Anda di halaman 1dari 14

URGENSI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Ol

A.   Pentingnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara Republik
Indonesia seperti tercantum dalam alenia ke keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji
kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan
manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai wahana
untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku
kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, maupun sebagai anggota
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan
Nasional (Sidiknas) Pasal 2 dan Pasal 3 dikatakan bahwa: “Pendidikan nasional
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berupaya mengantarkan
warganegara Indonesia menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air; menjadi warga negara demokratis yang
berkeadaban; yang memiliki daya saing: berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam
membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. PPKn
adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan
kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan
masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat (Zamroni, dalam
ICCE, 2003)

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki peran penting  dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara.  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah bentuk pengemblengan individu-individu agar mendukung dan memperkokoh
komunitas politik sepanjang komunitas politik itu adalah hasil kesepakatan. David
Kerr,1999 mengindikasikan PPKn Indonesia dan Pendidikan kewarganegaraan
suatu negara akan senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai dan tujuan pendidikan
sebagai faktor struktural utama. PPKn bukan semata-mata membelajarkan fakta
tentang lembaga dan prosedur kehidupan politik tetapi juga persoalan jati diri dan
identitas bangsa (Kymlicka, 2001).

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkontiribusi penting


menunjang tujuan bernegara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. PPKn berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. PPKn merupakan bagian integral
dari ide, instrumentasi, dan praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara Indonesia (Udin Winataputra,2008) Pendidikan nasional pada hakikatnya
adalah PPKn untuk melahirkan warga negara Indonesia yang berkualitas baik dalam
disiplin sosial dan nasional, dalam etos kerja, dalam produktivitas kerja, dalam
kemampuan intelektual dan profesional, dalam tanggung jawab kemasyarakatan,
kebangsaan, kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan kepribadian (Soedijarto,
2008).
Kehadiran kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berupaya
menanamkan sikap kepada warga negara Indonesia umumnya dan generasi
muda bangsa khususnya agar: (1)Memiliki wawasan dan kesadaran kebangsaan
dan rasa cinta tanah air  sebagai perwujudan warga negara Indonesia yang
bertanggung jawab atas kelangsungan hidup bangsa dan negara; (2)Memiliki
wawasan dan penghargaan terhadap keanekaragaman masyarakat Indonesia
sehingga mampu berkomunikasi baik dalam rangka meperkuat integrasi nasional;
(3)Memiliki wawasan, kesadaran dan kecakapan dalam melaksanakan hak,
kewajiban, tanggung jawab dan peran sertanya sebagai warga negara yang cerdas,
trampil dan berkarakter; (4)Memiliki kesadaran dan penghormatan terhadap hak-hak
dasar manusia serta kewajiban dasar manusia sehingga mampu memperlakukan
warga negara secara adil dan tidak diskriminatif;(5)Berpartisipasi aktif membangun
masyarakat Indonesia yang  demokratis dengan berlandaskan pada nilai dan
budaya demokrasi  yang bersumber pada Pancasila; (6)Memiliki  pola sikap,  pola
pikir dan pola perilaku yang mendukung ketahanan nasional Indonesia serta mampu
menyesuaikan dirinya dengan tuntutan perkembangan zaman demi kemajuan
bangsa.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara


sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan
mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang dimana pada masanya nanti bibit ini
akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan
akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa
akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan,
pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat
masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya
pendirian suatu Negara.

Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari
masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat
loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat
tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus
disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam
rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain.
Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga
dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita.Pendidikan
kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara
langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada
mahasiswa.

Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia,


pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap
menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu
mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional. Seperti
yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, “tanpa pendidikan
kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois.Tanpa penanaman nilai-
nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akanmenjadi penjara dan neraka
dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan
penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.”
Beliau menambahkan bahwa ada tiga fenomena pasca perang dunia II,yaitu :
1.    Fenomena pertama, saat bangsa-bangsa berfokus kepada nation-building atau
pembangunan institusi negara secara politik. Di Indonesia, itu diprakarsai mantan
Presiden Soekarno. Pendidikan arahnya untuk nasionalisasi.
2.    Fenomena kedua, terkait dengan tuntutan memakmurkan bangsa yangkemudian
mendorong pendidikan sebagai bagian dari market-builder atau penguatan pasar
dan ini diprakarsai mantan Presiden Soeharto.
3.    Fenomena ketiga, berhubungan dengan pengembangan peradaban dan
kebudayaan. Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia sudah menampakkan
fenomena tersebut dengan menguatkan pendidikannya untuk mendorong riset,
kajian-kajian, dan pengembangan kebudayaan.

Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana


untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan
jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam
bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan
negara.Sehingga dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, memberi ilmu tentang
tata Negara, menumbuhkan kepercayaan terhadap jati diri bangsa serta moral
bangsa, maka takkan sulit untuk menjaga kelangsungan kehidupan dan kejayaan
Indonesia.
Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
antara lain agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki
pandangan dan komitmen terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM, agar mahasiswa
mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai tindak
kekerasan dengan cara cerdas dan damai, agar mahasiswa memilik kepedulian dan
mampu berpartisipasi dalam upaya menyelesaikan konflik di masyarakat dengan
dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-nilai universal, agar mahasiwa mampu
berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM, dan demokrasi,
agar mahasiswa mampu memberikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai
persoalan kebijakan publik, agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar
secara bijak (berkeadaban).
Pendidikan Kewarganegaraan lah yang mengajarkan bagaimana seseorang
menjadi warga negara yang lebih bertanggung jawab.Karena kewarganegaraan itu
tidak dapat diwariskan begitu saja melainkan harus dipelajari dan di alami oleh
masing-masing orang. Apalagi negara kita sedang menuju menjadi negara yang
demokratis, maka secara tidak langsung warga negaranya harus lebih aktif dan
partisipatif.Oleh karena itu kita sebagai mahasiswa harus memepelajarinya, agar kita
bisa menjadi garda terdepan dalam melindungi negara. Garda kokoh yang akan
terus dan terus melindungi Negara walaupun akan banyak aral merintang di depan.
Kita semua tahu bahwa Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan bagaimana
warga negara itu tidak hanya tunduk dan patuh terhadap negara, tetapi juga
mengajarkan bagaimana sesungguhnya warga negara itu harus toleran dan
mandiri.Pendidikan ini membuat setiap generasi baru memiliki ilmu pengetahuan,
pengembangan keahlian, dan juga pengembangan karakter publik.Pengembangan
komunikasi dengan lingkungan yang lebih luas juga tecakup dalam Pendidikan
Kewarganegaraan. Meskipun pengembangan tersebut bisa dipelajari tanpa
menempuh Pendidikan Kewarganegaran, akan lebih baik lagi jika Pendidikan ini di
manfaatkan untuk pengambangan diri seluas-luasnya.

Rasa kewarganegaraan yang tinggi, akan membuat kita tidak akan mudah
goyah dengan iming-iming kejayaan yang sifatnya hanya sementara. Selain itu kita
tidak akan mudah terpengaruh secara langsung oleh budaya yang bukan berasal
dari Indonesia dan juga menghargai segala budaya serta nilai-nilai yang berlaku di
negara kita. Memiliki sikap tersebut tentu tidak bisa kita peroleh begitu saja tanpa
belajar.Oleh karena itu mengapa Pendidikan Kewarganegaraan masih sangat
penting untuk kita pelajari.Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan sangat
penting manfaatnya, maka di masa depan harus segera dilakukan perubahan secara
mendasar konsep, orientasi, materi, metode dan evaluasi pembelajarannya.
Tujuannya adalah agar membangun kesadaran para pelajar akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara dan mampu menggunakan sebaik-baiknya
dengan cara demokratis dan terdidik.

