Anda di halaman 1dari 44

B A B 2 3

PERDAGANGAN
BAB 23

PERDAGANGAN

I. PENDAHULUAN

Pembangunan perdagangan merupakan salah satu kegiatan di


bidang ekonomi yang mempunyai peran strategis dalam rangka
pembangunan yang berwawasan nusantara. Sektor perdagangan
berperan dalam mendukung kelancaran penyaluran arus barang dan
jasa, memenuhi kebutuhan pokok rakyat, serta mendorong pem -
bentukan harga yang wajar.

Pembangunan perdagangan sangat penting dalam upaya mem -


percepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan, dan memberikan
sumbangan yang cukup berarti dalam penciptaan lapangan usaha
serta perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan.
Kegiatan sektor perdagangan saling berkait dan saling menunjang
dengan kegiatan sektor lainnya, seperti sektor produksi, yaitu
pertanian, industri, dan pertambangan; sektor keuangan; sektor
perhubungan dan telekomunikasi. Pembangunan perdagangan
berperan penting pula dalam menciptakan dan mempertahankan

157
stabilitas ekonomi dalam mengendalikan inflasi dan mengamankan
neraca pembayaran.

Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) Garis -


garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan bahwa
jasa, termasuk pelayanan infrastruktur dan jasa keuangan, terus
dikembangkan menuju terciptanya jaringan informasi,
perhubungan, perdagangan, dan pelayanan keuangan yang andal,
efisien, mampu mendukung industrialisasi, dan upaya pemerataan.

Di samping itu, GBHN 1993 juga menggariskan bahwa dalam


PJP II perdagangan harus mampu menunjang peningkatan produksi
dan memperlancar distribusi sehingga mampu mendukung upaya
pemerataan, serta memperkuat daya saing melalui pengembangan
kemampuan untuk memperkirakan dan memanfaatkan pengaruh
perkembangan ekonomi dunia.

GBHN 1993 memberikan petunjuk bahwa perdagangan dalam


negeri dan distribusi dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun
Keenam (Repelita VI) diarahkan untuk memperlancar arus barang
dan jasa serta melindungi kepentingan produsen dan konsumen
dalam rangka memantapkan stabilitas ekonomi, mempercepat
pembangunan, menyebarkan dan memeratakan hasil pembangunan
ke seluruh wilayah tanah air sehingga kesempatan usaha dan
lapangan kerja terbuka lebih luas serta lebih mendorong
peningkatan pendapatan masyarakat dan kesejahteraan rakyat.
Peningkatan ekspor barang dan jasa termasuk jasa konstruksi
diarahkan pada penganekaragaman jenis komoditas ekspor,
peningkatan jumlah serta mutu barang dan jasa ekspor serta
meningkatkan daya saing melalui upaya perluasan pasar,
penyebaran informasi dan peningkatan promosi, didukung oleh
sarana dan prasarana telekomunikasi, komunikasi, dan transportasi
serta lembaga keuangan yang andal. Impor barang dan jasa
diarahkan untuk meningkatkan produksi dalam negeri yang
berorientasi pada ekspor, penghematan devisa, dan pola hidup
sederhana.

158
Penyelenggaraan pembangunan perdagangan juga harus selalu
mengarah pada terwujudnya Demokrasi Ekonomi. Oleh karena itu
harus dihindari sistem free fight liberalism yang menumbuhkan
eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam
sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan
kelemahan struktural ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam
perekonomian dunia; sistem etatisme dalam arti bahwa negara
beserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan
mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar
sektor negara; serta persaingan tidak sehat dan pemusatan kekuatan
ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan
monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan
cita-cita keadilan sosial.

Berdasarkan arahan GBHN 1993 itu, disusun rencana pem-


bangunan perdagangan dan kebijaksanaan perdagangan yang
berkaitan dengan berbagai sektor dalam Repelita VI.

II. PEMBANGUNAN PERDAGANGAN DALAM PJP I

Sektor perdagangan telah mencapai kemajuan dan memberikan


sumbangan yang besar dalam PJP I. Kemajuan itu ditunjukkan
dengan makin mantapnya sistem perdagangan, terciptanya harga
yang relatif stabil yang mendorong terciptanya stabilitas ekonomi
yang mantap, berkembangnya kesempatan berusaha dan fasilitas
perdagangan, serta berkembangnya perdagangan ekspor dan
impor.

a. Perdagangan Dalam Negeri

Selama PJP I secara bertahap telah disempurnakan sistem


perdagangan dalam negeri sehingga menjadi makin transparan dan
kompetitif, serta makin berorientasi pada kekuatan pasar. Dengan
sistem perdagangan dalam negeri dan mekanisme pembentukan

159
h a r g a yang makin mantap, telah b e r h a s i l d i c i p t a k a n dan
dipertahankan st a bil it a s ha r ga , terpenuhinya dan terjaganya
kebutuhan pokok masyarakat serta berbagai komoditas penting
pada t i n g k a t yang wajar dan t e r j a n g k a u . Hal tersebut telah
memberikan sumbangan yang besar bagi upaya pengendalian
inflasi. Inflasi dalam Repelita V berada pada tingkat
terkendali, yaitu rata-rata 6, 9 persen per tahun jauh di bawah
tingkat inflasi sebelum atau pada awal Repelita I.

Sementara itu, perbedaan harga antartingkat pedagang,


antardaerah, dan antarmusim cenderung mencerminkan
perbedaan besarnya biaya pemasaran daripada perbedaan tingkat
keuntungan. Keadaan itu dimungkinkan oleh makin besarnya
volume perdagangan sebagai akibat dari makin lancarnya arus
barang dan jasa, sehingga mendorong perkembangan
kesempatan berusaha, memperluas jangkauan geografis
pelayanan pasar, dan menunjang upaya ekspor.

Dalam PJP I, rata-rata laju pertumbuhan sektor perdagangan


adalah sekitar 7,1 persen per tahun, lebih tinggi daripada rata-
rata laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), sekitar 6,8
persen per tahun. Dengan laju pertumbuhan perdagangan
demikian, pada akhir Repelita V, sektor perdagangan telah
menyumbang sebesar 17 persen terhadap PDB.

Sumbangan sektor perdagangan bagi penciptaan lapangan


kerja menunjukkan peningkatan, yaitu dari sebesar 4,3 juta
dalam tahun 1971 menjadi 11,1 juta dalam tahun 1990 atau
mengalami kenaikan hampir tiga kali lipat dalam dua
dasawarsa terakhir.

Makin luasnya jangkauan geografi sistem perdagangan,


yang mencakup daerah transmigrasi, serta daerah perbatasan, dan
daerah tertinggal, tidak terlepas dari keberhasilan dalam
meningkatkan tersedianya fasilitas tempat berusaha. Keadaan
tersebut dicerminkan antara lain oleh pembangunan sebanyak
109 buah pasar percontohan, yang dilaksanakan sejak awal
Repelita IV sampai
160
dengan tahun 1992/93, yang tersebar di 21 propinsi; pembangunan
sebanyak 2.082 buah pasar tradisional yang didukung dengan
program inpres pasar dan inpres pertokoan yang mampu menam-
pung 517.720 orang pedagang, yang dilaksanakan sejak tahun
1976/77 sampai dengan tahun 1983/84. Dengan demikian, pem-
bangunan pasar tradisional seluruhnya termasuk pasar Inpres
sampai dengan tahun 1991/92 berjumlah 4.052 buah; dan pemba-
ngunan 623 buah pasar modern, terdiri atas 372 buah pasar
swalayan dan 251 pusat perbelanjaan yang mulai dilakukan pada
Repelita IV atas swadaya masyarakat.

Berkembangnya fasilitas perdagangan telah mendorong ber-


kembangnya kesempatan berusaha di bidang perdagangan. Hal itu
terlihat dari meningkatnya jumlah pedagang,. baik formal maupun
informal. Jumlah surat izin usaha perdagangan (SIUP) yang telah
diterbitkan sampai saat ini, meliputi 1.310 ribu perusahaan yang
terdiri atas 64 ribu perusahaan besar, 336 ribu perusahaan
menengah, dan 910 ribu perusahaan kecil. Sementara itu, sampai
dengan tahun keempat Repelita V perusahaan yang telah
melaksanakan pendaftaran perusahaannya sesuai dengan Undang-
undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
(WDP) telah berjumlah 801.235 perusahaan yang terdiri atas
80.876 PT, 9.565 koperasi, 107.319 CV, 593.711 perusahaan
perseorangan, 2.240 firma, dan 7.524 badan usaha lainnya.

