Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH INDIVIDU

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT BUSUNG LAPAR

OLEH

KEZIA MELVA

J1A119137

EPIDEMIOLOGI 2019

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Epidemiologi Penyakit Busung Lapar” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Epidemiologi Gizi.

Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan khususnya
dalam bidang epidemiologi suatu penyakit, serta pembaca dapat mengetahui bagaimana dan apa
sebenarnya epidemiologi penyakit itu khususnya pada penyakit busung lapar.

Menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dan kelebihan dari makalah ini, untuk menciptakan makalah selanjutnya yang lebih
baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama
proses penyusunan makalah ini.

Kendari, 04 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 3
C. Tujuan ............................................................................................................................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 4

A. Definisi Busung Lapar ................................................................................................................. 4


B. Faktor Penyebab Kejadian Busung Lapar di Indonesia ........................................................... 5
C. Alasan Penyakit Busung Lapar Masih Ada di Indonesia ......................................................... 6
D. Segitiga Epidemiologi Penyakit Busung Lapar ........................................................................ 8
E. Five Levels of Prevention Busung Lapar .................................................................................. 9
F. Program Pemerintah Dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Busung Lapar di
Indonesia ............................................................................................................................................. 14

BAB IV PENUTUP ...................................................................................................................... 16

A. Kesimpulan ................................................................................................................................. 16
B. Saran ............................................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa usia dini merupakan masa emas dalam kehidupan anak, dimana anak mampu
menyerap berbagai informasi yang masuk dengan sangat mudah. Dalam tahap ini sering
disebut dengan golden eag. Proporsi otak anak masih sangat optimal dalam menerima
berbagai hal. Oleh sebab itu, daya piker anak usia dini perlu untuk dikembangkan dengan
berbagai macam mengoptimalkan berbagai jenis perkembangan, baik dari perkembangan
fisik maupun dengan perkembangan emosional (Aisyah, 2021).
Pengoptimalan daya pikir anak dan otak anak tidak lepas dari gizi yang diperoleh anak
sejak dini. Perkembangan anak pada hakekatnya telah dimulai sejak anak dilahirkan ke
dunia, bahkan sebagian besar pakar pendidikan meyakini bahwa perkembangan seorang anak
dimulai sejak terjadinya konsepsi yang merupakan pertemuan antara sel telur dan sel sperma
dari kedua orang tua. Karena itu perlunya memperhatikan gizi anak dari ibu yang sedang
hamil sampai anak lahir hingga dewasa (Aisyah, 2021).
Anak-anak yang kurang mendapatkan pemenuhan gizi yang baik tentunya akan
mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Anak-anak dengan gizi
yang buruk akan berdampak bagi pertumbuhan fisik maupun pertumbuhan mentalnya. Gizi
buruk adalah bentuk terparah atau akut merupakan keadaan kekurangan gizi tingkat berat
yang disebabkan oleh rendahnya tingkat konsumsi energi, protein serta makanan sehari-hari
dan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, ditandai dengan status gizi atau kondisi
fisik yang sangat kurus (diukur menurut berat badan berbanding tinggi badan) dan tentunya
berdasarkan pemeriksaan secara klinis menunjukkan marasmus, kwashiorkor atau marasmus-
kwashiorkor. Apabila jumlah asupan zat gizinya sesuai dengan kebutuhan yang dibutukan
oleh tubuh disebut gizi seimbang (gizi baik), tetapi bila asupan gizi yang dibutuhkan oleh
tubuh lebih rendah maka disebut gizi kurang, sedangkan apabila asupan zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh sangat kurang disebut dengan gizi buruk. Keadaan kurang zat gizi
tingkat berat yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu
yang cukup lama yang ditandai dengan berat badan menurun menurut umur (Aisyah, 2021).