B.   Tujuan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bertujuan untuk menambah
wawasan para pembaca, agar memiliki motivasi bahwa Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan berkaitan erat dengan peran dan kedudukan serta kepentingan
warganegara sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan sebagai
warga negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta mengembangkan potensi
individu mereka sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan
kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara
cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk
menumbuhkan wawasan dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia,
memiliki sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat
bangsa Pancasila. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia,
mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan,
kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ke-Tuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Secara konstitusional rakyat Indonesia, melalui MPR telah menyatakan
bahwa : Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia
diarahkan untuk “meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa,
mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas dan mandiri, mampu membangun
dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan
pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa“.
Disamping itu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga bertujuan untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian,
mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif. Terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya
merupakan sumber hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber
hukum dasar secara objektif Pancasila merupakan suatu pandangan  hidup,
kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana
kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah
dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri negara ini menjadi  lima sila yang
ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia.

Unsur-unsur yang merupakan materi pendidikan Pancasila diangkat dari


pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakann
kausa materialis (asal bahan) Pancasila. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian
diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila
berkedudukan sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan negara Indonesia.

Keanekaragaman suku,bangsa adat istiadat, dan agama yang berada pada


ribuan pulau yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi
keanekaragaman kehendak dalam Negara karena tumbuhnya sikap premordalisme
sempit, yang akhirnya memungkinkan dapat terjadi konflik yang negatif, oleh karena
itu dalam pendidikan dibutuhkan alat perekat bangsa dengan adanya kesamaan
cara pandang tentang visi dan misi negara melalui wawasan nusantara sekaligus
akan menjadi kemampuan menangkal ancaman pada berbagai kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kompentensi kehadiran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah


dimana masyarakat dan pendidikan suatu negara berupaya untuk menjamin
kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya dan bermakna. Generasi
penerus tersebut diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan bangsa yang
senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa,
Negara, dan hubungan internasional.

Kompetensi lulusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah


didapatnya tindakan cerdas yang penuh tanggung jawab dari seorang warga negara
dalam berhubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup
bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah
bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan diharapkan dapat membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh
rasa tanggung jawab. Sikap ini disertai dengan perilaku yang : Beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghayati nilai–nilai falsafah bangsa;
berbudi pekerti luhur, berdisiplin; rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan
kewajibannya sebagai warga negara; serta bersifat profesional yang dijiwai oleh
kesadaran bela negara.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berupaya memberikan


semangat perjuangan kepada genegarasi muda bangsa Indonesia dalam mengisi
kemerdekaan dan menghadapi globalisasi yang penuh tantangan. Generasi muda
sebagai warga negara Indonesia dan sebagai penerus cita-cita bangsa perlu
memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, bersikap dan berperilaku positif, cinta
tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan
peribadi dan golongan dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan
melalui : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran
secara wajib, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib dan
pengabdian sesuai profesi Pasal 9 ayat (2) UU No.3 Tahun 2002 Tentang
Pertahanan Negara:

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki peran penting  dalam


kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah bentuk pengemblengan individu-individu agar mendukung dan memperkokoh
komunitas politik sepanjang komunitas politik itu adalah hasil kesepakatan. PPKn
senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai dan tujuan pendidikan (educational values
and aims) sebagai faktor struktural utama (David Kerr, 1999). Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan bukan semata-mata membelajarkan fakta tentang lembaga
dan prosedur kehidupan politik tetapi juga persoalan jati diri dan identitas bangsa
(Kymlicka, 2001).

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkontiribusi penting


menunjang tujuan bernegara Indonesia.  Pendidikan Pancasila dan Kewarga-
negaraan secara sistematik adalah untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


diharapkanakan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan
selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dalam hubungan
internasional serta memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan
memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air berdasarkan
Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta
perilaku yang cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam
diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung
jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pengembangan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan pembekalan kepada
peserta didik di Indonesia yang diantaranya dilakukan melalui Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar
(sebagai aplikasi nilai dalam kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen kurikulum perguruan tinggi.
Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela negaraakan terwujud
dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi
dan hak asasi manusia sungguh–sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai
dengan kehidupannya sehari–hari.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang berhasil akan
membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta
didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1.    Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai
falsafah bangsa
2.    Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.    Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban sebagai warga negara.
4.    Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5.    Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan
kemanusiaan, bangsa dan negara.

Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga negara Republik


Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–
masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten
dan berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan
dalam Pembukaan UUD 1945 “.

Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini
disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan,
kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara
serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta
mandiri. 

C.   Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi


Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi
berupaya menanamkan sikap kepada mahasiswa sebagai calon intelektual
dan penerus cita-cita bangsa agar;
1.    Memiliki wawasan dan kesadaran kebangsaan dan rasa cinta tanah air  sebagai
perwujudan warga negara Indonesia yang bertanggung jawab atas kelangsungan
hidup bangsa dan negara
2.    Memiliki wawasan dan penghargaan terhadap keanekaragaman masyarakat
Indonesia sehingga mampu berkomunikasi baik dalam rangka meperkuat integrasi
nasional
3.    Memiliki wawasan, kesadaran dan kecakapan dalam melaksanakan hak, kewajiban,
tanggung jawab dan peran sertanya sebagai warga negara yang cerdas, trampil dan
berkarakter
4.    Memiliki kesadaran dan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia serta
kewajiban dasar manusia sehingga mampu memperlakukan warga negara secara
adil dan tidak diskriminatif
5.    Berpartisipasi aktif membangun masyarakat Indonesia yang  demokratis dengan
berlandaskan pada nilai dan budaya demokrasi  yang bersumber pada Pancasila
6.    Memiliki  pola sikap,  pola pikir dan pola perilaku yang mendukung ketahanan
nasional Indonesia serta mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan
perkembangan zaman demi kemajuan bangsa

Penjelasan Pasal 37 Ayat (1) UU RI No.20 Tahun 2003: " Pendidikan


Pancasila dan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Tujuan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan di perguruan tinggi (Menurut SKep
Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep./2002. Agar mahasiswa:
1.    Memiliki motivasi menguasai materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2.    Mampu mengkaitkan dan mengimplementasikan dalam peranan dan kedudukan
serta kepentingannya, sebagai individu, anggota keluarga/masyarakat dan
warganegara yang terdidik.
3.    Memiliki tekad dan kesediaan dalam mewujudkan kaidah-kaidah nilai berbangsa dan
bernegara untuk menciptakan masyarakat madani.

D.   Visi Misi, Materi dan Urgensi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
1.    Visi Misi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Visi; Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah
merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyeleng-garaan
program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya
mejadi manusia Indonesia seutuhnya.
Misi; Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan adalah membantu mahasiswa
memantapkan kepribadiannya sebagai warga negara Indonesia yang baik dan
bertanggungjawab, tahu akan hak dan kewajibannya, agar secara konsisten mampu
mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan
seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral.

2.    Materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


         Materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan meliputi hubungan antara
warganegara dan negara, serta pendidikan pendahuluan bela negara yang semua
ini berpijak pada nilai-nilai budaya serta dasar filosofi bangsa. Tujuan utama
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan
dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, memiliki sikap dan perilaku
cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia, mengandung makna
bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan
kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan sosial.

Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya


merupakan sumber hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber
hukum dasar secara objektif Pancasila merupakan suatu pandangan  hidup,
kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana
kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah
dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri negara ini menjadi  lima sila yang
ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia.

Unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) Pancasila tidak lain adalah


diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini
merupakann kausa materialis (asal bahan) Pancasila. Unsur-unsur Pancasila
tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga
Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan negara
Indonesia.
Tulisan ini berupaya memberikan semangat perjuangan kepada bangsa
Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi yang mendunia.
Generasi muda sebagai warga negara Indonesia dan sebagai penerus cita-cita
bangsa perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, bersikap dan
berperilaku positif, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa di atas kepentingan peribadi dan golongan dalam rangka bela negara demi
utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3.    Pengertian dan Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan


Istilah Kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan
segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban
negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-
Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, Kewarganegaraan adalah segala
hal-ikhwal yang berhubungan dengan negara.
Kewarganegaraan dapat dibedakan dalam dua artian yaitu Kewarganegaraan
dalam arti “Yuridis Sosiologis” dan Kewarganegaraan dalam artian “Formil Materil”
sebagai berikut:
a. Kewarganegaraan dalam artian “Yuridis - Sosiologis”
1.    Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara
orang-orang dengan negara.
2.    Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi
dalam ikatan emosionaL, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib,
ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
b. Kewarganegaraan dalam arti “Formil-Materil”.
1.    Kewarganegaraan dalam arti “formil” menunjukkan pada tempat kewarganegaraan
itu berdomisili. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada
hukum publik.
2.    Kewarganegaraan dalam arti “materil” menunjukkan pada akibat hukum dari status
kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.

