Anda di halaman 1dari 5

TUGAS TUTORIAL III

Nama : Yogi Afrian


NIM : 041603405
Mata Kuliah : Metode Penelitian
Prog.Study : Hukum
Semester :4
Kelas :A

1. Coba saudara uraikan Kegunaan Tinjauan Pustaka dalam Penelitian Hukum !


Jawaban :
Menurut Leedy (1997, hal. 71) menerangkan bahwa suatu tinjauan pustaka mempunyai
kegunaan untuk:
1) mengungkapkan penelitian-penelitian yang serupa dengan penelitian yang (akan) kita
lakukan; dalam hal ini, diperlihatkan pula cara penelitian-penelitian tersebut menjawab
permasalahan dan merancang metode penelitiannya;
2) membantu memberi gambaran tentang metoda dan teknik yang dipakai dalam
penelitian yang mempunyai permasalahan serupa atau mirip penelitian yang kita
hadapi
3) mengungkapkan sumber-sumber data (atau judul-judul pustaka yang berkaitan) yang
mungkin belum kita ketahui sebelumnya;
4) mengenal peneliti-peneliti yang karyanya penting dalam permasalahan yang kita hadapi
(yang mungkin dapat dijadikan nara sumber atau dapat ditelusuri karya -karya tulisnya
yang lain—yang mungkin terkait);
5) memperlihatkan kedudukan penelitian yang (akan) kita lakukan dalam sejarah
perkembangan dan konteks ilmu pengetahuan atau teori tempat penelitian ini berada;
6) menungkapkan ide-ide dan pendekatan-pendekatan yang mungkin belum kita kenal
sebelumya;
7) membuktikan keaslian penelitian (bahwa penelitian yang kita lakukan berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya); dan
8) mampu menambah percaya diri kita pada topik yang kita pilih karena telah ada pihak-pihak
lain yang sebelumnya juga tertarik pada topik tersebut dan mereka telah
mencurahkan tenaga, waktu dan biaya untuk meneliti topik tersebut.

Dalam penjelasan yang hampir serupa, Castetter dan Heisler (1984, hal. 38-43)
menerangkan bahwa tinjauan pustaka mempunyai enam kegunaan, yaitu:
1) mengkaji sejarah permasalahan;
2) membantu pemilihan prosedur penelitian;
3) mendalami landasan teori yang berkaitan dengan permasalahan;
4) mengkaji kelebihan dan kekurangan hasil penelitian terdahulu;
5) menghindari duplikasi penelitian; dan
6) menunjang perumusan permasalahan.