Untuk meningkatkan keterkaitan usaha di bidang perdagangan,


telah didorong kerja sama usaha antara badan usaha milik negara
(BUMN) dan usaha swasta dengan pengusaha dan pedagang ber-
skala kecil dan menengah. Selain itu, asosiasi perdagangan telah
makin berperan.

Dalam rangka memberikan perlindungan konsumen telah


dilakukan kegiatan penyuluhan dan penyebaran informasi tentang
tertib niaga, serta pengawasan dan penertiban praktek dagang yang
merugikan konsumen.

161
b. Perdagangan Luar Negeri

Hasil pembangunan perdagangan luar negeri antara lain


tercermin dalam perkembangan besarnya nilai dan struktur
ekspor dan impor. Peningkatan ekspor yang tinggi, terutama
ekspor nonmigas dalam PJP I, tidak terlepas dari adanya
berbagai kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dan
kebijaksanaan perdagangan lainnya yang mendorong
peningkatan daya saing ekspor serta penerobosan pasar luar
negeri, antara lain melalui diversifikasi pasar dan komoditas
serta peningkatan kerja sama dalam perdagangan internasional.

Dalam PJP I nilai ekspor nonmigas meningkat rata-rata 16,7


persen per tahun, dan nilai ekspor secara keseluruhan meningkat
rata-rata 16,0 persen per tahun. Dalam kurun waktu lima tahun
terakhir nilai ekspor nonmigas meningkat rata-rata 18,2 persen
per tahun, yaitu dari US$12,2 miliar pada tahun 1989/90
menjadi US$28,2 miliar pada tahun 1993/94. Jenis komoditas
ekspor nonmigas menjadi makin beragam, dan peranan hasil
industri termasuk hasil industri kecil dan menengah makin
menonjol.

Jika dilihat dari struktur ekspor nonmigas, nilai ekspor


produk hasil industri meningkat cukup pesat, sebaliknya nilai
ekspor hasil pertanian menurun. Pada tahun 1987, pangsa nilai
ekspor hasil industri, pertanian, dan pertambangan terhadap
nilai total komoditas ekspor nonmigas masing-masing besarnya
78,1 persen, 19,1 persen dan 2,7 persen, sedangkan, pada tahun
1992 pangsa nilai ekspor untuk hasil industri meningkat
menjadi 84,2 persen, hasil tambang nonmigas meningkat
menjadi 6,2 persen, dan hasil pertanian turun menjadi 9,5
persen.

Selama PJP I telah terjadi peningkatan diversifikasi pasar


ekspor. Jumlah negara tujuan ekspor meningkat dari 117
negara pada tahun 1988 menjadi 134 negara pada tahun 1992.

162
Pada awal tahun 1980-an sekitar 80 persen dari seluruh ekspor
Indonesia diserap oleh pasar Jepang, Amerika Serikat, dan
Singapura. Pada
akhir Repelita V, ketiga pasar tersebut hanya menyerap sekitar 55
persen dari seluruh ekspor. Selama periode 1988-1992 laju
peningkatan ekspor nonmigas ke negara tujuan utama lebih tinggi
daripada laju peningkatan rata-rata sebesar 18,6 persen, kecuali
Jepang. Laju peningkatan ekspor ke negara anggota Masyarakat
Eropa lebih tinggi daripada laju peningkatan ekspor ke negara
tujuan tradisional, seperti Amerika Serikat dan Jepang. Di kawasan
Asia Timur negara tujuan ekspor yang cukup potensial adalah
Korea Selatan, Taiwan, dan Cina. Pertumbuhan nilai ekspor
komoditas nonmigas ke ASEAN dalam tahun 1992 melonjak
sebesar 39,2 persen dibanding dengan tahun sebelumnya. Secara
keseluruhan nilai ekspor ke kawasan Asia Pasifik menunjukkan
perkembangan yang pesat. Nilai ekspor ke kawasan tersebut
meningkat dari sebesar US$6.463,9 juta pada tahun 1987 menjadi
sebesar US$16.226,2 juta pada tahun 1992, atau meningkat seki-
tar dua setengah kali hanya dalam enam tahun.

Sejalan dengan meningkatnya perkembangan industri dan


investasi serta ekspor, kebutuhan akan barang impor juga
meningkat, khususnya bahan baku/penolong dan barang modal.
Secara keseluruhan, selama PJP I nilai impor rata-rata meningkat
sebesar 15,1 persen per tahun, dan selama periode 1988-1992
meningkat sebesar 21 persen per tahun. Dalam periode itu laju
peningkatan nilai impor barang modal bagi kegiatan industri dan
investasi adalah 32,7 persen per tahun; bahan baku dan penolong
18,8 persen per tahun; dan barang konsumsi 21,2 persen per
tahun.

Selama periode 1988-1992 impor Indonesia dari negara


industri baru Asia Timur meningkat dengan rata-rata 31,3 persen
per tahun, dari Amerika Serikat 21,1 persen, dari Masyarakat
Eropa dan Cina masing-masing 23,9 persen dan 16,6 persen.
Sementara itu, dari Jepang peningkatan ini rata-rata adalah 18,1
persen, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) 13,3
persen, dan Timur Tengah 11,2 persen. Pertumbuhan impor
Indonesia yang tinggi dari negara industri baru Asia Timur tersebut

163
antara lain disebabkan oleh meningkatnya impor barang modal
beserta bahan baku dan penolong sebagai akibat terjadinya relokasi
industri dari negara tersebut ke Indonesia.

III. TANTANGAN, KENDALA, DAN PELUANG


PEMBANGUNAN

a. Perdagangan Dalam Negeri

Perdagangan dalam negeri dalam PJP I telah berkembang


dengan pesat, terutama menyangkut perkembangan pasar dalam
negeri yang cenderung semakin meningkat yang diikuti dengan
semakin meningkatnya daya beli masyarakat sebagai akibat
keberhasilan dalam diversifikasi produk sesuai dengan kebutuhan
konsumen dan berkurangnya perbedaan harga antardaerah. Untuk
lebih meningkatkan perdagangan dalam negeri pada PJP II, perlu
dikenali berbagai tantangan, kendala, dan peluang yang ada.

1. Tantangan

Dalam PJP II potensi pasar dalam negeri akan makin besar


dan berkembang. Perkembangan potensi pasar dalam negeri ini
erat kaitannya dengan pertambahan jumlah penduduk, perubahan
komposisi umur, persebaran penduduk yang cenderung makin
berpindah ke kota, peningkatan dan distribusi pendapatan, kema-
juan teknologi, serta perubahan kebutuhan, selera dan keinginan
masyarakat sesuai dengan bertambah baiknya kualitas hidup dan
sejalan dengan perkembangan pembangunan nasional. Sehubungan
dengan itu, tantangan pembangunan perdagangan dalam negeri
dalam PJP II adalah memanfaatkan secara optimal potensi pasar
dalam negeri yang besar dan terus berkembang. Dalam hal itu,
dengan makin terbukanya perekonomian Indonesia, produk dalam
negeri akan menghadapi persaingan lebih besar dari produk luar
negeri, baik dari segi harga, mutu, jenis maupun pelayanan.
Makin berkembangnya perjanjian perdagangan internasional
164
menyiratkan makin kecilnya peluang untuk melakukan
kebijaksanaan perdagangan yang bersifat protektif. Disadari juga
bahwa proteksi tidak selalu menguntungkan bagi perekonomian dan
bagi pertumbuhan industri dalam negeri yang andal dan mandiri.
Dalam kaitan itu, tantangannya adalah meningkatkan daya saing
produk dalam negeri sehingga mampu bersaing dengan produk
impor di pasar dalam negeri.

Dalam perkembangan sektor perdagangan yang pesat tampak


bahwa pedagang skala besar dan kuat, tetapi jumlahnya sedikit
dapat lebih memanfaatkan peluang usaha dalam berbagai kegiatan
perdagangan, seperti usaha distribusi, agen, dan perdagangan
eceran, dibandingkan dengan pedagang skala kecil dan lemah yang
jumlahnya lebih besar. Keadaan yang demikian kurang mendukung
upaya untuk membangun struktur dunia usaha yang kukuh dan
tangguh yang dapat menjadi andalan bagi pertumbuhan yang cepat.
Oleh karena itu, tantangan lain di bidang perdagangan dalam
PJP II adalah mewujudkan lapisan pedagang menengah, kecil,
informal, dan tradisional yang tangguh yang makin berperan
dalam perekonomian nasional.

