Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MEKANISME INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN

MATA KULIAH FARMAKOLOGI


Dosen Pengampu: Devieka Rhama Dhanny, S.Gz., M.K.M

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 8

INTAN SALSABILA 1905025039

EKA FITROTU SYIFA 1905025184

SAFIRA ALFIYATU 1905025193

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang karena atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah
Farmakologi yang berjudul “Interaksi Antara Obat dan Makanan” ini dengan lancar.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Devieka Rhama Dhanny, M.K.M.
selaku dosen mata kuliah Farmakologi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.

Kami menyadari, bahwa selama proses pembuatan Makalah ini masih jauh dari
kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya.

Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih
baik lagi di masa mendatang. Semoga Makalah Farmakologi ini bisa menambah
wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu
pengetahuan.

Jakarta, 05 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Permasalahan ........................................................... 1
1.3 Tujuan....................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 2
A. Pengertian .................................................................... 2
B. Mekanisme Interaksi Obat ...................................................... 2
a. Interaksi Secara Farmakokinetik .......................................... 3
b. Interaksi Secara Farmakodinamik ....................................... 5
C. Faktor-faktor Yang Mempengarui Tingkat Interaksi Obat .......... 5
D. Fase-fase Dalam Interaksi Obat dan Makanan ............................ 5
E. Interaksi Yang Menurunkan Sistem Pencernaan ......................... 7
BAB III PENUTUP…………………............................................................ 9
5.1 Kesimpulan ……...................................................................... 9
5.2 Saran ……… ………………………………………………. 9
DAFTAR PUSTAKA …………………......................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Interaksi obat adalah salah satu tipe dari permasalahan yang terkait dengan
obat (Alfiar, 2016). Interaksi obat merupakan suatu kejadian dimana efek terapi dari
suatu obat dapat dipengaruhi oleh obat lain, sediaan herbal, makanan, minuman, atau
perubahan kimia fisika dari lingkungan (Baxter, 2008). Secara umum interkasi obat
ini harus dihindari karena kemungkinan hasil yang buruk atau tidak terduga. Interaksi
obat tidak hanya terjadi antar obat, namun bisa terjadi anatar makanan tetapi banyak
orang yang meremehkan terhadap hal ini, padahal hal ini harus diperhatikan karna ada
beberapa makanan yang mampu meningkatkan kinerja obat, namun ada juga yang
dapat menurunkan kerja obat dalam tubuh bahkan dapat meningkatkan toksisitas
dalam tubuh. Interaksi obat dan makanan adalah interaksi dari hubungan fisik, kimia,
fisiologi, atau patofisiologi antara obat dengan nutrien, bermacam-macam nutrien,
makanan secara umum, atau status nutrisi (Boulatta, 2010). Interaksi tersebut
dikatakan bermakna secara klinis jika interaksi tersebut menyebabkan perubahan
respon farmakoterapi atau memengaruhi status nutrisi. Konsekuensi klinis dari
interaksi tersebut berhubungan dengan perubahan dalam disposisi dan efek obat atau
nutrien. Disposisi yang dimaksudkan adalah absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat
atau nutrien yang melibatkan transporter fisiologis dan enzim metabolisme. Oleh
karna itu sangat perlu diketahui dan dipahami dengan benar hal tentang interkasi obat
dengan makanan agar dapat keserasian antara obat dan makanan serta dapat
meningkatkan Kesehatan masyarakat kedepannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah yang dibuat adalah sebagai
berikut:
1. Apa itu interaksi obat?
2. Apa itu interaksi obat dengan makanan?
3. Bagaimana mekanisme interaksi obat – makanan?
4. Fase apa saja yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang diambl adalah sebgai berikut:
1. Mengetahui dan memahami interaksi obat?
2. Mengetahui dan memahami interaksi obat dengan makanan?
3. Mengetahui dan memahami mekanisme interaksi obat – makanan?
4. Mengetahui Fase yang terjadi dalam interaksi obat dengan makanan?