2. Coba saudara kemukakan tiga teori hukum yang akan saudara gunakan dalam rencana
penelitian saudara !
Jawaban :
Dalam metode penelitian hukum terdapat 3 teori hukum yang dapat menjadi acuan dalam
melakukan penelitian hukum :
1) Positivisme hukum
Aliran ini memandang perlu memisahkan secara tegas antara hukum dan moral (antara
hukum yang berlaku dan hukum yang seharusnya, antara das sein dan das sollen).
Positivisme Hukum sangat mengagungkan hukum yang tertulis dan menganggap bahwa
tidak ada norma hukum di luar hukum positif. Bagi aliran ini, semua persoalan dalam
masyarakat harus diatur dalam hukum tertulis. Sikap penganut aliran ini dilatarbelakangi
oleh penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis,
mereka menganggap kekuasaan itu adalah sumber hukum dan kekuasaan adalah hukum.
a. Austin dan Kelsen menolak hukum kodrat yang abstrak. Menurut mereka hukum
adalah perintah yang merupakan buatan manusia namun dengan cara pandang yang
berbeda. Austin menyatakan bahwa suatu perintah baru dapat dikatakan sebagai
hukum hanya apabila perintah tersebut berasala dari suatu kedaulatan penuh (berkuasa
penuh) yaitu negara. Hukum positif dimaknai sebagai aturan yang dibuat oleh negara
sebagai yang memangan kedaulatan penuh. Kelsen setuju dengan pendapat Kelsen
yang menyatakan bahwa hukum dipisahkan dengan moral namun Kelsen tidak
sependapat bahwa hukum adalah suatu perintah karena perintah mensyaratkan adanya
unsur psikologis. Kelsen berpendapat bahwa hukum merupakan norma murni yang
berasal dari sumber yang terbatas yang membuat suatu gagasan mengenai seseorang
harus berperilaku tertentu. Kelsen tegas memisahkan norma-norma hukum dengan
lainnya. Pandangan ini membuat positivsme hukum memiliki tujuan kepastian hukum
dan menolak aktivitas positivis yang dipergunakan untuk menyelesaikan masalah
konkret dengan menggunakan logika dimana hanya norma hukum saja yang dapat
diuji dengan mengguna norma hukum lainnya. Tanpa mempertanyakan validitas dari
hukum buatan manusia tersebut, apakah hukum tersebut sesuai dengan moral atau
tidak. Norma positif akan diterima sebagai doktrin sepanjang sesuai dengan aturan
sistematis logika ilmu hukum (the rule systematizing logic of legal science).
Pandangan terakhir ini membuat lahirnya struktur norma tersebut membentuk hirarki
berdasarkan tingkatan abstraksi norma dimana abstraksi yang paling dasar berada
diposisi yang paling tinggi yang merupakan perbatasan antara hukum dengan moral.
Perbatasan ini terjadi karena ketidakmampuan hukum untuk memurnikan diri pada
posisi yang paling tinggi yang tidak lepas dari pemikiran Kelsen tentang Grundnorm.
Oleh karenanya pola kekerasan argumentasi dan ketertutupan sistem logika
positivisme hukum tergoyahkan pada bagian puncak dan menerima adanya kaitan
antara hukum dengan moral tersebut. Hal ini menjadi kekurangan dari pandangan
Kelsen. Pemikiran Austin dan Kelsen didorong oleh keinginan menjadikan hukum
sebagai ilmu hukum yang diakui oleh komunitas ilmiah. Oleh karenanya metoda yang
diarahkan menjadi ilmu dogmatika hukum yang mengedepankan pendekatan ilmu-
ilmu pasti dan hal ini sejalan dengan konsep berpikir penganut positivisme hukum.
Diskusi tentang hukum dalam perspektif positivisme hukum akan menggiring ke arah
hukum positif yang berarti hukum yang berlaku pada saat dan wilayah tertentu. Oleh
sebab itu, hukum positif sering diistilahkan dengan sebutan ius contitutum. Hal ini
juga menjadi kelemahan positivisme hukum yang tidak dapat menjangkau pada aspek
penegakan hukum. Postivisme hukum menititikberatkan pada pembentukan hukum
saja sebagaimana dalam pemikiran Austin.
b. Hart mengartikan positivsme hukum dengan mengabungkan kedua pandangan Austin
dan Kelsen namun dengan modifikasi. Hart menyatakan bahwa hukum merupakan
perintah manusia yang memiliki kekuasaan dan wajib dituruti bukan karena adanya
sanksi tetapi karena perliaku. Hart membagi peraturan menjadi dua jenis yaitu
peraturan primer (primary rules) dan peraturan sekunder (secondary rules). Peraturan