1
Busung lapar merupakan kondisi yang termasuk dalam kategori gizi buruk atau
malnutrisi, di mana tubuh kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini
membuat seseorang rentan mengalami infeksi parah dan menderita berbagai penyakit yang
dapat berujung kematian. Busung lapar adalah istilah awam untuk menggambarkan dua
bentuk kondisi malnutrisi, yaitu kwashiorkor dan marasmus. Malnutrisi terjadi ketika tubuh
mengalami kekurangan nutrisi penting yang mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
dan mineral. Dalam kasus busung lapar, kekurangan nutrisi sudah berlangsung dalam waktu
yang cukup lama. Orang yang tidak mendapatkan cukup makanan dan sering mengalami
kelaparan dalam jangka panjang, dapat mengalami kekurag gizi. Bila kurang gizi dibiarkan,
dapat berlanjut menjadi busung lapar (Murtopo, 2019).
Kondisi ekonomi dan pendapatan yang sangat rendah membuat beberapa kelompok
masyarakat sangat sulit memenuhi kebutuhan gizi keluarganya. Konsumsi pangan sangat
ditentukan pola pengeluaran rumah tangga dan dengan kondisi pendapatan yang rendah
membuat masyarakat sulit memenuhi kebutuhan tersebut. Jika kondisi ini dibiarkan, akan
menyebabkan generasi masa depan dari keluarga tersebut menjadi tidak bermutu. Hal ini
mengkhawatirkan sumber daya manusia (SDM) di suatu masyarakat akan kehilangan
generasi yang berkualitas di masa depan. Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana
strategi keluarga, terutama kaum wanitanya dalam memperkokoh ekonomi guna memenuhi
kebutuhan pangan dan kecukupan gizi rumah tangganya (Murtopo, 2019).
Meningkatnya prevalensi kekurangan gizi di Indonesia menimbulkan dugaan batasan
akses pangan, baik dari sisi akses ke pasar maupun akses secara ekonomi berpengaruh
terhadap beban ganda malnutrisi. Fakta nyata yang terjadi di Indonesia bahwa status gizi
pada anak-anak Indonesia sangatlah memprihatinkan dengan masih banyaknya anak yang
kekurangan gizi, mengalami efisiensi Vitamin D dengan keadaan bentuk tubuh yang pendek
dan kurus, dan juga menderita anemia. Kekurangan energi dan protein/KEP pada anak masih
menjadi masalah gizi dan juga kesehatan di masyarakat Indonesia. Hal ini berpengaruh
terhadap tingkat kematian bayi. WHO menyatakan 50% kematian anak bayi dan anak terkait
gizi kurang dan juga gizi buruk. Oleh sebab itu, masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan
tepat (Murtopo, 2019).

2
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan busung lapar?
2. Apa saja faktor penyebab kejadian busung lapar di Indonesia?
3. Mengapa masalah gizi (busung lapar) masih terjadi di Indonesia?
4. Bagaimana segitiga epidemiologi penyakit busung lapar?
5. Bagaimana Five Levels of Prevention penyakit busung lapar?
6. Apa saja program yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi
penyakit busung lapar di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi busung lapar
2. Untuk mengetahui faktor penyebab kejadian busung lapar di Indonesia
3. Untuk mengetahui alasan masalah gizi (busung lapar) masih marak terjadi di Indonesia
4. Untuk mengetahui segitiga epidemiologi penyakit busung lapar
5. Untuk mengetahui Five Levels of Prevention penyakit busung lapar
6. Untuk mengetahui apa saja program yang dilakukan pemerintah untuk mencegah dan
menanggulangi penyakit busung lapar di Indonesia

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Busung Lapar
Busung lapar merupakan kondisi yang termasuk dalam kategori gizi buruk atau
malnutrisi, di mana tubuh kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini
membuat seseorang rentan mengalami infeksi parah dan menderita berbagai penyakit yang
dapat berujung kematian
Busung lapar adalah istilah awam untuk menggambarkan dua bentuk kondisi malnutrisi,
yaitu kwashiorkor dan marasmus. Malnutrisi terjadi ketika tubuh mengalami kekurangan
nutrisi penting yang mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Malnutrisi
ini bisa dialami oleh siapapun mulai dari anak-anak, orang dewasa, bahkan ibu hamil.
Kekurangan salah satu nutrisi penting sudah bisa disebut malnutrisi
Busung lapar merupakan penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam tubuh.
Busung lapar atau Honger Oedema disebabkan cara bersama atau salah satu dari simtoma
marasmus dan kwashiorkor adalah sebuah fenomena penyakit di Indonesia bisa diakibatkan
karena kekurangan protein kronis pada anak-anak yang sering disebabkan beberapa hal,
antara lain anak tidak cukup mendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat asupan gizi
yang memadai dan anak mungkin menderita infeksi penyakit
Dalam kasus busung lapar, kekurangan nutrisi sudah berlangsung dalam waktu yang
cukup lama. Orang yang tidak mendapatkan cukup makanan dan sering mengalami kelaparan
dalam jangka panjang dapat mengalami kekurangan gizi. Bila kurang gizi ini dibiarkan, dapat
berlanjut menjadi busung lapar
Masalah gizi merupakan penentu utama dari kualitas sumber daya manusia. Oleh
karena itu status gizi digunakan sebagai salah satu indikator dalam pembangunan di
bidang kesehatan. Defisiensi gizi terjadi pada anak yang kurang mendapatkan masukan
makanan yang cukup bergizi dalam waktu yang lama. Tidak cukup asal anak
mendapatkan makanan yang banyak, tetapi harus mengandung nutrisi yang cukup, yaitu
karbohidrat, protein, mineral dan air

