/s dikarenakan dalam pipa
sudah melalui 4 pembagian aliran dari aliran
utama yaitu 0,064 m3/s.
3. Bilangan Reynolds (Re)
VxD
Re = µ
2,035132 m/s × 0,100076 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 2,543 x 105
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m = 0,801 x 10-6 m2/s.
4. Kerugian gesekan dalam pipa
(Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 4” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,0025 berdasarkan Lampiran 4 Gambar 4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,025
dengan nilai e/D 0,0025 dan nilai Re = 2,543 x 105.
- Kerugian gesekan pada pipa isap (head friction):
L ×V 2
hf = f
2 ×D ×g

10.353 m × ( 2,035132 m/s )


2

= 0,025 x
2 × 0,100076 m × 9,8 m/s 2
= 546,52 m
Dimana: g adalah nilai ketetapan gravitasi 9,8 m/s2
L adalah panjang pipa terjauh 10.353 m
5. Kerugian pada perubahan geometri
(Minor losses)
- Kerugian pada belokan pipa
Belokan pada pipa utama pengeluaran sebesar 900
yaitu berupa lengkungan dengan nilai f:
3, 5 0,5
D  θ 
f = 0,131 +1,847    
 2R   90 
3, 5 0,5
 0,100076 m   90 
f = 0,131 +1,847    
 2 x0,050038   90 

= 1,978 m
Maka nilai f dari belokan dari pipa utama
pengeluaran sebesar 900 adalah 1,978 m.
V2
hf = f×
2 ×g

( 2,0351315 m/s )
2

= 1,978 m x
2 × 9,8 m/s 2
= 0,417979 m
Pada pipa utama pengeluaran terdapat 10 belokan,
maka kerugian pada pipa:
hf = 10 x 0,417979 m
= 4,17979 m
- Total head kerugian (hftot)
hftot = Mayor losses + Minor losses
= 546,52 + 4,17979
= 550,699 m
- Diketahui bahwa pada pada sistem ini terdapat 2
pipa pembagi, dan dapat di lihat pada Lampiran 2
Gambar 2.1. Maka head friction pada sistem ini
adalah:
hf = hftot x 2
= 550,699 x 2
= 1101,398 m
2. Pipa Cabang (Discharge)
Dengan jenis material besi tuang (cast iron)
berukuran 2” dapat dilihat pada Lampiran 4 Tabel 4.1
- Diameter luar pipa 56,769 mm = 0,056769 m
- Diameter dalam pipa 49,784 mm (D) = 0,049784 m
- Tebal pipa 7,021 mm = 0,07021 m
- Panjang pipa terjauh (L) = 2,5 m
- Gambar instalasi pipa dapat dilihat pada Lampiran
2
- Perhitungan pipa cabang (Discharge)
1. Luas pipa diameter dalam
π
A = xD 2
4
3,14 x ( 0,049784 m )
2
= = 0,001946 m2
4
2. Kecepatan rata-rata aliran di dalam pipa
V = Q/A
= (0,004 m3/s) / (0,001946 m2)
= 2,055498 m/s
Dimana: Kapasitas debit air (Q) yang digunakan
adalah 0,004 m3/s dikarenakan aliran yang
masuk pada pipa cabang terbagi menjadi 4
aliran yaitu aliran dari pipa pembagi 0,004
m3/s / 4 = 0,016
3. Bilangan Reynolds (Re)
VxD
Re = µ
2,055498 m/s × 0,049784 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 1,277 x 105
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m = 0,801 x 10-6 m2/s
4. Kerugian gesekan dalam pipa (Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 2” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,005 berdasarkan Lampiran 4 Gambar 4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,031
dengan nilai e/D 0,005 dan nilai Re = 1,277 x 105.
- Kerugian gesekan pada pipa isap (head friction):
L ×V 2
hf = f
2 ×D ×g
2,5 m × ( 2,055498 m/s )
2

= 0,031 x
2 × 0,049784 m × 9,8 m/s 2
= 0,33557 m
Dimana: g adalah nilai ketetapan gravitasi 9,8 m/s2
L adalah panjang pipa terjauh 2,5 m
5. Kerugian pada perubahan geometri (Minor losses)
- Kerugian pipa pembagi pada perubahan geometri
(minor losses) tidak ada karena pipa pembagi tidak
menggunakan katup dan tidak ada belokan.
- Total head kerugian (hftot)
hftot = Mayor losses + Minor losses
= 0,33557+ 0
= 0,33557 m
- Diketahui bahwa pada sistem ini terdapat 2589 pipa
cabang, dan dapat di lihat pada Lampiran 2
Gambar 2.1. Maka head friction pada sistem ini
adalah:
hf = hftot x 2589
= 0,33557x 2589
= 868,79 m
3. Kerugian Cross Dan Fitting Tee Pada Pipa Utama 6”
- Diameter luar pipa 160,02 mm = 0,16002 m
- Diameter dalam pipa 150,876 mm (D) = 0,150876
m
- Tebal pipa 9,144 mm = 0,009144 m
- Perhitungan kerugian gesekan cross pada pipa
utama:
1. Luas pipa diameter dalam
π
A = xD 2
4

3,14 x ( 0,150876 m )
2
= = 0,017869 m2
4
2. Kecepatan rata-rata aliran di dalam
pipa
V = Q1/A
= (0,032 m3/s) / (0,017869 m2)
= 1,790811 m/s
Dimana: Kapasitas debit air (Q) yang digunakan
adalah 0,032 m3/s dikarenakan dalam pipa
sudah melalui 2 pembagian aliran dari aliran
utama yaitu 0,064 m3/s.
3. Bilangan Reynolds (Re)
VxD
Re = µ
1,790811 m/s × 0,150876 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 3,373 x 105
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m = 0,801 x 10-6 m2/s
4. Kerugian gesekan dalam pipa (Mayor
losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 6” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,0019 berdasarkan Lampiran 4 Gambar
4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,024
dengan nilai e/D 0,0019 dan nilai Re = 2,245 x 105.
- Kerugian gesekan cross pada pipa utama adalah:
V2
hf = f
2 ×g
(1,790811 m/s )
2

= 0,024 x
2 × 9,8 m/s 2
= 0,00617 m
- Diketahui bahwa pada Gambar Lampiran 2 pipa
utama terdapat 3 cross, sehingga kerugian gesekan
cross total pada pipa utama adalah:
hf = 0,00617 x 3
= 0,01851 m
- Perhitungan kerugian gesekan fitting tee pada pipa
utama:
1. Kapasitas aliran
(Q) adalah seperdua dari kapasitas aliran discharge pipa
utama, karena aliran terbagi menjadi 2 aliran. Dimana
(Q) aliran dari pipa utama adalah 0,064 m3/s
Q
Q1 =
2
0,064
= = 0,032 m3/s
2
2. Kecepatan rata-
rata aliran di dalam pipa
V = Q1/A
= (0,032 m3/s) / (0,0178694 m2)
= 1,79077 m/s
3. Bilangan
Reynolds (Re)
VxD
Re = µ
1,79077 m/s × 0,150876 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 3,373 x 105
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m = 0,801 x 10-6 m2/s
4. Kerugian
gesekan dalam pipa (Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 6” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,0019 berdasarkan Lampiran 4 Gambar 4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,023
dengan nilai e/D 0,0019 dan nilai Re = 3,373 x 105.
- Kerugian gesekan fitting tee pada pipa utama
adalah:
V2
hf = f
2 ×g

(1,79077 m/s )
2

= 0,023 x
2 × 9,8 m/s 2
= 0,003763 m
- Total kerugian adalah:
hftot = cross + fitting tee
= 0,01851 m + 0,003763 m
= 0,022273 m
4. Fitting Tee Pada Pipa Pembagi 4”
- Diameter luar pipa 111,252 mm = 0,111252 m
- Diameter dalam pipa 100,076 mm (D) = 0,100076
m
- Tebal pipa 11,176 mm = 0,011176 m
- Perhitungan kerugian gesekan pada fitting tee
1. Luas pipa
diameter dalam
π
A = xD 2
4

3,14 x ( 0,100076 m )
2
= = 0,0078617 m2
4
2. Kapasitas aliran
(Q) adalah seperempat dari kapasitas aliran discharge
pipa pembagi, karena aliran terbagi menjadi 4 aliran.
Q
Q1 =
4
0,016
= = 0,004 m3/s
4
3. Kecepatan rata-
rata aliran di dalam pipa
V = Q1/A
= (0,004 m3/s) / (0,0078617 m2)
= 0,508796 m/s
4. Bilangan
Reynolds (Re)
VxD
Re = µ
0,508796 m/s × 0,100076 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 6,357 x 104
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m = 0,801 x 10-6 m2/s
5. Kerugian
gesekan dalam pipa (Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 4” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,0025 berdasarkan Lampiran 4 Gambar 4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,027
dengan nilai e/D 0,0025 dan nilai Re = 6,357 x 104.
- Kerugian gesekan pada fitting tee:
V2
hf = f
2 ×g

( 0,508796 m/s )
2

= 0,027 x
2 × 9,8 m/s 2
= 0,0003566 m
- Diketahui bahwa pada Gambar Lampiran 2 pipa
pembagi terdapat 2589 fitting tee, sehingga kerugian
gesekan fitting tee total pada pipa pembagi adalah:
hftot = hf x 2589
= 0,0003566 x 2589
= 0,92324 m
5. Fitting Tee Pada Pipa Cabang 2”
- Diameter luar pipa 56,769 mm = 0,056769 m
- Diameter dalam pipa 49,784 mm (D) = 0,049784 m
- Tebal pipa 7,021 mm = 0,07021 m
- Perhitungan kerugian gesekan pada fitting tee
1. Luas pipa
diameter dalam
π
A = xD 2
4

3,14 x ( 0,049784 m )
2
= = 0,001946 m2
4
2. Kapasitas aliran
(Q) adalah seperempat dari kapasitas aliran discharge
pipa cabang, karena aliran terbagi menjadi 4 aliran.
Q
Q1 =
4
0,004
= = 0,001 m3/s
4
3. Kecepatan rata-
rata aliran di dalam pipa
V = Q1/A
= (0,001 m3/s) / (0,001946 m2)
= 0,513875 m/s
4. Bilangan
Reynolds (Re)
VxD
Re = µ
0,513875 m/s × 0,049784 m
=
0,000000801 m 2 / s

= 3,194 x 104
Re > 4000, alirannya bersifat turbulen
Dimana nilai µ berdasarkan Lampiran 4 Tabel 4.1
dengan suhu 300C maka m = 0,801 x 10-6 m2/s
5. Kerugian
gesekan dalam pipa (Mayor losses)
- Dalam perancangan ini pipa yang digunakan adalah
pipa besi. Bahwa nilai e atau kekasaran untuk besi
(cast iron) adalah 0,00085 dimana diameter pipa
berukuran 2” maka nilai relative roughness (e/D)
sebesar 0,005 berdasarkan Lampiran 4 Gambar 4.1
- Dapat diketahui bahwa berdasarkan Lampiran 5
Gambar 5.1 nilai friction factor (f) sebesar 0,033
dengan nilai e/D 0,005 dan nilai Re = 3,194 x 104.
- Kerugian gesekan pada fitting tee:
V2
hftot = f
2 ×g

( 0,513875 m/s )
2

= 0,033 x
2 × 9,8 m/s 2
= 4,446 x 10-4 ≈ 0,000445 m
LAMPIRAN 9
9.1 SPESIFIKASI POMPA
SNI 03-3989- 2000
Kembali

Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik


untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

1. Ruang lingkup.
Standar ini mencakup persyaratan minimal terhadap instalasi pemadam kebakaran sistem
springkler otomatis dengan instalasi pipa basah dengan sasaran penyediaan instalasi pemadam
kebakaran pada bangunan gedung bertingkat, bangunan industri dan bangunan-bangunan
lainnya sesuai dengan klasifikasi sifat hunian.
Sarana pemadam kebakaran sistem springkler dimaksudkan untuk melindungi jiwa dan harta
benda dari bahaya kebakaran. Penggunaan sarana pemadam kebakaran yang sesuai standar,
bertujuan untuk menjamin agar dapat bekerja secara efektif dan effisien.
2. Acuan.
a). Fire Offices’ Committe (Foreign) ; Rules for Automatic Sprinkler Installation, 1974.
b). NFPA 13 : Installation of Sprinkler Systems, 1994 Edition, National Fire Protection
Association. ( sebagai pembanding).
3. Istilah dan definisi.
3.1.
instalasi springkler.
suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara tetap/permanen di dalam
bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di
tempat mula terjadi kebakaran.

3.2.
kepadatan pancaran.
jumlah debit air ( liter/menit ) yang dikeluarkan oleh 4 kepala springkler yang berdekatan dan
terletak di empat sudut bujur sangkar, persegi panjang atau jajaran genjang (kepala springkler
dipasang selang seling) dibagi oleh 4 x luas bujur sangkar, persegi panjang atau jajaran genjang
tersebut di atas (m2).
Kepadatan pancaran tersebut dalam sistem bahaya kebakaran berat tidak boleh kurang dari
ketentuan butir 4.1.3.c. dan tabel 4.1.3.c.1 dengan catatan bahwa semua kepala springkler terbuka
serentak termasuk empat kepala springkler yang bersangkutan.
Kepadatan pancaran dinyatakan dalam mm/menit.

3.3.
klasifikasi sifat hunian.
klasifikasi tingkat risiko bahaya kebakaran yang diklasifikasikan berdasarkan struktur bahan
bangunan, banyaknya bahan yang disimpan di dalamnya, serta sifat kemudahan terbakarnya, juga
ditentukan oleh jumlah dan sifat penghuninya.
Selanjutnya dalam standar ini disebut klasifikasi sifat hunian, yaitu :

3.3.1.
hunian bahaya kebakaran ringan.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga menjalarnya api lambat.

1 dari 83
SNI 03-3989- 2000

3.3.2.
hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 m dan apabila terjadi kebakaran
melepaskan panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.

3.3.3.
hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 m dan apabila terjadi kebakaran melepaskan
panas sedang, sehingga menjalarnya api sedang.

3.3.4.
hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas tinggi, sehingga menjalarnya api cepat.

3.3.5.
hunian bahaya kebakaran berat.
macam hunian yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi dan apabila terjadi
kebakaran melepaskan panas tinggi, penyimpanan cairan yang mudah terbakar, sampah, serat,
atau bahan lain yang apabila terbakar apinya cepat menjadi besar dengan melepaskan panas
tinggi sehingga menjalarnya api cepat.

3.3.6.
hunian khusus.
untuk hunian khusus seperti penyimpanan atau tempat dimana penggunaan cairan yang
mempunyai kemudahan terbakar tinggi dapat digunakan sistem pancaran serentak.
Karena keadaan yang menguntungkan, beberapa macam hunian dapat memperoleh keringanan
satu kelas lebih rendah dengan persetujuan instansi yang berwenang.

3.4.
penggelontoran.
membilas seluruh jaringan instalasi springkler dengan air bersih dengan tekanan tertentu untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang dapat mengganggu bekerjanya sistem dan/atau merusak.

3.5.
pipa cabang.
bagian dari jaringan pemipaan sistem springkler dimulai dari titik penyambungan pipa pembagi
sampai ke kepala springkler terakhir.

3.6.
pipa pembagi utama.
pipa yang menghubungkan pipa tegak dengan pipa pembagi.

3.7.
pipa pembagi.
pipa yang dihubungkan langsung dengan pipa cabang.

2 dari 83
SNI 03-3989- 2000

3.8.
pipa tegak.
pipa yang dipasang tegak untuk penyediaan air pada sistem springkler.

3.9.
springkler sistem pipa basah.
jaringan pipa berisi air dengan tekanan tertentu secara terus menerus.

3.10.
susunan cabang ganda.
susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke dua sisi pipa pembagi.

3.11.
susunan cabang tunggal.
susunan sambungan di mana pipa cabang disambungkan ke satu sisi dari pipa pembagi.

3.12.
susunan pemasukan di tengah.
susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran air dari tengah ( lihat gambar
3.12).

Gambar 3.12. : Susunan pemasukan di tengah

3.13.
susunan pemasukan di ujung.
susunan penyambungan di mana pipa pembagi mendapat aliran dari ujung ( lihat gambar 3.13 ).

3 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 3.13.: Susunan pemasukan di ujung.


4. Ketentuan umum.
4.1. Dasar perencanaan.
4.1.1. Klasifikasi Sistem.
Sistem springkler terdiri dari 3 klasifikasi sesuai dengan klasifikasi Hunian Bahaya kebakaran,
yaitu :
a). sistem bahaya kebakaran ringan,
b). sistem bahaya kebakaran sedang,
c). sistem bahaya kebakaran berat.
(lihat butir 4.2 untuk klasifikasi sifat hunian).
Jaringan pipa untuk dua sistem bahaya kebakaran atau lebih yang berbeda boleh dihubungkan
pada satu katup kendali dengan ketentuan jumlah kepala springkler yang dilayani tidak melampaui
jumlah maksimum.
4.1.2. Perhitungaan Hidrolik.
Perhitungan hidrolik tiap sistem harus direncanakan berdasarkan kepadatan pancaran pada
daerah kerja maksimum yang diperkirakan (banyaknya kepala springkler yang dianggap bekerja)
dibagian hidrolik tertinggi dan terjauh dari gedung yang dilindungi.
4.1.3 Kepadatan pancaran..
Kepadatan pancaran yang direncanakaan dan daerah kerja maksimum yang diperkirakan untuk
ketiga klasifikasi tersebut diatas tercantum dibawah ini :

4 dari 83
SNI 03-3989- 2000

a). Sistem bahaya kebakaran ringan.


Kepadatan pancaran yang direncanakan 2,25 mm/menit.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan : 84 m2.
Catatan :
Tambahan kepadatan sebesar 5 mm/men diberikan untuk daerah tertentu pada hunian bahaya kebakaran
ringan, seperti : ruang atap, ruang besmen, ruang ketel uap, dapur, ruang binatu, ruang penyimpanan, ruang
kerja bengkel dan lain-lain dengan penentuan jarak kepala springkler yang lebih dekat (lihat butir 6.1.1.b).
b). Sistem bahaya kebakaran sedang.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 5 mm/menit.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 72 ~ 360 m2.
Catatan :
Sistem bahaya kebakaran sedang terdiri dari 3 (tiga) kelompok berdasarkan daerah kerja maksimum yang
diperkirakan, yaitu :
kelompok I, (bahaya kebakaran sedang ringan) 72 m2,
kelompok II,144 m (bahaya kebakaran sedang-sedang) 144 m2,
kelompok III, (bahaya kebakaran sedang berat) 216 m2.
Apabila kemungkinan terjadi penyalaan serentak, misalnya yang mungkin terjadi pada proses persiapan di pabrik
tekstil, maka luas maksimumnya 360 m2.
c). Sistem bahaya kebakaran berat
1). Bahaya proses {lihat tabel 4.1.3.c.1) }.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 12,5 mm/men.
Daerah kerja maksimum yang diperkirakan 260 m2.
Tabel 4.1.3.c.1).
Kepadatan yang Luas daerah kerja
Klasifikasi Hunian direncanakan maksimum, yang
(mm/men) diperkirakan (m2)
Daerah perlindungan (sistem
Hanggar pesawat terbang 7,5
pancaran serentak).
Pabrik selulosa 12,5 260
Pabrik korek api 10,0 260*
Lengkap dengan pancaran
Pabrik petasan 10,0
serentak untuk setiap gedung
Pabrik plastik busa dan karet, pabrik plastik
busa dan barang karet busa (termasuk luas
10,0 260
daerah yang direncanakan dengan
kepadatan yang lebih tinggi).
Pabrik cat, zat pewarna dan Vernis. 7,5 260*
Pabrik pelapis lantai dan sebangsa kertas
7,5 260
minyak.
Pekerjaan dengan damar, terpentin dan
7,5 260*
sulang minyak.
Pabrik karet subtitusi 7,5 260*
Pabrik kayu, wool. 7,5 260
Penyulingan tir. 10 260*

5 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Catatan tabel :
Diperlukan perlengkapan perlindungan dengan pancaran berkecepatan tinggi atau sedang dalam daerah bahaya ini
dimana larutan atau cairan lain yang mudah terbakar disimpan atau diolah.
2). Bahaya pada gudang penimbunan tinggi.
Kepadatan pancaran yang direncanakan 7,5 ~ 30,0 mm/men. Daerah kerja maksimum
yang diperkirakan 260 ~ 300 m2. Kepadatan pancaran yang direncanakan untuk
bahaya pada gudang penimbunan tinggi tergantung pada sifat bahaya barang yang
disimpan dan tinggi penimbunan.
Tabel 4.1.3.c.2) berikut ini menunjukkan kepadatan pancaran yang memadai dan
daerah kerja yang diperkirakan sesuai dengan kategori dan tinggi timbunan dimana
hanya tersedia atap atau langit-langit sebagai pelindungnya.
Tabel 4.1.3.c.2)
Kepadatan pancaran Daerah kerja Tinggi timbunan maksimum (m)
yang diperlukan maksimum yang KategorI
(mm/men) diperkirakan (m2) I II III IV
7,5 5,3 4,1 2,9 1,6
10,0 6,5 5,0 3,5 2,0
12,5 260 7,6 5,9 4,1 2,3
15,0 6,7 4,7 2,7
17,5 7,6 5,2 3,0
20,0 5,7 3,3
22,5 6,3 3,6
25,0 300 6,7 3,8
27,5 7,2 4,1
30,0 7,7 4,4
Catatan : Dipertimbangkan bahwa tinggi penimbunan* seluruhnya tidak melampaui angka berikut ini pada berbagai
kategori yang sesuai untuk sistem bahaya kebakaran sedang dan tidak dianggap sebagai gudang penimbunan tinggi.
Kategori I 4,0 m
Kategori II 3,0 m
Kategori III 2,1 m
Katagori IV 1,2 m
* Istilah penimbunan meliputi pergudangan atau penyimpanan sementara barang atau bahan, sambil menunggu proses
selanjutnya.
KATAGORI - I
Bahan-bahan dengan daya bakar sedang ( dan bahan bakar yang tidak terbakar dalam bungkus yang mudah terbakar )
– di luar jenis itu* spesifikasi di bawah katagori II, III dan IV – penyimpanan dengan tumpukan, palet atau rak, sampai
ketinggian tidak melebihi 4 m.
Contoh katagori I, gudang :
- karpet. - toko makanan.
- baju. - barang-barang logam ( dalam karton ).
- peralatan listrik. - tekstil.
- gelas dan barang dari tembikar - semua bentuk penyimpanan kertas lain dari yang
dispesifikasikan di bawah katagor II dan III