Salah satu hasil pembangunan selama PJP I adalah makin


terwujudnya Indonesia sebagai satu kesatuan ekonomi sebagaimana
diperlihatkan oleh makin kecilnya perbedaan harga antardaerah.
Walaupun demikian, perbedaan itu masih cukup besar, seperti
perbedaan antara harga di daerah tertentu di kawasan timur Indo-
nesia dan harga di Jakarta. Dalam mewujudkan Wawasan
Nusantara tantangan dalam PJP II adalah mengupayakan agar
dalam perdagangan di seluruh tanah air dapat berlaku perbedaan
harga yang wajar yang mendorong berkembangnya perdagangan
antardaerah dan antarpulau, dan sekaligus menjamin terjangkaunya
kebutuhan pokok oleh seluruh lapisan masyarakat.

165
2. Kendala

Kendala pokok yang dihadapi dalam pengembangan perdagang-


an adalah masih berlakunya berbagai ketentuan dalam perdagangan
yang mengacu pada peraturan peninggalan zaman kolonial yang
dalam banyak hal sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan perkem-
bangan pembangunan, khususnya perkembangan ekonomi dan
teknologi.

Kendala lain dalam pengembangan pasar dalam negeri adalah


belum tersedianya prasarana dan sarana perdagangan dalam jumlah
dan mutu yang memadai; dan belum mantapnya sistem pengadaan
dan penyaluran komoditas, di luar bahan kebutuhan pokok dan
komoditas strategis, terutama yang melayani kawasan timur
Indonesia, daerah terpencil, daerah tertinggal, dan daerah per-
batasan.

Kendala lain menyangkut mutu sumber daya manusia yang


masih rendah antara lain rendahnya kemampuan dan keterampilan
manajemen usaha dan organisasi.

Pengetahuan konsumen yang belum memadai atas barang dan


jasa yang beredar di pasaran dan masih terbatasnya pelayanan
informasi harga dan pelayanan lainnya seperti metrologi juga
merupakan kendala dalam pembangunan perdagangan.

3. Peluang

Keberhasilan pembangunan perdagangan dalam negeri selama


PJP I sebagaimana terlihat dari makin mantapnya sistem per-
dagangan, meluasnya pasaran basil produksi dalam negeri,
terciptanya harga yang stabil serta berkembangnya kesempatan
berusaha telah memberikan peluang yang penting bagi pembangun-
an bidang perdagangan lebih lanjut dalam PJP II. Jumlah penduduk
yang besar dan terus meningkat dengan tingkat kesejahteraan yang
makin tinggi, serta pertumbuhan di berbagai sektor yang

166
meningkat pula memberikan peluang bagi peningkatan perdagangan
dalam negeri.

b. Perdagangan Luar Negeri

Selama PJP I Indonesia cukup berhasil di bidang perdagangan


luar negeri, terutama dalam memasarkan komoditas migas dan
nonmigas. Beberapa jenis produk telah mampu bersaing di pasar
internasional sehingga memberikan sumbangan yang besar bagi
pembangunan nasional dalam bentuk penerimaan devisa. Melihat
potensi pasar internasional yang demikian besar, Indonesia perlu
mengembangkan secara lebih intensif perdagangan luar negerinya.
Namun, disadari bahwa dalam PJP II diperkirakan persaingan akan
semakin ketat. Untuk itu, berbagai tantangan dan kendala harus
dapat diantisipasi dan peluang yang ada harus dapat dimanfaatkan
secara tepat.

1. Tantangan
Selama PJP I perkembangan ekspor nonmigas dicirikan oleh
dua hal, yaitu meskipun negara tujuan ekspor meluas, besarnya
ekspor masih terpusat di beberapa negara saja; dan meskipun
macam dan jenis komoditas ekspor nonmigas telah makin beragam,
basis ekspor masih terpusat pada beberapa komoditas saja, yaitu
tekstil dan pakaian jadi, kayu lapis dan kayu gergaji, udang dan
ikan, karet, dan alat-alat listrik. Oleh karena itu, dalam PJP II
tantangan dalam pengembangan pasar luar negeri adalah
memantapkan pasar tradisional dan meningkatkan penerobosan
pasar baru yang potensial, terutama di kawasan Asia Pasifik.
Tantangan lainnya adalah memperluas basis komoditas ekspor
Indonesia.

Dalam pada itu, kedudukan komoditas Indonesia di berbagai


pasar tradisional tersebut juga agak rawan karena makin ketatnya
persaingan dari negara produsen lainnya, termasuk yang baru
muncul; berkembangnya blok perdagangan, seperti perjanjian

167
perdagangan bebas Amerika Utara (North America Free Trade
Agreement, NAFTA) dan pasar tunggal Eropa (PTE); berkembang-
nya berbagai masalah yang berdampak terhadap perdagangan
internasional, seperti masalah lingkungan dan berbagai masalah
politik. Di pihak lain, berkembang berbagai pasar baru yang poten-
sial, seperti negara di kawasan-Timur Tengah, Eropa Timur, dan
Amerika Latin. Sementara itu dengan telah berhasil dicapainya
kesepakatan Persetujuan Perdagangan Multilateral Putaran Uru-
guay (General Agreement on Tariffs and Trade, GATT) beberapa
hal penting kiranya perlu mendapat perhatian antara lain adalah
penurunan bea masuk dan penghapusan hambatan nontarif, terma-
suk untuk produk-produk pertanian; integrasi perdagangan produk
tekstil dan pakaian jadi ke dalam GATT; pengaturan aspek-aspek
perdagangan yang berhubungan dengan hak atas properti intelektu-
al; ketentuan penanaman modal yang berkaitan dengan perda-
gangan; perdagangan jasa-jasa; dan pembentukan Badan Perda-
gangan Dunia (World Trade Organization, WTO). Kesemuanya itu
menimbulkan tantangan dalam pengembangan perdagangan luar
negeri yaitu untuk meningkatkan secepatnya daya saing produk
nasional di pasar internasional dan di pasar dalam negeri kita
sendiri.

Sementara itu, struktur ekspor nonmigas menunjukkan makin


besarnya peranan pengusaha menengah dan kecil dalam kegiatan
ekspor. Dalam industri manufaktur pangsa golongan pengusaha ini
meningkat dari 17,2 persen pada tahun 1975 menjadi 53,4 persen
pada tahun 1993. Dalam rangka memperluas ekspor yang berbasis
kuat di dalam negeri, sektor pengusaha itu harus ditingkatkan
peranannya. Oleh karena itu, menjadi tantangan pula untuk
mengembangkan dan meningkatkan peran lapisan pengusaha
ekspor menengah dan kecil secara berkelanjutan.

Kebijaksanaan impor berperan untuk mendukung dan


mendorong pertumbuhan industri dalam negeri khususnya yang
berorientasi ekspor, untuk menjamin tersedianya barang dan jasa
yang dibutuhkan masyarakat dan belum dihasilkan di dalam negeri,

168
serta untuk menjaga keseimbangan neraca pembayaran. Dengan
demikian, merupakan tantangan pula untuk meningkatkan efisiensi
dan efektivitas pengendalian impor dalam rangka lebih mendorong
pengembangan produksi dalam negeri, baik untuk tujuan pasar
dalam negeri maupun ekspor serta mengamankan neraca pembayar -
an dan struktur ekonomi pada umumnya.

Berbagai tantangan yang dihadapi dalam sektor perdagangan


kait-mengkait satu dengan lainnya. Efek sinergis dari upaya
mengatasi tantangan dan basil optimal dapat dihasilkan bilamana
terdapat kerja sama yang baik di antara semua pihak. Dalam kaitan
itu, merupakan tantangan dalam pembangunan nasional untuk
menggalang segala daya dan upaya dalam sektor perdagangan dan
semua sektor lainnya ke dalam keterpaduan semangat Indonesia
bersatu guna meningkatkan kemampuan bangsa dalam perdagangan
internasional dan sekaligus menjamin keberhasilan peningkatan
ekspor nonmigas yang peranannya makin penting dalam pereko -
nomian nasional.

2. Kendala

Kendala dalam upaya peningkatan ekspor Indonesia adalah


masih lemahnya daya saing komoditas ekspor karena tingkat mutu
belum sesuai dengan standar internasional. Selain itu, masih terba -
tasnya kemampuan pelayaran nasional mengakibatkan sebagian
ekspor masih dilaksanakan melalui negara ketiga. Hal itu mening -
katkan biaya transportasi dan mengurangi daya saing. Demikian
juga, prosedur ekspor yang berlaku belum sepenuhnya mampu
mendukung secara efektif kelancaran ekspor. Belum mantapnya
kesinambungan penyediaan barang oleh para produsen mengurangi
kepercayaan pembeli.