4
B. Faktor Penyebab Kejadian Busung Lapar di Indonesia
Menurut Par’I, dkk., (2017), timbulnya permasalahan gizi akibat kesenjangan yang
terjadi akibat keadaan gizi yang diharapkan tidak sesuai dengan keadaan gizi sekarang yang
dialami. Ada beberapa hal yang menyebabkan timbulkan permasalahan gizi. Gangguan
pemanfaatan gizi dalam tubuh melalui makanan tergantung dari apa yang dikonsumsi dan
gangguang pemanfaatan tubuh. Adapun faktor yang mempengaruhi ada 2 yaitu faktor primer
dan juga sekunder.
1. Faktor secara primer, merupakan faktor yang menyebabkan zat gizi tidak cukup yang
dapat mengakibatkan terjadinya penyakit busung lapar, dikarenakan:
a. Kebiasaan makan yang salah karena pembentukan atas kebiasaan makanan yang
disukai;
b. Kurangnya ketersediaan pangan keluarga sehingga di dalam keluarga tidak
memperoleh makanan yang cukup bagi anggota keluarga;
c. Kemiskinan yang dapat mengakibatkan kemampuan keluarga untuk menyiapkan
makanan bagi anggota keluarga;
d. Pengetahuan yang rendah akan pentingnya kecukupan zat gizi sehingga pemenuhan
gizi untuk keluarga kurang.
2. Faktor secara sekunder, yaitu faktor yang mempengaruhi pemanfaatan zat gizi,
dikarenakan:
a. Gangguan pada pencernaan makanan sehingga tidak dapat dicerna oleh tubuh secara
sempurna yang mengakibatkan kurangnya kebutuhan tubuh;
b. Gangguan penyerapan (absorbsi) merupakan zat gizi seperti parasite atau penggunaan
obat-obatan tertentu;
c. Gangguan pada metabolisme zat gizi dimana keadaan karena gangguan liver, atau
penggunaan obat-obatan tertentu sehingga dapat mengganggu tubuh;
d. Gangguan akibat ekskresi dikarenakan terlalu banyak kencing atau terlalu banyak
untuk mengeluarkan keringat.
Menurut Par’I, dkk., (2017), timbulnya masalah gizi ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan seseorang mengalami permasalahan pada gizi di antaranya:

5
1. Teori Unicef
Berdasarkan teori dari Unicef bahwa permasalahan gizi dapat ditimbulkan baik secara
langsung dan juga secara tidak langsung. Adapun secara langsung meliputi asupan
makanan dan penyakit yang diderita, sedangkan untuk permasalahan gizi yang
disebabkan karena faktor tidak langsung yaitu kurangnya ketersediaan pangan tingkat
rumah tangga, perilaku atau asuhan ibu dan anak yang kurang, kurangnya pelayanan
kesehatan, dan lingkungan yang tidak sehat.
2. Teori Segitiga Penyebab Masalah
Teori segitiga penyebab masalah yaitu teori tentang hubungan timbal balik antar faktor
pertama, yaitu penjamu dimana faktor-faktor yang ada di dalam diri manusia dapat
mempengaruhi keadaan gizi di antaranya keturunan, umur, jenis kelamin, dan lain
sebagainya. Faktor yang kedua adalah agen, dimana baik ada maupun tidak ada dapat
mempengaruhi timbulnya masalah gizi pada manusia, misalnya zat gizi. Faktor ketiga
yaitu lingkungan, dimana lingkungan dapat mempengaruhi keadaan gizi seseorang.
Keadaan lingkungan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu lingkungan fisik (cuaca, iklim,
tanah, air), lingkungan biologis (kepadatan penduduk sehingga kebutuhan pangan
meningkat dan mengakibatkan kelangkaan bahan makanan), lingkungan sosial ekonomi
(pekerjaan, tingkat urbanisasi, perkembangan ekonomi, dan juga bencana alam).
Ketidakseimbangan faktor tersebut dapat mengakibatkan timbulnya permasalahan gizi
hingga berujung menjadi penyakit busung lapar.

C. Alasan Penyakit Busung Lapar Masih Ada di Indonesia


Busung lapar atau kekurangan gizi masih menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah
Indonesia. Sebab, masalah kesehatan juga dinilai berkaitan erat dengan faktor kemiskinan.
Kendati angka kemiskinan dinyatakan turun dan intervensi kesehatan telah dilakukan, namun
kasus kekurangan gizi masih terjadi. Tidak hanya daerah terpencil, kota besar pun tidak luput
dari kasus kekurangan gizi. Kejadian Luar Biasa (KLB) mengenai kekurangan gizi terus
menjadi sorotan. Berdasarkan keterangan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kemenkes RI, KLB dipicu oleh minimnya aksebilitas kesehatan dan pangan, minimnya
pengetahuan masyarakat mengenai gizi, dan buruknya masalah sanitasi. Selain itu, kendala