6 dari 83
SNI 03-3989- 2000

* Daftar dari jenis dalam katagori II, III dan IV, tidak lengkap dan harus dianggap bahwa jenis-jenis dari gudang tidak
spesifik disebutkan,diamati otomatis sebagai dibawah katagori I.
Umumnya, jenis-jenis di bawah katagori II, III dan IV digunakan bila pengalaman menunjukkan bahwa bahan-bahan
menghasilkan pengecualian ketahanan apinya dengan laju dan pelepasan panas yang tinggi.
Apabila ada keraguan tentang klasifikasinya, konfirmasi harus diperoleh dari asuransi kebakaran.
KATAGORI II
- Bal – gabus. - plastik ( tidak berbusa) lain dari celluloid.
- Bal – kertas bekas. - rol pulp dan kertas ( penyimpanan horisontal).
- Karton yang mengandung alkohol di dalam - rol kertas aspal (penyimpanan horisontal)
kaleng atau botol.
- Karton dari minuman kaleng yang dikeringkan - wisky dalam pallet.
dengan penguapan larutan.
- Papan chip. - pola kayu
- Cairan mudah menyala dalam kontainer yang - kayu perabot
tidak mudah terbakar.
- produk linoleum - lembaran lapisan kayu halus.
KATAGORI III
- kertas dilapisi bitumen atau lilin. - barang-barang karet.
- esparto - tumpukan kayu dengan ventilasi.
- produk plastik busa dan karet busa (dengan atau - kertas yang dilapisi lilin atau aspal dan
tanpa karton) lain dari yang dispesifikasikan kontainer dalam krton.
pada katagori IV.
- Celluloid - wol, kayu.
- Cairan mudah menyala dalam kontainer mudah - palet kayu dan kayu datar
terbakar.
- Rol pulp dan kertas ( penyimpanan horisontal). - semua bahan yang mempunyai bungkus atau
kontainer yang dibentuk awal dari plastik busa
- Rol kertas aspal (penyimpanan vertikal)
KATAGORI IV
- Pemotongan dan potongan-potongan dari plastik - Rol atau lembaran plastik busa atau karet busa.
busa atau karet busa
4.2. Klasifikasi sifat hunian.
Klasifikasi sifat hunian dalam standar ini hanya terbatas untuk penggunaan sistem springkler dan
penyediaan airnya.
4.2.1. Hunian bahaya kebakaran ringan.
Yang termasuk hunian bahaya kebakaran ringan adalah seperti hunian :
- ibadat - perkantoran
- klub - perumahan
- pendidikan - restoran ( ruang makan ).
- perawatan - perhotelan
- lembaga - rumah sakit
- perpustakaan - penjara.
- museum.

7 dari 83
SNI 03-3989- 2000

4.2.2. Hunian bahaya kebakaran sedang


a). Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I.
Yang termasuk hunian kebakaran sedang kelompok I adalah seperti hunian :
- parkir mobil dan ruang pamer - pabrik susu
- pabrik minuman tidak - pabrik elekronika
termasuk bagian
pembotolan.
- restoran daerah dapur. - pabrik barang gelas
- pengalengan - pabrik permata

b). Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II.


Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok II, adalah seperti hunian :
- penggilingan produk biji-bijian. - pabrik bahan makanan
- pabrik kimia (bahan kimia dengan - pertokoan dengan pramuniaga kurang
kemudahan terbakar sedang) dari 50 orang
- perdagangan - perakitan barang kayu
- binatu. - pengolahan makanan ternak.
- gudang perpustakaan - pabrik barang keramik
- pabrik cerutu, rokok - pengolahan logam.
- pabrik kembang gula - pabrik barang klontong
- penyulingan - pabrik tekstil
- pabrik barang kulit - pabrik / perakitan kendaraan bermotor
- bengkel mobil.

c). Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III.


Yang termasuk hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III adalah seperti hunian :
- pabrik karet dan barang karet (tidak - pabrik sikat
termasuk karet busa ).
- Pabrik radio dan TV. - pabrik karung (kecuali proses
persiapan serat).
- Pabrik pesawat terbang kecuali - pabrik sabun
hanggar.
- Pabrik gula. - pabrik lilin
- Pabrik pakaian - toko dengan pramuniaga lebih dari
50 orang
- Pabrik tepung terigu. - pabrik plastik dan barang plastik
(tidak termasuk plastik busa)
- Pabrik kertas dan barang kertas. - penggergajian kayu dan pengerjaan
kayu

8 dari 83
SNI 03-3989- 2000

d). Hunian bahaya kebakaran berat.


Yang termasuk hunian bahaya kebakaran berat adalah seperti hunian :
- pabrik kimia (bahan kimia dengan - pengerjaan kayu yang penyelesaiannya
kemudahan terbakar tinggi) menggunakan bahan mudah terbakar
- pabrik kembang api - studio film dan televisi
- pabrik korek api - pabrik karet buatan
- pabrik bahan peledak - hanggar pesawat terbang.
- pabrik cat - penyulingan minyak bumi
- pemintalan benang atau kain - pabrik karet busa atau plastik busa
e). Hunian bahaya kebakaran sedang kelompok III khusus.
Yang dimaksud adalah seperti : pabrik kapas, proses hulu sebelum pemintalan, bangunan
penyulingan minuman keras, studio film dan tv, pengolah serat sebelum pemintalan, pabrik
korek api, kilang minyak bumi.
Catatan :
Dalam daerah dimana digunakan pelarut mudah terbakar diperlukan proteksi tambahan dengan penyemprot
kecepatan sedang untuk mendinginkan tangki.
4.3. Ruang di dalam gedung yang harus dilindungi.
Semua ruang dalam gedung harus dilindungi dengan sistem springkler, kecuali ruang tertentu
yang telah mendapat izin dari pihak yang berwenang seperti :
a) ruang tahan api,
b) kamar kakus,
c) ruang panel listrik,
d) ruangan tangga dan ruangan lain yang dibuat khusus tahan api.
4.4. Pemasangan.
4.4.1. Permohonan persetujuan.
Sebelum mulai dengan pemasangan, gambar perencanaan harus mendapat persetujuan pihak
yang berwenang, perubahan yang terjadi pada gambar perencanaan yang telah disetujui harus
dimintakan persetujuan ulang.
4.4.2. Gambar perencanaan.
Gambar perencanaan harus dibuat dengan skala tertentu, pada kertas gambar yang berukuran
sama dan harus memuat denah tiap lantai. Gambar perencanaan harus dapat diperbanyak
dengan mudah. Hal-hal seperti dibawah ini harus tercantum dalam gambar perencanaan :
a). Nama pemilik dan jenis hunian
b). Alamat.
c). Klasifikasi bahaya kebakaran.
d). Arah mata angin
e). Kontruksi atap dan langit-langit.
f). Potongan gedung.
g). Letak dinding tahan api.

9 dari 83
SNI 03-3989- 2000

h). Letak dinding pemisah.


i). Jenis hunian tiap ruang atau kamar
j). Letak tempat-tempat yang tertutup dan penyimpanan barang
k). Ukuraan pipa dan tekanan air bersih kota dan apakah merupakan ujung buntu atau jaringan
melingkar
l). Penyedian air cara lain dengan tekanan atau gravitasi
m). Merk, ukuran lubang, dan jenis springkler
n). Suhu kerja dan letak springkler
o). Jumlah springkler pada tiap pipa tegak, jumlah springkler pada tiap sistem dan luas daerah
yang dilindungi tiap lantai
p). Jumlah springkler pada setiap pipa tegak dan jumlah keseluruhan tiap lantai
q). Merk, model dan tipe tanda bahaya yang dipakai
r). Macam dan letak lonceng tanda bahaya hidrolis
s). Percabangan, nipel pipa tegak dan ukuran-ukurannya
t). Jenis penggantung
u). Semua katup kendali, pipa pengering, pipa uji
v). Slang kebakaran
w). Nama dan alamat instalatur.
4.4.3. Syarat bahan.
Hanya kepala springkler 100 % baru boleh dipasang. Bahan yang dipakai dalam pemasangan
sistem springkler hanya bahan yang telah disetujui oleh pihak yang berwenang.
4.4.4 Pemasangan instalasi springkler harus dilaksanakan oleh instalatur yang telah
mendapat pengesahan dari instansi yang berwenang.
4.5. Pemeriksaan dan pengujian.
4.5.1 Setelah pemasangan selesai harus diadakan pemeriksaan dan pengujian oleh
instalatur dan disaksikan oleh pemilik dan pejabat yang berwenang. Instalatur dapat meninggalkan
pekerjaan apabila semua cacat telah diperbaiki dan sistem springkler siap beroperasi. Berita acara
serah terima harus dibuat dan ditanda tangani oleh semua pihak yang bersangkutan sebagai
tanda bukti penyerahan pekerjaan.
4.5.2 Semua pengujian yang diminta dalam standar ini harus dilakukan oleh instalatur.
Instalatur harus memberitahukannya terlebih dahulu sebelum pengujian dilaksanakan kepada
pemilik dan pejabat yang berwenang. Apabila tidak ada petugas dari pihak yang berwenang dapat
hadir pada waktu pengujian dan ijin pengujian telah diberikan, maka pengujian dapat dilaksanakan
oleh pemilik atau orang yang ditunjuknya. Hasil pengujian harus diserahkan kepada pejabat yang
berwenang untuk disahkan.
4.5.3 Syarat-syarat pengujian.
a). Syarat air.
Air laut atau air lain yang mengandung bahan kimia yang dapat menyebabkan korosi tidak
boleh dipergunakan untuk pengujian.

10 dari 83
SNI 03-3989- 2000

b). Penggelontoran sambungan pipa bawah tanah.


Sambungan pipa bawah tanah pada pipa tegak harus digelontor untuk membersihkan
kotoran-kotoran sebelum dihubungkan dengan sistem springkler sesuai dengan tabel
4.5.3.b.
Penggelontoran harus terus dikerjakan sampai air yang keluar jernih. Pada pelaksanaan, air
dapat dikeluarkan melalui lubang keluar pipa penguji. Apabila sistem penyediaan air bersih
kota tidak dapat mengalirkan air yang dibutuhkan untuk penggelontoran, harus diusahakan
penyediaan dengan sistem yang lain. Untuk pipa bawah tanah yang dibutuhkan dengan
springkler terbuka, pancaran serentak atau sistem springkler yang dihitung dengan tabel,
kapasitas air penggelontor minimum harus sesuai dengan kapasitas yang dihitung untuk
masing-masing sistem.
Tabel 4.5.3.b.
Ukuran Pipa Kapasitas Penggelontoran
(mm) ( liter/detik )
150 50
200 70
250 100
300 130

c). Pengujian Hidrostatik.


Semua sistem perpipaan termasuk perpipaan halaman harus diuji pada tekanan hidrostatik
sebesar 14 kg/cm2 selama 2 jam atau pada tekanan 3 kg/cm2 di atas tekanan statik apabila
tekanan statik yang ada lebih dari 10 kg/cm2. Tekanan hidrostatik harus diukur pada bagian
pipa tegak yang terendah.
d). Kebocoran pada pengujian.
Pada saat diadakan pengujian tekanan hidrostatik pemipaan, springkler tidak boleh
menunjukkan adanya kebocoran yang terlihat.
e). Sambungan pemadam kebakaran.
Pemipaan yang disediakan untuk sambungan pemadam kebakaran harus diuji dengan
tekanan yang sesuai.
4.6. Perubahan dan perbaikan.
Pihak-pihak yang berkepentingan perlu diberitahu, jika sistem penanggulangan bahaya kebakaran
diubah atau diperbaiki hingga mengakibatkan sistem tersebut tidak berfungsi.
Perubahan dan perbaikan tersebut harus diselesaikan secepat mungkin. Selama perubahan dan
perbaikan dikerjakan pada waktu jam kerja, karyawan yang bertanggung jawab sudah siaga untuk
dapat melakukan pemadaman dengan alat pemadam lain bila terjadi kebakaran.
5. Sistem penyediaan air.
5.1. Persyaratan umum.
Setiap sistem springkler otomatis harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem
penyediaan air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup, serta dapat
diandalkan setiap saat. Sistem penyediaan air harus dibawah penguasaan pemilik gedung.
Apabila pemilik tidak dapat mengendalikannya harus ditunjuk badan lain yang diberikan kuasa
penuh untuk maksud tersebut. Air yang digunakan tidak boleh mengandung serat atau bahan lain
yang dapat mengganggu bekerjanya springkler. Pemakaian air asin tidak diijinkan, kecuali bila

11 dari 83
SNI 03-3989- 2000

tidak ada penyediaan air lain pada waktu terjadinya kebakaran dengan syarat harus segera dibilas
dengan air bersih.
5.1.1. Syarat penyambungan.
Pipa penyalur untuk sistem springkler tidak boleh dihubungkan pada sistem lain kecuali seperti
yang diatur dalam bagian ini.
a). Jaringan kota.
Sambungan pada sistem jaringan kota dapat diterima apabila kapasitas dan tekanannya
mencukupi. Kapasitas dan tekanan sistem jaringan kota dapat diketahui dengan
mengadakan pengukuran langsung pada jaringan distribusi di tempat penyambungan yang
direncanakan atas ijin Perusahaan Daerah Air Minum. Meter air tidak dianjurkan untuk
dipasang pada sambungan sistem springkler. Apabila ditentukan lain harus digunakan meter
air khusus. Ukuran pipa sekurang-kurangnya harus sama dengan pipa tegak yang
disambungkan, dengan ukuran minimum 100 mm.

Gambar 5.1.1.a. : Jaringan kota.


b). Tangki gravitasi.
Tangki yang diletakkan pada ketinggian tertentu dan direncanakan dengan baik dapat
diterima sebagai sistem penyediaan air. Kapasitas dan letak ketinggian tangki harus
memberikan aliran dan tekanan yang cukup.

12 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 5.1.1.b.(1). : Tangki gravitasi.


Tangki gravitasi yang melayani keperluan rumah tangga, kran kebakaran dan sistem
springkler otomatis harus :
1). direncanakan dan dipasang sedemikian rupa, sehingga dapat menyalurkan air
dalam kuantitas dan tekanan yang cukup untuk sistem tersebut.
2). mempunyai lubang aliran keluar untuk keperluan rumah tangga pada ketinggian
tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk
pemadam kebakaran dapat dipertahankan.
3). mempunyai lubang aliran keluar untuk kran kebakaran pada ketinggian tertentu dari
dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk sistem springkler
otomatis dapat dipertahankan.

Gambar 5.1.1.b.(2) : Sambungan pipa yang melayani keperluan rumah tangga, kran kebakaran,
springkler otomatis pada tangki gravitasi.

13 dari 83
SNI 03-3989- 2000

c). Tangki bertekanan.


Tangki bertekanan yang direncanakan dengan baik dapat diterima sebagai sistem
penyediaan air.
Tangki bertekanan harus dilengkapi dengan suatu cara yang dibenarkan agar tekanan udara
dapat diatur secara otomatis.
Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyediaan air, sistem tersebut
harus juga dilengkapi dengan alat tanda bahaya yang memberikan peringatan apabila
tekanan dan atau tinggi muka air dalam tangki turun melampaui batas yang ditentukan.
Tanda bahaya harus dihubungkan dengan jaringan listrik yang terpisah dengan jaringan
listrik yang melayani kompresor udara.
Tangki bertekanan hanya boleh digunakan untuk melayani sistem springkler dan sistem
slang kebakaran yang dihubungkan pada pemipaan springkler.
Tangki bertekanan harus selalu terisi air 2 3 penuh, dan diberi tekanan udara ditambah
dengan 3 X tekanan yang disebabkan oleh berat air pada perpipaan sistem springkler di atas
tangki kecuali ditetapkan lain oleh pejabat yang berwenang.

Gambar 5.1.1.c. Tangki bertekanan.


d). Sambungan pemadam kebakaran.
Apabila disyaratkan harus disediakan sebuah sambungan yang memungkinkan petugas
pemadam kebakaran memompakan air kedalam sistem springkler, ukuran pipa minimum
adalah 100 m.
Pipa berukuran 80 mm dapat digunakan, apabila dihubungkan dengan pipa tegak berukuran
80 mm juga. Sambungan pemadam kebakaran harus ditempatkan pada bagian sistem
springkler di dekat katup balik.
5.2. Persyaratan kapasitas aliran dan tekanan.
5.2.1. Bahaya kebakaran ringan.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 225 liter/menit dan bertekanan 2,2
kg/cm2 ditambah tekanan air yang ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan
springkler tertinggi.
Tekanan diukur pada katup kendali.

14 dari 83
SNI 03-3989- 2000

5.2.2. Bahaya kebakaran sedang.


a). Bahaya kebakaran sedang kelompok I.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 375 liter/menit dan
bertekanan 1,0 kg/cm2 atau kapasitas 540 liter/menit dan bertekanan 0,7 kg/cm2 ditambah
tekanan air yang ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler
tertinggi.
Tekanan diukur pada katup kendali.
b). Bahaya kebakaran sedang kelompok II.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 725 liter/menit dan
bertekanan 1,4 kg/cm2 atau kapasitas 1000 liter/menit dan bertekanan 1,0 kg/cm2 ditambah
tekanan yang ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler
tertinggi.
Tekanan diukur pada katup kendali.
c). Bahaya kebakaran sedang kelompok III.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 1100 liter/menit dan
bertekanan 1,7 kg/cm2 atau kapasitas 1350 liter/menit dan bertekanan 1,4 kg/cm2 ditambah
tekanan yang ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler
tertinggi.
Tekanan diukur pada katup kendali.
5.2.3. Bahaya kebakaran berat.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas dan tekanan cukup, seperti
tercantum dalam tabel 5.2.3.1. dan tabel 5.2.3.2.
Tabel persyaratan aliran dan tekanan bahaya kebakaran berat.
Tabel 5.2.3.(1).
1). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.1.(1) & (2) penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 15 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (m2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran
lebih dari Tekanan aliran (kg/cm2) di titik kelompok springkler 48
(liter/men)
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 1,80 2,25 2,80 3,35 3,95
10,0 3050 1,80 2,40 3,15 3,90 4,80 5,75 6,80
12,5 3800 2,70 3,65 4,75 6,00 7,30
15,0 4550 3,80 5,20 6,75

2). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.2. (1) & (2), penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 15 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (M2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran
lebih dari
(liter/men) Tekanan aliran (kg/cm2) di titik kelompok springkler 48
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 1,35 1,75 2,15 2,65 3,15
10,0 3050 1,30 1,80 2,35 3,00 3,75 4,55 5,45
12,5 3800 2,00 2,75 3,60 4,60 5,70 7,00 8,35
15,0 4550 2,80 2,85 5,10 6,50

15 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 5.2.3.(2).
1). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.3. (1) & (2) penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 15 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (M2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran
lebih dari Tekanan aliran (kg/cm2) di titik kelompok springkler 48
(liter/men)
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 0,70 0,90 1,10 1,35 1,60
10,0 3050 0,70 0,95 1,25 1,60 1,95 2,35 2,80
12,5 3800 1,10 1,50 1,95 2,45 3,05 3,70 4,35
15,0 4550 1,60 2,15 2,80 3,55 4,35 5,25 6,25 ¼
17,5 4850 2,15 2,90 3,80 4,80 5,90 7,15
20,0 6400 2,80 3,80 5,00 6,30 7,75
22,5 7200 3,50 4,80 6,30 7,95
25,0 8000 4,35 5,90 7,75
27,5 8800 5,25 7,15
30,0 9650 6,20

2). Untuk pemipaan dengan ukuran sesuai tabel 7.5.3. (1) & (2) penggunaan kepala
springkler dengan ukuran nominal 20 mm.
Kepadatan Luas daerah perencanaan tiap springkler (M2)
Kapasitas
aliran tidak 6 7 8 9 10 11 12
aliran 2
lebih dari Tekanan aliran (kg/cm ) di titik kelompok springkler 48
(liter/men)
(mm/men) pada springkler tertinggi.
7,5 2300 0.80 0.85
10,0 3050 0.95 1.15 1.40 1.65
12,5 3800 0.90 1.15 1.45 1.80 2.15 2.55
15,0 4550 0,95 1.25 1.65 2.10 2.55 3.10 3.65
17,5 4850 1,25 1.70 2.25 2.80 3.45 4.20 4.95
20,0 6400 1,65 2.25 2.95 3.70 4.60 5.55 6.55
22,5 7200 2.05 2.85 3.70 4.70 5.75 6.95
25,0 8000 2.55 3.50 4.55 5.75 7.10
27,5 8800 3.05 4.20 5.50 6.90
30,0 9650 3.60 4.95 6.50
5.3. Persyaratan kapasitas minimum penampung penyediaan air.
Kapasitas penampung di bawah ini mencakup semua penampung air untuk springkler, termasuk
slang kebakaran berukuran 20 mm atau 25 mm.
Kapasitas tampung minimum untuk tangki bertekanan diuraikan pada butir 5.4.4.b.
Kapasitas penyediaan air dari jaringan kota dan tangki gravitasi yang digunakan untuk keperluan
lain di samping springkler diatur pada butir 5.4.1. Apabila disyaratkan, maka waktu pengisian
tangki hisap diatur sesuai tabel 5.3.1; 5.3.2; 5.3.3.
Waktu pengisian dalam tabel berlaku untuk kapasitas pompa yang sama dengan kapasitas pompa
tekan untuk springkler.