Kendala penting lainnya adalah masih relatif rendahnya mutu


sumber daya manusia yang terdapat di bidang ekspor sehingga
mempersulit upaya meningkatkan adaptasi dan pemanfaatan tek -
nologi baru yang terkait dengan proses menghasilkan barang

169
ekspor ataupun yang terkait dengan komoditas itu sendiri. Masih
belum optimal berfungsinya lembaga pelayanan informasi dan
lembaga penunjang ekspor serta lembaga pembiayaan ekspor,
termasuk lembaga asuransi ekspor merupakan kendala pula dalam
peningkatan ekspor.

Kendala lain ialah munculnya blok perdagangan, seperti


NAFTA dan PTE; serta meningkatnya perlakuan proteksi dari
negara maju, baik dalam bentuk tarif maupun nontarif, termasuk
pengkaitan masalah perdagangan dengan masalah politik, ling-
kungan hidup, dan sebagainya.

Kendala yang dihadapi di bidang impor adalah belum efisien-


nya penyelenggaraan impor, antara lain belum mantapnya sistem
tarif dan nontarif dalam rangka mendorong pengembangan industri
dalam negeri.

3. Peluang

Selama PJP I ekspor nonmigas telah meningkat dan ber-


kembang, baik dari segi nilai dan ragam komoditas maupun tujuan
negara ekspor. Pasar internasional cenderung makin terbuka. Pasar
di kawasan Asia Pasifik terutama memberi peluang besar untuk
berkembang. Kerja sama ASEAN yang makin meningkat dengan
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (Asean Free Trade Area,
AFTA) juga merupakan peluang. Demikian pula, semakin
berkembangnya kerja sama ekonomi di kawasan segitiga
pertumbuhan antara Sumatera bagian utara, Thailand, dan
Malaysia; antara Singapura, Johor, dan Riau (Sijori); antara
Indonesia dan Filipina; antara Indonesia dan Papua Nugini;
demikian pula antara Indonesia dan Australia serta Selandia Baru,
akan mendukung pengembangan perdagangan. Dengan ditunjang
oleh makin efisiennya sistem perdagangan dalam negeri, berbagai
hal itu merupakan peluang bagi pengembangan perdagangan luar
negeri dalam PJP II.

170
IV. ARAHAN, SASARAN, DAN KEBIJAKSANAAN
PEMBANGUNAN

1. Arahan GBHN 1993


Pembangunan perdagangan dalam Repelita VI diarahkan pada
terciptanya sistem perdagangan nasional yang makin efisien dan
efektif, mampu memanfaatkan dan memperluas pasar serta
membentuk harga yang wajar, dan memperkukuh kesatuan ekono-
mi nasional dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara.
Pembangunan perdagangan ditujukan untuk memperlancar arus
barang dan jasa dalam rangka menunjang peningkatan produksi dan
daya saing, meningkatkan pendapatan produsen terutama produsen
hasil pertanian rakyat dan pedagang, melindungi kepentingan
konsumen, memperluas kesempatan usaha dan lapangan kerja,
serta meningkatkan penerimaan devisa negara. Pembangunan
perdagangan perlu ditunjang oleh sistem komunikasi, sistem
transportasi, dan penyebaran informasi pasar yang makin efisien,
serta penyederhanaan berbagai pengaturan tata niaga sebagai upaya
mencegah persaingan tidak sehat, etatisme, serta berbagai bentuk
monopoli dan monopsoni yang merugikan rakyat.

Penyediaan kebutuhan pokok dan kebutuhan masyarakat lain-


nya serta usaha pemasarannya perlu disesuaikan dengan pola
produksi dan konsumsi masyarakat, didukung oleh sistem pem-
biayaan dan jasa transportasi, baik antardaerah maupun antarpulau,
dan jaringan distribusi yang mantap agar terjamin penyebaran
barang yang merata dengan harga yang layak dan terjangkau oleh
daya beli masyarakat banyak di seluruh wilayah tanah air. Kope-
rasi perlu berperan seluas-luasnya dalam penyediaan kebutuhan
pokok dan kebutuhan masyarakat lainnya, di samping usaha negara
dan usaha swasta.

Guna mendorong ekspor, khususnya komoditas nonmigas,


upaya peningkatan daya saing dan penerobosan serta perluasan
pasar luar negeri terus dikembangkan melalui peningkatan efisiensi

171
produksi, mutu komoditas, jaminan kesinambungan dan ketepatan
waktu penyerahan, serta penganekaragaman produk dan pasar,
yang didukung oleh penyempurnaan sarana dan prasarana perda-
gangan termasuk jaringan informasi pasar, peningkatan promosi
serta peningkatan akses pasar melalui kerja sama perdagangan
internasional dan regional, baik bilateral maupun multilateral.
Berbagai sarana dan prasarana penunjang ekspor terutama
perkreditan, perasuransian, lalu lintas keuangan, dukungan
perangkat hukum serta pelayanan usaha perlu makin dimantapkan.
Dalam pelaksanaan ekspor perlu dibina keterkaitan yang saling
menguntungkan antara produsen dan eksportir.

Kebijaksanaan impor untuk memenuhi kebutuhan barang dan


jasa khususnya barang modal, bahan baku dan bahan penolong
untuk industri diarahkan untuk mendorong pengembangan industri
dalam negeri sehingga mampu menghasilkan barang dan jasa
dengan mutu dan harga yang bersaing dalam rangka menunjang
ekspor dan mendorong penggunaan produksi dalam negeri, dengan
selalu memperhatikan keseimbangan neraca perdagangan luar
negeri. Perlu pula dilakukan penghematan penggunaan devisa
terutama yang digunakan untuk impor barang mewah.

Kebijaksanaan dan kegiatan perdagangan juga diarahkan untuk


mendorong dan membantu pengusaha kecil, golongan ekonomi
lemah, termasuk usaha rumah tangga dan usaha informal serta
tradisional sebagai potensi ekonomi rakyat dilaksanakan secara
terpadu melalui penciptaan iklim yang mendukung, penyediaan
tempat usaha, kemudahan memperoleh kredit serta sumber pem-
biayaan lainnya, peningkatan penyuluhan dan informasi perdagang-
an, serta pembinaan kemampuan berusaha dan perlindungan usaha.
Kerja sama antara usaha besar, menengah, dan kecil termasuk
usaha informal serta tradisional terus didorong perkembangannya
dalam suasana kemitraan usaha yang saling mendukung dan saling
menguntungkan.
172
2. Sasaran
a. Perdagangan Dalam Negeri
1) Sasaran PJP H
Sasaran pembangunan perdagangan dalam PJP II adalah
terwujudnya sistem perdagangan yang maju dengan sistem
distribusi yang mantap sebagai ciri perekonomian yang mandiri
dan andal sebagaimana diamanatkan dalam GBHN 1993.
Dengan demikian dalam PJP 11 bangsa Indonesia akan
menjadi bangsa niaga yang andal dan tangguh di dunia.
2) Sasaran Repelita VI
Sasaran perdagangan dalam negeri dalam Repelita VI sebagai
tahapan untuk mencapai sasaran dalam PJP 11 itu adalah makin
meningkatnya peran pasar dalam negeri dengan pola perdagangan dan
sistem distribusi yang makin meluas dan mantap.
Sasaran tersebut dijabarkan lebih lanjut dengan terwujudnya
struktur pasar yang makin bersaing dan mantap; makin ter -
integrasinya pasar lokal, pasar antardaerah, pasar antarpulau,
dengan pasar nasional; makin meluas dan meratanya penyebaran
barang dengan harga yang layak dan terjangkau oleh seluruh
Iapisan masyarakat; dan meluasnya pemasaran dan penggunaan
hasil produksi dalam negeri. Di samping itu, terciptanya iklim
perdagangan dalam negeri yang sehat yang mendorong
pengembangan dan perluasan usaha perdagangan.
Demikian juga menjadi sasaran dalam Repelita VI adalah,
berkembangnya pasar lokal dan pasar wilayah di daerah perdesaan,
terutama di daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, transmigrasi,
dan kawasan timur Indonesia, serta berkembangnya peranan
usaha perdagangan skala menengah dan kecil, termasuk usaha

173
perdagangan informal, rumah tangga dan tradisional beserta
berkembangnya peranan koperasi di bidang perdagangan.