6
utama penanganan wabah adalah kondisi medan yang sangat berat. Sulitnya akses jalan dan
jarak tempuh menjadikan penanganan terkesan lambat.
Kasus busung lapar terus ditemukan di sejumlah daerah di Indonesia. Para bayi berusia di
bawah lima tahun yang kurang gizi ini umumnya berasal dari keluarga miskin yang belum
pernah tersentuh bantuan pemerintah. Di Indonesia sendiri, permasalahan gizi masih harus
difokuskan pada pemenuhan zat gizi yang mana masih ditemukan kondisi defisiensinya,
seperti kekurangan protein, asam lemak esensial, zat besi, kalsium, yodium, zink, asam folat,
serta vitamin A dan D. Dalam kasus ini, pengetahuan lokal terkait masalah gizi sangat
diperlukan bagi masyarakat. Pentingnya pemenuhan gizi di awal kehidupan bagi
pertumbuhan positif generasi sebuah bangsa sudah terlihat di berbagai negara. Pemenuhan
gizi awal kehidupan diangga sebagai modal untuk membangun hidup sehat, cerdas, dan
produktif bagi generasi mendatang yang harus menjadi perhatian semua negara, termasuk
Indonesia.
Ketahanan pangan secara nasional dari waktu ke waktu telah membaik. Sebagian besar
produksi pangan mengalami peningkatan dan rasion impor pangan terhadap ketersediaan
pangan dalam negerti juga relatif kecil. Bahkan ketersediaan pangan dalam bentuk energi dan
protein sudah melebihi dari yang dianjurkan. Namun, dengan memperhatikan kinerja
ketahanan pangan secara nasional saja tidaklah cukup. Kenyataannya, permasalahan kurang
gizi dan kualitas sumber daya manusia muncul dimana-mana.
Dari aspek penyebab, busung lapar di Indonesia masih terjadi karena sangat terkait
dengan kondisi daya beli keluarga, tingkat pendidikan dan pola asupan gizi keluarga serta
keadaan kesehatan. IPM merupakan Indeks Komposit yang terdiri dari umur harapan hidup,
tingkat melek huruf dan pendapatan per kapita. Kondisi ini menunjukkan bahwa setiap
daerah di Indonesia mempunyai permasalahan yang berbeda-beda sebagai akibat perbedaan
penguasaan teknologi, kelembagaan pendukung, sumber daya alam, sumber daya manusia
dan infrastruktur fisik yang berbeda. Adanya perbedaan-perbedaan permasalahan dan potensi
atau sumber daya di setiap daerah tersebut, mengharuskan kebijakan pangan terutama terkait
dengan ketahanan pangan tidak bisa lagi dilihat secara general atau nasional, tetapi harus
spesifik terhadap daerah serta program-program untuk menurunkan angkat busung lapar atau
kekurangan gizi ini dapat dilaksanakan dengan baik, tepat sasaran dan berdampak nyata.

7
Berdasarkan data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, prevalensi balita Indonesia yang
mengalami gizi kurang sebanyak 14,0 persen. Sementara, gizi baik pada balita sebanyak 84,0
persen. Data PSG tersebut diperoleh berdasarkan sampling terhadap 170 ribu balita di 514
kabupaten/kota di Indonesia. Hal ini akan menjadi perhatian lebih bagi pemerintah dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan terjadinya penyakit busung lapar atau kekurangan
gizi di Indonesia agar tepat sasaran.

D. Segitiga Epidemiologi Penyakit Busung Lapar


Segitiga epidemiologi atau yang umumnya dikenal dengan istilah trias epidemiologi
merupakan konsep dasar yang memberikan gambaran penjelasan mengenai hubungan 3
faktor utama yang berkontribusi dalam terjadinya penyakit dan masalah kesehatan lainnya. 3
faktor utama tersebut terdiri dari host (tuan rumah/pejamu), agent (faktor penyebab), dan
environment (lingkungan) (Aini, Febrina, & Margareta, 2017).
Hubungan antara ketiga faktor utama ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang
berada dalam keseimbangan (disequilbrium) pada seseorang yang sehat. Model segitiga
epidemiologi menggambarkan relasi 3 komponen penyakit yaitu pejamu, penyebab, dan
lingkungan perubahan pada suatu komponen akan mengakibatkan perubahan keseimbangan
yang pada gilirannya akan mempengaruhi kejadian penyakit (Aini, Febrina, & Margareta,
2017).
Menurut model segitiga epidemiologi ini, apabila terjadi gangguan terhadap
keseimbangan hubungan segitiga inilah yang akan menimbulkan status sakit. Untuk trias
epidemiologi penyakit busung lapar sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Host
Host adalah manusia yang kemungkinan terpapar atau berisiko terhadap suatu
penyakit. Dalam gizi buruk (busung lapar) manusia berperan sebagai host atau pejamu.
Dalam hal ini yang rentan terkena penyakit ini adalah balita, karena daya tahan tubuh
balita masih sangat rentan.
2. Agent
Agent adalah penyebab utama terjadinya suatu penyakit. Dalam hal ini yang
menjadi agent adalah zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan, akibat terjadinya