16 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 5.3.1 : Sistem bahaya kebakaran ringan.


Tinggi maksimum springkler Waktu pengisian maksimum
Kapasitas
tertinggi diatas springkler terendah untuk tangki hidup
minimum (m3)
(m) (menit)
15 9 30
30 10 30
45 11 30
Tabel 5.3.2 : Sistem bahaya kebakaran sedang.
Tinggi maksimum
Kapasitas
springkler tertinggi diatas Waktu pengisian maksimum
minimum
Kelompok springkler terendah untuk tangki hisap
(m3)
(m) (menit)
15 55 60
I 30 70 60
45 80 60
15 105 60
II 39 125 60
45 140 60
15 135 60
III 30 160 60
45 185 60

Tabel 5.3.3 : Sistem bahaya kebakaran berat.


Kepadatan yang Kapasitas Minimum Waktu pengisian maksimum untuk
direncanakan m3 tangki hisap
(mm/men) (menit)
7,5 225 90
10,0 275 90
12,5 350 90
15,0 425 90
17,5 450 90
20,0 575 90
22,5 650 90
25,0 725 90
27,5 800 90
30,0 875 90

Dalam menghitung kapasitas efektif tangki hisap harus diukur dari muka air normal dalam tangki
sampai muka air terendah dalam tangki sesuai tabel 5.3.4 kolom A.
Muka air terendah dalam tabel adalah muka air di atas mulut pipa hisap sedemikian rupa sebelum
terjadi pusaran.
Apabila dipasang alat anti pusaran, maka bilangan-bilangan dalam tabel 5.3.4 dapat diabaikan.

17 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Apabila pipa hisap dipasang di sisi tangki, seperti gambar 5.3.4. contoh (a) dan (b) maka harus
diusahakan adanya jarak antara dasar tangki dan bagian terendah pipa hisap. Jarak minimum
yang disyaratkan dapat dilihat dalam tabel 5.3.4. kolom B.
Apabila pipa hisap dipasang pada dasar tangki seperti gambar 5.3.4 contoh ( c ), akan berlaku
angka dalam tabel 5.3.4. kolom A dan B.

Gambar 5.3.4. Kapasitas efektip tangki hisap

18 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 5.3.4.
Ukuran nominal pipa hisap Kolom A Kolom B
( mm ) ( mm ) ( mm )
65 250 80
80 310 80
100 370 100
150 500 150
200 620 150
250 750 150

5.4. Persyaratan khusus untuk berbagai sistem penyediaan air.


5.4.1. Sistem penyediaan air bersih kota.
Sistem springkler dapat disambungkan pada jaringan air bersih kota yang dapat menyediakan air
selama 24 jam dengan tekanan dan kapasitas yang cukup sesuai dengan persyaratan kapasitas
aliran dan tekanan, butir 5.2.
Pipa kota yang dapat disambungkan pada sistem springkler adalah pipa kota yang mendapat
aliran dari dua arah. Sistem springkler yang melayani sistem bahaya kebakaran sedang Kelompok
III dan sistem bahaya kebakaran berat dapat disambung pada pipa kota yang merupakan ujung
buntu dan mempunyai ukuran minimum 150 mm.
Sistem penyediaan air bersih kota yang mempunyai reservoir dengan daya tampung minimum
1000 m3, ditambah persyaratan yang tercantum dalam butir 5.3. boleh disambungkan pada sistem
springkler untuk sistem bahaya kebakaran berat.
Untuk sistem bahaya kebakaran ringan, reservoir dengan daya tampung lebih kecil dari 1000 m3
masih diperbolehkan.
Setiap katup penutup (selain katup penutup yang menjadi tanggung jawab Perusahaan Daerah Air
Minum) harus selalu diamankan dalam keadaan terbuka dan menjadi tanggung jawab pemilik
gedung.
5.4.2. Sistem tangki gravitasi.
Tangki gravitasi yang dimaksud adalah tangki yang khusus dipasang di dalam gedung guna
pemadam kebakaran.
Tangki dipasang pada ketinggian sedemikian rupa sehingga dapat mengalirkan air dalam
kapasitas dan tekanan cukup pada instalasi pemadam kebakaran.
Tangki gravitasi harus mempunyai kapasitas sesuai dengan tabel 5.3.1; 5.3.2; 5.3.3.
Apabila kapasitas tangki dibuat lebih besar dari yang disyaratkan, penggunaan air untuk keperluan
lain tidak boleh mengurangi kapasitas yang disyaratkan untuk springkler.
Pipa keluar untuk penggunaan lain harus dipasang sedemikian rupa sehingga air dalam tangki
selalu tersisa sesuai dengan kapasitas yang disyaratkan untuk springkler.
Tangki gravitasi harus dilengkapi dengan tanda tinggi muka air.
Air dalam tangki harus selalu diusahakan bersih dan bebas dari bahan-bahan yang mengendap,
tangki harus dibersihkan tiap 3 tahun sekali.
Untuk memudahkan pembersihan harus disediakan tangga permanen.

19 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Sebuah tangki gravitasi tidak boleh dipakai sebagai penyediaan air untuk dua gedung dengan
pemilik yang berlainan.
5.4.3. Sistem pompa otomatis.
Pompa kebakaran harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga mudah dicapai di dalam gedung
atau ditempatkan di dalam bangunan tahan api di luar gedung.
Pompa kebakaran tidak boleh digunakan untuk keperluan lain di luar keperluan kebakaran.
(Dianjurkan pemasangan pompa kebakaran terpisah untuk keperluan instalasi slang kebakaran).
a). Kondisi pipa hisap pompa kebakaran.
Pipa hisap pompa sentrifugal dianggap dalam keadaan tekanan positip, apabila dipasang
pada kedalaman kurang dari 2 meter diukur dari muka air terendah dalam tangki; dalam
keadaan normal muka air harus selalu berada diatas poros pompa. Panjang pipa hisap tidak
boleh lebih dari 30 meter, dengan catatan bahwa belokan diperhitungkan sebagai pipa
dengan panjang 3 meter. Pemasangan pipa harus selalu diusahakan menanjak terus sampai
ke pompa, kecuali pada pemasangan pompa di bawah tekanan positip.
b). Pompa dipasang dengan pipa hisap dalam keadaan tekanan positip.
Keadaan yang perlu diperhatikan apabila pompa dipasang pada pipa hisap dalam keadaan
tekanan positip dan berukuran minimum seperti tercantum dalam tabel 5.4.3.b.
Tabel 5.4.3.b.
Klasifikasi Bahaya Kebakaran Ukuran minimum pipa hisap (mm)
Bahaya kebakaran ringan 65
Bahaya kebakaran sedang
150
Kelompok I dan II
Bahaya kebakaran sedang
200
Kelompok III
Sistem bahaya kebakaran berat harus mempunyai pipa hisap sedemikian rupa, sehingga
kecepatan dalam pipa tidak lebih dari 1,8 m/detik, apabila pompa bekerja pada kapasitas
penuh.
Apabila dipasang lebih dari satu pompa, maka pipa hisap boleh dihubungkan satu sama lain,
asalkan selalu diusahakan pemasangan katup penutup pada setiap bagian pipa hisap, baik
yang disambungkan pada setiap pompa maupun yang disambungkan pada tangki hisap.
c). Pompa dipasang dengan pipa hisap dalam keadaan tekanan negatip.
Apabila pompa dipasang dalam keadaan tekanan negatip, perlu diperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1). Ukuran pipa hisap harus sesuai dengan tabel 5.4.3.c.
Untuk sistem bahaya kebakaran berat ukuran pipa hisap sedemikian rupa, sehingga
kecepatan air dalam pipa tidak lebih dari 1,5 m/detik, apabila pompa bekerja pada
kapasitas penuh.
2). Jarak tegak antara muka air terendah dan poros pompa tidak boleh lebih dari 3,7 m.
3). Pada bagian pipa hisap yang terendah harus dilengkapi dengan katup ujung.
4). Tiap pompa harus mempunyai pipa hisap yang terpisah.
5). Tiap pompa harus mempunyai perlengkapan air pemancing otomatis.

20 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 5.4.3.c.
Klasifikasi Bahaya Kebakaran Ukuran minimum pipa hisap (mm)
Bahaya kebakaran ringan 80
Bahaya kebakaran sedang
150
Kelompok I
Bahaya kebakaran sedang
200
Kelompok II dan III
d). Air pemancing pompa.
Apabila diperlukan pemancingan otomatis, harus dijamin bahwa pompa selalu dalam
keadaan siap dan terisi air pemancing.
Air pemancing harus diambil dari tangki yang dipasang pada suatu ketinggian, pengisian
tangki air pemancing harus bekerja otomatis. Tiap pompa harus dilengkapi dengan tangki air
pemancing tersendiri dengan pipa penghubung tersendiri.
Ukuran pipa dan kapasitas tangki air pemancing pompa ditunjukkan seperti tercantum pada
tabel 5.4.3.d.
Tabel 5.4.3.d.: Ukuran pipa dan kapas tas tangki air pemancing pompa

Klasifikasi Bahaya Kapasitas Minimum Ukuran minimum pipa


Kebakaran Tangki (m3) (mm)
Bahaya kebakaran
0,100 25
ringan
Bahaya kebakaran
0,500 50
sedang & berat
e). Karakteristik pompa kebakaran.
Karakteristik pompa kebakaran yang disyaratkan harus ditentukan dengan tabel 5.4.3.e (2).
Karakteristik pompa untuk sistem bahaya kebakaran berat.
Karakteristik pompa untuk sistem bahaya kebakaran berat harus sesuai dengan butir 5.2.3.
Untuk sistem yang direncanakan sesuai tabel 7.6.1 dan tabel 7.6.2 harus disediakan pompa
yang dapat memompa air di atas kapasitas yang disyaratkan tanpa mengalami gangguan
dan sesuai tabel 5.4.3.e (1).
Pompa harus dikopel langsung dan harus dapat start secara otomatis ; starter otomatis
harus bekerja, apabila tekanan dalam pipa sudah turun menjadi 80% dari tekanan
maksimum pada waktu pompa sedang bekerja.
Pompa yang bekerja secara otomatis maupun hanya dapat dimatikan secara manual. Harus
disediakan perlengkapan untuk menjalankan secara manual dan perlengkapan menurunkan
tekanan dalam pipa.
Apabila sistem pompa adalah satu-satunya perlengkapan untuk melayani sistem springkler,
maka pompa harus dilengkapi dengan tanda yang dapat dilihat dan didengar untuk
mengingatkan bahwa pompa bekerja. Setiap seminggu sekali harus selalu dilakukan
pengujian perlengkapan start otomatis pompa. Pompa harus dijalankan oleh motor listrik
atau motor diesel.

21 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 5.4.3.e.(1).
Perencana Kapasitas aliran Kapasitas pompa
No.
pemipaan yang direncanakan yang harus disediakan
135% x kapasitas aliran
1 Sesuai tabel 6.6.1 Sesuai tabel 5.2.3.a (1)
yang direncanakan
120% x kapasitas aliran
2 Sesuai tabel 6.6.2 Sesuai tabel 5.2.3.a (2)
yang direncanakan

Tabel 5.4.3.e.(2).
Klasifikasi Ketinggian Nominal Karakteristik minimum
bahaya springkler Tekanan Debit Tekanan Debit Tekanan Debit
kebakaran (m)* (bar) (L/menit) (bar) (L/menit) (bar) (L/menit)
Bahaya 15 1,5 300 3,7
kebakaran 30 1,8 340 5,2
ringan 45 2,3 375 6,7
Bahaya 15 1,2 900 2,2 540 2,5 375
kebakaran 30 1,9 1.150 3,7 540 4,0 375
sedang 45 2,7 1.360 5,2 540 5,5 375
kelompok I
Bahaya 15 1,4 1.750 2,5 1.000 2,9 725
kebakaran 30 2,0 2.050 4,0 1.000 4,4 725
sedang 45 2,6 2.350 5,5 1.000 5,9 725
kelompok II
Bahaya 15 1,4 2.250 2,9 1.350 3,2 1.100
kebakaran 30 2,0 2.700 4,4 1.350 4,7 1.100
sedang 45 2,5 3.100 5,9 1.350 6,2 1.100
kelompok III
• Ketinggian springkler : Letak springkler tertinggi di atas pompa.
f). Pompa listrik.
Tenaga listrik untuk menjalankan pompa harus dari aliran listrik yang dapat diandalkan,
sebaiknya aliran listrik dari pembangkit listrik tenaga diesel yang disediakan khusus. Apabila
listrik kota dapat diandalkan, kebutuhan listrik untuk pompa kebakaran dapat dipenuhi oleh
aliran listrik kota.
Daya listrik yang tersedia harus menjamin tenaga listrik yang dibutuhkan untuk menjalankan
pompa setiap saat. Tiap tombol listrik yang melayani pompa kebakaran harus diberi tanda
dengan jelas yang bertuliskan “ POMPA KEBAKARAN JANGAN DIMATIKAN WAKTU
KEBAKARAN “.
Lampu tanda harus dipasang untuk menyatakan bahwa ada aliran listrik. Lampu tanda harus
dipasang di dekat pompa sedemikian rupa, sehingga mudah dilihat oleh operator.
Tanda yang dapat dilihat dan didengar untuk memberi peringatan apabila aliran listrik
terputus harus dipasang pada panel start motor listrik pompa. Aliran listrik untuk tanda
dimaksud harus dari aliran listrik lain yang melayani motor listrik.

22 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Apabila aliran listrik dari aki, maka aki harus dilengkapi dengan alat pengisi aki yang selalu
mengisi setiap saat.
Sekering berkapasitas tinggi harus dipasang untuk :
1). melindungi kabel-kabel listrik yang disambung ke motor listrik.
2). melindungi motor listrik sesuai dengan standar yang berlaku.
g). Pompa diesel.
Pompa dengan motor diesel disambung dengan kopling yang memungkinkan masing-
masing bagian dapat dilepas secara tersendiri. Ventilasi yang cukup harus diusahakan
dalam ruang diesel untuk mengurangi panas dan memberikan aliran udara.
Mesin yang digunakan harus dari jenis motor diesel dengan injeksi langsung yang dapat
dijalankan tanpa menggunakan sumbu, busi pemanas, eter atau letupan. Kapasitas penuh
harus dapat dicapai dalam waktu 15 detik sejak start.
Penggunaan super charger atau turbo charger dengan pendingin udara atau air
diperbolehkan.
Pompa diesel harus dapat bekerja terus-menerus pada beban penuh untuk waktu 6 jam dan
harus dilengkapi dengan alat pengatur kecepatan, dalam jangkauan 4,5% dari nilai
kecepatan yang ditentukan pada keadaan nilai beban permulaan sampai beban penuh.
Alat untuk mematikan mesin harus dilengkapi dengan alat manual dan kembali pada
keadaan siap start secara otomatis.
Tangki bahan bakar motor diesel harus dibuat dari baja yang di las.
Tangki harus dipasang lebih tinggi dari pompa bahan bakar (pompa injeksi diesel) untuk
dapat mengalirkan secara gravitasi.
Pada tangki harus dipasang alat yang dapat menunjukkan isi bahan bakar.
Kapasitas tangki harus mampu melayani motor yang bekerja pada beban penuh sesuai
dengan tabel 5.4.3.g.
Tabel 5.4.3.g.
Bahaya kebakaran ringan 3 jam
Bahaya kebakaran sedang 4 jam
Bahaya kebakaran berat 6 jam
Persediaan bahan bakar tambahan harus disediakan untuk waktu bekerja 6 jam disamping
bahan bakar yang telah ada dalam tangki bahan bakar.
Bila terdapat lebih dari satu motor, maka tiap motor harus mempunyai tangki bahan bakar
dan pipa penyalur yang terpisah.
Pipa penyalur bahan bakar tidak boleh dari bahan plastik.
Katup pipa penyalur harus dipasang dekat tangki bahan bakar dan harus selalu dalam
keadaan terbuka.
Harus disediakan dua cara menjalankan motor :
1). Start otomatis dengan cara memasang motor starter yang dilayani oleh aki. Motor
starter akan bekerja, apabila tekanan air dalam sistem springkler turun. Kapasitas aki

23 dari 83
SNI 03-3989- 2000

harus sedemikian rupa, sehingga mampu untuk menghidupkan motor starter 10 kali
berturut-turut tanpa pengisian kembali.
2). Start manual dengan cara engkol apabila motor tidak besar atau motor starter yang
dihidupkan secara manual.
Catatan :
Motor starter untuk start otomatis dapat juga dipakai untuk start manual apabila disediakan dua aki untuk
masing-masing penggunaan.
Pengisian aki harus dilakukan secara perlahan-lahan. Alat pengisi aki harus dilengkapi dengan sakelar
untuk memilih pengisian cepat. Alat pengisi aki harus dapat mengisi dua aki bersama-sama.
Harus selalu disediakan suku cadang yang terdiri dari :
(a). Dua set saringan bahan bakar
(b). Dua set saringan minyak pelumas lengkap dengan karet perapat (seal)
(c). Dua set tali kipas (bila digunakan tali kipas)
(d). Satu set kopling lengkap, gasket-gasket, slang-slang
(e). Dua set pengabut bahan bakar.
Motor harus dijalankan tiap minggu sekali selama sekurang-kurangnya 10 menit.
5.4.4. Sistem tangki bertekanan.
Apabila tangki bertekanan merupakan satu-satunya sistem penyediaan air, maka tangki
bertekanan hanya boleh melayani :
• Sistem bahaya kebakaran ringan
• Sistem bahaya kebakaran sedang kelompok I.
a). Persyaratan umum.
Tangki bertekanan harus diletakkan di tempat yang mudah dicapai dalam gedung atau di
luar gedung dalam ruangan yang tahan api. Ruang tangki bertekanan hanya boleh
digunakan sebagai ruangan untuk perlengkapan pemadam kebakaran.
Apabila tangki bertekanan digunakan sebagai satu-satunya sistem penyediaan air, maka
tangki harus dilengkapi dengan peralatan otomatis yang dapat menjaga tekanan dan tinggi
muka air dalam tangki selalu pada taraf yang disyaratkan.
Tanda yang dapat dilihat dan didengar harus dipasang untuk memberikan tanda bahaya
apabila tekanan dan atau tinggi muka air turun.
Manometer dan gelas penduga harus dipasang pada tangki untuk dapat mengetahui
keadaan tekanan dan tinggi muka air dalam tangki.
Keadaan tekanan dan tinggi muka air dalam tangki harus diperiksa setiap hari.
Katup penutup harus dipasang pada manometer dan gelas penduga, dan harus dalam
keadaan tertutup apabila pembacaan tidak dilakukan.
Katup penutup dan katup balik harus dipasang pada pipa penyalur dan ditempatkan sedekat
mungkin dengan tangki.
Tingkap pengaman tekanan harus dipasang sedemikian rupa, sehingga dudukannya kedap
air. Tingkap pengaman harus dihubungkan dengan udara di atas air dalam tangki untuk

24 dari 83
SNI 03-3989- 2000

dapat menyalurkan udara dengan cepat. Tingkap pengaman tekanan harus disetel untuk
bekerja pada tekanan yang ditentukan.
Sebuah tangki bertekanan tidak boleh melayani dua gedung dengan pemilik yang berbeda.
Tangki bertekanan harus dibersihkan dan dicat kembali setiap tiga tahun sekali.
b). Volume air yang harus selalu dipertahankan dalam tangki.
Apabila tangki bertekanan merupakan sistem penyediaan air satu-satunya, maka volume air
untuk :
Sistem bahaya kebakaran ringan 7 m3
Sistem bahaya kebakaran sedang kelompok I 23 m3

c). Tekanan udara.


Tekanan udara yang harus selalu dipertahankan dalam tangki tergantung pada :
1). Perbandingan udara dan air dalam tangki.
2). Tekanan minimum pada springkler tertinggi apabila air sudah mengalir dari tangki.
3). Kehilangan tekanan apabila tangki terletak dibawah springkler yang tertinggi.
Catatan :
Perbandingan udara terhadap air tidak boleh kurang dari : 1:3.
Tabel 5.4.4.c, menunjukkan tekanan udara dalam pipa dengan anggapan bahwa
perbandingan udara terhadap air adalah 1:3.
Tabel 5.4.4.c.
Tekanan minimum Tambahan tekanan
Perbandingan bila tangki sama tiap meter apabila
Klasifikasi bahaya
udara dalam tinggi dengan tangki di bawah
kebakaran
tangki springkler tertinggi springkler tertinggi.
(kg/cm2) (kg/cm2)
Bahaya kebakaran 1:3 8,60 0,30
ringan 1:2 5,40 0,20
2:3 3,80 0,15
Bahaya kebakaran 1:3 5,00 0,30
sedang kelompok I 1:2 3,00 0,20
2:3 2,00 0,15
Bahaya kebakaran 1:3 6,20 0,30
sedang kelompok II 1:2 3,80 0,20
2:3 2,60 0,15
Bahaya kebakaran 1:3 7,10 0,30
sedang kelompok III 1:2 4,40 0,20
2:3 3,00 0,15

5.5. Pengujian penyediaan air.


5.5.1. Pengujian untuk sistem penyediaan air kota dan tangki gravitasi.
Perlengkapan untuk pengujian penyediaan air harus dipasang pada setiap katup kendali untuk
membuktikan bahwa penyediaan air memberikan tekanan dan kapasitas yang disyaratkan.

25 dari 83
SNI 03-3989- 2000

5.5.2. Pengujian untuk sistem pompa kebakaran dan sistem tangki bertekanan.
Untuk melakukan pengujian secara berkala setiap pipa penguras yang dipasang langsung di atas
katup kendali mempunyai lubang penguji yang standar.
5.5.3. Tabel kehilangan tekanan.
Tabel 5.5.3.(1).: Untuk pipa flens besi cor.