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Interkasi adalah Tindakan yang terjadi apabila dua objek atau lebih berakis
atau memberikan efek satu sama lain (Amellita et al., 2019). Interaksi obat adalah
salah satu tipe dari permasalahan yang terkait dengan obat (Alfiar, 2016). Interaksi
obat merupakan suatu kejadian dimana efek terapi dari suatu obat dapat dipengaruhi
oleh obat lain, sediaan herbal, makanan, minuman, atau perubahan kimia fisika dari
lingkungan (Baxter, 2008).
Interaksi obat secara klinis sangat penting bila berakibat peninggkatan
toksisitas/pengurangan efektifitas obat. Jadi perlu diperhatikan terutama bila
mnyangukut obat dengan batas kemanan yang sempit, misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitostatik.
Interaksi obat dengan makanan adalah adanya efek toksik atau efek yang tidak
diinginkan dari suatu obat atau penurunan efektivitas obat karena adanya
percampuran dengan zat yang ada dalam makanan (Nuryati, 2017). Nutrien dan obat-
obatan memiliki beberapa karakteristik yang serupa, misalnya memiliki tempat yang
serupa untuk absorbsinya di usus halus, memiliki kemampuan untuk mengubah proses
fisiologis dan kapasitas untuk menyebabkan toksisitas pada dosis tinggi.
Perlu di ingat tidak semua obat berinteraksi dengan makanan. Namun, banyak
obat-obatan yang dipengaruhi oleh makanan tertentu dan waktu Anda memakannya.
Berikut adalah beberapa contohnya.
1) Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga
mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat
mungkin kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang
diharapkan, obat tersebut akan memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk
membantu mengurangi tekanan darah bisa menurunkan tekanan darah terlalu
jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat penurun kolesterol
juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan
otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-
inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut.
2) Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk
susu lainnya dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.  Farmakologi  106
3) Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus
dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya
warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas
pengobatan dan meningkatkan risiko trombosis (pembekuan darah).
4) Kafein meningkatkan risiko overdosis antibiotik tertentu (enoxacin,
ciprofloxacin, norfloksasin). Untuk menghindari keluhan palpitasi, tremor,
berkeringat atau halusinasi, yang terbaik adalah menghindari minum kopi, teh
atau soda pada masa pengobatan.
B. Mekanisme Interaksi obat
Tipe interaksi antara obat dan makanan ada dua yaitu interaksi makanan
terhadap obat dan interaksi obat terhadap makanan. Interaksi makanan dengan obat
terjadi jika makanan berada bersama dengan obat dalam saluran pencernaan sehingga
memberikan pengaruh terhadap bioavailabilitas, farmakokinetik, farmakodinamik,
serta efikasi terapi obat yang digunakan. Sedangkan Interaksi obat terhadap makanan
terjadi karena penggunaan obat berpengaruh secara signifikan pada metabolisme dan
bioavailabilitas makanan atau nutrisi dalam tubuh dan mengubah persepsi rasa

2
3

(Fajarwati et al., n.d.). interaksi obat diklasifikasikan menjadi dua interkasi


farkokinetik dan farmakodinamik.
1. Interakis obat secra farmakokinetik
a. Absorbsi
Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di
mana sebagian besar obat diabsorpsi secara pasif. Proses ini melibatkan difusi
obat dari daerah dengan kadar tinggi ke daerah dengan kadar obat yang lebih
rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat melawan gradien
konsentrasi (contohnya ion-ion dan molekul yang larut air) dan proses ini
membutuhkan energi. Absorpsi obat secara transport aktif lebih cepat dari
pada secara tansport pasif.
b. Distribusi
Distribusi obat adalah distribusi obat dari dan ke darah dan beberapa
jaringan tubuh (misalnya lemak, otot, dan aringan otak) dan proporsi relative
obat di dalam jaringan. Setelah suatu obat diabsorbsi ke dalam aliran darah
maka obat akan bersirkulasi dengan cepat ke seluruh tubuh, waktu sirkulasi
darah rata – rata adalah 1 menit. Saat darah bersirkulasi obat bergerak dari
aliran darah dan masuk ke jaringan – jaringan tubuh. Sebagian terlarut
sempurna di dalam cairan plasma, sebagian diangkut dalam bentuk molekul
terlarut dan dalam bentuk terikat protein plasma (albumin).Ikatan protein
sangat bervariasi, sebagian terikat sangat kuat. Berikut contoh obat
1. Warfarin – Fenilbutazon
Kedua obat ini terikat kuat pada protein plasma, tetapi fenilbutazon
memiliki afinitas yang lebih besar, sehingga mampu menggeser warfarin
dan jumlah/kadar warfarin bebas meningkat Aktivitas antikoagulan
meningkat terjadi resikopendarahan.
2. Warfarin – Kloralhidrat
Metabolit utama dari kloralhidrat adalah asam trikloroasetat yang sangat
kuat terikat pada protein plasma. Kloralhidrat mendesak wafrarin dari
ikatan protein sehingga meningkatkan respon antikoagulan.
c. Metabolisme hepatic
Ada 2 kategori utama reaksi metabolisme yaitu fase I dan Fase II.
Reaksi Fase I adalah serangkaian reaksi yang menimbulkan perubahan kimia
yang relative kecil, membuat lebih banyak senyawa menjadi hidrofilik.
Metabolisme fase I biasa terjadi selama proses absorbsi.
1. Metabolisme Obat Dipercepat
Interaksi ini terjadi akibat meningkatnya aktivitas enzim hepatik yang
terlibat dalam metabolisme obat tersebut. Peningkatan aktivitas enzim ini
dapat disebabkan oleh:
1) Peningkatan sintesis enzim sehingga jumlahnya meningkat, yang
disebut induksi enzim
2) Penurunan kecepatan degradasi enzim
3) Senyawa yang dapat menginduksi enzim hepatik digolongkan atas
dua golongan yaitu :
4) Golongan fenobarbital dan senyawa-senyawa yang kerjanya mirip
fenobarbital. Golongan ini yang paling banyak berperan untuk
berbagai obat.
5) Golongan hidrokarbon polisiklik, hanya untuk beberapa obat.
Warfarin – Fenobarbital
4