8
penyebab yang mengakibatkan infeksi, keluarga miskin, ketidaktahuan orangtua atas
pemberian gizi yang baik bagi anak, faktor penyakit bawaan pada anak, faktor
ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya
dalam pengolahan pangan dan pengasuhan anak, serta pengelolaan yang buruk dan
perawatan kesehatan yang tidak memadai.
3. Environment
Environment atau lingkungan meliputi lingkungan sosial, lingkungan biologi, dan
lingkungan fisik. Lingkungan sosial yang mempengaruhi host adalah ekonomi rendah
sehingga host tidak mampu mengkonsumsi makanan yang bergizi. Lingkungan biologi
yang mempengaruhi adalah sanitasi atau air bersih yang tidak memadai. Sedangkan
lingkungan fisik yang mempengaruhi adalah keadaan rumah yang kurang baik.
Penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah keluarga miskin.
Keluarga miskin sangat erat hubungannya dengan ekonomi rendah, sehingga host dengan
kondisi ekonomi rendah untuk memenuhi kebutuhan pangannya hanya seadanya tidak
memperhatikan zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan, ditambah dengan sanitasi
atau air bersih yang tidak memadai dan keadaan rumah yang kurang baik. Hal ini
menyebabkan host rentan terkena penyakit gizi buruk termasuk busung lapar terutama
balita, karena daya tahan tubuh balita yang masih sangat rentan terhadap penyakit atau
masalah kesehatan.

E. Five Levels of Prevention Busung Lapar


Menurut Leavel dan Clark, pencegahan penyakit terbagi dalam 5 tahapan, yang sering
disebut Five Levels of Prevention. Adapun Five Levels of Prevention tersebut adalah Health
Promotion (Promosi Kesehatan), Spesific Protection (Perlindungan Khusus), Early Diagnosis
and Prompt Treatment (Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera), Disability Limitation
(Pembatasan Kecacatan), dan Rehabilitation (Rehabilitasi atau Pemulihan) (Lalina,
Ridhayani, & Amini, 2019). Untuk lebih jelasnya, akan dibahas di bawah ini:
1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)
Promosi kesehatan merupakan ujung tombak dari 5 tingkat pencegahan penyakit.
Promosi kesehatan merupakan tahapan yang pertama dan utama dalam hal mencegah

9
penyakit. Singkatnya, perlu ada persamaan persepsi bahwa yang namanya promosi
kesehatan adalah proses memberikan informasi kesehatan kepada masyarakat agar
masayarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Promosi
kesehatan ini sendiri, bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan, yakni perilaku dan
lingkungan yang kondusif bagi kesehatan (Lalina, Ridhayani, & Amini, 2019).
Dalam kasus terjadinya busung lapar di Indonesia, perlu dilakukan penyuluhan
terhadap masyarakat untuk memberi edukasi dan pemahaman kepada masyarakat akan
pentingnya kecukupan gizi bagi tubuh. Tahapan penyuluhan yang dapat dilakukan yaitu
dengan metode AIDCA (Attention, Interest, Desire, Conviction, dan Action).
Dalam kasus ini, suatu kegiatan promosi kesehatan harus mampu membangkitkan
perhatian sasarannya, yaitu masyarakat sehingga muncul minat untuk mengetahui lebih
lanjut tentang kegiatan promosi kesehatan dalam hal ini penyuluhan mengenai
pentingnya menjaga asupan gizi yang cukup (Attention). Dalam hal ini, kita tidak boleh
menekankan paksaan atau tekanan, namun lebih kepada memberikan pendidikan atau
edukasi kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan, apabila dilakukan dengan paksaan atau
tekanan dikhawatirkan penyuluhan ini tidak dapat berjalan dengan baik dan hanya akan
bersifat sementara. Sedangkan bila dilakukan dengan pemberian edukasi, maka bisa
menumbuhkan kesadaran yang alami pada diri masyarakat dan ini akan bermanfaat pada
jangka waktu yang panjang bahkan seumur hidup (Interest). Selanjutnya, jika pemberian
pengetahuan telah dilakukan dengan baik, maka masyarakat akan lebih memahami
mengenai pentingnya kecukupan gizi harian mereka. Hal ini akan menjadikan masyarakat
memiliki keinginan untuk menjaga pola makan, imunitas, menjaga lingkungan dan
kesehatan mereka. Hal ini dapat dilakukan dengan mengelola perekonomian dengan baik
untuk dapat menyediakan bahan pangan yang sehat dan dapat dikonsumsi dengan baik,
menjaga imunitas tubuh agar tidak terkena infeksi dari virus dan bakteri, serta menjaga
lingkungan mereka agar tetap bersih dan sehat untuk mengurangi potensi terserang
penyakit yang dapat menurunkan imun dan tingkat kesehatan (Desire). Lalu berikutnya,
ketika masyarakat telah memiliki minat dan keinginan untuk mencukupi kebutuhan
gizinya, sikap ini akan berlanjut menjadi keyakinan untuk merubah perilakunya.
Berdasarkan pada kesadaran untuk pentingnya menjaga kecukupan gizi dalam keluarga,