Kapasitas Kehilangan tekanan 0,001 kg/cm2


(Liter/menit) 80 mm 100 mm 150 mm 200 mm 250 mm
540 9,4 2,1 0,32 - -
1.000 29,0 6,7 1,00 0,25 -
1.350 51,0 12,0 1,80 0,43 0,15
2.100 116,0 26,0 4,00 0,98 0,33
2.300 137,0 31,0 4,70 1,20 0,39
3.050 - 52,0 7,90 2,00 0,66
3.800 - 79,0 12,00 2,90 0,99
4.550 - 110,0 17,00 4,10 1,40
4.850 - - 19,00 4,60 1,60
6.400 - - 31,00 7,70 2,60
7.200 - - 39,00 9,50 3,20
8.000 - - 47,00 12,00 3,90
8.800 - - 56,00 14,00 4,70
9.650 - - 67,00 16,00 5,50

Tabel 5.5.3.(2). Panjang ekivalen dalam meter, untuk sambungan flens, bengkokan, belokan
Te, katup kendali dan katup penahan balik.

Ukuran pipa Sambungan flens Katup kendali dan


nominal bengkokan, katup penahan balik
(mm) belokan Te Bentuk aliran lurus Bentuk jamur
50 1,0 1,0 6
65 1,3 1,3 12
100 1,6 1,6 18
125 1,9 1,9 24
150 2,2 2,2 30
175 2,5 2,5 38
210 2,8 2,8 46
225 3,1 3,1 54
250 3,4 3,4 62

6. Penempatan dan Letak Kepala Springkler.


6.1. Penempatan kepala springkler.
Penempatan kepala springkler didasarkan luas lingkup maksimum tiap kepala springkler di dalam
satu deret dan jarak maksimum deretan yang berdekatan.
6.1.1. Bahaya kebakaran ringan.
a). Luas lingkup maksimum tiap kepala springkler :

26 dari 83
SNI 03-3989- 2000

1). springkler dinding 17 m2


2). springkler lain 20 m2

Gambar 6.1.2.a & b. Standar penempatan kepala springkler


b). Jarak maksimum antara kepala springkler dalam satu deretan dan jarak maksimum antara
deretan yang berdekatan :
1). springkler dinding ( lihat butir 6.12 )
2). springkler lain 4,6 m
Di bagian tertentu dari bangunan bahaya kebakaran ringan seperti :ruang langit-langit, ruang
besmen, ruang ketel uap, dapur, ruang binatu, gudang, ruang kerja bengkel dan

27 dari 83
SNI 03-3989- 2000

sebagainya, luas maksimum dibatasi menjadi sebesar 9 m2 tiap kepala springkler dan jarak
maksimum antara kepala springkler 3,7 m.
6.1.2. Bahaya kebakaran sedang.
a). Luas lingkup maksimum tiap kepala springkler :
1). springkler dinding 9 m2
2). springkler lain 12 m2
b). Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deretan dan jarak maksimum deretan yang
berdekatan :
1). springkler dinding ( lihat butir 6.11 )
2). springkler lain :
(a). Jika penempatan standar 4 m (lihat gambar 6.1.2.a)
(b). Jika kepala springkler dipasang selang seling :
jarak maksimum antara kepala springkler 4,6 m
Jarak maksimum pipa cabang 4,0 m
( lihat gambar 6.1.2.b)
Untuk gudang pendingin yang memakai metode pendingin dengan sirkulasi udara,
penggilingan padi, studio film, panggung pada gedung pertunjukan, luas lingkup maksimum
tiap kepala springkler 9 m2 dan jarak maksimum antara kepala springkler 3 m.
Pengaturan penempatan kepala springkler selang-seling pada sistem bahaya kebakaran
sedang (butir 6.1.2) dimaksudkan untuk menempatkan kepala springkler terpisah sejauh
lebih dari 4 meter pada pipa cabang.
S = Perencanaan penempatan kepala springkler pada pipa cabang maksimum 1,6 mm
D = Jarak antara kepala springkler maksimum 4,0 m
S x D ∗ 12 m2
6.1.3. Bahaya kebakaran berat
a). Luas lingkup maksimum tiap kepala springkler :
1). umum 9 m2
2). dalam rak penyimpanan :
(a). dengan satu jajar springkler 10 m2
(b). dengan dua jajar springkler 7,5 m2
b). Jarak maksimum antara kepala springkler dalam satu deretan dan jarak maksimum
deretan yang berdekatan :
1). umum 3,7 m2
2). dalam rak penyimpanan 2,5 m2
Catatan : Jika dipasang lebih dari satu lapisan springkler dalam rak penyimpanan, penempatan kepala
springkler dilapis berikutnya harus diselang-seling.

28 dari 83
SNI 03-3989- 2000

6.2. Penempatan kepala springkler selang-seling.


Jarak kepala springkler yang terujung dengan dinding atau pemisah adalah ¼ dari jarak yang
direncanakan antara kepala-kepala springkler dalam satu deretan.
Jarak antara dua kepala springkler terujung dalam deretan tersebut di atas adalah ¾ dari jarak
yang direncanakan antara kepala-kepala springkler dalam satu deretan (lihat gambar 6.1.2.b)
6.3. Jarak minimum kepala springkler.
Jarak minimum antara dua kepala springkler tidak boleh kurang dari 2 m, kecuali jika ditempatkan
penghalang pancaran antara kepala springkler untuk mencegah pembahasan kepala springkler
lain oleh kepala springkler yang bekerja. Penghalang pancaran tersebut terdiri dari plat logam
dengan lebar 200 mm dan tinggi 150 mm dan apabila dipasang di pipa cabang bagian atas,
penghalang pancaran harus 50 ~ 75 mm di atas deflektor kepala springkler (lihat gambar
7.15.5.d).
6.4. Letak kepala springkler.
6.4.1. Dinding dan pemisah.
Jarak antara dinding dan kepala springkler dalam hal sistem bahaya kebakaran ringan tidak boleh
melebihi 2,3 m dan dalam hal sistem bahaya kebakaran sedang atau sistem bahaya kebakaran
berat tidak boleh melebihi dari 2 m.
Apabila gedung tidak dilengkapi langit-langit, maka jarak kepala springkler dan dinding tidak boleh
melebihi 1,5 m.
Gedung yang mempunyai sisi terbuka, jarak kepala springkler sampai sisi terbuka tidak boleh lebih
dari 1,5 m.

Gambar 6.4.2. Penempatan kepala springkler tambahan

29 dari 83
SNI 03-3989- 2000

6.4.2. Kolom.
Pada umumnya kepala springkler harus ditempatkan bebas dari kolom. Apabila hal tersebut tidak
dapat dihindari dan jarak kepala springkler terhadap kolom kurang dari 0,6 m, maka harus
ditempatkan sebuah kepala springkler tambahan dalam jarak 2 m dari sisi kolom yang berlawanan
6.4.3. Balok.
Kepala springkler harus ditempatkan dengan jarak sekurang-kurangnya 1,2 m dari balok.
Apabila balok mempunyai flens sebelah atas dengan lebar kurang dari 200 mm, maka kepala
springkler boleh dipasang di sebelah atas gelagar dengan catatan bahwa deflektor kepala
springkler harus berjarak lebih besar dari 150 mm di atas balok.

Gambar 6.4.3. Jarak kepala springkler terhadap balok


6.4.4. Kuda-kuda.
Pada umumnya kepala springkler harus selalu dipasang pada jarak mendatar sejauh minimum 0,3
m dari balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 100 mm, dan minimum 0,6 m
apabila balok kuda-kuda yang lebarnya lebih besar dari 100 mm.
Apabila pipa cabang ditempatkan menyilang terhadap balok kuda-kuda, maka kepala springkler
boleh ditempatkan disebelah atas sumbu balok kuda-kuda yang lebarnya lebih kecil atau sama
dengan 200 mm dengan ketentuan bahwa deflektor kepala springkler berjarak lebih besar dari 150
mm dari balok kuda-kuda.
Apabila pipa cabang dipasang sejajar dengan balok kuda-kuda, maka jarak kepala springkler
terhadap balok kuda-kuda ditentukan sesuai dengan tabel 6.4.4.

30 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 6.4.4.
Jarak mendatar Tinggi maksimum deflektor kepala springkler dari tepi bawah balok
minimum (a) kepala ke atas (b)
springkler dari balok Kepala springkler Pancaran springkler (jenis pancaran ke
(mm) konvensional dipasang atas dan ke bawah) dan springkler
dengan pancaran ke atas konvensional dipasang dengan
(mm) pancaran ke bawah (mm)
100 - 17
200 17 40
400 34 100
600 51 200
800 68 300
1000 90 415
1200 135 460
1400 200 460
1600 265 460
1800 340 460
6.5. Tempat dan keadaan yang membutuhkan perhatian khusus.
6.5.1. Ruang tersembunyi.
a). Ruang atap.
Ruang atap dan langit-langit yang tingginya melebihi 0,8 m dari bagian atas langit- langit
harus dilindungi dengan springkler. Bila dalam ruang tersebut terdapat konstruksi yang
mudah terbakar dan tingginya kurang dari 0,8 mm disarankan dengan sangat agar dipasang
penyekat angin atau api dengan jarak antara 15 m untuk arah mendatar dan dipasang pada
setiap lantai untuk arah tegak.
b). Ruang antara lantai dan langit-langit di bawahnya.
Apabila terdapat ruang yang luas antara lantai dan langit-langit di bawahnya dengan
ketinggian lebih dari 0,8 m terdapat konstruksi atau barang-barang yang mudah terbakar,
harus dilindungi dengan springkler. Jika ketinggian dari ruang tersebut kurang dari 0,8 m
sangat disarankan agar dipasang penyekat angin atau api dengan jarak antara 15 m.
c). Ruang di bawah lantai permukaan tanah.
Springkler harus dipasang di semua ruang di bawah lantai permukaan tanah yang mudah
terbakar, kecuali :
1). Ruang tersebut tidak dapat dipergunakan untuk penimbunan barang atau dimasuki
oleh orang-orang yang tidak berkepentingan dan dihindari terkumpulnya sampah.
2). Dalam ruangan tidak terdapat perlengkapan seperti pipa uap, pengawatan listrik
(kecuali kabel dalam pipa logam atau kabel berperisai logam berisolasi mineral dan
ditanahkan), shaft dan conveyor.
3). Lantai di atasnya tertutup rapat.
4). Tidak ada penyimpanan cairan yang mudah menyala di lantai atasnya.
d). Ruang di bawah unit mesin (Pit).
Ruang di bawah unit mesin (pit) dan unit produksi harus dilindungi dengan springkler.

31 dari 83
SNI 03-3989- 2000

e). Keadaan khusus.


Perpipaan untuk sistem pada butir 6.5.1.a. dan 6.5.1.b. dari sistem bahaya kebakaran
sedang dan sistem bahaya kebakaran berat dan bila dalam ruang tersebut hanya terdapat
pipa air, pengawatan listrik atau pemipaan sistem pengkondisian udara yang terbuat dari
bahan tidak mudah terbakar, maka semua perhitungannya berdasarkan sistem bahaya
kebakaran sedang.
Sistem springklernya dapat dipasang berdasarkan sistem bahaya kebakaran ringan dengan
kepala springkler 10 mm dan luas lingkupnya 21 m2, jika keadaannya tidak demikian, maka
pemasangan berdasarkan sistem bahaya kebakaran sedang.
6.5.2. Shaft untuk lift dan saluran peluncur tertutup yang menembus lantai.
Semua shaft untuk lif dan saluran peluncur tertutup yang menembus lantai di dalam gedung atau
berhubungan dengan gedung yang telah mempunyai sistem springkler harus dilengkapi dengan
kepala springkler. Kepala springkler di atas ruang luncur lif harus dilindungi dengan selubung
pelindung dari logam yang kuat.
6.5.3. Penampung debu.
Kepala springkler harus dipasang di dalam tempat penampung debu apabila di tempatkan:
a). di dalam gedung yang dilindungi dengan springkler
b). langsung di atas gedung yang dilindungi dengan springkler, kecuali jika atap gedung dibuat
dari bahan yang tidak mudah terbakar.
c). diluar, tetapi berhubungan dan sangat berdekatan dengan bangunan yang dilindungi
springkler dan dibawah satu penguasaan.
Catatan : Jika penampung debu tidak terletak jauh dari gedung, harus dipasang satu kepala springkler di dalam
saluran peluncur utama pada tempat saluran tersebut masuk gedung.
6.5.4. Penggilingan jagung, gabah, bahan makanan ternak dan pabrik minyak nabati.
a). Dalam saluran debu yang terbuat dari bahan mudah terbakar dan dipasang dengan sudut
yang lebih besar dari 30o terhadap garis tegak harus ditempatkan kepala springkler dengan
jarak masing-masing tidak lebih dari 3 m.

Gambar : 6.5.4. Pemasangan kepala springkler pada mesin sentrifugal yang bertingkat.

32 dari 83
SNI 03-3989- 2000

b). Sebuah kepala springkler harus dipasang pada ujung atas dari setiap saluran debu.
c). Bila sejumlah mesin sentrifugal atau mesin sejenis ditempatkan bertingkat dalam kelompok
dengan jarak masing-masing kurang dari 1 m, kepala springkler harus dipasang sesuai
gambar 6.5.4.
6.6. Ruangan penyimpanan dan silo.
Apabila dalam ruangan penyimpanan dan silo yang dibuat dari bahan mudah terbakar yang
luasnya lebih dari 9 m2 disimpan tepung gandum, sekam, atau bahan sejenis yang telah
mengalami proses dalam pabrik gandum, pabrik minyak nabati, instalasi penyulingan atau serbuk
kayu, serbuk arang atau bahan sejenis yang mudah menyala dan bakarannya dapat dipadamkan
dengan air, bagian dalam ruangan tersebut harus dilindungi dengan kepala springkler, setiap
kepala springkler melindungi 9 m2.
Catatan : Apabila bahan-bahan disimpan dapat mengembang jika basah dan dikhawatirkan ruangan penyimpanan itu
pecah, penyimpangan dari ketentuan tersebut di atas diperkenankan atas ijin khusus dari yang berwenang.
6.7. Eskalator.
Kepala springkler harus dipasang di bawah eskalator, di rongga bawah dan ruangan motor
eskalator.
6.8. Ruang pengecatan, oven pengering dan ruang pengering tertutup.
Dalam ruang pengecatan, oven pengering dan ruang pengeringan yang tertutup harus dipasang
kepala springkler . Untuk tujuan ini dapat digunakan kepala springkler dinding.
6.9. Penghalang pencaran kepala springkler.
6.9.1. Platform, balkon, titian, panggung, berbagai macam tangga dan saluran peluncur
Kepala sringkler diperlukan di bawah konstruksi platform, balkon, titian, panggung dan berbagai
macam tangga, saluran peluncur dan penghalang lain jika lebarnya lebih besar dari 0,8 m.
Apabila ada celah 150 mm bebas dari dinding, lebar konstruksi tersebut boleh sampai 1 m.
6.9.2. Saluran tertutup.
Kepala springkler diperlukan di bawah saluran tertutup berpenampang persegi yang ukuran
lebarnya lebih besar dari 0,8 m atau berpenampang persegi yang berukuran lebih besar dari 1 m.
Apabila ada celah 150 mm bebas dari dinding, batas ukurannya dapat menjadi masing-masing 1 m
dan 1,2 m.
6.9.3. Langit-langit gantung dan yang sejenis.
Segala konstruksi di bawah kepala springkler tidak diijinkan, kecuali jika dapat dibuktikan kepada
yang berwenang, bahwa konstruksi tersebut tidak menghalangi pancaran springkler. Apabila
kepala springkler dipasang pada langit-langit gantung dan yang sejenis, harus dibuktikan kepada
yang berwenang bahwa langit-langit gantung tersebut tidak akan runtuh pada permulaan
kebakaran.
6.9.4. Tudung di atas mesin pembuat kertas.
Bagian dalam dari tudung mesin pembuat kertas pada bagian yang kering harus dilindungi dengan
springkler. Dalam hal ini dapat dipakai kepala springkler pancaran satu arah. Katup sekunder yang
interlok dengan mesin untuk melayani sistem springkler dalam tudung boleh digunakan atas
persetujuan pihak yang berwenang.

33 dari 83
SNI 03-3989- 2000

6.9.5. Meja kerja.


Kepala springkler tambahan dapat dipasang di bawah meja kerja jika terdapat mesin penggerak
atau bahan sisa yang mudah terbakar dapat terkumpul di bawah meja tersebut.
6.9.6. Rak penyimpanan barang.
Kepala springkler harus dipasang pada posisi sedemikian rupa, sehingga dapat memberikan
perlindungan yang efektip kepada barang yang disimpan di rak-rak.
6.9.7. Studio film dan televisi.
a). Pada studio film dan televisi dimana terdapat platform, rak/gantungan atau sejenis untuk
penerangan dan perlengkapan lain yang permanen terbuat dari plat tertutup atau berlubang-
lubang termasuk tangga yang lebarnya lebih dari 0,8 m harus dilengkapi dengan kepala
springkler di bagian bawahnya.
b). 1). Ruangan tersembunyi atau rongga antara dinding atau atap dan pelapis yang
dapat terbakar dengan jarak antara lebih besar dari 10 cm harus dilengkapi dengan
kepala springkler.
2). Dalam ruangan atau rongga tersebut dalam sub ayat b (1) diatas boleh dipasang kabel
listrik dengan syarat bahwa pengawatan dilaksanakan dalam pipa baja berulir atau
menggunakan kabel berisolasi mineral berperisai logam.
6.10. Gedung pertunjukan dan gedung musik.
6.10.1. Perlindungan bagian panggung.
Sebagai tambahan pada pemasangan springkler biasa, harus dipasang kepala springkler pada
setiap bagian panggung, misalnya di bawah konstruksi rangka besi, dibagian bawah lantai antara
atap dan lantai panggung, di bawah panggung, dalam ruangan-ruangan yang berhubungan
langsung dengan panggung kecuali apabila dilengkapi dengan pintu tahan api antara panggung
dan ruangan lainnya.
Apabila dipasang layar tahan api, maka harus dilengkapi dengan sederet kepala springkler terbuka
dan katup kendali harus dari jenis yang cepat terbuka dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mudah dicapai.
Penyediaan air untuk melayani springkler terbuka tersebut tidak boleh diambil dari sistem
springkler otomatis.
6.10.2. Perlindungan bagian penonton.
Kepala springkler harus dipasang pada semua bagian dalam ruang penonton seperti :
a). Bar
b). Boks
c). Dalam gang dan ruang pamer
d). Balkon
e). Bagian bawah balkon
f). Di atas tempat penonton
g). Antara atap dan langit-langit di atas ruang penonton
h). Ruang penyimpanan minimum

34 dari 83
SNI 03-3989- 2000

i). Lobi.
6.11. Springkler dinding.
6.11.1. Penggunaan.
Springkler dinding seperti yang diatur dalam bab ini pada umumnya dimaksudkan untuk digunakan
dalam ruangan yang berlangit-langit datar dan rata.
Tidak boleh ada penghalang di sekeliling kepala springkler pada langit-langit dengan jarak 1 mm
sejajar dengan dinding dan 1,8 m tegak lurus pada dinding.
Tinggi balok yang terletak seperti ketentuan tersebut di atas harus kurang dari 100 mm. Perletakan
balok yang mempunyai tinggi lebih dari 100 mm diatur dalam tabel 6.11.
Apabila persyaratan yang tercantum pada tabel 6.11 tidak dapat dipenuhi, maka bagian-bagian
yang terhalang harus mendapat perlindungan tersendiri.
Tabel 6.11.
Tinggi balok minimum yang Jarak minimum dari springkler ke balok
tidak boleh dilampaui (mm) Ke arah tegak lurus Ke arah sejajar
terhadap dinding (m) dinding (m)
100 1,8 1,0
125 2,1 1,2
150 2,4 1,4
175 2,7 1,6
200 3,0 1,8
6.11.2. Penempatan kepala springkler dinding.
Penempatan deflektor kepala springkler dinding tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari
100 mm dari langit-langit.
Sumbu kepala springkler tidak boleh lebih dari 150 mm atau kurang dari 50 mm dari dinding
tempat kepala springkler dipasang.
6.12. Jarak maksimum untuk penempatan kepala springkler dinding samping.
6.12.1. Sepanjang dinding.
Sistem bahaya kebakaran ringan 4,6 m.
Sistem bahaya kebakaran sedang :
• 3,4 m (langit-langit tidak tahan api)
• 3,7 m (langit-langit tahan api)
6.12.2. Dari ujung dinding.
• Sistem bahaya kebakaran ringan 2,3 m
• Sistem bahaya kebakaran sedang 1,8 m
6.12.3. Jumlah deretan kepala springkler.
a). Untuk ruangan yang lebarnya lebih kecil atau sama dengan 3,7 m, cukup dilengkapi
dengan sederet springkler sepanjang ruangan. Untuk ruangan yang lebarnya antara 3,7 m
sampai 7,4 m harus dilengkapi dengan deretan springkler sepanjang ruangan pada tiap
sisinya.