Contoh obat yang berinteraksi pada percepatan metabolisme sebagai


berikut.:
Melalui induksi enzim, feno-barbital meningkatkan laju metabolisme
antikoagulan kumarin, seperti warfarin, sehinga terjadi penurunan respon
terhadap antikoagulan karena lebih cepat termetabolisme dan ter-ekskresi,
yang memungkinkan timbulnya resiko pembentukan trombus.
2. Metabolisme Obat Dihambat
Sejumlah reaksi obat didasarkan pada penghambatan obat tertentu oleh
obat lain, sehingga terjadi peningkatan durasi dan intensitas aktivitas
farmakologi dari obat yang dihambat. Penyebab terhambatnya
metabolisme obat, yaitu:
1) Penghambatan ireversibel terhadap enzim yang bertanggung jawab
untuk biotransformasi obat
2) Suatu obat bersaing dengan obat lain untuk bereaksi dengan enzim
pemetabolisis yang sama, di mana obat yang terdesak akan meng-alami
pengahambatan metabolisme.
Contoh obat yang berinteraksi pada penghambatan metabolisme
sebagai berikut.
Alkohol – Disulfiram Interaksi ini merupakan interaksi yang
bermanfaat dalam pengobatan alkoholisme. Disulfiram menghambat
aktivitas dehidrogenase yang bertugas untuk mengoksidasi asetaldehid,
suatu produk oksidasi alkohol, sehingga terjadi akumulasi asetaldehid di
dalam tubuh, yang menimbulkan rasa tidak nyaman bagi peminum
alkohol, sehingga ia akan menghentikan minum minuman beralkohol.
d. Ekskresi obat
Interaksi Obat dengan Perubahan pH Urin
Perubahan pH urin mengakibatkan perubahan bersihan ginjal, melalui
perubahan jumlah reabsorbsi pasif di tubuli ginjal, yang hanya bermakna
secara klinis bila:
a) Fraksi obat yang diekskresikan melalui ginjal cukup besar, lebih dari
30%  Farmakologi  112
b) Obat berupa basa lemah dengan pKa 7,5 – 10 atau asam lemah
dengan pKa 3,0 – 7,5.
Interaksi yang mempengaruhi ekskresi obat melalui ginjal hanya akan
nyata secara klinis bila obat atau metabolit aktifnya tereliminasi secara berarti
oleh ginjal. pH urin dapat mempengaruhi aktivitas obat dengan mengubah
kecepatan bersihan ginjal. Bila berada dalam bentuk tak terion, maka obat
akan lebih cepat berdifusi dari filtrat glomerular kembali ke dalam aliran
darah. Dengan demikian, untuk obat basa, seperti amfetamin, sebagian besar
berada dalam bentuk tak terion dalam urin basa, sehingga banyak yang tere-
absorbsi ke dalam darah, yang akibatnya dapat memperlama aktivitasnya.
Senyawa yang dapat meningkatkan pH urin adalah natrium bikarbonat,
sehingga bila diberikan bersamaan dengan amfetamin dosis tunggal, maka
efek amfetamin dapat berlangsung selama beberapa hari. Sebaliknya, obat
yang bersifat asam, seperti salisilat, sulfonamid, fenobarbital, lebih cepat
terekskresi bila urin alkalis (pH tinggi). Oleh karena itu pemberian bersama-
sama obat ini dengan obat yang me-ningkatkan pH urin, seperti diuretik
penghambat karbonat anhidrase (asetazolamid), atau antasida sistemik
(natrium bikarbonat), dapat mempercepat bersihan obat asam sehingga
efeknya cepat hilang.
5
6

