Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari
masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat
loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat
tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus
disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam
rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain.
Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga
dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita.Pendidikan
kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara
langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada
mahasiswa.
Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah
goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita
tidak akan mudah terpengaruh secara langsung oleh budaya yang bukan berasal
dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di
negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa
belajar.Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat
penting untuk kita pelajari.Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat
penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara
mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya.
Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya
dengan cara demokratis dan terdidik.
Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini
disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan,
kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara
serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta
mandiri.
D. Visi Misi, Materi dan Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
1. Visi Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Visi; Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyeleng-garaan
program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya
mejadi manusia Indonesia seutuhnya.
Misi; Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan adalah membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya sebagai warga negara Indonesia yang baik dan
bertanggungjawab, tahu akan hak dan kewajibannya, agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.
Beberapa negara yang lain juga mengembangkan studi sejenis, yang dikenal
dengan nama Civic Education. Dari sini terlihat bahwa secara umum pendidikan
kewarganegaraan di negara-negara Asia lebih menekankan pada aspek moral
(karakter individu), kepentingan komunal, identitas nasional dan perspektif
internasional, sedangkan Amerika dan Australia lebih difokuskan pada pentingnya
hak dan tanggung jawab individu, sistim dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi
pasar (Sobirin, 2003:11-12).
Pendidikan Kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno.
Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic.
Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat
intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan
pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral
Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4), ternyata tidak selamanya sejalan dengan impian luhur kemanusiaan yang
terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan
kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis
sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan
kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan besar, apa ada
yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Indoesia? Apakah pendidikan
kewarganegaraan hanya sekedar menjadi formalitas belaka yang tidak memiliki nilai
apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan
menjadi begitu rendah? dan banyak lagi pertanyaan lainnya.
Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai
bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara
tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya
ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta
membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun mempelajari mata
kuliah Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan atau mengikuti kegiatan ekstra
klurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka dan sebagainya. Itu semua
merupakan manfaat yang didapatkan setelah mempelajari Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus
disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat
menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan
keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal.
Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan,
memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar
melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, bahwa negara ini akan menjadi
negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan oleh
para pendiri negara ini.
Saat ini mungkin ideologi bangsa indonesia telah luntur, mengapa demikian??? Mungkin
adanya beberapa faktor yang membuat para warga indonesia telah melupakan PANCASILA.
Contohnya disini adalah melemahnya persatuan di dalam masyarakat dan kurangnya
kepercayaan rakyat kepada pemerintah sehingga banyak rakyat yang menentang aturan
pemerintah sehingga menimbulkan suatu masalah yang berujung perang saudara.
Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain:
a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen
terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.
b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai
tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.
d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM,
dan demokrasi.
e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan
kebijakan publik.
Ke depan, guna menguatkan pancasila sebagai vision of state, paling tidak ada dua persoalan
yang penting menjadi agenda bersama. Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-
nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke
dalam hal-hal yang sifatnya dapat diimplementasikan. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua
Pancasila harus diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh,
aparat penegak hukum harus tegas dan tanpa kompromi menindak pelaku kejahatan,
termasuk koruptor. Tanpa penegakan hukum yang tegas, Pancasila hanya rangkaian kata-kata
tanpa makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal
(masyarakat). Pada tataran pendidikan formal, perlu revitalisasi mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan (dulu pendidikan moral pancasila) di sekolah. Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan selama ini dianggap banyak kalangan “gagal” sebagai media penanaman
nilai-nilai Pancasila. Pembelajaranpendidikan kewarganegaraan sekadar menyampaikan
sejumlah pengetahuan (ranah kognitif), sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih
kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran pendidikan kewargs negaraan cenderung
menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas
yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari.
Iklan