Jika dikaitkan dengan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional


Pendidikan, (SNP) maka Standar isi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
adalah berkontelasi pada pengembangan nilai-nilai keluhuran sebagai berikut:
1.    Nilai-nilai cinta tanah air;
2.    Kesadaran berbangsa dan bernegara;
3.    Keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara;
4.    Nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5.    Kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
6.    Kemampuan awal bela negara.
Setiap warganegara hakekatnya dituntut untuk dapat hidup berguna dan
bermakna bagi negara dan bangsanya. Untuk itu diperlukan bekal ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) yang berlandaskan pada  nilai-nilai
agama, moral dan budaya bangsa. Fungsinya adalah sebagai  panduan dan
pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan  bernegara. Dalam
konteks Pendidikan Kewarganegaraan nilai budaya bangsa menjadi pijakan utama,
karena tujuan pembelajaran ialah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran
bernegara, juga sikap dan  perilaku cinta tanah air yang bersendikan budaya
bangsa.
Pendidikan Kewargaan (civic education) sesungguhnya bukanlah agenda
baru di muka bumi burung garuda ini. Hanya saja, proses globalisasi yang melanda
dunia pada dekade akhir abad ke-20 telah mendorong munculnya pemikiran baru
tentang Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai negara. Di Eropa, Dewan Eropa
telah memprakarsai proyek demokratisasi untuk menopang pengembangan
kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan. Hal yang sama juga terjadi di Australia,
Canada, Jepang dan negara Asia lainnya.

Di Amerika Serikat pendidikan kewarganegaraan diatur dalam  kurikulum


sosial selama satu tahun, yang pelaksanaannya diserahkan kepada negara-negara
bagian. Materi yang diajarkan diarahkan pada :
1.    Bagaimana menjadi warga yang produktif dan sadar akan haknya  sebagai warga
Amerika dan warga dunia.
2.    Nilai-nilai dan prinsip demokrasi konstitusional.
3.    Kemampuan mengambil keputusan selaku warga masyarakat demokratis dan
multikultural di tengah dunia yang saling tergantung.
 
Di Australia, Pendidikan Kewarganegaraan ditekankan pada konteks
discovering democracy, yaitu:
 1). Prinsip, proses dan nilai demokrasi
 2). Proses pemerintahan dan
 3). Keahlian dan nilai partisipasi aktif di masyarakat.

Sedangkan di Negara-negara Asia sperti Jepang misalnya, materi Pendidikan


Kewarganegaraan ditekankan pada Japanese history, ethics dan philosophy. Di
Filipina materi difokuskan pada : Philipino, family planning, taxation and landreform,
Philiphine New Constitution dan study of  humanity (Kaelan, 2003:2). Hongkong
menekankan pada nilai-nilai Cina, keluarga, harmoni sosial, tanggung jawab moral,
mesin politik Cina dan lain-lain. Taiwan menitikberatkan pada pengetahuan
kewarganegaraan (disusun berdasarkan psikologi, ilmu sosial, ekonomi, sosiologi,
hukum dan budaya); perilaku moral (kohesi sosial, identitas nasional dan
demokrasi); dan menghargai budaya lain. Thailand, berusaha :
 1. Menyiapkan pemuda menjadi warga bangsa dan warga dunia yang baik.
 2. Menghormati orang lain dan ajaran Budha.
 3. Menanamkan nilai-nilai demokrasi dengan raja sebagai kepala negara.