Secara kuantitatif sasaran perdagangan dalam negeri dalam


Repelita VI adalah mencapai pertumbuhan nilai tambah sektor
perdagangan dalam Repelita VI rata-rata sebesar 6,6 persen per
tahun, sehingga pada akhir Repelita VI sumbangan sektor
perdagangan mencapai 17,5 persen dari produk domestik bruto
(PDB) seperti tampak pada Tabel 23-1; dan mempercepat
pertumbuhan penyerapan kesempatan kerja di sektor perdagangan
termasuk hotel dan restoran dalam Repelita VI rata-rata sebesar 3,5
persen per tahun sehingga pada akhir Repelita VI sektor
perdagangan mampu menyerap 14,0 juta orang tenaga kerja atau
15,3 persen dari total kesempatan kerja tersedia seperti tampak
pada Tabel 23-2. Dengan demikian, dalam Repelita VI sektor
perdagangan termasuk hotel dan restoran akan menyerap tambahan
tenaga kerja sekitar 2,2 juta orang.

b. Perdagangan Luar Negeri

1) Sasaran PJP II

Sasaran perdagangan luar negeri dalam PJP II adalah terwu-


judnya Indonesia sebagai bangsa niaga yang andal di dunia dan
meningkatnya daya saing komoditas nonmigas di pasar
internasional yang ditandai oleh meningkatnya secara mantap nilai
dan volume ekspor nonmigas; membaiknya struktur ekspor
nonmigas; dan bertambah luasnya pasar tujuan ekspor.

174
TABEL 23—1
SASARAN SEKTOR PERDAGANGAN
1994/95—1996/99

Akhir Repelita VI
Jenis Sasaran Satuan Repelita V 1)
1994/95 1995/96 1996/97 1997/96 1998/99 Rata—rata

1. Sektor perdagangan 2)
a. Pertumbuhan % 7,1 6,3 6,5 6,7 6,7 7,0 6,6

b. Kontribusi terhadap PDB % 17,1 17,2 17,3 17,3 17,4 17,5 17,3

2. Pertumbuhan PDB % 6,1 6,0 6,0 6,2 6,4 6,6 6,2

Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) 2)


Berdasarkan harga konstan 1989/1990
TABEL 23—2
SASARAN PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERDAGANGAN
1994/95 — 1998/99

Akhir Repelita VI
Jenis Sasaran Satuan Repelita V ' )
1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 1998/99

1. Penyerapan tenaga kerja sektor ribu orang 11.721 12.173 12633 13.096 13.562 13.917
perdagangan
a. Pertumbuhan
— Absolut ribu orang 454 452 460 463 466 355
— Persentase % 3,51 3,86 3,78 3,65 3,56 2,62

b. Kontribusi terhadap total % 14,90 15,00 15.11 15,22 15,30 15,34


kesempatan kerja

2. Penyerapan tenaga kerja


nasional
a. Jumlah ribu orang 78.813 81.143 83.569 88.070 88.651 90.726

b. Pertumbuhan % 3,11 2,96 2.99 2,99 3,00 2,34

Catalan : Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V) .~~


Menjadi sasaran pula terciptanya sistem perdagangan ekspor
yang terintegrasi dengan sistem perdagangan dalam negeri yang
menunjang serta produktivitas dan efisiensinya terus meningkat
sesuai dengan dinamika perkembangan pasar internasional;
terciptanya struktur dunia usaha yang lebih kukuh, produktif,
efisien, dan adil sehingga dapat meningkatkan dan memantapkan
secara dinamis pangsa ekspor serta meningkatkan peranan dan
kedudukan eksportir nasional, terutama eksportir menengah dan
kecil di pasaran internasional, berubahnya komposisi ekspor yang
membesar ke arah hasil industri dan jasa yang bernilai tambah
tinggi; serta dimanfaatkannya secara optimal potensi dan peluang
pasar internasional, terutama pasar kawasan Asia Pasifik.

2) Sasaran Repelita VI

Dalam Repelita VI sasaran perdagangan luar negeri adalah


perluasan pasar luar negeri, yang tercermin dengan meningkatnya
nilai ekspor nonmigas dan diperkuatnya struktur ekspor nonmigas
ke arah ekspor hasil industri. Ekspor nonmigas direncanakan
meningkat dengan rata-rata sebesar 16,8 persen per tahun sehingga
pada akhir Repelita VI mencapai US$61,2 miliar. Nilai ekspor
hasil pertanian, hasil industri, dan hasil pertambangan tumbuh
dengan rata-rata berturut-turut sebesar 6,8 persen, 17,8 persen,
dan 15,0 persen per tahun; dengan nilai ekspor pada akhir Repelita
VI diperkirakan berturut-turut US$3,6 miliar, US$54,8 miliar dan
US$2,8 miliar sebagai tampak pada Tabel 23-3. Sumbangan nilai
ekspor hasil industri, pertanian dan pertambangan pada akhir
Repelita VI adalah berturut-turut 89,4 persen, 5,9 persen dan 4,6
persen.

177
TABEL 23–3
SASARAN NILAI EKSPOR NON MIGAS MENURUT KELOMPOK BARANG
1994/95 – 1998/99

Akhir Repelita VI
Jenis Sasaran Satuan Repelita V 1)
1994/95 1995/96 1996/97 1997/98 1998199 Jumlah

1. Hasil pertanian juta US$ 2.613,9 2.779,9 2.962,4 &165,2 3.391,0 3.639.1 15.937,6
Pertumbuhan % 11,2 6,4 6,6 6,9 7,1 7,3 6,8 2)

2. Hasil industri juta US$ 24.152,5 28.374,2 33.352,1 39.235,6 46.259,8 54.777,1 201.998,,8
Pertumbuhan % 15,5 17.5 17,5 17,6 17,9 18,4 17,8 2)

3. Hasil pertambangan juta US$ 1.402,5 1.607,9 1.851,7 2143,7 2466,8 2822,6 10.892,7
Pertumbuhan % -4.8 14.6 15.2 15,8 15,1 14,4 15.0 2)

4. Total nonmigas juta US$ 28.169,0 32762,0 38.166,1 44.544,5 52117.5 61.238,8 228.828,9
Pertumbuhan % 13,5 16,5 16,5 16,7 17,0 17.5 16,8 2)

Catatan : 1) Angka perkiraan realisasi (tahun terakhir Repelita V)


2) Rata–rata Repelita VI
3. Kebijaksanaan

a. Perdagangan Dalam Negeri

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut, sesuai dengan


arahan GBHN 1993 dalam Repelita VI, kebijaksanaan
pembangunan perdagangan dalam negeri dengan memantapkan dan
memperluas pasar; meningkatkan perlindungan terhadap konsu-
men; menciptakan persaingan usaha yang sehat yang melindungi
pengusaha dan pedagang menengah dan kecil; mengembangkan
kewirausahaan pengusaha dan pedagang menengah dan kecil; dan
meningkatkan peranan koperasi di sektor perdagangan.

1) Pemantapan dan Perluasan Pasar

Kebijaksanaan memantapkan dan memperluas pasar dengan


meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem pelayanan dan sistem
perizinan; mengembangkan informasi perdagangan yang lebih
terpadu; meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana perda-
gangan termasuk sarana transportasi dan telekomunikasi terutama
untuk daerah terpencil, pedalaman, perbatasan, transmigrasi, dan
kawasan timur Indonesia; mengembangkan pasar lokal, antar-
daerah, antarpulau dan nasional; mengembangkan sistem penun-
jang perdagangan, seperti jaringan infrastruktur fisik yang ter-
padu, lembaga keuangan perdagangan; dan mengembangkan sistem
distribusi yang andal yang berorientasi kepada kekuatan pasar.

2) Peningkatan Perlindungan terhadap Konsumen

Sejalan dengan kemajuan pembangunan dan tingkat kesejah-


teraan masyarakat, tuntutan terhadap aspek kesehatan, kese-
lamatan, dan keamanan bagi konsumen makin meningkat. Oleh
karena itu, upaya untuk melindungi kepentingan dan hak
konsumen terus ditingkatkan. Sehubungan dengan itu, akan
ditingkatkan upaya mendorong kalangan pengusaha dan produsen
untuk meningkatkan tanggung jawabnya secara layak dan

179
berdasarkan hukum terhadap barang yang dipasarkannya, antara
lain dengan memberlakukan standardisasi mutu serta
meningkatkan penerangan dan penyuluhan kepada masyarakat.