10
khususnya bagi anak maka para orangtua akan lebih berhati-hati lagi dalam memberikan
makanan sebagai asupan mereka (Conviction). Setelah masyarakat yakin untuk merubah
perilakunya, harus diiringi dengan tindakan nyata. Pada tahapan ini diperlukan sarana dan
prasarana. Pemberian makanan bergizi berupa sayur-sayuran, buah-buahan, makanan
yang mengandung protein, vitamin dan mineral juga sangat diperlukan.
2. Specific Protection (Perlindungan Khusus)
Perlindungan khusus yang dimaksud dalam tahap ini adalah perlindungan yang
diberikan kepada orang-orang atau kelompok yang berisiko terkena suatu penyakit
tertentu, seperti busung lapar. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar kelompok yang
berisiko tersebut dapat bertahan dari serangan penyakit yang mengincarnya. Oleh karena
itu, perlindungan khusus ini juga dapat disebut kekebalan buatan. Contohnya dalam kasus
penyakit busung lapar ini adalah pemberian imunisasi kepada bayi, pemberian makanan
yang sehat dan bernutrisi untuk menunjang kecukupan gizi, penjagaan terhadap sanitasi
lingkungan, dll (Wardani, 2018).
Upaya perlindungan khusus terhadap penyakit busung lapar atau kekurangan gizi
ini, dapat di lakukan dengan:
a. Memberikan perlindungan terhadap kesehatan ibu, termasuk di dalamnya kecukupan
asupan nutrisi serta faktor lain yang dapat mengakibatnya terganggunya kehamilan
yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan bayi.
b. Pemenuhan hak-hak ibu yang berkaitan dengan peningkatan pengetahuan (edukasi)
gizi seimbang secara terus menerus melalui revitalisasi peran Posyandu.
c. Memperbaiki sistem surveilans gizi untuk menemukan kasus secara tepat dan
melaporkan secara transparan untuk memastikan tercakupnya seluruh ibu dan anak di
bawah dua tahun yang mengalami masalah gizi.
d. Melakukan intervensi gizi sesuai derajat berat ringannya malnutrisi dengan
pendekatan berdasarkan kearifan lokal untuk menjamin kontinuitas intervensi (murah,
mudah, mujarab).
e. Mengurangi pemilihan intervensi yang bersifat instan dengan dampak perbaikan yang
hanya dirasakan dalam jangka waktu pendek (seperti donasi makanan tanpa diikuti
proses pemberdayaan pangan).

11
f. Meningkatkan kedaulatan dan ketahanan gizi dan pangan.
g. Memberdayakan ibu sebagai faktor penentu dalam 1000 hari pertama gizi.
h. Memperkuat kerjasama lintas sektor, mengingat masalah gizi bukan sesuatu yang
berdiri sendiri.
3. Early and Prompt Treatment (Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera)
Diagnosis dini dan pengobatan segera yang tepat dan cepat merupakan langkah
pertama ketika seseorang telah jatuh sakit. Tentu saja sasarannya adalah orang-orang
yang telah terkena penyakit, agar sakit yang dideritanya dapat segera diidentifikasi dan
secepatnya pula diberikan pengobatan yang tepat (Lalina, Ridhayani, & Amini, 2019).
Tindakan ini dapat mencegah orang yang sudah sakit, agar penyakitnya tidak
semakin parah. Perlu kita ketahui, bahwa faktor yang membuat seseorang dapat sembuh
dari penyakit yang dideritanya bukan hanya dipengaruhi oleh jenis obat yang diminum
dan kemampuan tenaga medisnya. Tetapi juga dipengaruhi oleh kapan pengobatan itu
diberikan. Semakin cepat pengobatan diberikan kepada penderita, maka semakin besar
pula kemungkinan untuk sembuh. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dan cepat
juga dapat mengurangi biaya pengobatan dan dapat mencegah kecacatan yang mungkin
timbul jika suatu penyakit dibiarkan tanpa tindakan kuratif (Nath & Kanniammal, 2017).
Busung lapar adalah keadaan dimana seseorang kekurangan gizi atau malnutrisi.
Diagnosis penyakit ini adalah dimulai dengan menanyakan mengenai riwayat kesehatan
kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lainnya. Pada pemeriksaan
fisik, akan dilakukan pencarian ciri fisik yang khas dengan kondisi seperti ruam atau lesi
pada kulit dan pembengkakan pada kaki, telapak kaki, dan perut. Terkadang
pembengkakan juga terjadi pada bagian wajah dan lengan. Selanjutnya, dilakukan
perbandingan berat badan dengan tinggi badan untuk mengetahui apakah terdapat
kekurangan berat badan. Pemeriksaan yang selanjutnya yaitu dengan melakukan tes
darah. Tes darah pada kasus ini biasanya dilakukan untuk mengetahui kadar elektrolit,
kreatinin, protein total, dan prealbumin. Pada kasus busung lapar, biasanya akan
ditemukan kadar gula darah, protein, natrium, dan magnesium rendah.
Pengobatan segera yang dapat dilakukan untuk penderita busung lapar agar tidak
bertambah parah bergantung pada kondisi kesehatan penderita dan tingkat keparahan