primer berisi mengenai hak dan kewajiban dimana hanya dapat diterapakan pada
masyrakat yang sederhana. Kemudian peraturan sekunder yang berhubungan dengan
penafsiran, penerapan, peraturan dan perubahan atas peraturan primer. Peraturan
sekunder didasari pada peraturan primer. Hart menyatakan norma hukum yang
tertinggi bukan Grundnorm tetapi the ultimare rule of recognition yang merupakan
suatu kenyataan atau realitas. Hart juga mengkoreksi pendapat Austin bahwa hukum
merupakan perintah dan sanksi yang merupakan paksaan hukum dengan
mencontohkan perintah dari kelompok yang bersenjata bukanlah suatu perintah dalam
hukum.
2) Realisme hukum
Paham realisme hukum memandang hukum sebagaimana seorang advokat memandang
hukum. Bagi seorang advokat, yang terpenting dalam memandang hukum adalah
bagaimana. memprediksikan hasil dari suatu proses hukum dan bagaimana masa depan
dari kaidah hukum tersebut. Karena itu, agar dapat memprediksikan secara akurat atas
hasil dari suatu putusan hukum, seorang advokat haruslah juga mempertimbangkan
putusan-putusan hukum pada masa lalu untuk kemudian memprediksi putusan pada masa
yang akan datang.
Para penganut aliran critical legal studies telah pula bergerak lebih jauh dari aliran
realisme hukurn dengan mencoba menganalisisnya dari segi teoretikal-sosial terhadap
politik hukum. Dalarn hal ini yang dilakukannya adalah dengan menganalisis peranan dari
mitos “hukurn yang netral” yang melegitimasi setiap konsep hukum, dan dengan
menganalisis bagaimana sistern hukurn mentransformasi fenomena sosial yang sarat
dengan unsur politik ke dalam simbol-simbol operasional yang sudah dipolitisasi tersebut.
Yang jelas, aliran critical legal studies dengan tegas menolak upaya-upaya dari ajaran
realisme hukum dalam hal upaya aliran realisme hukum untvk memformulasi kembali
unsur “netralitas” dari sistern hukum. Seperti telah dijelaskan bahwa aliran realisme
hukum ini oleh para pelopornya sendiri lebih suka dianggap sebagai hanya. sebuah
gerakan sehingga mereka. menyebutnya sebagai “gerakan” realisme hukum (legal realism
movement). Nama populer untuk aliran tersebut memang “realisme hukum” (legal
realism) meskipun terhadap aliran ini pernah juga diajukan nama lain seperti: Functional
Jurisprudence. Experimental Jurisprudence. Legal Pragmatism. Legal Observationism.
Legal Actualism. Legal Modesty Legal Discriptionism. Scientific Jurisprudence.
Constructive Scepticism.
Kaum realist hukum tidak percaya terhadap pendekatan pada hukum yang dilakukan oleh
kaurn positivist dan naturalist, yang pada prinsipnya menyatakan bahwa hakirn hanya
menerapkan hukurn yang dibuat oleh pembentuk undang-undang. Bahkan, sebagaimana
yang dikemukakan oleh aliran formalisme hukurn bahwa penalaran hukum (legal
reasoning) merupakan penalaran yang bersifat syllogism, di mana premis mayor berupa
aturan hukurn dan premis minor berupa fakta-fakta yang relevan, sedangkan hasilnya
berupa putusan hakim. Menurut ajaran realisme hukum, aliran positivisme maupun allran
formalisme sama-sama meremehkan penerapan hukum oleh hakim, di mana menurut
golongan ini, peranan hakirn hanya sebatas menerapkan hukum atau paling jauh hanya
menafsirkan hukum seperti yang terdapat dalarn aturan perundangundangan. Sebaliknya,
menurut aliran realisme hukum, hakim tidak hanya menerapkan atau menafsirkan hukum.
Dalarn banyak hal, ketika hakirn memutuskan perkara, hakirn justru membuat hukum.
Hukurn yAng dibuat oleh hakirn ini umumnya sangat dipengaruhi oleh latar belakang
politik dan perasaan dari hakirn yang memutuskan perkara tersebut.
Aliran realisme hukum pada prinsipnya memberikan beberapa tesis sebagai berikut:
a. Tesis Pertama. Aturan hukurn yang ada tidak cukup tersedia untuk dapat menjangkau
setiap putusan hakirn karena masing-masing fakta hukum dalarn masing-masing kasus
yang bersangkutan bersifat unik.
b. Tesis Kedua. Karena itu, dalarn memutus perkara, hakirn membuat hukum yang baru.
c. Tesis Ketiga. Putusan hakim dalam kasus-kasus yang tidak terbatas tersebut sangat
dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan moral d.ari hakim itu sendiri, bukan
berdasarkan pertimbangan hukum.
3) Teori hukum alam memandang bahwa kepatuhan negara terhadap hukum internasional
adalah keniscayaan. Meskipun beberapa hal mengenai relevansi pemberlakuan terhadap
norma dan etiknya terkadang berlaku sangat lokalistik. Namun ada beberapa ukuran yang
dapat difahami bersama menurut hukum alam. Hal tersebut didasarkan atas nilai-nilai
yang difahami secara universal sebagai sebuah pelanggaran maupun kepatuhan meskipun
tidak tertulis yang setidaknya terbagi ke dalam tiga pokok. Pertama, mengenai pengakuan
terhadap perjanjian yang disepakati dan kewajiban pelaksanaanya. Kedua, nilai bahwa
tidak boleh melakukan perampasan hak. Dalam konteks hukum internasional yang
dimaksud merampas hak adalah negara merampas hak negara lain. Ketiga, pengakuan
terhadap kebiasan-kebiasaan internasional yang dianggap sebagai hukum meskipun tidak
tertulis. Alternatif pandangan teori lainya, bahwa kewajiban kepatuhan negara terhadap
hukum internasional dapat didasarkan atas beberapa aspek yaitu, jiwa, ekonomi, politik
dan aspek lain yang wajib untuk dilindungi masyarakat internasional. Berikut ini
dipaparkan dua teori dari Hukum Alam, yaitu teori W.A.M. Luypen (hukum sebagai
keinsyafan keadilan) dan teori Francois Geny (hukum perlu tafsiran kontekstual)
a. Teori W.A.M.Luypen. Menurut Luypen, apa yang disebut tatahukum belum tentu
dapat disebut hukum. Sebab bias terjadi, terdapat tatahukum yang tidak mewajibkan,
yakni kalau tatahukum itu tidak menurut norma-norma keadilan. Bagi Luypen yang
menganut fenomenologi eksistensial, kedua pandanaan ektrim itu ditolak. Dari
perspektif fenomenologi eksistensial seperti dianut Luypen manusia dipandang
sebagai subyek yang memiliki solidaritas dan sejarah.
b. Teori Francois Geny. Francois Geny menganggap hukum analitis sebagai corong
aturan belaka, ditampilak sebagai dunia penuh kreativitas oleh Geny. Menurut Geny,
adalah libre recherché scientifique yang bertopang pada tiga prinsip : (i). otonomi
kemauan, (ii). Kepentingan umum, (iii), keseimbangan kepentingan. Dari metode
inilah Geny lalu membangun teori tentang metode penafsiran hukum. Teori yang
serah dengan teori penafsiran Geny ini datang dari Carlos Cossio. Menurut Cassio
pada dasarnya keputusan pengadilan terdiri dari tiga unsure utama, yakni : (i).
struktur logis yang diturunkan dari suatu kerangka aturan, (ii). Kesatuan isi dari suatu
situasi yang disebabkan oleh suatu keadaan khusus, (iii). Penilaian yuridis yang
diberikan oleh hakim pada dua unsure ini dalam suatu situasi tertentu. Geny
menempatkan penafsiran hukum dalam kerangka pandangan yang menyeluruh
tentang hukum. Prinsip-prinsip hukum alam (yang sebagian telah terserap dalam sens
commun itu, menurut Geny harus menjadi dasar hukum positif. Prinsip-prinsip
hukum alam menjadi garapan ilmuwan hukum itu, memang hanya berfungsi sebagai
pedoman bagi (materi/isi) undang-undang.

3. Coba saudara identifikasi situs web lokal yang selalu menyampaikan informasi di bidang
Hukum !
Jawaban :
Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi seperti sekarang ini hampir semua sektor
mendapat dampak dari perkembangannya tidak terkecuali dalam bidang hukum, dengan
pesatnya teknologi informasi kini begitu banyak muncul situs-situs atau website yang
menyediakan layanan dibidang hukum baik berupa konsultasi hukum secara online, lawfirm
yang melayani sistem online ataupun hasil-hasil penelitian di bidang hukum yang di
publikasikan ke internet melalui website yang telah disebutkan tadi.
Diantara sekian banyak website dibidang hukum terkhusus website lokal yaitu di antaranya :
1) konsultasi hukum online gratis : https://kantorhukum-lhs.com/konsultasi-hukum-online-
gratis/
2) https://www.hukumonline.com
3) https://www.Jurnalhukum.com
selain website di atas masih banyak lagi website yang lain yang mungkin tidak dapat saya
sebutkan semua.

Anda mungkin juga menyukai