35 dari 83
SNI 03-3989- 2000

b). Untuk ruangan yang panjangnya lebih dari 9,2 m (bahaya kebakaran ringan) atau lebih dari
7,4 m (bahaya kebakaran sedang) deretan springkler harus dipasang selang-seling,
sehingga setiap kepala springkler terletak pada garis tengah antara dua kepala springkler
yang berhadapan.
c). Untuk ruangan yang lebarnya lebih dari 7,4 m deretan kepala springkler jenis konvensional
(dipasang pada langit-langit) harus dipasang pada langit-langit di tengah-tengah antara dua
deret kepala springkler sebagai tambahan.
7. Komponen dari sistem springkler.
7.1. Spesifikasi dan standard.
Pipa yang digunakan untuk sistem springkler harus dari jenis yang disebut dibawah ini :
• Pipa baja :
• Pipa baja galbani (pipa putih)
• Pipa besi tuang dengan flens
• Pipa besi tuang dengan mof
• Pipa tembaga
dengan standar minimum klas menengah (medium).
7.2. Ukuran pipa.
7.2.1. Ukuran pipa sebagian ditentukan dengan tabel dan sebagian dengan perhitungan
hidrolik. Untuk sistem bahaya kebakaran, tabel ukuran pipa hanya berlaku untuk pipa cabang
seperti dalam butir 7.3.
Sedang untuk pipa pembagi, pipa tegak dan pipa lainnya harus dihitung. Untuk sistem bahaya
kebakaran sedang dan sistem bahaya kebakaran berat dan dua bagian tabel pipa, satu tabel untuk
semua pipa cabang dan satu tabel untuk sebagian pipa pembagi yang di ujung paling jauh pada
setiap lantai.
Pipa pembagi selebihnya dan pipa tegak utama harus dihitung.
Gambar 7.2.1.a s/d 7.2.1.e memperlihatkan jaringan pipa dan batas dari mana perhitungan hidrolik
dilakukan.
Jika dalam satu susun dalam satu ruangan jumlah kepala springkler lebih kecil atau sama dengan
jumlah hasil perhitungan bagi pipa pembagi, maka perhitungan harus dimulai dari pipa cabang
yang terdekat pada katup kendali.
Jika pipa cabang atau kepala springkler tunggal disambung pada pipa pembagi dengan pipa
tegak, maka pipa tegak dianggap sebagai pipa pembagi.
Titik desain adalah tempat dimana dimulai perhitungan pipa pembagi dan pipa cabang. Dalam
perhitungan ukuran pipa pada sistem springkler, ukuran pipa hanya boleh mengecil sejalan
dengan arah pengaliran air, kecuali yang ditentukan pada butir 7.6.4.

36 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.2.1.a. : Sistem bahaya kebakaran ringan.

37 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Sistem terdiri dare 276 kepala springkler.


Perletakan 1 : 12 m2 ( 3,46 m x 3,46 m ) sepanjang desain hidrolik antara :
Titik A dan katup kendali ± 46 m Titik D dan katup kendali ± 71 m

Titik B dan katup kendali ± 43 m Titik E dan katup kendali ± 69 m

Titik C dan katup kendali ± 64 m Titik D dan katup kendali ± 73 m

Gambar 7.2.1.b. Sistem bahaya kebakaran ringan.

38 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.2.1.c. Sistem bahaya kebakaran berat.


( Sistem dengan ukuran pipa sesuai tabel 7.6.1.a & b )

39 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.2.1.d. : Sistem bahaya kebakaran berat.


( Sistem dengan ukuran pipa menurut tabel 7.6.2. a & b )

40 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.2.1.e : Sistem pada bahaya kebakaran berat


( Sistem dengan ukuran pipa menurut tabel 7.6.3 a & b )

41 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.2.2. Pelat berlubang.


Apabila diperlukan memasang pelat berlubang dalam pipa demi keseimbangan sesuatu sistem
atau demi penyesuaian dengan kurva pompa, garis tengah lubang pelat tidak boleh lebih kecil dari
50% dari ukuran pipa yang bersangkutan dan hanya diizinkan dipasang pada pipa berukuran
sama atau lebih besar dari 50 mm.
Pelat dibuat dari kuningan atau logam tahan korosi dengan bagian lubangnya harus terletak
ditengah dan licin.
Tebal pelat harus sesuai dengan tabel 7.2.2, jarak pelat sampai belokan atau siku tidak boleh lebih
kecil dari 2x ukuran pipa diukur menurut arah arus air.
Pelat berlubang harus mempunyai tonjolan untuk tempat tanda pengenal ukuran nominal pipa dan
faktor “K”. Hubungan antara ukuran lubang pelat, aliran dan kehilangan tekanan dapat dilihat pada
appendiks I.
Tabel 7.2.2. : Pelat berlubang
Ukuran pipa (mm) Tebal pelat berlubang (mm)
50
65 3
80
100
6
150
200 9

7.3. Sistem bahaya kebakaran ringan.


7.3.1. Sistem dengan pengadaan air sesuai dengan debit 225 liter/menit dan tekanan
2,2 kg/cm2 ditambah tekanan statik dari kepala springkler tertinggi terhadap katup kendali.

Tabel 7.3.1.: Pipa cabang untuk bahaya kebakaran ringan

Ukuran pipa Jumlah maksimum


Keterangan
(mm) kepala springkler
Masih dimungkinkan pemakaian pipa berukuran
25 mm di antara “2-3 titik kelompok springkler”
dan katup kendali apabila perhitungan hidrolik
25 3 mengizinkan. Apabila “titik kelompok springkler
2” sebagai titik desain, pipa berukuran 25 mm
tidak boleh dipakai diantara kepala springkler ke
3 dan ke 4.

7.3.2. Perhitungan hidrolik untuk pipa pembagi (Sistem bahaya kebakaran ringan).
Ukuran pipa di antara “titik kelompok springkler 2” (gambar 4.3.1.a) pada ujung-ujung sistem dan
katup kendali harus dihitung secara hidrolik. Jumlah kehilangan tekanan dalam pipa (termasuk
semua pipa tegak dan belokan) diantara “titik kelompok springkler 2” dan katup kendali tidak boleh
lebih besar dari 0,9 kg/cm2.
Apabila terdapat lebih dari 2 kepala springkler pada pipa cabang, kehilangan tekanan di bagian
pipa cabang di antara “titik kelompok springkler 2” dan tiitik tempat masuk dalam pipa pembagi
harus dihitung menurut kehilangan tekanan tiap meter sesuai dengan tabel 7.3.2 kolom 2.

42 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Kehilangan tekanan pada jaringan pipa pembagi di antara sambungan pipa cabang di ujung
terjauh dari sistem dan katup kendali harus dihitung menurut kehilangan tekanan tiap meter sesuai
dengan tabel 7.3.2 kolom 3.
Pemakaian pipa ukuran 25 mm dimungkinkan di antara “titik kelompok springkler 2-3” dan katup
kendali asal sesuai dengan perhitungan.
Hal ini tidak berarti bahwa pipa berukuran 25 mm selalu boleh dipasang antara titik springkler ke 3
dan ke 4 apabila titik desain ditentukan untuk “titik kelompok springkler 2”.
Apabila pipa cabang terdapat 3 kepala springkler atau lebih ditempatkan pada bubungan atap atau
apabila 3 kepala springkler atau lebih di dalam lorong atau ruangan sempit memanjang, maka
kehilangan tekanan yang terjadi,
a). di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat hanya kepala
springkler pada pipa cabang.
b). di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat 4 kepala springkler
atau lebih pada pipa cabang.
c). tidak boleh lebih besar dari 0,7 kg/cm2 untuk “titik kelompok springkler 3” (lihat gambar
7.2.1.a) dan kehilangan tekanan tersebut dihitung sesuai dengan tabel 7.3.2 kolom 3.
Tabel 7.3.2.
Ukuran pipa
Kehilangan tekanan 10-3 atm/m panjang pipa
(mm)
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3
25 44 200
32 12 51
40 5,5 25
50 1,7 7,8
65 0,49 2,2

Untuk gedung bertingkat atau gedung yang mempunyai ruang bawah tanah, kehilangan tekanan
sesuai dengan perhitungan di atas dapat ditambah dengan tekanan statik antara kepala springkler
bersangkutan dan kepala springkler tertinggi.
Apabila dipakai pipa kualitas berat, maka harus menggunakan tabel A.2.3.1. dengan memakai
aliran 100 liter/men untuk kolom 2 dan 225 liter/men untuk kolom 3. Kehilangan tekanan untuk
belokan, siku, te, sama dengan 2 meter panjang pipa.
7.4. Sistem bahaya kebakaran sedang.
7.4.1. Bahaya kebakaran sedang kelompok I.
Penyediaan air harus mengalirkan air dengan kapasitas 375 liter/menit dan bertekanan 1,0
kg/cm2 atau kapasitas 540 liter/menit dan bertekanan 0,7 kg/cm2 ditambah tekanan air yang
ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler tertinggi. Tekanan diukur
pada katup kendali.
7.4.2. Bahaya kebakaran sedang kelompok II.
Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 725 liter/menit dan bertekanan 1,4
kg/cm2 atau kapasitas 1000 liter/menit dan bertekanan 1,0 kg/cm2 ditambah tekanan yang ekivalen
dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler tertinggi. Tekanan diukur pada
katup kendali.

43 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.4.3. Bahaya kebakaran sedang kelompok III.


Penyediaan air harus mampu mengalirkan air dengan kapasitas 1100 liter/menit dan bertekanan
1,7 kg/cm2 dan kapasitas 1350 liter/menit dan bertekanan 1,4 kg/cm2 ditambah tekanan yang
ekivalen dengan perbedaan tinggi antara katup kendali dengan springkler tertinggi. Tekanan diukur
pada katup kendali.
Tabel 7.4.3. (1).
Pipa cabang untuk sistem bahaya kebakaran sedang.

Ukuran Jumlah maksimum kepala


No. Pipa cabang pipa springkler yang diijinkan
( mm ) pada pipa cabang.
A Pipa cabang pada ujung pipa
pembagi.
1 Susunan cabang tunggal 25 1
dengan 2 kepala springkler.
Dua pipa cabang terakhir. 32 2
2 Susunan cabang tunggal 25 2
dengan 3 kepala springkler.
Tiga cabang terakhir. 32 3
3 Susunan lain. 25 2
Cabang terakhir. 32 3
40 4
50 9
B Pipa cabang lain : 25 3
32 4
40 6
50 9
Catatan :
Pipa cabang yang dipasang memanjang di bawah atap yang mempunyai kemiringan lebih dari 6 derajat tidak
boleh mempunyai lebih dari 6 kepala springkler.
Tabel 7.4.3. (2) : Pipa pembagi untuk sistem bahaya kebakaran sedang

Ukuran Jumlah maksimum kepala


No. Pipa cabang pipa springkler yang diijinkan
( mm ) pada pipa cabang.
A Pipa cabang pada ujung
sistem.
1 Susunan cabang tunggal 32 2
dengan 2 kepala springkler. 40 4
. 50 8
65* 16*
2 Susunan lain 32 3
. 40 6
50 9
65* 18*
B Pipa pembagi di antara ujung Perhitungan hidrolik dihitung
sistem dan katup kendali. tersendiri menurut butir 7.4.4.
Sistem bahaya kebakaran
sedang.

44 dari 83
SNI 03-3989- 2000

* Pada tabel ini masih dimungkinkan pemakaian pipa berukuran 65 mm di antara “titik kelompok springkler 16 ~
18” dan katup kendali apabila hasil perhitungan hidrolik mengijinkan.
7.4.4. Pehitungan hidrolik pipa pembagi ( sistem bahaya kebakaran sedang ).
Ukuran pipa termasuk pipa pembagi utama dan semua pipa tegak di antara “tiitik kelompok
springkler 16-18” pada ujung sistem yang tertinggi dan katup kendali harus dihitung secara hidrolik
agar kehilangan tekanan tidak melebihi 0,5 kg/cm2 dengan kapasitas 1000 liter/men.
Perhitungan kehilangan tekanan dilakukan dengan tabel 7.4.4. Apabila suatu gedung bertingkat
dilindungi oleh sistem springkler, maka perhitungan kehilangan tekanan dapat ditambah dengan
tekanan statis yang besarnya sama dengan beda tinggi antara tingkat yang bersangkutan dan
tingkat tertinggi.
Pada gambar denah blok harus diperlihatkan tekanan yang disyaratkan, diukur di tempat katup
kendali didasarkan pada springkler tertinggi yang diperlukan pada waktu pengujian. Springkler
tertinggi adalah kepala springkler yang dipasang atau akan dipasang pada titik tertinggi.
Tabel 7.4.4.
Ukuran pipa Kehilangan tekanan 10-3 bar/m panjang pipa
(mm) dengan kapasitas 1000 liter/men
65 35
80 16
100 4,4
150 0,65
200 0,16
Catatan : Untuk perhitungan kehilangan tekanan pipa kelas berat dipakai tabel A.2.3.1. dengan kapasitas air 1000
L/menit. Setiap siku, te, belokan dapat diperhitungkan sebagai pipa lurus panjang 3 m.
7.5. Sistem bahaya kebakaran berat.
Penentuan ukuran pipa untuk hunian bahaya kebakaran berat berdasarkan pada :
a). Kepadatan aliran yang diperlukan
b). Jarak kepala springkler
c). Ukuran kepala springkler, lubang standar 15 mm atau lubang besar 20 mm
d). Karakteristik tekanan dan atau aliran dari penyediaan air.
Untuk perhitungan yang ekonomis digunakan 3 cara, dengan tabel 7.5.1.a & b, tabel 7.5.2.a & b
dan tabel 7.5.3.a & b.
7.5.1. Untuk sistem dengan kepadatan aliran yang direncanakan tidak melebihi 15
mm/men.
Penyediaan air sesuai dengan persyaratan tekanan/aliran pada tabel 5.2.3.(1) dan menggunakan
kepala springkler berukuran nominal 15 mm.

45 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 7.5.1.(1).: Pipa cabang untuk bahaya kebakaran berat.


Ukuran pipa Jumlah maksimum kepala
No. Pipa cabang nominal springkler yang diijinkan
( mm ) pada pipa cabang.
Pipa cabang pada ujung pipa
A
pembagi.
Susunan cabang tunggal dengan 25 1
1 2 kepala springkler.
Dua pipa cabang terakhir. 32 2
Susunan cabang tunggal dengan 25 2
2 3 kepala springkler.
Tiga pipa cabang terakhir. 32 3
Susunan lain. 25 2
3 32 3
Pipa cabang terakhir,
40 4
25 3
B Pipa cabang lain
32 4
Catatan :
1. Pada satu pipa cabang tidak diizinkan dipasang lebih dari 4 kepala springkler.
2. Pipa cabang tidak boleh disambung pada pipa pembagi yang berukuran lebih besar dari 150 mm.

Tabel 7.5.1.(2).: Pipa pembagi untuk bahaya kebakaran berat


Ukuran Jumlah maksimum kepala
pipa springkler yang diijinkan
No. Pipa cabang
nominal pada pipa cabang.
( mm )
A Pipa pada ujung sistem. 32 2
40 4
50 8
65 12
80 18
100 48*
B Pipa pembagi di antara ujung sistem Perhitungan hidrolik dihitung
dan katup kendali. tersendiri menurut butir 7.5.4.

* Pemakaian pipa berukuran 100 mm masih dimungkinkan di antara “titik kelompok springkler 48” dan katup
kendali apabila hasil perhitungan hidrolik mengijinkan.
7.5.2. Untuk sistem dengan kepadatan aliran yang direncanakan tidak melebihi
15 mm/men.
Penyediaan air sesuai dengan persyaratan tekanan/aliran pada tabel 5.2.3.(2) dan menggunakan
kepala springkler berukuran nominal 15 mm.

46 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 7.5.2.a.: Pipa cabang untuk bahaya kebakaran berat.


Jumlah maksimum kepala
Ukuran pipa
Pipa cabang springkler yang diijinkan
nominal (mm).
pada pipa cabang.
A Pipa cabang pada ujung.
Susunan cabang tunggal 25 1
1 dengan 2 kepala springkler
Dua pipa cabang terakhir 32 2
Susunan cabang tunggal 25 2
2 dengan 3 kepala springkler.
Tiga pipa cabang terakhir 32 3
Susunan lain. 25 2
3
Pipa cabang terakhir. 40 4
Pipa cabang lain. 25 3
B
32 4
Catatan :
1. Pada satu pipa cabang tidak diizinkan dipasang lebih dari 4 kepala springkler.
2. Pipa cabang tidak boleh disambung pada pipa pembagi yang berukuran lebih besar dari 150 mm.

Tabel 7.5.2.b.: Pipa pembagi untuk bahaya kebakaran berat.


Pipa pembagi Ukuran pipa Jumlah maksimum kepala
nominal springkler yang dapat dilayani
(mm) oleh pipa pembagi
A. Pipa pada ujung sistem. 50 ** 4
65 8
80 12
100 16
150 48*
B. Pipa pembagi di antara ujung Perhitungan hidrolik dihitung
sistem dan katup kendali. tersendiri menurut butir 7.5.4.
• Pemakaian pipa berukuran 150 mm masih dimungkinkan di antara “titik kelompok kepala springkler 48”
dan katup kendali apabila hasil perhitungan hidrolik mengijinkan.
** Tidak boleh dipakai pipa pembagi berukuran kurang dari 65 mm pada susunan cabang tunggal dengan 4
kepala springkler.
7.5.3. Untuk sistem dengan kepadatan aliran yang direncanakan tidak melebihi 30
mm/men.
Penyediaan air sesuai dengan persyaratan tekanan/aliran pada tabel 2.3.3.b.(1) dan
menggunakan kepala springkler berukuran nominal 15 mm.

47 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 7.5.3.a : Pipa cabang untuk bahaya kebakaran berat

Ukuran pipa Jumlah maksimum kepala


Pipa cabang nominal springkler yang diizinkan pada
(mm) pipa cabang.
Cabang Tunggal.
40 1
a. 3 Pipa cabang terakhir pada 50 3
ujung susunan pipa pembagi
65 6
32 1
40 2
b Pipa cabang lain.
50 4
65 6

Cabang Ganda
Susunan cabang dengan 2
kepala springkler.
a. Tiga pipa cabang terakhir pada 32 1
ujung pipa pembagi 40 2
b Pipa cabang lain 32 2
3 dan 4 kepala springkler pada 32 2
susunan cabang. 40 1
Semua pipa cabang 50 2
50 4
Catatan :
Pada susunan cabang tunggal, maksimum 6 kepala springkler boleh dipasang pada satu pipa cabang.
Pada susunan cabang ganda, maksimum 4 kepala springkler boleh dipasang pada satu pipa cabang.
Pipa cabang tidak disambung pada pipa pembagi dengan ukuran lebih besar dari 150 mm.

Tabel 7.5.3.b : Pipa pembagi untuk bahaya kebakaran berat.


Ukuran pipa Jumlah maksimum kepala
Pipa pembagi nominal springkler yang dapat dilayani
(mm) oleh pipa pembagi
50 4
65 8
A. Pipa pada ujung sistem 80 12
100 16
150 48
Pipa pembagi di antara ujung Perhitungan hidrolik dihitung
B.
sistem dan katup kendali. tersendiri menurut ayat 7.5.4.
Catatan :
*). Pemakaian pipa berukuran 150 mm, masih dimungkinkan di antara “titik kelompok kepala springkler 48”
dan katup kendali apabila hasil perhitungan hidrolik mengizinkan.
**). Pada susunan cabang tunggal dengan 4 kepala springkler, tidak boleh dipakai pipa pembagi berukuran
kurang dari 65 mm pada susunan cabang tunggal dengan 4 kepala springkler.

48 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.5.4. Perhitungan hidrolik pada pipa pembagi (Sistem bahaya kebakaran berat).
Pipa pembagi pada pipa tegak di antara katup kendali dan titik akhir pada jaringan pipa (dengan
perkataan lain pada “titik kepala springkler 48”), atau titik pemasukan deretan kepala springkler
dengan jumlah kepala springkler kurang dari 48 (lihat butir 5.2.3) harus dihitung dengan cara
hidrolik berdasarkan kondisi aliran yang tercantum pada tabel 5.2.3.(1). dan 5.2.3.(2).
Kehilangan tekanan dalam pipa yang telah dihitung untuk tekanan seperti tertera dalam tabel
5.2.3.(1) dan 5.2.3.(2) ditambah tekanan statis yang disebabkan oleh letak kepala springkler
tertinggi di atas ketup kendali tidak boleh melebihi sisa tekanan yang tersedia pada sistem
penyediaan air. Bila kepala springkler tertinggi tidak melampaui “titik kelompok kepala springkler
48”, maka bagian tersebut yang memerlukan “tekanan statik” lebih tinggi, harus mempunyai akhir
pipa pembagi tersendiri.
Kehilangan tekanan pada pipa pembagi ke setiap bagian dari sistem pada bahaya kebakaran
berat harus disesuaikan dengan ketentuan tersebut, baik dengan cara penentuan ukuran pipa
pembagi ataupun dengan pemasangan pelat berlubang pada pipa utama (lihat appendix 1) atau
dengan cara gabungan kedua cara tersebut. Kehilangan tekanan yang tercantum pada tabel 7.5.4.
harus digunakan dalam perhitungan tersebut di atas.
Tabel 7.5.4.
Aliran air Kehilangan tekanan 10-3 bar / m panjang pipa
( liter / menit ) 100 mm 150 mm 200 mm 250 mm
1.000 4,4 0,65 0,16 0,054
1.500 9,3 1,4 0,35 0,12
2.000 16 2,4 0,59 1,20
2.300 21 3,0 0,76 0,25
3.050 34 5,1 1,3 0,43
3.800 52 7,7 1,9 0,64
4.550 72 11 2,7 0,90
4.850 81 12 3,0 1,0
6.400 140 20 5,1 1,7
7.200 170 25 6,3 2,1
8.000 210 31 7,7 2,6
8.800 250 36 9,1 3,0
9.650 290 43 11 3,6
Catatan :
Apabila digunakan pipa kwalitas berat, perhitungan kehilangan tekanan yang tercantum pada tabel di atas
diganti dengan tabel A.2.3.1. dengan menggunakan aliran air yang sesuai. Kehilangan tekanan pada setiap
belokan, siku, te, dapat disamakan senilai dengan kehilangan tekanan dalam pipa lurus sepanjang 3 m.
7.5.5. Perhitungan hidrolik untuk sistem bahaya kebakaran berat.
Untuk mendapatkan pemipaan yang ekonomi pada jaringan pipa yang komplek dilakukan
perhitungan hidrolik pada setiap bagian.
Dalam hal ini dibuat diagram perpipaan yang memperlihatkan panjang dan ukuran pipa,
perubahan arah aliran, debit air pada setiap pipa dan setiap kepala springkler, tekanan pada setiap
pertemuan aliran dan juga memperlihatkan setiap pengaruh dari perubahan ketinggian yang harus
disetujui oleh instansi yang berwenang.