Beberapa negara yang lain juga mengembangkan studi sejenis, yang dikenal
dengan nama Civic Education. Dari sini terlihat bahwa secara umum pendidikan
kewarganegaraan di negara-negara Asia lebih menekankan pada aspek moral
(karakter  individu), kepentingan komunal, identitas nasional dan perspektif
internasional, sedangkan Amerika dan Australia lebih difokuskan pada pentingnya
hak dan tanggung jawab individu, sistim dan proses demokrasi, HAM dan ekonomi
pasar (Sobirin, 2003:11-12).
Pendidikan  Kewarganegaraan sudah ada sejak zaman Presiden Soekarno.
Di era Soekarno, pendidikan kewarganegaraan dikenal dengan Pendidikan Civic.
Demikian pula masa Presiden Soeharto, pendidikan kewarganegaraan sangat
intensif dilakukan dengan bermacam nama dan tingkatan. Sayangnya, pelaksanaan
pendidikan kewarganegaraan semasa Orde Baru, seperti Pendidikan Moral
Pancasila (PMP) dan Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(P4), ternyata tidak selamanya sejalan dengan impian luhur kemanusiaan yang
terkandung dalam dasar negara Pancasila. Budaya dan praktik penyalahgunaan
kekuasaan serta meningkatnya korupsi di kalangan elite politik dan pelaku bisnis
sejak masa Orde Baru hingga kini bisa menjadi fakta nyata gagalnya pendidikan
kewarganegaraan masa lalu. Hal itu menimbulkan suatu pertanyaan besar, apa ada
yang salah dengan Pendidikan Kewarganegaraan di Indoesia? Apakah pendidikan
kewarganegaraan hanya sekedar menjadi formalitas belaka yang tidak memiliki nilai
apapun di dalamnya? Mengapa nilai urgensitas pendidikan kewarganegaraan
menjadi begitu rendah? dan banyak lagi pertanyaan lainnya.

E.   Manfaat Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan


          Sebagai warga negara yang baik perlu mengetahui apa urgensi dan manfaat
dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sesungguhnya banyak manfaat yang
bisa diambil dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pertama adalah untuk
mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga negara yang akhirnya dapat
menempat diri pada posisi yang tepat sebagai warga negara. Setelah mengetahui
dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang mesti didapatkan, maka
sebagai warganegara yang baik dapat menjalankan perannya dengan penuh rasa
tanggung jawab sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta
menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Setiap
warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lainnya tanpa
terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari
berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan
kehidupan. Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran
kewarganegaraan dapat dijadikan motivasi untuk memiliki sifat nasionalisme dan
patriotisme yang tinggi. Artinya setelah mengerti peran dan keadaan negara,
seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan baangsa
serta rela berkorban demi bangsa dan negara. Dengan mempelajari Pendidikan
kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai
ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya.
Disadari atau tidak, dasar negara Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk
nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadi pedoman dalam
berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan
kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu
indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan. Manfaat selanjutnya adalah
suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu
sebagai warga negara diharapkan memiliki kesadaran dan kemampuan dalam
usaha bela negara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis
bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan
negara. Syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur dengan undang-undang.”
Sebagai warga negara yang baik kita wajib ikut serta dalam usaha bela negara dari
segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari
luar maupun dari dalam.

Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai
bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus
dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara
tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya
ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta
membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun mempelajari mata
kuliah Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan atau mengikuti kegiatan ekstra
klurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka dan sebagainya. Itu semua
merupakan manfaat yang didapatkan setelah mempelajari Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus
disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat
menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan
keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

          Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan


kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di
dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami
semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya
sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penindaklanjutan. Dalam hal
ini yang perlu tekankan adalah adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu,
khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan itu sendiri.
         
Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu buta” Ilmu tanpa amal, pincang…”
Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi
arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita
lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita
berjalan tanpa tahu arah dan tujuan yang jelas. Dengan menghubungkannya dengan
topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu
penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan. Begitu banyak
orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka
lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.
         
Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia.
Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada
saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja
tanpa pengamalan. Dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi
mengapa dalam praktiknya nol. Karena banyak warga negara yang hanya
menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung
menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu
penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak
tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD
sudah diajarkan apa yang harus dilakukan untuk menjawab soal – soal
kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan
yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan
nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa
banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap
begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan
merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak
bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa. Tidak ada yang melarang
siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan
yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan
yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri
dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau
tahu (pengamalan yang salah). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki
keadaan malah menjadikan keadaan semakin terpuruk.

Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal.
Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan,
memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar
melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, bahwa negara ini akan menjadi
negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan oleh
para pendiri negara ini.

ALASAN MASIH DIPERLUKANNYA PANCASILA DI PERGURUAN TINGGI

Saat ini mungkin ideologi bangsa indonesia telah luntur, mengapa demikian??? Mungkin
adanya beberapa faktor yang membuat para warga indonesia telah melupakan PANCASILA.
Contohnya disini adalah melemahnya persatuan di dalam masyarakat dan kurangnya
kepercayaan rakyat kepada pemerintah sehingga banyak rakyat yang menentang aturan
pemerintah sehingga menimbulkan suatu masalah yang berujung perang saudara.

Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan di semua jenjang pendidikan di Indonesia adalah


implementasi dari UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 9 ayat (2)
yang menyatakan bahwa setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan di Indonesia Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Di tingkat Pendidikan Dasar hingga Menengah, substansi Pendidikan Kewarganegaraan


digabungkan dengan Pendidikan Pancasila sehingga menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn). Untuk Perguruan Tinggi Pendidikan Kewarganegaraan diajarkan
sebagai MKPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian).

Kompetensi yang diharapkan dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan antara lain:

a. agar mahasiswa mampu menjadi warga negara yang memiliki pandangan dan komitmen
terhadap nilai-nilai demokrasi dan HAM.

b. agar mahasiswa mampu berpartisipasi dalam upaya mencegah dan menghentikan berbagai
tindak kekerasan dengan cara cerdas dan damai.

c. agar mahasiswa memilik kepedulian dan mampu berpartisipasi dalam upaya


menyelesaikaN konflik di masyarakat dengan dilandasi nilai-nilai moral, agama, dan nilai-
nilai universal.

d. agar mahasiwa mampu berpikir kritis dan objektif terhadap persoalan kenegaraan, HAM,
dan demokrasi.
e. agar mahasiswa mampu memebrikan kontribusi dan solusi terhadap berbagai persoalan
kebijakan publik.

f. agar mahasiswa mampu meletakkan nilai-nilai dasar secara bijak (berkeadaban).

Ke depan, guna menguatkan pancasila sebagai vision of state, paling tidak ada dua persoalan
yang penting menjadi agenda bersama. Pertama, membumikan Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Membumikan Pancasila berarti menjadikan nilai-
nilai Pancasila menjadi nilai-nilai yang hidup dan diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari. Pancasila yang sesungguhnya berada dalam tataran filsafat harus diturunkan ke
dalam hal-hal yang sifatnya dapat diimplementasikan. Sebagai ilustrasi, nilai sila kedua
Pancasila harus diimplementasikan melalui penegakan hukum yang adil dan tegas. Contoh,
aparat penegak hukum harus tegas dan tanpa kompromi menindak pelaku kejahatan,
termasuk koruptor. Tanpa penegakan hukum yang tegas, Pancasila hanya rangkaian kata-kata
tanpa makna dan nilai serta tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Kedua, internalisasi nilai-nilai Pancasila, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal
(masyarakat). Pada tataran pendidikan formal, perlu revitalisasi mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan (dulu pendidikan moral pancasila) di sekolah. Pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan selama ini dianggap banyak kalangan “gagal” sebagai media penanaman
nilai-nilai Pancasila. Pembelajaranpendidikan kewarganegaraan sekadar menyampaikan
sejumlah pengetahuan (ranah kognitif), sedangkan ranah afektif dan psikomotorik masih
kurang diperhatikan. Ini berakibat pembelajaran pendidikan kewargs negaraan cenderung
menjenuhkan siswa. Hal ini diperparah dengan adanya anomali antara nilai positif di kelas
yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi dalam realitas sehari-hari.

Iklan

Anda mungkin juga menyukai