12
kekurangan gizi yang dialami. Penanganan yang diberikan meliputi perawatan medis,
pemberian nutrisi dan cairan untuk mencegah dehidrasi. Pengobatan yang dapat
dilakukan adalah dengan pemberian makanan yang diformulasikan khusus, serta
pemantauan kondisi penderita oleh petugas kesehatan. Pola makan yang diterapkan pada
pasien malnutrisi biasanya berupa pemberian makanan yang mengandung banyak kalori
dengan kandungan protein, karbohidrat, dan lemak dengan tambahan camilan di antara
waktu makan, pemberian cairan yang cukup, serta suplemen vitamin dan mineral.
Pemberian makanan perlu dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan
tubuh penderita dalam menyerap nutrisi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi akibat pemberian nutrisi yang terlalu banyak secara tiba-tiba.
4. Disability Limitation (Membatasi atau Mengurangi Kecacatan)
Disability Limitation atau pembatasan kecacatan dan berusaha untuk
menghilangkan gangguan kemampuan berpikir dan bekerja yang diakibatkan suatu
masalah kesehatan dan penyakit. Usaha ini merupakan lanjutan dari usaha early diagnosis
and prompt treatment yaitu dengan pengobatan dan perawatan yang sempurna agar
penderita sembuh kembali dan tidak cacat (tidak terjadi komplikasi). Bila sudah terjadi
kecacatan maka dicegah agar kecacatan tidak bertambah parah dan fungsi dari alat tubuh
yang cacat ini dipertahankan semaksimal mungkin (Lalina, Ridhayani, & Amini, 2019).
Dalam kasus penyakit busung lapar, upaya pembatasan kecacatan yang dapat
dilakukan yaitu dengan pengadaan dan peningkatan fasilitas kesehatan dengan
melakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih akurat agar penderita dapat sembuh dengan
baik dan sempurna tanpa ada komplikasi lanjut. Penyempurnaan pengobatan agar tidak
terjadi komplikasi ini diharapkan agar masyarakat mendapat pengobatan yang tepat dan
benar oleh tenaga kesehatan agar penyakit yang diderita tidak menjadi lebih parah. Selain
upaya tersebut, upaya lain yang dapat dilakukan adalah melakukan pendampingan pada
penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara sempurna, baik dalam hal yang
masih wewenang bidan ataupun dalam melakukan rujukan ke tempat-tempat pelayanan
kesehatan yang lebih canggih (rumah sakit yang mampu mengatasi penyakit ini secara
tuntas dan sempurna). Dan upaya yang terakhir adalah memberikan pendidikan kesehatan
untuk masyarakat sejak dini mengenai pentingnya menjaga kecukupan gizi dalam tubuh

13
(preventif). Hal ini diupayakan agar masyarakat memiliki kesadaran yang lebih besar lagi
dalam menangani dan mencegah sejak dini kejadian penyakit busung lapar atau
kekurangan gizi.
5. Rehabilitation (Rehabilitasi atau Pemulihan)
Selanjutnya yang terakhir adalah tahapan rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan
tahapan yang sifatnya pemulihan. Ditujukan kepada kelompok masyarakat yang dalam
masa penyembuhan sehingga diharapkan agar benar-benar pulih dari penyakit dan dapat
beraktifitas dengan normal kembali. Apalagi kalau suatu penyakit sampai menimbulkan
cacat kepada penderitanya, maka tahapan rehabilitasi ini bisa dibilang tahapan yang
menentukan hidupnya ke depan seperti apa nantinya.
Perlu diketahui bahwa dalam tahapan rehabilitasi minimal ada 4 poin yang harus
diperhatikan, yakni pemulihan fisiknya, pemulihan mentalnya, pemulihan status
sosialnya dalam masyarakat, serta pemulihan estetis.
Dalam kasus kejadian penyakit busung lapar, pada tahapan pemulihan ini
masyarakat yang terkena penyakit ini diharapkan bisa memahami metode pemulihan
yang dilakukan, dan diharapkan dapat mematuhi perintah dan saran dari petugas
kesehatan, yaitu dengan cara memenuhi kecukupan nutrisi yang dibutuhkan dengan
mengonsumsi makanan yang sehat secara teratur dan cukup.