49 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Data tersebut harus menunjukkan tekanan dan debit yang disyaratkan dari penyediaan air apabila
sistem springkler dalam keadaan bekerja meliputi daerah lingkup yang direncana kan., yaitu :
a). Debit air minimum; dalam hal ini kepala springkler yang bekerja pada keadaan yang tidak
menguntungkan terhadap penyediaan air.
b). Debit maksimum; dalam hal ini kepala springkler yang bekerja berada pada tempat yang
terdekat dengan penyediaan air.
(lihat appendix 2 untuk cara yang harus diikuti dalam perhitungan).
7.5.6. Pemipaan untuk perlindungan tambahan di dalam rak penyimpanan yang
termasuk sistem bahaya kebakaran berat.
Apabila kepala springkler tambahan dipasang pada tingkat antara di dalam rak, pemipaan cukup
memenuhi persyaratan sistem bahaya kebakaran sedang (tabel 4.5.1.a & b) kecuali apabla
pemipaan disambungkan dengan pipa tegak pada pipa pembagi di langit-langit atau di atap.
Ukuran pipa tegak tersebut harus dihitung secara hidrolik atau digunakan pelat berlubang untuk
membatasi pemakaian air, sehingga kelebihan pemakaian air tidak lebih besar dari 15% dari
permukaan air menurut persyaratan teoritis yang dihitung dengan perhitungan :
“ Daerah lingkup operasi x kepadatan aliran yang direncanakan x jumlah tingkat antara. “
Pipa pembagi untuk kepala springkler tersebut harus disambungkan pada pipa pembagi untuk
kepala springkler atau pada tempat di antara “titik kelompok kepala springkler 48” dan katup
kendali, kecuali jika dilakukan perhitungan hidrolik dan disetujui oleh instansi yang berwenang.
Dalam menentukan ukuran pipa pembagi untuk kepala springkler atap tersebut diatas, debit air
yang dibutuhkan adalah jumlah debit air untuk kepala springkler tingkat antara dan untuk kepala
springkler atap.
Apabila rak-rak berdiri bebas dan kepala springkler tingkat antara disambung dengan pipa tegak
pada pipa pembagi untuk kepala springkler atap, pipa tegak lurus harus disambung dengan pipa
logam fleksibel atau disambungkan universal pada tempat sambungan di pipa pembagi.
7.6. Kepala springkler dalam ruangan tersembunyi.
7.6.1. Sistem bahaya kebakaran ringan.
Kepala springkler untuk ruangan tersembunyi harus dilayani oleh jaringan pipa terpisah dari pipa
yang melayani kepala springkler untuk ruangan dibawahnya.
7.6.2. Sistem bahaya kebakaran sedang.
Kepala springkler untuk ruang tersembunyi boleh dilayani terpisah dari jaringan pipa yang
melayani kepala springkler untuk ruangan di bawahnya, dengan ketentuan bahwa dalam
menentukan ukuran pipa cabang dan pipa pembagi sampai dengan “titik kelompok kepala
springkler 18” harus didasarkan pada jumlah kepala springkler di ruangan tersembunyi dan ruang
bawahnya.
7.6.3. Sistem bahaya kebakaran berat.
Untuk menentukan ukuran pipa yang melayani kepala springkler ke ruang tersembunyi dapat
dipakai tabel 4.5.a & b (sistem bahaya kebakaran sedang). Kepala springkler tersebut harus
dilayani oleh jaringan pipa terpisah dari pipa yang melayani kepala springkler di ruang bawahnya.
Sambungan pipa untuk ruangan tersembunyi tersebut dapat dilakukan pada pipa pembagi utama
antara katup kendali dan “titik kelompok kepala springkler 48” yang terjauh.

50 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Keperluan air untuk ruang tersembunyi tidak diperhitungkan pada pemipaan.


7.6.4. Keadaan khusus.
Pada keadaan yang sesuai dengan ketentuan pada butir 6.4.1.e. ruangan tersembunyi dilindungi
berdasarkan sistem bahaya kebakaran ringan, perpipaannya boleh dihubungkan dengan pipa
pembagi untuk ruangan dibawahnya dengan ketentuan ukuran minimum pipa pembagi 65 mm.
Apabila disyaratkan perlindungan bahaya kebakaran sedang untuk ruangan tersembunyi, dapat
dipakai kepala springkler berukuran nominal 10 mm.
7.7. Penyambungan slang kebakaran ukuran kecil.
7.7.1. Slang kebakaran ukuran kecil.
Slang kebakaran ukuran kecil yang hanya digunakan untuk pemadam kebakaran boleh
disambungkan pada pipa springkler dengan ketentuan sebagai berikut :
a). Ukuran pipa penyambungan sampai 25 mm dengan panjang slang yang memenuhi
tekanan 4 kg/cm2 harus mencapai pancaran 7 m, nozle 6 mm dan mengeluarkan air 28 Liter
/men.
b). Ukuran pipa penyambungan 32 mm untuk panjang slang sampai 25 mm.
c). Ukuran slang tidak boleh lebih dari 40 mm.
d). Kapasitas air yang keluar dari mulut pancar tidak boleh melebihi kapasitas air yang keluar
dari dua kepala springkler ukuran 15 mm.
e). Slang tidak boleh dhubungkan pada pipa sistem springkler yang lebih kecil dari 65 mm.
f). Pipa penyambung harus dihubungkan pada sistem perpipaan springkler sebelum katup
kendali.
7.7.2. Penyambungan untuk slang barisan pemadam kebakaran.
Pada gedung kelompok hunian kebakaran ringan dan hunian bahaya kebakaran sedang
dilengkapi dengan katup untuk slang barisan pemadam kebakaran berukuran 65 mm yang
dihubungkan dengan sistem springkler dengan ketentuan sebagai berikut :
a). Pipa tegak dan katup untuk slang petugas pemadam kebakaran harus ditempatkan dalam
ruang tangga yang tahan api.
b). Springkler harus dikendalikan oleh katup kendali yang terpisah di tiap lantai dan ditempatkan
dalam ruang tangga yang tahan api.
c). Ukuran minimum pipa tegak harus 100 mm kecuali bila perhitungan hidrolik menghasilkan
ukuran pipa yang lebih kecil dan memenuhi kebutuhan air untuk springkler dan slang
sekaligus.
d). Penyediaan air harus mencukupi kebutuhan gabungan springkler dan slang pemadam
kebakaran.
e). Pipa penyambung harus dihubungkan pada perpipaan sistem springkler sebelum katup
kendali.

51 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.8. Pipa penguji sistem.


7.8.1. Persyaratan.
Pada setiap sistem harus dipasang pipa penguji yang berukuran sekurang-kurangnya 25 mm.
Ujung pipa harus licin, tahan karat dan dapat mengalirkan air ekivalen dengan satu kepala
springkler. Pipa ini ditempatkan pada ujung pipa cabang terjauh, kecuali ditentukan lain.
7.8.2. Alat tanda bahaya lebih dari satu.
Apabila alat tanda bahaya aliran air disediakan pada setiap pipa tegak, di setiap lantai pada
gedung bertingkat banyak atau apabila disediakan lebih dari satu alat tanda bahaya aliran air pada
satu sistem springkler, maka pipa penguji sistem harus disediakan pada tiap alat tanda bahaya
aliran air tersebut.
7.9. Perlindungan pipa.
7.9.1. Perlindungan pipa terhadap korosi.
a). Pada tempat-tempat seperti tempat pengelantangan bahan, ruang pengecatan, pengolahan
alat metal, kandang hewan, tempat pengolahan kimia tertentu dan tempat lain yang
menghasilkan gas atau uap yang dapat menimbulkan korosi, maka setiap jenis pipa, tabung,
alat sambung dan penggantung harus diberi lapisan pelindung.
b). Pipa baja yang menghubungkan dua gedung dan dipasang terhadap udara harus digalvanis
atau dilindungi terhadap korosi secara lain.
c). Pipa baja yang menghubungkan dua gedung dan ditanam di dalam tanah harus dilindungi
terhadap korosi sebelum ditanam.
7.9.2. Perlindungan pemipaan terhadap gempa bumi.
Untuk memperkecil atau mencegah pecahnya pipa karena gempa bumi, sistem springkler harus
dilindungi sebagai berikut :
a). Pada gedung yang tidak direncanakan tahan gempa, kopling fleksibel harus dipasang
dengan ketentuan :
1). 60 mm di bawah ujung atas dan di bawah di setiap pipa tegak kecuali ditentukan lain
seperti pada butir 7.9.2.c.
2). Pada bagian pipa yang menembus langit-langit di setiap lantai dalam gedung
bertingkat banyak.
3). Cukup satu buah pipa tegak yang berukuran 65 mm dengan panjang 1 m atau pipa
tegak yang berukuranb lebih dari 65 mm dengan panjang sampai 2 m.
4). Pada tiap ujung dari pemipaan antara dua gedung.
5). Pada tiap sisi sambungan dilatasi gedung.
b). Khusus untuk gedung yang direncanakan tahan gempa bumi, kopling fleksibel harus
dipasang pada bagian gedung tempat keluar atau masuknya pipa.
c). Selubung pipa harus dipasang pada semua bagian yang menembus dinding, lantai, platform
dan pondasi dengan ketentuan :
1). Celah minimum antara pipa dengan selubung pipa sekurang-kurangnya 25 mm untuk
pipa berukuran 25 mm sampai 90 mm dan 50 mm untuk pipa berukuran lebih besar
atau sama dengan 100 mm.

52 dari 83
SNI 03-3989- 2000

2). Celah antara pipa dengan selubung pipa harus diisi dengan bahan elastik yang tidak
mudah terbakar seperti serat kaca atau bahan lain yang setaraf.
3). Selubung pipa pada lantai harus menonjol paling sedikit 80 mm di atas permukaan
laintai.
d). Penahan ayun untuk menghadapi pengaruh gempa bumi.
1). Pipa pemasukan dan pipa pembagi utama yang berukuran lebih besar atau sama
dengan 65 mm harus digantung dengan menggunakan penahan ayun dua arah, untuk
melawan gaya tarik dan tekan yang ekuivalen dengan 50% dari berat air dalam pipa.
2). Bagian teratas dari pipa tegk harus diamankan terhadap goncangan dengan
menggunakan penahan ayun empat arah.
3). Apabila di tempat-tempat tertentu pada pipa cabang digunakan gantungan jenis U,
maka harus digunakan gantungan jenis U ujung melingkar (Gambar 7.9.2.a)

Gambar 7.9.2.a : Gantungan jenis U ujung melingkar.

4). Penggunaan gantungan jenis U untuk menunjang suatu sistem springkler telah
memenuhi sebagian besar persyaratan penahan ayun, kecuali pada umumnya
gantungan memanjang seperti gambar 7.9.2.b dan 7.9.2.c. harus juga digunakan untuk
pemipaan berukuran lebih besar atau sama dengan 65 mm.
Dalam merencanakan penahan ayun, perbandingan kelangsingan I/r tidak boleh
melebihi 200 dengan pengertian “I” adalah jarak ( dalam cm ) antara garis sumbu
penahan dan “r” adalah jari-jari inersia ( dalam cm ) yang terkecil.
Contoh : Suatu batang pipih ukuran 5 cm x 1,0 cm hendaklah jangan lebih dari 54 cm
di antara penguat.
Panjang maksimum penahan ayun dengan berbagai penampang diperlihatkan dalam
tabel 7.9.2.

53 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.9.2.b. Jenis penahan ayun yang dapat diterima.


Tabel 7.9.2.
Ukuran Panjang maksimum (cm)
Penampang penahan ayun
(mm) I / r = 200
40 x 40 x 6 154
50 x 50 x 6 192
50 x 65 x 7 210
Besi siku
65 x 65 x 7 252
65 x 80 x 6 272
80 x 80 x 8 310
19 94
22 109
40 x 6 33
50 x 6 33
Batang bulat 50 x 10 53
25 213
32 274
40 315
50 399

54 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.9.2.c. Lokasi khusus penahan ayun.


Gambar ↔ menunjukkan lokasi yang cocok untuk penahan yang mencegah gerakan
pipa pemasukan utama atau silang dalam arah sepanjang pipa utama.
Sebuah penahan ayun dianggap cukup untuk setiap pipa utama, kecuali bila pipa
tersebut panjang sekali atau bila terdapat ofset atau perubahan arah. Pipa 50 mm atau
pipa yang lebih kecil tidak memenuhi persyaratan penahan ayun ini.
Gambar menunjukkan loksi yang cocok untuk penahan ayun yang mencegah
gerakan tegak lurus dari pipa pemasukan utama atau cabang utama.
Penahan ayun tersebut harus ditempatkan dengan jarak antara 910 cm sampai 1.220
cm. Jenis penahan ayun ini harus dipasang pada bagian ujung akhir pipa cabang
utama atau pemasukan utama.
5). Sudut belokan kaki gantungan jenis U yang dipasang dengan pegangan sisi harus 10
derajat.
6). Apabila pipa pemasukan dan pipa pembagi utama digantung dengan gantungan
batang tunggal yang panjangnya lebih dari 150 mm harus disediakan penahan ayun.
Penahan ayun harus dipasang langsung pada pipa pemasukan dan pipa pembagi
utama.
7). Pengikatan bagian pipa pada bagian-bagian yang mempunyai pergerakan berlainan
seperti pengikatan pada dinding dan pengikatan pada atap harus dihindari.
8). Gantungan pipa.
Penggantung, angker, pilar dan sejenis lainnya yang digunakan dan cukup kuat untuk
menahan beban pipa beserta isinya.

55 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.9.8. : Gantungan pipa


7.10. Drainase.
7.10.1. Pemasangan pipa drainase.
a). Seluruh pemipaan sistem springkler harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat
dikeringkan, sejauh memungkinkan seluruh pemipaan harus diatur untuk dapat dikeringkan
melalui katup pengering yang berukuran sekurang-kurangnya 50 mm untuk hunian bahaya

56 dari 83
SNI 03-3989- 2000

kebakaran sedang dan hunian bahaya kebakaran berat atau berukuran sekurang-kurangnya
40 mm untuk hunian bahaya kebakaran ringan.
b). Seluruh bagian pemipaan yang merupakan perangkap harus dapat dikeringkan melalui pipa
permanen yang dilengkapi dengan katup yang dipasang pada ketinggian kurang dari 3 m di
atas lantai untuk memudahkan pengeringan.
c). Pemipaan dan katup dipasang untuk pengeringan harus memenuhi tabel 7.10.1.
Tabel 7.10.1.
Ukuran pipa yang dikeringkan Ukuran pipa dan katup pengering
(mm) (mm)
sampai 50 20
65 s.d. 90 32
100 ke atas 50
Catatan : Bagian yang terperangkap pada pipa cabang dapat dikeringkan melalui pipa dan katup
pengering berukuran 25 mm.
7.11. Penyambungan pipa dan alat penyambung.
7.11.1. Pipa ulir dan alat penyambung.
a). Perhatian khusus harus diberikan pada pemasangan pipa berulir supaya tidak masuk terlalu
dalam menembus alat penyambung, sehingga mengurangi pengaliran.
b). Setelah pemotongan, pipa harus dibersihkan terhadap semua serpih dan gram.
c). Kompon atau pita penyambung harus digunakan pada ulir jantan pipa dan tidak pada ulir
betina alat penyambung.
7.11.2. Pipa las.
a). Pipa cabang, pipa pembagi, pipa pemasukan utama atau pipa tegak bagian demi bagian
boleh dilas di bengkel sebelum pemasangan.
b). Bagian-bagian dari pemipaan yang dilas harus disambung dengan sambungan flens
(menggunakan mur baut) atau penyambungan gasket fleksibel atau cara penyambungan lain
yang dibenarkan.
c). Pemotongan pipa dengan busur las tidak diijinkan dalam perbaikan dan perubahan sistem
springkler.
d). Penyambungan pipa berukuran kurang dari 50 mm tidak diperbolehkan dengan las.
e). Tukang las dan tukang solder tembaga harus mempunyai sertifikat dari instansi yang
berwenang.
f). Apabila direncanakan suatu pengelasan, kontraktor harus memperinci dalam gambar
bagian-bagian yang akan dilas di bengkel, dan juga jenis alat-alat penyambung las yang
digunakan.
g). Apabila alat penyambung las digunakan untuk membentuk lubang keluar, maka :
1). lubang pada pemipaan luar harus sesuai dengan ukuran alat penyambung.
2). keping hasil perlubangan pipa harus dikeluarkan.
3). kerak dan sisa pengelasan harus dibuang.

57 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.11.3. Sambungan solder tembaga.


a). Sambungan pada pipa tembaga harus disolder tembaga kecuali ditentukan lain.
b). Sambungan solder dapat dijinkan pada hunian bahaya kebakaran ringan dimana klasifikasi
kepala springkler yang terpasang dari hunian bahaya kebakaran sedang.
c). Sambungan solder dapat diijinkan pada hunian bahaya kebakaran sedang kelompok I untuk
pemipaan di tempat yang tersembunyi.
d). Sambungan jenis lain boleh digunakan atau dipasang sesuai dengan persyaratan yang
dikeluarkan instansi yang berwenang.
7.12. Alat penyambung.
7.12.1. Jenis alat penyambung.
a). Alat penyambung yang digunakan dalam sistem springkler harus sesuai dengan bahan yang
tercantum dalam tabel 7.12.1.
Tabel 7.12.1.
Bahan Alat penyambung yang digunakan dalam sistem springkler.
- Alat penyambung berulir.
Besi tuang. - Pipa dan alat penyambung flens.
- Besi lunak alat penyambung berulir.
- Alat penyambung yang dilas.
Baja - Ujung yang dilas untuk pipa, katup, pipa flens dan sambungan flens.
- Penyambungan baja tempa, soket berulir dan soket yang dilas.
- Sambungan perunggu dan tembaga yang disolder.
Tembaga
- Sambungan perunggu tuang yang disolder.

b). Alat penyambung yang digunakan dalam sistem springkler harus direncanakan untuk
menahan tekanan kerja, tetapi tidak boleh lebih kecil dari 12 kg/cm2.
c). Apabila pipa tegak berukuran lebih besar atau sama dengan 80 mm, harus digunakan
sambungan flens pada pipa tegak di setiap lantai.
7.13. Katup.
7.13.1. Jenis katup yang digunakan.
a). Semua katup yang disambungkan pada penyediaan air dan pada pipa penyediaan sistem
springkler harus dari jenis katup penunjuk yng menunjukkan keadaan katup terbuka atau
tertutup yang dibenarkan.
Kalau tidak digunakan katup penunjuk, dapat digunakan katup sorong bawah tanah yang
ditempatkan dalam bak katup jalan yang dilengkapi dengan kunci T yang harus disetujui oleh
instansi yang berwenang. Katup tersebut tidak boleh tertutup dalam waktu kurang dari 5
detik apabila ditutup dengan cepat keadaan terbuka penuh, untuk mencegah terjadinya
kerusakan pipa yang disebabkan pukulan air.
Katup seperti tersebut di bawah ini tidak termasuk jenis katup penunjuk, akan tetapi
pengaturannya dapat memenuhi persyaratan sebagai katup penunjuk.
1). Katup sorong bawah tanah yang dilengkapi dengan tonggak penunjuk yang
menunjukkan posisi terbuka dan menutupnya katup.

58 dari 83
SNI 03-3989- 2000

2). Katup pengatur yang dibenarkan dan diatur terbuka pada keadaan normal dan
memerlukan suatu tenaga untuk menutup dan mempertahankan keadaan tetap
tertutup.
3). Katup pengatur yang dibenarkan dan mempunyai penunjuk yang diandalkan yang
dapat menunjukkan terbuka dan tertutupnya katup dan dihubungkan dengan gardu
pengawas yang jauh.
b). Katup pengering dan penguji harus dari jenis yang dibenarkan.
c). Katup penahan balik harus dari jenis yang dibenarkan dan dapat dipasang pada posisi tegak
dan datar.
7.13.2. Katup pengatur.
a). Setiap sistem harus dilengkapi dengan sebuah katup penunjuk yang dibenarkan dan
ditempatkan sedemikian rupa, sehingga dapat mengatur semua sumber penyediaan air,
kecuali sambungan ke sambungan pemadam kebakaran sesuai dengan apa yang diatur
dalam ayat 7.1.1.d.
b). Pad setiap sumber penyediaan harus dipasang sekurang-kurangnya satu buah katup
penunjuk yang dibenarkan, kecuali sambungan pemadam kebakaran.
c). Kecuali katup sorong bawah jalan, katup pengatur sistem springkler harus diamankan dalam
keadaan terbuka dengan cara sebagai berikut :
1). Pemasangan tanda bahaya lokal yang akan mengeluarkan suara pada suatu tempat
yang selalu dijaga.
2). Penguncian katup pada keadaan terbuka.
3). Penyegelan katup, tiap minggu dicatat apakah segel dalam keadaan baik.
Penyegelan hanya bisa dilakukan apabila katup diletakkan di ruangan tertutup di
bawah penguasaan pemilik gedung.
d). Apabila terdapat lebih dari satu sumber penyediaan air, katup penahan balik harus dipasang
di tiap sambungan. Apabila dipakai pompa kebakaran otomatis yang dilengkapi dengan
tangki udara atau peredam, katup penahan balik tidak diperlukan.
e). Katup penahan balik harus dipasang pada masing-masing sambungan penyediaan air, jika
terdapat sambungan pemadam kebakaran pada sistem.
f). Bila suatu sistem springkler pipa tunggal dilengkapi dengan sambungan pemadam
kebakaran, maka katup kendali dianggap sebagai suatu katup penahan balik dan tidak
diperlukan suatu katup penahan balik lagi.
g). Pada sambungan jaringan kota yang bekerja sebagai satu-satunya sumber penyediaan air,
katup jaringan kota pada sambungan tersebut diatas dapat bekerja sebagai suatu katup
yang disyaratkan. Suatu katup penunjuk yang dibenarkan atau suatu katup dengan tonggak
penunjuk harus dipasang pada sistem di sebelah katup penahan balik.
7.13.3. Penandaan katup.
Apabila terdapat lebih dari satu katup pengatur, harus disediakan tanda yang menunjukkan bagian
sistem yang diatur oleh tiap katup.