3) Penciptaan Persaingan Usaha yang Sehat yang


Melindungi Pengusaha dan Pedagang Menengah
dan Kecil

Kebijaksanaan menciptakan persaingan usaha yang sehat


ditempuh dengan melanjutkan kebijaksanaan deregulasi dan
debirokratisasi di bidang perdagangan dalam negeri. Terwujudnya
persaingan yang sehat di antara pelaku usaha perdagangan,
bertujuan, antara lain, untuk melindungi usaha berskala
menengah, kecil dan koperasi dari berbagai bentuk praktek
monopoli dan monopsoni yang merugikan rakyat. Kebijaksanaan
dalam rangka itu, antara lain, menetapkan berbagai peraturan
perundang-undangan yang mencegah terjadinya persaingan tidak
sehat dan pemusatan kekuatan ekonomi yang berlebihan yang
merugikan rakyat; meningkatkan transparansi pasar;
mengembangkan bantuan permodalan terutama untuk pedagang
menengah, kecil, informal, tradisional dan koperasi; menyediakan
informasi usaha dan berbagai kemudahan terutama untuk pedagang
menengah, kecil dan koperasi; dan meningkatkan kemitraan
antara pengusaha dan pedagang menengah, kecil dan koperasi,
yang umumnya lemah dan kurang memiliki akses terhadap sumber
daya ekonomi, dengan pengusaha dan pedagang besar dan kuat
serta dengan BUMN.

4) Pengembangan Kewirausahaan Pengusaha dan


Pedagang Menengah dan Kecil

Berkembangnya perdagangan dalam negeri didukung oleh para


pelaku perdagangan. Sehubungan dengan itu, dalam Repelita VI
upaya mengembangkan dan meningkatkan peran dan mutu peran
para pengusaha dan pedagang menengah dan kecil akan
ditingkatkan melalui peningkatan kemampuan, keterampilan,

180
kewirausahaan, dan profesionalisme agar menjadi makin kuat,
maju, dan mandiri.

5) Peningkatan Peranan Koperasi di Sektor


Perdagangan

Koperasi telah berperan luas dalam penyediaan kebutuhan


pokok dan berbagai kebutuhan masyarakat lainnya. Namun,
koperasi yang bergerak di sektor perdagangan dan jasa lainnya
masih terbatas. Oleh karena itu, koperasi harus diberi kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mengembangkan kegiatan di sektor
perdagangan.

b. Perdagangan Luar Negeri

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, kebijak-


sanaan pembangunan perdagangan luar negeri dalam Repelita VI
adalah meningkatkan daya saing komoditas ekspor, meningkatkan
struktur ekspor nonmigas, memperluas negara tujuan ekspor, dan
meningkatkan informasi usaha; mengembangkan sarana dan
prasarana perdagangan, meningkatkan fasilitas perkreditan ekspor,
meningkatkan kerja sama perdagangan internasional, meningkat-
kan kemampuan dan peranan pengusaha dan pedagang menengah
dan kecil, serta mengendalikan impor.

1) Peningkatan Daya Saing Komoditas Ekspor

Dalam rangka mencapai sasaran ekspor nonmigas, diupayakan


meningkatkan daya saing komoditas ekspor di pasar internasional
dengan mengurangi biaya transaksi dengan menghapus berbagai
hambatan kelancaran arus barang. Upaya itu ditempuh dengan
melanjutkan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi di sektor
perdagangan dan sektor penunjang perdagangan, termasuk
menyempurnakan prosedur dan dokumentasi di bidang ekspor dan
impor, serta mengurangi hambatan tarif dan nontarif.

181
2) Peningkatan Struktur Ekspor Nonmigas

Kebijaksanaan meningkatkan struktur ekspor nonmigas


dimaksudkan untuk memberikan landasan yang kukuh dalam usaha
peningkatan ragam dan nilai komoditas ekspor. Dalam Repelita VI
peningkatan struktur ekspor nonmigas akan lebih dimantapkan
mengingat potensi ekspor barang dan jasa Indonesia cukup besar,
terutama untuk komoditas ekspor padat karya. Dalam kaitan itu,
akan ditingkatkan diversifikasi ekspor komoditas andalan,
komoditas olahan yang berdaya saing kuat, seperti komoditas
agroindustri, komoditas jasa seperti konstruksi dan tenaga kerja,
serta mutu dan akan diberlakukan standar komoditas ekspor agar
mampu menembus standar akreditasi internasional.

3) Perluasan Negara Tujuan Ekspor

Dalam rangka memantapkan dan memperluas pasar di luar


negeri, akan ditingkatkan upaya memperluas negara tujuan ekspor
melalui peningkatan promosi ekspor ke berbagai pasar utama dan
pasar baru, memanfaatkan jaringan pemasaran dalam negeri dan
internasional, meningkatkan kegiatan penyidikan pasar di luar
negeri dan berbagai peraturan perdagangan di negara tujuan
ekspor, mengembangkan 'pasar untuk berbagai ragam produk
ekspor, serta meningkatkan dan memperluas perdagangan imbal
beli.

4) Peningkatan Informasi Usaha

Dengan berkembang dan terbukanya perekonomian dunia serta


pesatnya perkembangan teknologi telah membawa dampak pergeser-
an menuju masyarakat informasi yang cepat dan canggih. Oleh
karena itu, informasi usaha telah menjadi kebutuhan penting bagi
dunia usaha dalam meningkatkan dan mengembangkan usahanya.
Sehubungan dengan itu, akan ditingkatkan usaha memperluas
sistem jaringan informasi perdagangan beserta sarana penunjang-
nya dalam rangka mendukung pengembangan perdagangan luar
negeri secara lebih mantap dan berkelanjutan.

182
5) Pengembangan Sarana dan Prasarana Perdagangan

Untuk mendukung pengembangan perdagangan luar negeri


ditingkatkan pengembangan sarana dan prasarana penunjang
perdagangan untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
Hal tersebut dilaksanakan melalui penyempurnaan dan peningkatan
sarana pelabuhan, transportasi, perlistrikan, dan telekomunikasi,
pengembangan jasa kepelabuhan dan jasa penyurvei, peningkatan
pemanfaatan kawasan industri dan kawasan berikat, dan pening -
katan peranan lembaga pendukung pengembangan ekspor.

6) Peningkatan Fasilitas Perkreditan Ekspor

Untuk mendukung upaya penggalakan ekspor nonmigas dan


sekaligus meningkatkan daya saing pedagang menengah dan kecil,
dilakukan dengan meningkatkan dan mengembangkan penyediaan
berbagai fasilitas kredit ekspor, termasuk fasilitas jaminan dan
asuransi kredit ekspor, terutama untuk pedagang menengah dan
kecil.

7) Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Internasional

Dalam rangka memperjuangkan berbagai kepentingan Indone -


sia di bidang perdagangan luar negeri, termasuk penghapusan
hambatan tarif dan nontarif bagi komoditas olahan dan manufak -
tur, akan ditingkatkan kerja sama perdagangan internasional, baik
dengan negara maju maupun sesama negara berkembang, termasuk
negara-negara anggota Gerakan Nonblok.

Upaya itu ditempuh dengan lebih mengefektifkan kerja sama


perdagangan internasional dengan terus membina hubungan dengan
blok perdagangan, seperti PTE, NAFTA, peran serta dalam
ASEAN dan Asia Pacific Economic Cooperation (APEC); meman -
faatkan fasilitas sistem preferensi umum (Generalized System of
Preference, GSP); dan melaksanakan hasil-hasil Putaran Uruguay
dalam kerangka GATT.

183
Untuk mendukung kerja sama perdagangan internasional itu di
dalam negeri akan ditingkatkan koordinasi dan keterpaduan gerak
langkah antara Pemerintah dan dunia usaha agar dapat lebih
mendorong peningkatan produksi, investasi, dan perdagangan yang
saling terpadu dan terkait secara lebih efisien dan produktif
sehingga dapat memanfaatkan terbukanya perekonomian dunia
secara optimal. Untuk itu, akan dikembangkan lembaga
perdagangan terpadu seperti trade mart dan trading house.