F. Program Pemerintah Dalam Mencegah dan Menanggulangi Penyakit Busung Lapar di


Indonesia
Kasus penyakit busung lapar dan kekurangan gizi di Indonesia, sampai saat ini masih
sangat tinggi dan masih menjadi perhatian bagi pemerintah. Dengan adanya kasus busung
lapar, upaya pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi kasus ini masih terus
dilakukan.
Berikut ini adalah beberapa program yang dilakukan pemerintah terkait pencegahan dan
penanggulangan busung lapar di Indonesia (Herlina & Permata, 2019):
a. Program revitalisasi dan refungsionalisasi program kesejahteraan rakyat (kesra), di
antaranya pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK), Posyandu (Pusat Pelayanan
terpadu), apotek hidup, gerakan gotong royong dan orangtua asuh.

14
b. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) dan program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
c. Program Keluarga Harapan (PKH) dan pemberian bantuan sosial (baksos) yang
dilakukan oleh Kementerian Sosial untuk mengentaskan kemiskinan.
Lantas, bagaimana dampak program-program tersebut terhadap upaya pencegahan dan
penanggulangan kasus penyakit busung lapar? Apakah sudah tepat sasaran? Kendati angka
kemiskinan dinyatakan turun dan intervensi kesehatan telah dilakukan, namun kasus
kekurangan gizzi dalam hal ini busung lapar, masih terjadi. Tidak hanya pada daerah pesisir
dan kepulauan, kota besar pun tidak luput dari kasus kekurangan gizi (Murtopo, 2019).
Data yang menunjukkan bahwa kasus penyakit ini masih sangat tinggi, yaitu berdasarkan
data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, prevalensi balita yang mengalami gizi kurang
sebanyak 14,0 persen, sementara gizi baik sebanyak 80,4 persen. Hal ini dipicu oleh
minimnya aksebilitas kesehatan dan pangan, minimnya pengetahuan masyarakat mengenai
gizi, buruknya masalah sanitasi, serta sulitnya akses sarana dan prasana seperti transportasi
dan layanan kesehatan.

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kasus penyakit busung lapar dan kekurangan gizi di Indonesia, sampai saat ini masih
sangat tinggi dan masih menjadi perhatian bagi pemerintah. Dengan adanya kasus busung
lapar, upaya pemerintah untuk mencegah dan menanggulangi kasus ini masih terus
dilakukan. Kendati angka kemiskinan dinyatakan turun dan intervensi kesehatan telah
dilakukan, namun kasus kekurangan gizzi dalam hal ini busung lapar, masih terjadi. Tidak
hanya pada daerah pesisir dan kepulauan, kota besar pun tidak luput dari kasus kekurangan
gizi.
Data yang menunjukkan bahwa kasus penyakit ini masih sangat tinggi, yaitu berdasarkan
data Pemantauan Status Gizi (PSG) 2017, prevalensi balita yang mengalami gizi kurang
sebanyak 14,0 persen, sementara gizi baik sebanyak 80,4 persen. Hal ini dipicu oleh
minimnya aksebilitas kesehatan dan pangan, minimnya pengetahuan masyarakat mengenai
gizi, buruknya masalah sanitasi, serta sulitnya akses sarana dan prasana seperti transportasi
dan layanan kesehatan.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membangun kesadaran dan menambah
pengetahuan serta pemahaman para pembaca untuk mengetahui bagaimana pentingnya
menjaga pola asupan makanan yang bergizi. Diharapkan masyarakat lebih memperhatikan
kesehatan dan pola asupan makan sehari-harinya, serta tetap menjaga kebersihan lingkungan
dan dirinya.
Peran pemerintah juga sangat diperlukan untuk terus mengusahakan program-program
yang bermanfaat, serta melaksanakannya secara maksimal demi mewujudkan Indonesia
sejahtera dan sehat.

16
DAFTAR PUSTAKA
Lalina, G., Ridhayani, H., & Amini, A. (2019). 5 Level of Prevention.
Aini, A. N., Febrina, C., & Margareta, E. (2017). Epidemiologi Riwayat Alamiah Gizi Buruk dan
Upaya Pencegahan.
Herlina, M., & Permata, S. P. (2019). Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat Pesisir: Optimalisasi
Kegiatan Posyandu. DIANMAS, 8(1).
Murtopo, A. (2019). Peran Pemerintah Menanggulangi Problematika Ekonomi Masyarakat
Melalui Reorientasi Zakat. Jurnal Syariah, 7(2).
Nath, L. R., & Kanniammal, C. (2017). Knowledge and Practice of Mothers Regarding the
Prevention and Management of Malnutrition Among Preschool Children-A Cross
Sectional Survey. International Journal of Pharmaceutical and Clinical Research, 9(05),
410-412.
Wardani, I. S. (2018). Peran Dinas Kesehatan Dalam Penanganan Kasus Gizi Buruk Pada Balita
Di Kecamatan Brebes.
Aisyah, S. (2021). Pengenalan Gizi Seimbang Pada Anak Usia Dini Melalui Kegiatan
Membentuk Kreasi Makanan Di Raudlatul, Athfal, Muslimat Nu Kembaran Kecamatan
Kembaran Kabupaten Banyumas.

17

Anda mungkin juga menyukai