59 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.14. Gantungan.
7.14.1. Umum.
a). Pemipaan springkler harus dapat ditahan dengan baik oleh kerangka gedung yang dapat
menahan beban tambahan dari pemipaan yang berisi air, ditambah dengan beban minimum
sebesar 113 kg yang berlaku pada titik gantungan.
b). Jenis gantungan dan cara pemasangannya harus disesuaikan dengan persyaratan pasal ini.
Penyimpangan terhadap pasal ini haerus memenuhi syarat berikut dan disyahkan oleh
asosiasi profesi.
1). Jenis gantungan direncanakan untuk dapat menahan lima kali berat pipa berisi air,
ditambah 113 kg pada masing-masing titik penahan pemipaan.
2). Semua titik-titik penahan cukup kuat untuk menahan sistem springkler.
3). Bahan dari besi digunakan pada komponen gantungan.
Perhitungan detail yang menggambarkan tegangan yang terjadi pada penggantung dan
pemipaan, termasuk faktor keamanan, harus diserahkan, apabila disyaratkan oleh instansi
yang berwenang untuk penilaian.
c). Pemipaan springkler harus digantung terpisah dari gantungan langit-langit, kecuali
ditentukan lain oleh butir 7.14.1.h.
d). Apabila pemipaan springkler dipasang di bawah saluran tertutup, pemipaan harus digantung
dengan kokoh pada kerangka gedung atau pada baja siku yang menahan saluran tertutup
tersebut di atas dengan ketentuan sesuai tabel 7.14.1.
e). Komponen gantungan yang dirakit, dimana dipasang secara langsung pada pipa atau
rangka gedung harus didaftar, kecuali untuk gantungan baja lunak yang terbuat dari besi
batangan.
f). Ukuran minimum besi siku atau pipa pada gantungan trapis yang membentang antara
gordeng atau anak balok tercantum dalam tabel 7.14.1.f, penggunaan besi siku harus
dengan sisi yang lebar pada kedudukan tegak. Ukuran atau bentuk lain yang mempunyai
momen inersia sama atau lebih besar dari besi siku atau pipa boleh digunakan.
g). Ukuran batang gantungan dan mur pengikat untuk menahan besi siku atau pipa yang
ditunjukkan dalam tabel 7.14.1. harus memenuhi butir 7.14.3.
h). Batang kait dan gantungan cincin harus diperkuat dengan mur pengunci untuk mencegah
gerakan lateral pada titik penahan.

60 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel 7.14.1.f.
Ukuran
65 80 90 100 125 150 200 250
pipa (mm)
Jarak
gantungan
Ukuran gantungan trapis : besi siku ( pipa) ( mm )
trapis
(cm)
40x40x5 40x40x5 40x40x5 40x40x5 40x40x5 50x65x5 55x75x5 55x75x7
45
(25) (25) (25) (25) (32) (32) (40) (50)
40x40x5 40x50x5 40x50x5 40x50x6 40x60x6 40x60x6 55x75x5 55x75x7
60
(25) (25) (25) (32) (32) (40) (50) (50)
40x50x5 40x50x5 40x50x5 40x60x6 55x75x5 55x75x5 65x100x7 65x100x7
75
(25) (25) (32) (32) (40) (50) (50) (50)
40x50x5 40x50x5 40x60x6 40x60x6 55x75x5 55x75x5 65x100x7 65x100x7
90
(25) (32) (32) (32) (40) (50) (65) (65)
40x50x6 40x60x6 40x60x6 55x75x5 55x75x5 55x75x5 65x100x7 75x100x7
120
(32) (32) (40) (40) (50) (50) (65) (90)
40x60x6 40x60x5 55x75x5 55x75x5 55x75x5 65x100x7 75x100x7 75x130x8
150
(32) (40) (40) (50) (50) (65) (65) (100)
40x60x6 55x75x5 55x75x7 55x75x7 65x100x7 75x100x7 75x130x8 75x150x9
180
(40) (50) (50) (50) (65) (65) (80) (100)
55x75x5 55x75x5 55x75x7 55x75x7 65x100x7 75x100x9 75x130x8 75x150x9
210
(50) (50) (50) (65) (65) (80) (80) (100)
55x75x5 55x75x7 65x100x7 65x100x7 75x100x7 75x100x9 75x130x8 75x150x9
240
(50) (65) (65) (65) (80) (80) (90) (100)
55x75x5 55x75x7 65x100x9 65x100x9 65x100x9 75x100x9 75x130x8 75x150x9
270
(50) (65) (65) (80) (90) (90) (100) (125)
55x75x7 55x75x7 65x100x9 65x100x9 75x100x9 75x130x8 75x150x9 75x150x9
300
(65) (65) (65) (80) (90) (90) (100) (125)

7.14.2. Gantungan pada beton.


a). Komponen yang dibenarkan yang tertanam dalam beton, boleh dipasang untuk penahan
gantungan. Klos kayu tidak boleh digunakan.
b). Lubang melalui balok beton boleh juga dianggap sebagai suatu pengertian gantungan untuk
menahan pemipaan.
7.14.3. Batang penggantung dan gantungan “U”.
a). Ukuran batang penggantung harus sama dengan ukuran batang pada rakitan yang
dibenarkan, dan ukuran batang tidak boleh kurang dari apa yang tercantum dalam tabel
7.14.3.a.
Tabel 7.14.3.a.
Ukuran pipa (mm). Ukuran batang penggantung (mm).
sampai dengan 100 10
125, 150 dan 200 13
250 dan 300 15

61 dari 83
SNI 03-3989- 2000

b). Gantungan “U”.


Ukuran batang yang dipergunakan untuk membuat gantungan “U” tidak boleh kurang dari
apa yang tercantum dalam tabel 7.14.3.b.
Tabel 7.14.3.b.
Ukuran pipa (mm) Ukuran bahan batang penggantung (mm)
sampai dengan 50 8
65, 80 10
90, 100 11
125 13
150 15
200 20

c). Sekerup.
Kecuali seperti apa yang ditentukan dalam butir 7.14.3.e. ukuran sekerup flens langit-langit
dan gantungan “U” tidak boleh kurang dari apa yang tercantum dalam tabel 7.14.3.c.
Tabel 7.14.3.c.
Ukuran pipa (mm) Ukuran sekerup mm (inci)
Flens dengan 2 sekerup
Sampai dengan 50 Sekerup kayu 18 x 40 ( ¾ x 1½ )
Flens dengan 3 sekerup
sampai dengan 50 sekerup kayu 18 x 40 ( ¾ x 1½ )
65, 80, 90 sekerup putar 10 x 50 ( 3 8 x 2 )
100, 125, 150 sekerup putar 13 x 50 ( ½ x 2 )
200 sekerup putar 15 x 80 ( 5 8 x 3 )
Flens dengan 4 sekerup
sampai dengan 50 sekerup kayu No.18 – 40 ( ¾ x 1½ )
65, 80, 90 sekerup putar 10 – 40 ( 3 8 x 1½ )
100, 125, 150 sekerup putar 13 x 50 ( ½ x 2 )
200 sekerup putar 15 x 80 ( 5 8 x 3)
Gantungan “U”
sampai dengan 50 sekerup kayu 16 x 50 ( 5 8 x 2 )
65, 80, 90 sekerup putar 10 x 65 ( 3 8 x 2½ )
100, 125, 150 sekerup putar 13 x 80 ( ½ x 3 )
200 sekerup putar 15 x 80 ( 5 8 x 3 )
d). Kecuali ditentukan lain seperti dalam butir 6.15.3.g. ukuran baut atau sekerup yang dipasang
untuk batang kait atau flens pada sisi dari suatu balok, tidak boleh kurang dari yang
ditentukan dalam tabel 7.14.3.d.
Tabel 7.14.3.d.
Ukuran pipa Ukuran baut/sekerup Panjang sekerup yang digunakan untuk
( mm ) mm (inci) balok kayu mm (inci).
sampai dengan 50 10 ( 3 8 ) 65 ( 2½ )
65 s.d 150 13 ( ½ ) 80 ( 3 )
200 15 ( 5 8 ) 80 ( 3 )

62 dari 83
SNI 03-3989- 2000

e). Sekerup hanya digunakan dalam posisi datar seperti pada sisi balok. Sekerup kayu tidak
boleh dipukul. Paku tidak boleh digunakan untuk pengikat gantungan.
f). Sekerup pada sisi balok kayu atau balok kuda-kuda untuk penahan pipa cabang tidak boleh
kurang dari 65 mm dari tepi sebelah bawah balok atau tidak kurang dari 80 mm bila
digunakan untuk penahan pipa utama.
g). Apabila sekerup yang panjangnya 50 mm tidak mungkin dipakai untuk papan dan flens,
maka sekerup yang panjangnya 45 mm dapat dipakai dengan jarak penggantung tidak lebih
dari 3 m. Apabila sekerup yang panjangnya 80 mm tidak mungkin dipakai untuk balok atau
balok kuda-kuda maka sekerup yang panjangnya 50 dapat dipakai dengan jarak
penggantung tidak lebih dari 3 m.
h). Tebal minimum papan dan lebar minimum bagian bawah balok atau balok kuda-kuda di
mana digunakan sekerup batang, harus sesuai dengan tabel 6.15..3.h.
Sekerup batang tidak dapat digunakan untuk menahan pipa yang berukuran lebih besar dari
150 mm. Semua lubang untuk sekerup batang harus dibor 3 mm lebih kecil dari ukuran luar
ulir sekerup batang.
Tabel 7.14.3.h.
Ukuran pipa Tebal papan nominal Lebar nominal
(mm) (mm) permukaan balok (mm)
sampai dengan 50 80 50
65 s.d 90 100 50
100 dan 125 100 80
150 100 100

7.14.4. Jarak maksimum antara gantungan.


Jarak maksimum antara gantungan tidak boleh lebih dari 3,5 mm untuk pipa berukuran 25 mm dan
32 mm, serta tidak lebih dari 4,5 m untuk pipa berukuran 40 mm dan yang lebih besar, kecuali
ditentukan lain seperti butir 7.14.7. (lihat gambar 7.14.4).
Jarak maksimum untuk gantungan :

Gambar 7.14.4. Jarak antara gantungan

63 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.14.5. Penempatan gantungan pada pipa cabang.


a). Pada setiap pipa cabang harus terdapat sekurang-kurangnya sebuah gantungan atau
sebuah gantungan pada setiap panjang pipa, kecuali ditentukan lain oleh butir 7.14.5.b. dan
7.14.5.f.
b). Jarak antara gantungan dan poros kepala springkler arah ke atas tidak boleh kurang dari 80
mm.
c). Untuk ukuran pipa berukuran 25 mm, panjang pipa antara kepala springkler ujung sampai ke
gantungan terakhir tidak boleh lebih dari 0,9 m atau untuk pipa berukuran 32 mm tidak boleh
lebih dari 1,2 m. Apabila batas-batas tersebut dilampaui maka pipa harus diperpanjang
sampai melewati springkler ujung dan ditahan dengan gantungan tambahan (lihat gambar
7.14.5.c).
Maksimum:
0,9 m untuk 25 mm.
1,2 mm untuk 32 mm.

Gambar 7.14.5.c. Jarak kepala springkler ke gantungan.


d). Apabila jarak antara kepala springkler kurang dari 1,8 m, gantungan boleh ditempatkan
dengan jarak tidak lebih dari 3,5 m ( lihat gambar 7.14.5.d.).

Gambar 7.14.5.d. : Jarak antara gantungan.


e). Pangkal pipa cabang yang panjangnya kurang dari 1,8 m tidak memerlukan gantungan
kecuali apabila gantungan pada ujung pipa dari sistem pemasukan sisi atau gantungan
tengah dari pipa pembagi ditiadakan.

64 dari 83
SNI 03-3989- 2000

f). Gantungan tidak diperlukan pada lengan pipa cabang yang berukuran 25 mm dan panjang
0,3 m untuk pipa tembaga dan 0,6 m untuk pipa baja diukur dari pipa cabang atau pipa
pembagi.
7.14.6. Penempatan gantungan pada pipa pembagi.
a). Pada pipa pembagi harus terdapat sekurang-kurangnya satu gantungan diantara dua pipa
cabang. Gantungan tengah boleh dihilangkan seperti apa yang diuraikan pada butir 7.14.6.b.
s.d. 7.14.6.d.
b). Pipa pembagi pada trafe yang mempunyai dua pipa cabang, gantungan tengahnya boleh
dihilangkan dengan ketentuan bahwa gantungan yang diletakkan pada gordeng harus
dipasang pada tiap pipa cabang dan diletakkan sedekat mungkin pada pipa pembagi bila
letak gordeng memungkinkannya (lihat gambar 7.14.6.b). Gantungan pipa cabang lainnya
harus dipasang sesuai dengan butir 7.14.6.

Gambar 7.14.6.b. Gantungan pada pipa pembagi.


c). Pipa pembagi pada trafe yang mempunyai tiga pipa cabang atau lebih yang mendapat
pemasukan sisi atau tengah, hanya satu gantungan tengah boleh dihilangkan, dengan
ketentuan bahwa gantungan yang diletakkan pada gordeng dipasang pada tiap pipa cabang
dan diletakkan sedekat mungkin dengan pipa pembagi bila letak gordeng memungkinkannya
(lihat gambar 7.14.6.c).
d). Gantungan trapis tengah harus dipasang pada ujung pipa pembagi kecuali kalau pipa
pembagi diperpanjang sampai tempat penggantungan beriktunya dengan memasang suatu
gantungan biasa, dalam keadaan tersebut gantungan tengah boleh dihilangkan sesuai butir
7.14.6.b dan 7.14.6.c.

65 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 6.15.6.c. Gantungan dihilangkan pada sistem pemasukan sisi.


7.14.7. Penempatan gantungan pada pipa masuk utama.
Pada pipa masuk utama harus terdapat sekurang-kurangnya satu gantungan untuk setiap 4,5 m
panjang pipa.
7.14.8. Penahan pipa tegak.
a). Pipa tegak harus ditahan dengan pengikat langsung pada pipa tegaknya atau dengan
gantungan yang ditempatkan pada ofset datar yang dekat pada pipa tegak.
b). Penahan pipa tegak harus disediakan pada setiap lantai.
c). Pemasangan klem penahan pipa pada bagian gedung harus kuat menahan pipa.
7.15. Kepala Springkler.
7.15.1. Kepala springkler standar.
Kepala springkler yang digunakan harus kepala springkler standar.
7.15.2. Jenis kepala springkler.
a). Kepala springkler yang boleh digunakan hanya kepala springkler yang terdaftar. Perubahan
apapun tidak dibolehkan pada kepala springkler setelah keluar dari pabrik.
b). Sifat-sifat aliran kepala springkler harus dibedakan dalam tiga hal :
1). yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala springkler pancaran atas.
2). yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala springkler pancaran bawah.
3). yang dibenarkan untuk penggunaan sebagai kepala springkler dinding.
c). Kepala springkler yang digunakan untuk maksud khusus dan ditempatkan sesuai dengan
uraian pada butir 7.15.2.d. s/d 7.15.4. harus dari jenis yang khusus dibenarkan untuk
penggunaan tersebut.

66 dari 83
SNI 03-3989- 2000

d). Kepala springkler terbuka boleh digunakan untuk melindungi bahaya kebakaran khusus
seperti tempat-tempat terbuka atau untuk tempat khusus lainnya.
e). Kepala springkler dengan ukuran lubang yang lebih kecil boleh digunakan untuk daerah atau
keadaan yang tidak membutuhkan air sebanyak yang dipancarkan oleh sebuah kepala
springkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm.
f). Kepala springkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm boleh digunakan
untuk daerah atau keadaan yang membutuhkan air lebih banyak dari jumlah yang
dipancarkan oleh sebuah kepala springkler dengan ukuran lubang nominal 10 mm. Kepala
springkler dengan ukuran lubang nominal lebih besar dari 10 mm yang mempunyai ulir pipa
besi 10 mm tidak boleh dipasang pada sistem springkler terbaru.
7.15.3. Kepala springkler tahan korosi.
Pada tempat-tempat pengolahan kertas, pabrik alkali, pabrik pupuk organik, prengepakan,
penyamakan kulit, pengecoran, penempaan, rumah asap, pabrik cuka, kandang hewan, ruang
baterai, ruang penyepuhan secara listrik, runag penggalbani, semua jenis ruang penguapan,
termsuk ruang pengeringan beruap lembab, ruang penyimpanan garam, dipo lokomotif, drive way
(terowongan masuk tempat parkir), bagian yang terbuka terhadap cuaca luar seperti yang terbuka
terhadap udara laut, sekitar alat pengelantang di dalam kilang tepung, semua bagian gedung
pendingin yang menggunakan sistem pemuaian amoniak langsung di setiap bagian dari pabrik di
mana terdapat uap korosif, harus dipasang kepala springkler tahan korosi atau kepala springkler
yang diberi lapisan pelindung sesuai dengan persyaratan pabrik.
7.15.4. Kapasitas pancaran.
a). Perhitungan kapasitas pancaran air di kepala springkler.
Untuk menghitung kapasitas pancaran air di kepala springkler, berlaku rumus :

Q = k. P.

dimana :
Q = kapasitas pancaran tiap kepala springkler, dalam liter/menit.
k = konstanta yang ditentukan oleh ukuran nominal lubang kepala springkler.
P = tekanan air di kepala springkler dalam kg/cm2.
b). Ukuran lubang kepala springkler.
Ukuran nominal lubang kepala springkler yang dibenarkan untuk masing-masing sistem
bahaya kebakaran adalah sebagai berikut :
Ukuran nominal lubang
No. Klasifikasi bahaya kebakaran kepala springkler
( mm ).
1 Sistem bahaua kebakaran ringan. 10
2 Sistem bahaya kebakaran sedang. 15
3 Sistem bahaya kebakaran berat 20
c). Konstanta “k”.
Konstanta “k” untuk ketiga ukuran lubang kepala springkler tersebut di atas adalah sebagai berikut

67 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Ukuran nominal lubang kepala springkler


No. Konstanta “k”
( mm ).
1 10 57 ± 5%
2 15 80 ± 5%
3 20 115 ± 5%

7.15.5. Tingkat suhu kepala springkler.


a). Tingkat suhu kepala springkler otomatis ditunjukkan dalam tabel di bawah ini :
Tingkat suhu untuk jenis sambungan lebur (0C ) Warna tangkai
68 / 74 Tanpa warna
93 / 100 Putih
141 Biru
182 Kuning
227 Merah

Tingkat suhu untuk jenis glass bulb (0C ) Warna cairan dalam gelas
57 Jingga
68 Merah
79 Kuning
93 Hijau
141 Biru
182 Ungu
203 / 260 Hitam
Pemilihan tingkat suhu kepala springkler tidak boleh kurang dari 300C di atas suhu ruangan.
b). Kepala springkler dalam ruangan tersembunyi atau pada ruang peragaan tanpa dilengkapi
ventilasi harus dari tingkat suhu antara 790C ~ 1000C.
c). Kepala springkler yang digunakan untuk melindungi peralatan masak jenis komersial, tutup
mesin pembuat kertas atau yang dipasang dalam dapur pengering harus dari tingkat suhu
tinggi,
d). Apabila ada langit-langit atau atap yang dipasang di atas oven, maka pada langit-langit atau
atap tersebut sampai radius 3 m harus dipasang kepala springkler dengan tingkat suhu yang
sama dengan 1410C.
7.15.6. Jumlah maksimum kepala springkler.
Jumlah maksimum kepala springkler yang dapat dipasang pada satu katup kendali adalah :
Klasifikasi bahaya kebakaran Jumlah kepala springkler (buah).
Sistem bahaya kebakaran ringan. 500
Sistem bahaya kebakaran sedang. 1.000
Sistem bahaya kebakaran berat 1.000
Catatan : Jumlah kepala springkler di tempat tertutup dapat diabaikan.
7.15.7. Penggantian sifat hunian.
Dalam hal ini ada penggantian sifat hunian yang mengakibatkan perubahan suhu, kepala
springkler harus diganti sesuai dengan penggantian dan perubahan tersebut.