8) Peningkatan Kemampuan dan Peranan Pengusaha


dan Pedagang Menengah dan Kecil

Dukungan usaha berskala menengah, kecil, dan koperasi di


dalam peningkatan ekspor nonmigas makin meningkat. Keadaan itu
tampak dari struktur ekspor nonmigas Indonesia, dengan peranan
produk yang diproduksi oleh perusahaan berskala menengah, kecil,
dan koperasi cukup besar, khususnya dalam produk industri
manufaktur. Selain itu, peranan produk yang diproduksi dengan
menggunakan tenaga kerja kurang terampil seperti dalam industri
menengah, kecil ., dan koperasi, juga terus menunjukkan
peningkatan yang berarti. Sehubungan dengan itu, dalam rangka
membantu pengusaha dan pedagang menengah, kecil, dan koperasi
mempertahankan dan meningkatkan peranannya dalam
peningkatan ekspor nonmigas dilaksanakan berbagai upaya untuk
meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
pengusaha dan eksportir menengah dan kecil mengenai peluang
pasar, teknologi, sumber daya ekonomi yang tersedia, serta hak
dan kewajibannya secara hukum.

Pengusaha menengah, kecil, tradisional, dan informal telah


banyak berperan dalam menghasilkan produk ekspor. Namun,
lapisan pengusaha tersebut, khususnya pengusaha kecil, tradisional
dan informal, secara sendiri-sendiri kurang cukup kuat untuk
menembus pasar internasional yang berdaya saing tinggi. Oleh
karena itu, dalam usaha meningkatkan peran koperasi di bidang

184
ekspor berbagai upaya penyuluhan dan pelatihan ditempuh untuk
mendorong para pengusaha itu bergabung ke dalam koperasi
pedagang di bidang ekspor. Koperasi yang telah dibentuk diberikan
berbagai bantuan teknis agar perkembangan mereka dapat lebih
pesat.

9) Pengendalian Impor
Pengendalian impor akan dimantapkan agar lebih menunjang
pengembangan industri dalam negeri, peningkatan investasi,
peningkatan nilai tambah, penggunaan sumber daya yang efisien,
penghematan devisa, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan
ekspor nonmigas.

Dalam kaitan itu, akan dikurangi dampak negatif terhadap


keselamatan dan kesehatan konsumen serta kelestarian fungsi
lingkungan hidup; mendorong inovasi dan penganekaragaman
produk; mendorong pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi; mendukung pola hidup sederhana; menyederhanakan
tata niaga barang impor; serta memantapkan pengaturan impor
dalam rangka melindungi hak milik intelektual.

V. PROGRAM PEMBANGUNAN
Dalam rangka mencapai sasaran Repelita VI, sesuai dengan
arahan GBHN 1993 dan sebagai pelaksanaan berbagai kebijak-
sanaan tersebut di atas, dikembangkan berbagai program
pembangunan sektor perdagangan yang terdiri atas program pokok
dan program penunjang.

185
1. Program Pokok

a. Program Pengembangan Usaha Perdagangan dan


Distribusi Nasional

Program ini bertujuan untuk mengembangkan sistem pemasar -


an dan distribusi, serta memantapkan pengadaan dan penyaluran
barang strategis dan bahan kebutuhan masyarakat banyak di dalam
negeri.

Program ini ditempuh terutama dengan:

(1) memperluas pasar dalam negeri dengan cara:

a) meningkatkan arus penyaluran kebutuhan bahan pokok


dan kebutuhan masyarakat lainnya ke seluruh wilayah
tanah air, terutama ke daerah pedalaman, terpencil dan
transmigrasi;

b) meningkatkan pelayanan informasi pasar melalui penye -


baran informasi pasar dan penyuluhan perdagangan bagi
dunia usaha seperti informasi harga, informasi penawaran
dan permintaan barang dan jasa, profil perusahaan, dan
berbagai peraturan perdagangan;

c) meningkatkan kualitas prasarana pasar tradisional di


perkotaan dan di perdesaan, terutama di daerah terpencil,
perbatasan, transmigrasi, dan kawasan timur Indonesia;
dan

d) meningkatkan kegiatan promosi dagang dalam rangka


memperkenalkan produk baru;

(2) mengupayakan pengentasan masyarakat dari kemiskinan di


perdesaan dengan cara:

186
a) mengembangkan pasar desa dan pasar lelang lokal
untuk hasil-hasil pertanian dan perikanan;

b) membantu permodalan pedagang kecil dengan mengem-


bangkan lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan
bukan bank di perdesaan;

c) menyempurnakan pola perdagangan perintis dan pela -


yaran perintis dengan dukungan sistem transportasi
perdagangan yang sesuai untuk daerah t er pe nc il ,
transmigrasi, pedalaman, dan perbatasan, terutama di
kawasan timur Indonesia; dan

d) menyempurnakan pola perdagangan komoditas hasil


pertanian sebagai upaya untuk memperbaiki nilai tukar
sektor pertanian;

(3) meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem perdagangan


barang kebutuhan pokok, barang penting, dan barang
strategis, serta sistem distribusi jasa; secara terpadu antara
Pemerintah, usaha negara, usaha koperasi, dan usaha swasta;

(4) mengembangkan pusat kegiatan perdagangan, antara lain


klinik bisnis untuk pembinaan dan pengembangan perdagangan
skala kecil, baik untuk pertanian termasuk agroindustri, hasil
kerajinan maupun industri kecil lainnya;

(5) meningkatkan peran serta pedagang berskala kecil, seperti


distributor, agen dan pengecer, dan koperasi dengan mengem -
bangkan kemitraan usaha dengan pengusaha besar dan
menengah; dan kemudahan dalam mendapatkan modal kerja
serta kesempatan usaha;

(6) meningkatkan kemampuan manajerial dan kewiraswastaan


pedagang kecil dan menengah di kota propinsi, kabupaten, dan
kecamatan melalui kegiatan pelatihan, penyuluhan, dan kon -
sultasi usaha;

187
(7) meningkatkan hubungan kemitraan yang saling menguntung-
kan antara usaha pedagang skala kecil, menengah, dan besar
serta untuk mengurangi kesenjangan ekonomi; dan

(8) memperluas kesempatan kerja di sektor perdagangan.

b. Program Pengembangan Sistem Kelembagaan dan


Informasi Perdagangan

Program ini bertujuan untuk mengembangkan sistem kelemba-


gaan dan informasi perdagangan yang efektif dan efisien guna
mendukung pengembangan usaha perdagangan yang efisien dan
produktif.

Program ini ditempuh terutama dengan:

(1) menghapus berbagai hambatan usaha perdagangan untuk


mengurangi ekonomi biaya tinggi dengan menyempurnakan
berbagai peraturan perundangan tentang perdagangan, ter-
masuk pengaturan perdagangan yang jujur, persaingan yang
sehat, pengembangan etika usaha, serta perlindungan
konsumen;

(2) menyempurnakan sistem kelembagaan perdagangan, termasuk


lembaga pendukungnya, seperti asosiasi perdagangan, lembaga
pemasaran, dan lembaga perkreditan untuk mendukung
pengembangan perdagangan, terutama usaha perdagangan
kecil dan usaha koperasi;

(3) menyempurnakan sistem informasi pasar serta mengembang-


kan pola promosi dan pameran dagang; dan

(4) mengembangkan sistem komunikasi yang efektif dan teratur


di antara para pelaku yang terlibat dalam sektor per-
dagangan.

188
c. Program Pengembangan Kerjasama Perdagangan
Internasional

Program ini bertujuan untuk mengembangkan kerja sama


perdagangan internasional dalam rangka memperkuat kedudukan
rebut tawar, memperluas pasar di luar negeri, dan mendorong
peningkatan ekspor nonmigas.

Program ini ditempuh terutama dengan:

(1) meningkatkan akses pasar luar negeri, dengan partisipasi aktif


dalam forum internasional, baik yang bersifat multilateral,
regional maupun bilateral, termasuk negara-negara anggota
Gerakan Nonblok;

(2) menyelesaikan sengketa perdagangan internasional;

(3) memantapkan kerja sama antarlembaga pemerintah dan swasta


dalam rangka peningkatan hubungan perdagangan inter -
nasional melalui penyebarluasan hasil keputusan tentang kerja
sama bilateral, regional, dan multilateral di bidang perdagang -
an serta kerja sama komoditas perdagangan internasional; dan

(4) meningkatkan kemampuan Indonesia untuk memperjuangkan


kepentingan nasional dalam Badan Perdagangan Dunia
(WTO).

d. Program Pengembangan Perdagangan Luar Negeri

Program ini bertujuan untuk mengembangkan perdagangan


luar negeri dalam rangka peningkatan ekspor nonmigas, serta
pengendalian impor.