68 dari 83
SNI 03-3989- 2000

7.15.8. Persediaan kepala springkler cadangan.


Persediaan kepala springkler cadangan dan kunci kepala springkler harus disimpan dalam satu
kotak khusus yang ditempatkan dalam ruangan yang setiap suhunya tidak lebih dari 380C.
Persediaan kepala springkler cadangan tersebut paling sedikit adalah sebagai berikut :
Persediaan kepala springkler
No. Klasifikasi bahaya kebakaran
cadangan
1 Sistem bahaya kebakaran ringan. 6
2 Sistem bahaya kebakaran sedang. 24
3 Sistem bahaya kebakaran berat. 36
Catatan :
1). Perasediaanan kepala springkler cadangan harus meliputi semua jenis dan tingkat suhu dari kepala
springkler yang terpasang.
2). Apabila terdapat lebih dari 2 sistem, maka jumlah persediaan springkler cadangan harus ditambah 50%
dari ketentuan tersebut di atas.
7.15.9. Perlindungan terhadap kepala springkler.
Kepala springkler yang dipasang di tempat yang mungkin mendapat kerusakan mekanis harus
dilindungi dengan pelindung yang dibenarkan.
7.15.10. Pengecatan dan warna lapisan.
a). Apabila pemipaan sistem springkler diberi suatu macam lapisan seperti pengapuran atau
cat, perlu diperhatikan bahwa kepala springkler otomatis tidak boleh terkena lapisan.
b). Kepala springkler tidak boleh di cat kecuali pemberian lapisan warna yang dilakukan oleh
pabrik, setiap kepala springkler yang kena cat harus diganti dengan kepala springkler baru
yang telah ditentukan.
c). Warna lapisan tidak boleh diberikan pada kepala springkler oleh siapapun, kecuali oleh
pabrik pembuatnya dengan warna lapisan yang diijinkan.
7.16. Tanda bahaya.
7.16.1. Definisi.
Unit tanda bahaya lokal adalah suatu peralatan yang dibenarkan dan dipasang sedemikian rupa,
sehingga dengan aliran air yang sama atau lebih besar dari aliran air untuk satu kepala springkler
dari suatu sistem springkler akan menghasilkan suatu isyarat tanda bahaya dalam bentuk suara.
7.16.2. Alat tanda bahaya.
a). Tanda bahaya lokal dengan aliran air harus digunakan pada semua sistem springkler yang
mempunyai kepala springkler lebih dari 20 buah.
b). Pada sistem springkler yang mempunyai kepala springkler kurang dari 20 buah dapat
dipakai alat deteksi aliran air ( flow switch ).
7.16.3. Alat deteksi aliran air.
a). Perlengkapan tanda bahaya untuk sistem springkler harus terdiri dari katup kendali tanda
bahaya ( alarm control valve ) atau alat deteksi aliran air (flow switch) yang dibenarkan
dengan perlengkapan yang diperlukan untuk memberikan suatu isyarat tanda bahaya.

69 dari 83
SNI 03-3989- 2000

b). Perlengkapan tanda bahaya untuk sistem pancaran serentak harus terdiri dari perlengkapan
tanda bahaya yang dibenarkan yang bekerja karena sistem deteksi dan tergantung oleh
aliran air dalam sistem tersebut.
7.16.4. Perlengkapan umum.
a). Unit tanda bahaya harus meliputi tanda bahaya mekanik atau tanda bahaya listrik yang
tahan cuaca dan dibenarkan, antara lain gong, bel, klakson, sirenen.
b). Tanda bahaya mekanik atau tanda bahaya listrik yang dipasang di luar gedung harus dari
jenis tahan cuaca dan mempunyai pelindung.
c). Pada setiap katup kendali tanda bahaya (alarm control) yang digunakan pada kondisi
tekanan air tidak tetap, harus dipasang suatu tabung pengimbang tekanan air. Pada pipa
tabung pengimbang tekanan harus dipasang sebuah katup yang digunakan pada waktu
perbaikan tabung tanpa menutup aliran ke kepala springkler. Katup tersebut harus dipasang
sedemikian rupa sehingga dapat dikunci atau disegel dalam kedudukan terbuka.
d). Pada pancaran air serentak, harus dipasang sambungan pengujian untuk tanda bahaya
listrik dan atau gong motor air. Sambungan tersebut pada bagian yang berair harus
dilengkapi dengan katup pengatur dan pipa pengering untuk pemipaan tanda bahaya.
e) Katup dari katup kendali harus dipasang di depan kontaktor atau gong motor air yang
bekerja karena tekanan air.
f) Katup dari katup kendali harus dari jenis yang dapat jelas menunjukkan terbuka atau tertutup
dan harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dikunci atau disegel dalam kedudukan
terbuka.
7.16.5. Perlengkapan yang bekerja secara mekanik.
a) Semua sistem springkler yang menggunakan gong motor air, harus dilengkapi saringan air
yang berukuran 19 mm dan dibenarkan. Saringan tersebut harus dipasang pada pipa keluar
alat deteksi aliran air.
Apabila digunakan tabung pengimbang, saringan tersebut dapat dipasang pada bagian pipa
keluar tabung pengimbang. Pada tabung pengimbang yang telah memiliki saringan terpadu
tidak diperlukan saringan tambahan.
b) Gong motor air harus dilindungi terhadap cuaca, disetel setepat-tepatnya dan dipasang
sedemikian rupa, sehingga tidak mudah berubah setelannya.
c) Semua pemipaan yang melayani perlatan tersebut harus dari pipa galbani, pipa perunggu
atau pipa tahan karat lainnya yang dibenarkan dan berukuran tidak kurang dari 19 mm.
7.16.6. Perlengkapan yang bekerja secara listrik.
a) Semua perlengkapan tanda bahaya yang bekerja secara listrik harus sesuai dengan
pedoman sistem tanda bahaya kebakaran otomatis yang berlaku.
b) Sakelar deteksi aliran air dapat digunakan dari jenis rangkaian terbuka.
c) Peralatan deteksi aliran air termasuk rangkaian tanda bahaya, harus diuji denganaliran air
yang sebenarnya dengan membuka sambungan penguji.
d) Semua peralatan listrik harus mengikuti Peraturan Umum Instalasi Listrik yang berlaku di
Indonesia.

70 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar 7.16.4. Tanda bahaya listrik dan gong motor air.

71 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Apendiks – 1.
Plat berlubang.
Tabel A.1.1. dan A.1.2. tersebut di bawah ini digunakan untuk membantu perhitungan ukuran
lubang pelat agar diperoleh keseimbangan hidrolik yang tersebut dalam butir 7.3.2.
Tabel ini menunjukkan ukuran lubang plat yang betul untuk pipa berukuran dari 50 mm sampai
dengan 200 mm, dengan nilai kehillangan tekanan (P0) dalam kg/cm2dan perkiraan debit (Q0)
dalam liter/menit.
TabelA.1.1. digunakan untuk pipa kecil didasarkan pada debit 500 liter/menit dan tabel A.1.2.
digunakan untuk pipa besar dengan debit 5000 liter/menit. Untuk memilih plat berlubang yang
mengakibatkan kehilangan tekanan sebesar Px kg/cm2 dengan debit Qx liter/menit, harus dihitung
nilai P0 menurut rumus berikut dan digunakan tabel yang sesuai guna memperoleh ukuran lubang
yang betul. Bila diperlukan dapat digunakan interpolasi.
Untuk pipa & 50 mm dan & 65 mm :

500
P0 = PX. .................................... [ A.1.(1) ].
QX

Untuk pipa &80 mm sampai dengan & 200 mm :

5.000
P0 = PX. ..................................[ A.1.(2).].
QX

dimana :
P0 = kehilangan tekanan ( kg/cm2 ).
Q0 = debit air (liter/menit).
Tabel A.1.1.: Plat berlubang untuk pipa berukuran 50 mm dan 65 mm.
Kehilangan tekanan Ukuran plat berlubang Faktor “K”
P0 (kg/cm2) 50 mm 65 mm
2,50 25,9 316
2,25 26,5 333
2,00 27,1 354
1,75 27,9 378
1,50 28,8 408
1,25 29,6 447
1,00 30,9 500
0,90 31,5 527
0,80 32,2 34,5 559
0,70 32,8 35,3 598
0,60 33,7 36,3 645
0,50 34,7 37,6 707
0,40 35,9 39,3 791
0,30 37,5 41,2 913
0,20 39,7 44,2 1118
0,10 42,7 49,1 1581
0,05 53,6 2236

72 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Tabel A.1.(2).: Plat berlubang untuk pipa berukuran : 80 mm, 100 mm, 150 mm dan 200 mm

Kehilangan tekanan Ukuran plat berlubang Faktor


PO kg/cm2 80 mm 100 mm 150 mm 200 mm “K”
35 41,9 845
30 43,0 913
25 44,8 1.000
20 46,4 1.118
15 48,9 1.291
10 52,3 55,6 1.581
9 53,2 57,6 1.667
8 54,1 59,0 1.768
7 55,3 60,4 1.890
6 56,6 62,0 2.041
5 58,2 63,9 2.236
4 59,8 66,5 2.500
3 62,0 69,7 2.887
2 65,0 74,2 82,3 3.536
1 81,1 95,8 5.000
0,9 82,2 97,1 105,7 5.270
0,8 83,3 99,3 108,1 5.590
0,7 84,4 101,7 111,1 5.976
0,6 85,7 104,0 113,9 6.455
0,5 87,0 106,8 117,7 7.071
0,4 110,1 122,2 7.906
0,3 115,1 129,1 9.129
0,2 120,6 137,7 11.180
0,1 152,6 15.810
0,05 165,8 22.360
Catatan :
Faktor “K” yang tercantum pada kolom terakhir tabel A.1.(1) dan tabel A.1.(2) tersebut adalah konstanta dalam
rumus K = Q .
P
P adalah kehilangan tekanan dalam kg/cm2 yang disebabkan plat berlubang dengan debit Q liter/menit.
Kehilangan tekanan yang ditimbulkan oleh plat berlubang adalah kehilangan tekanan netto pada plat berlubang
dan bukan perbedaan tekanan yang diukur pada titik penyadap pada flens, belokan, atau diameter.
Plat berlubang harus mempunyai tanda pada tonjolan yang memperlihatkan cap ukuran minimal pipa dan faktor
“K” yang sesuai untuk plat berlubang itu (lihat butir 7.3.2).

73 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Apendiks - 2.
Perhitungan hidrolik lengkap untuk sistem bahaya kebakaran berat.

A.2.1. Kepadatan pancaran.


Kepadatan pancaran ( mm/menit) adalah jumlah debit air ( liter/menit) yang dikeluarkan oleh 4
kepala springkler yang berdekatan dan terletak di empat sudut bujur sangkar, persegi panjang
atau jajaran genjang (kepala springkler dipasang selang seling) dibagi oleh 4 X luas bujur sangkar,
persegi panjang atau jajaran genjang tersebut di atas ( m2 ).
A.2.2. Kepala springkler dalam keadaan bekerja.
A.2.2.1. Daerah kepala springkler yang dianggap terbuka serentak adalah seperti yang
dicantumkan dalam tabel 4.4.2.a dan tabel 4.4.2.b.
A.2.2.2. Jumlah kepala springkler yang terbuka serentak harus ditentukan (dalam bilangan
bulat) dengan membagi luas daerah kerja yang direncanakan dengan luas daerah setiap kepala
springkler.
A.2.2.3. Penempatan daerah kerja yang direncanakan.
a). Keadaan hidrolik yang terburuk.
Untuk perhitungan hidrolik, daerah kerja yang direncanakan harus ditempatkan bergantian
pada keadaan yang terburuk pada setiap pipa pembagi, kecuali jika sudah jelas bahwa
susunan lain yang serupa dengan daerah tersebut di atas secara hidrolik berada lebih dekat
dengan penyediaan air.
Bentuk daerah kerja sedapat mungkin berupa suatu bujur sangkar atau persegi panjang, di
mana satu sisi berbats pada pipa cabang ( atau pipa-pipa cabang dalam susunan cabang
ganda).
Jumlah pipa cabang ( atau jumlah pasangan pipa cabang dalam susunan ganda) yang
melayani kepala springkler yang bekerja serentak dapat dihitung sebagai berikut :
Jumlah kepala springkler yang bekerja
Kepala springkler pada pipa cabang (atau pada satu pasang pipa cabang dalam susunan ganda

= Jumlah pipa cabang + sisa kepala springkler.


Sisa kepala springkler dikelompokkan di sebelah daerah persegi dekat pada pipa pembagi
dan ditempatkan pada pipa cabang berikutnya agar beban pada pipa pembagi bertambah.
Lihat gambar A.2.2.3.a, A.2.2.3.b, dan A.2.2.3.c.
Sistem harus mampu menghasilkan kepadatan maksimum yang disyaratkan dalam daerah
tersebut di mana saja dalam susunan pemipaan.
Dengan demikian, apabila ukuran pipa cabang diganti di mana saja dalam susunan
pemipaan, maka harus dibuktikan bahwa kepadatan pancaran yang direncanakan masih
tercapai di mana pipa cabang tersebut diganti.
Apabila pipa pembagi melayani pipa cabang yang panjangnya melampaui satu bentangan
atap dalam bahaya kebakaran berat, maka daerah perencanaan harus ditentukan oleh

74 dari 83
SNI 03-3989- 2000

panjangnya pipa cabang ( atau dalam susunan cabang ganda oleh panjang sepasang pipa
cabang) dan tidak ditentukan oleh bentangan atap.
Apabila pipa pembagi melayani jumlah kepala springkler lebih kecil dari yang direncanakan,
maka selisihnya dapat diabaikan.
Apabila pipa pembagi utama dan setiap pipa pembagi yang berdekatan yang mungkin
tersambung pada pipa pembagi utama ikut bekerja sampai jumlah kepala springkler yang
direncanakan, maka pipa pembagi tersebut harus disesuaikan ukurannya dengan
perhitungan hidrolik untuk jumlah kepala springkler yang direncanakan tersebut.
Apabila terdapat lebih dari satu pipa pembagi dalam instalasi dengan ketentuan bukan pipa
pembagi terpencil dan tiap pipa cabang melayani hanya satu atau dua kepala springkler (
atau dalam susunan cabang ganda terdapat satu kepala springkler pada masing-masing
cabang) dan pipa cabang tidak melebihi 45 m dari titik pengadaan air, cukup dinyatakan
bahwa pipa cabang tersebut dapat menyalurkan air.
Walaupun demikian pipa pembagi utama yang dihubungkan pada pipa pembagi yang
mempunyai pipa cabang harus pula mengalirkan air yang cukup, sehingga pipa pembagi
utama dan pipa pembagi yang terdekat di mana sisa kepala springkler terpasang dalam
daerah rencana harus bekerja dengan memuaskan.
b). Keadaan hidrolik yang terbaik.
Daerah kerja yang direncanakan sedapat mungkin berbentuk bujur sangkar dengan
ketentuan bahwa kepala springkler yang bekerja mendapat aliran dan hanya satu pipa
pembagi dalam keadaan hidrolik yang terbaik sedemikian rupa, sehingga menghasilkan
beban maksimum pada penyediaan air (lihat gambar A.2.2.3.a) daerah yang bersangkutan
dijelaskan oleh gambar A.2.2.3.d.
Apabila terdapat lebih dari satu pipa pembagi dalam instalasi dengan ketentuan bukan pipa
pembagi terpencil dan tiap pipa cabang melayani hanya satu atau dua kepala springkler
pada satu pipa ( atau pada sepanjang pipa cabang dalam susunan cabang ganda) dan pipa
cabang tidak melebihi 45 m dari titik pengadaan air, cukup dinyatakan bahwa pipa cabang
tersebut dapat menyalurkan air.
Jumlah sisa kepala springkler yang diperkirakan bekerja serentak harus ditempatkan pada
daerah hidrolik yang terbaik dan terpasang dekat pipa pembagi daerah hidrolik terbaik
berikutnya; kepala springkler tersebut dikelompokkan sedemikian rupa, sehingga
membentuk satu daerah bujur sangkar yang terdekat dengan pipa pembagi ( lihat gambar
A.2.2.3.d).
A.2.3. Kehilangan tekanan dalam pipa.
Kehilangan tekanan dalam pipa apabila ada aliran harus dihitung menurut rumus Hazen & William

Q 1,85
p = 6,05 x 1,85 4,87
x 10 8 ............................. ( A.2.3.).
C .d

dimana :
p = kehilangan tekanan dalam 10-3 bar/m panjang pipa.
Q = debit air liter/menit.

75 dari 83
SNI 03-3989- 2000

C = konstanta
100 untuk pipa besi tuang.
120 untuk pipa baja.
d = ukuran pipa nominal dalam mm.
Untuk memudahkan perhitungan, nilai K terdapat pada tabel A.2.3.1., nilai Q1,85 terdapat dalam
tabel A.2.3.2. rumus dapat disingkat menjadi :
p = K.Q1,85. ........................................ [ A.2.3.(2) ].
p = kehilangan tekanan dalam 10-3 bar/m panjang pipa.
Q = debit dalam liter/menit.
K = konstanta dalam tabel A.2.3.1.

Tabel A.2.3.1.
Nilai K
Ukuran pipa
Pipa baja BS 1387 Pipa besi tuang Pipa besi tuang
(nominal)
flens BS 2035 sentrigugal BS
(mm). Kualitas medium Kualitas berat
kelas C 121 kelas C
25 8,80 x 10-3 1,19 x 10-2
32 2,29 x 10-3 2,86 x 10-3
-3
40 1,09 x 10 1,32 x 10-3
-4
50 3,46 x 10 4,06 x 10-4
-5
65 9,79 x 10 1,11 x 10-4
-5
80 4,47 x 10 4,95 x 10-5 8,26 x 10-5 6,32 x 10-5
-5 -5
100 1,23 x 10 1,35 x 10 1,88 x 10-5 1,64 x 10-5
-6 -6
150 1,83 x 10 1,89 x 10 2,82 x 10-6 2,33 x 10-6
-7
200 *4,60 x 10 6,96 x 10-7 5,88 x 10-7
-7
250 *1,54 x 10 2,35 x 10-7 2,01 x 10-7
* BS 3601 tebal dinding 5,38 mm untuk pipa 200 mm dan 7,14 mm untuk pipa 250 mm.
A.2.4. Kehilangan tekanan dalam alat penyambung.
Kehilangan tekanan pada alat penyambung, siku, te, atau silang di mana arah aliran air berubah
900 atau kehilangan tekanan di katup penahan balik, harus diperhitungkan (kecuali untuk siku atau
tempat pemasangan kepala springkler) dengan menambahkan panjang pipa pada pipa
sebenarnya sebesar tekanan yang hilang pada alat penyambung atau katup tersebut. Nilai
ekivalen untuk alat penyambung besi tuang berulir adalah 3 m panjang pipa dan nilai ekivalen
untuk katup dapat dilihat pada tabel 2.5.3.b.
Untuk alat penyambung selain besi tuang berulir harus dilakukan perhitungan hidrolik sesuai butir
7.6.5.
Apabila ada perubahan arah aliran air di siku, te atau silang, kehilangan tekanannya dihitung
berdasarkan panjang pipa ekivalen dengan ukuran lubang keluar.
Apabila air melalui te atau silang di mana tidak ada perubahan arah, kehilangan tekanan dalam
alat penyambung tersebut dapat diabaikan.
A.2.5. Tinggi kecepatan.
Tinggi kecepatan yang timbul dapat diabaikan.

76 dari 83
SNI 03-3989- 2000

A.2.6. Tekanan minimum pada kepala springkler.


Tekanan air di kepala springkler tidak boleh kurang dari 0,5 kg/cm2, apabila semua kepala
springkler di daerah perencanaan terbuka seluruhnya.
A.2.7. Ukuran pipa minimum.
Ukuran pipa cabang atau pipa pembagi tidak boleh kurang dari 25 mm.
Tabel A.2.3.2. : Nilai dari pangkat 1,85.
0 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
0 20 71 150 255 386 540 719 920 1.140
50 1.390 1.660 1.950 2.260 2.590 2.940 3.320 3.710 4.120 4.560
100 5.010 5.490 5.980 6.490 7.020 7.570 8.140 8.730 9.340 9.970
150 10.610 11.280 11.960 12.860 13.380 14.110 14.870 15.640 16.430 17.240
200 18.070 18.910 19.780 20.650 21.550 22.470 23.400 24.350 25.320 26.300
250 27.300 28.320 29.360 30.410 31.480 32.570 33.670 34.790 35.930 37.080
300 38.250 39.440 40.650 41.870 43.110 44.360 45.630 46.920 48.220 49.540
350 50.880 52.230 53.600 54.990 56.390 57.800 59.240 60.690 62.150 63.640
400 65.130 66.650 68.100 69.730 71.290 72.870 74.460 76.070 77.690 79.340
450 80.990 82.670 84.350 86.060 87.780 89.510 91.260 93.030 94.810 96.610
500 98.420 100.300 102.100 104.000 105.800 107.700 109.600 111.600 113.500 115.400
550 117.400 119.400 121.400 123.400 125.400 127.500 129.500 131.600 133.700 135.800
600 137.900 140.000 142.200 144.400 146.500 148.700 150.900 153.200 155.400 157.700
650 159.900 162.200 164.500 166.800 169.100 171.500 173.800 176.200 178.600 181.000
700 183.400 185.800 188.300 190.800 193.200 195.700 198.200 200.700 203.300 205.800
750 208.400 211.000 213.600 216.200 218.800 221.400 224.100 226.700 229.400 232.100
800 234.800 237.500 240.300 243.000 245.800 248.600 251.400 254.200 257.000 259.900
850 262.700 265.500 269.400 271.300 274.200 277.200 280.100 283.000 286.000 289.000
900 292.000 295.000 298.000 301.000 304.100 307.200 310.200 313.300 316.400 319.600
950 322.700 325.800 329.000 332.200 335.400 338.600 341.800 345.000 348.300 351.500
1000 354.800

77 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar A.2.2.3.a. : Perencanaan hidrolik untuk sistem bahaya kebakaran berat.

78 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar A.2.2.3.b. Perencanaan hidrolik untuk sistem pada bahaya kebakaran berat.

79 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar A.2.2.3.c. Perencanaan hidrolik untuk sistem bahaya kebakaran berat.

80 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar A.2.2.3.d. Perencanaan hidrolik untuk sistem bahaya kebakaran berat.

81 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Gambar A.2.2.3.e. Perencanaan hidrolik sistem bahaya kebakaran berat.

82 dari 83
SNI 03-3989- 2000

Bibliografi

1 NFPA 14 : Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition,
National Fire Protection Association.

2 NFPA 20 : Centrifugal Fire Pumps, 1993 Edition, National Fire Protection Association.

83 dari 83

Anda mungkin juga menyukai