Program ini ditempuh terutama dengan:

189
(1) meningkatkan daya saing ekspor dan penyesuaian terhadap
perubahan pasar, dengan cara:

a) menyempurnakan sistem pelayanan administratif dalam


kegiatan ekspor, antara lain melalui penyederhanaan
prosedur dan dokumentasi di bidang ekspor; dan
menyempurnakan sistem pembiayaan ekspor, terutama
untuk pengusaha dan eksportir kecil;

b) meningkatkan pelayanan teknis di bidang pengembangan


produk, standardisasi, dan pengendalian mutu; dalam
rangka mengembangkan sistem akreditasi nasional dan
memperoleh akreditasi internasional;

c) mendorong peningkatan penggunaan produk atau kompo-


nen dalam negeri yang berdaya saing tinggi dan sekaligus
menjaga kelestarian lingkungan hidup;

d) mendorong peningkatan ekspor jasa seperti jasa konstruk-


si dan jasa tenaga kerja;

e) mengembangkan sistem informasi dan bursa angkutan


barang; dan

f) meningkatkan perdagangan berjangka melalui pemanfaat-


an bursa komoditas;

(2) meningkatkan usaha terobosan pasar baru dan mengem-


bangkan pasar tradisional yang sudah ada, antara lain melalui
peningkatan penyidikan pasar, promosi, peningkatan perda-
gangan imbal beli dan pengembangan peran serta berbagai
lembaga penunjang ekspor dengan lebih meningkatkan
prakarsa dan peran dunia usaha;

(3) mengembangkan hubungan perdagangan antara daerah perba-


tasan dan negara atau negara tetangga terdekat secara saling
menguntungkan;

190
(4) mengembangkan eksportir menengah dan kecil, dan koperasi
yang melakukan usaha ekspor, dengan cara :

a) mengenal dan menganalisis pasar komoditas ekspor yang


potensial mencakup komoditas olahan yang berdaya saing
kuat dan komoditas andalan;

b) mengembangkan usaha diversifikasi komoditas ekspor,


balk yang bersifat horizontal maupun vertikal, termasuk
basil agroindustri dan kerajinan;

c) mengembangkan pusat klinik usaha niaga, dengan


mendorong kerja sama usaha antar eksportir kecil,
menengah, dan besar; dan

d) membina koperasi, pengusaha/eksportir menengah dan


kecil, untuk meningkatkan wawasan dan kemampuannya
dalam perdagangan internasional;

(5) mengendalikan impor dengan cara:

a) menyempurnakan kiasifikasi barang impor;


b) melakukan impor yang bersifat mendorong
peningkatan produktivitas dan efisiensi dari berbagai
sektor produksi serta membatasi impor secara selektif
dalam rangka peningkatan ekspor nonmigas;

c) mengendalikan impor barang dan jasa secara selektif


dan wajar dalam upaya menunjang perkembangan industri
dalam negeri;

d) memberlakukan kebijaksanaan impor yang dapat


melindungi hak milik intelektual, mendorong penganeka-
ragaman produk dan pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta meningkatkan pengawasan impor

191
barang yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan
dan lingkungan hidup; dan

e) meningkatkan upaya pendayagunaan devisa secara opti mal,


terutama dengan membatasi penggunaannya untuk
impor barang mewah dalam rangka mengembangkan
budaya hidup sederhana dan wajar.

2. Program Penunjang

a. Program Pengembangan Kewirausahaan Pengusaha


dan Pedagang Menengah dan Kecil

Program ini bertujuan untuk meningkatkan jumlah pengusaha


dan pedagang menengah, kecil, informal, dan tradisional termasuk
koperasi yang berkualitas dan mampu mengembangkan kewirausa -
haan; serta mampu memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam usaha perdagangan. Kegiatannya meliputi antara lain pendi -
dikan, pelatihan, penyuluhan, dan pembimbingan.

b. Program Pembinaan Pemuda di Bidang Perdagangan

Program ini bertujuan untuk membentuk wirausaha muda yang


mandiri, dinamis, dan berkemampuan mengelola usaha perdagangan.
Sasarannya adalah para pemuda, baik dari daerah perkotaan
maupun daerah perdesaan, yang berminat mengembangkan usaha
perdagangan.

Program ini meliputi pelatihan, penyuluhan, dan magang ten-


tang seluk-beluk pemasaran dan pengembangan komoditas;
pengelolaan usaha perdagangan dan permodalannya; penyertaan
dalam pameran dagang; dan pemahaman aspek hukum dan etika
usaha.

192
c. Program Peranan Wanita di Bidang Perdagangan

Program ini bertujuan untuk membentuk wirausaha wanita


yang mandiri, dinamis, dan berkemampuan mengelola usaha
perdagangan.

Sasarannya adalah para wanita, baik dari daerah perkotaan


maupun perdesaan, yang berminat untuk mengembangkan usaha
perdagangan. Program tersebut akan meliputi pelatihan, penyuluh-
an, dan konsultasi usaha perdagangan tentang seluk-beluk
pemasaran dan pengembangan komoditas; pengelolaan usaha
perdagangan dan permodalannya; penyertaan dalam pameran
dagang; dan pemahaman aspek hukum dan etika usaha.

d. Program Pengembangan Informasi di


Bidang Perdagangan

Program ini bertujuan untuk menyempurnakan dan mengem-


bangkan sistem informasi perdagangan yang andal dan sesuai
dengan dinamika pengembangan perdagangan. Program tersebut
didukung, antara lain oleh kegiatan pengembangan statistik, eva-
luasi, dan analisis data perdagangan.

e. Program Penelitian dan Pengembangan


Perdagangan

Program ini bertujuan untuk melakukan kajian strategis untuk


mendukung pengembangan perdagangan. Kegiatan penelitian,
antara lain meliputi kebijaksanaan pengembangan sektor perdagang-
an, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun perdagangan
luar negeri, seperti pembinaan pedagang kecil dan menengah;
pengembangan pedagang eceran; pengembangan perdagangan di
perdesaan; prospek pasar produk agroindustri, di samping prospek
ekspor Indonesia pada umumnya; keterkaitan antara perdagangan
dan lingkungan hidup; pengembangan sistem pemasaran dan distri-
busi; pengembangan sistem jaringan prasarana fisik terpadu untuk

193
menunjang pengembangan sistem produksi, investasi dan
perdagangan, terutama di kawasan timur Indonesia dan daerah
terpencil lainnya.

f. Program Pengembangan Hukum di Bidang


Perdagangan

Program ini bertujuan untuk mengembangkan hukum yang


menunjang pembangunan perdagangan; kegiatannya meliputi antara
lain penyusunan peraturan perundangan di bidang perdagangan,
baik yang berkaitan dengan perdagangan dalam negeri dan luar
negeri maupun dengan masalah perlindungan terhadap konsumen
sesuai dengan perkembangan pembangunan, dan dalam rangka
memajukan serta melindungi usaha perdagangan kecil, termasuk
usaha informal dan tradisional.

VI. RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN DALAM


REPELITA VI

Program-program pembangunan tersebut di atas dilaksanakan


baik oleh Pemerintah maupun oleh masyarakat. Dalam program-
program tersebut, yang merupakan program dalam bidang
perdagangan, yang akan dibiayai dengan anggaran pembangunan
selama Repelita VI (1994/95 - 1998/99) adalah sebesar
Rpl.969.000,0 juta. Rencana anggaran pembangunan perdagangan
untuk tahun pertama dan selama Repelita VI menurut sektor, sub
sektor dan program dalam sistem APBN dapat dilihat dalam Tabel
23-4.

194
Tabel 23—4
RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN PERDAGANGAN
Tahun Anggaran 1994/95 dan Repelita VI (1994/95 — 1998/99)

(dalam juta
rupiah)
No.
Kode Sektor/Sub Sektor/Program 1994/95 1994/95 — 1998/99

05 SEKTOR PERDAGANGAN, PENGEMBANGAN USAHA


NASIONAL, KEUANGAN DAN KOPERASI

05.1 Sub Sektor Perdagangan Dalam Negeri

05.1.01 Program Pengembangan Perdagangan dan Sistem Distribusi 9,600,0 68.430,0


05.1.02 Program Pengembangan Usaha dan Lembaga Perdagangan 7.200,0 48.160,0

05.2 Sub Sektor Perdagangan Luar Negeri

052.01 Program Pengembangan Kerjasama Perdagangan


Internasional 3.500,0 22.950,0
05.2.02 Program-Pengembangan Ekspor 276.060,0 1.829.460,0

Anda mungkin juga menyukai