2. Interaksi Obat secara Farmakodinamik


Efek adisi terjadi ketika dua obat atau lebih dengan efek yang sama
digabungkan dan hasilnya adalah jumlah efek secara tersendiri sesuai dosis yang
digunakan. Efek aditif ini mungkin bermanfaat atau berbahaya terhadap klien.Hal
ini dinyatakan dengan 1 + 1= 2. Salah satu contohnya barbiturate dan obat
penenang yang diberikan secara berasamaan sebelum bedah untuk membuat
pasien rileks.
Efek sinergis terjadi ketika dua obat atau lebih, dengan atau tanpa efek yang
sama digunakan secara bersamaan untuk mengombinasikan efek yang memiliki
outcome yang lebih besar dari jumlah komponen aktif satu obat saja. Potensiasi
mengambarkan efek sinergistik tertentu; suatu interaksi obat di mana hanya satu
dari dua obat yang tindakannya diperbesar oleh keberadaan obat kedua.
Reaksi antagonis memiliki efek sinergisme yang sebaliknya dan menghasilkan
suatu efek kombinasi yang lebih rendah dari komponen aktif secara terpisah,
seperti pada protamine yang diberikan sebagai antidotum terhadap aksi
antikoagulan dari heparin. Interaksi dapat juga diakibatkan karena efek dari
masing-masing obat. Berikut macam-macam interaksi yang diakibatkan oleh efek
obat.
1) Interaksi aditif atau sinergistik. Dua obat memiliki efek farmakologi yg
sama, seperti efek adiktif alkohol – sebagai sedatif dan tranquilizer, secara
definisi, bukan termasuk interaks. iInteraksi adiktif dpt terjadi antara dua efek
utama atau efek samping. Interaksi antagonistik, di mana pasangan obat memiliki
aktivitas yang saling berlawanan, misalnya Antikoagulan oral memperlama waktu
pembekuan darah dengan menghambat secara kompetitif efek vitamin K. Jika
asupan vitamin K meningkat, efek antikoagulan oral dilawan dan waktu
protrombin kembali normal menjadi lebih lama. Interaksi karena perubahan
mekanisme transpor obat. Sejumlah obat yang kerjanya pada saraf adrenergik
dapat dicegah mencapai tempat kerjanya oleh adanya obat lain. Sebagai contoh,
ambilan guanetidin diblok oleh chlorpromazine, haloperidol, tiotixene, dan
sejumlah obat lain, sehingga efek antihipertensi terhambat. Contoh lain
Antidepressan trisiklik mencegah ambilan noradrenalin ke dalam saraf adrenergik
perifer sehingga efek pressornya meningkat.
2) Interaksi karena gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, sebagai
contoh: Peningkatan kepekaan miokardium terhadap glikosida digitalis
(kemungkinan efek toksik) akibat kadar kalium plasma menurun karena efek
pengurasan kalium oleh diuretik b. Kadar litium plasma dapat meningkat jika
diuretik thiazide digunakan, karena klirens lithium berubah, akibat perubahan
ekskresi natrium (Nuryati, 2017).
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Interaksi antara Makanan dan
Obat
Dampak dari interaksi obat dengan makanan tergantung pada berbagai faktor
intervensi seperti dosis obat, usia seseorang, ukuran dan kondisi kesehatan. Terlepas
dari ini, waktu makan dan obat-obatan yang digunakan juga memiliki peran penting.
Menghindari interaksi obat tidak selalu berarti menghindari obat-obatan atau
makanan. Seperti dalam kasus tetrasiklin dan produk susu, ini hanya harus diberikan
pada waktu yang berbeda bukannya menghilangkan satu atau yang lainnya. Informasi
yang memadai tentang obat dan waktu obat serta asupan makanan dapat membantu
untuk menghindari masalah interaksi obat (Fajarwati et al., n.d.).
D. Fase-Fase Dalam Interkasi Obat dengan Makanan
Ada beberapa fase dalam interaksi obat dan makanan, yaitu:
7

1. Fase Farmasetik
Fase farmasetik merupakan fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran
gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorbsi. Obat dalam
bentuk kecil supaya dapat larut ke dalam cairan. Oleh karena itu, untuk melihat
adanya efek bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi menjadi partikel-
partikel kecil supaya dapat larut ke dalam cairan. Oleh karena itu, untuk melihat
adanya efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dari suatu obat atau
penurunan efektivitas obat karena adanya percampuran dengan zat yang ada
dalam makanan. Contoh: Saquinavir yaitu inhibitor protease pada pengobatan
HIV dipengaruhi oleh pH lambung. Bioavailibilitasnya meningkat akibat
solubilisasi yang di induksi oleh perubahan pH lambung. Maka, Keasaman
makanan dapat mengubah efektifitas dan solubilitas obat tertentu (Nuryati, 2017).
2. Fase Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk mencapai kerja obat. Fase
ini meliputi: Absorpsi, distribusi, metabolisme (atau biotransformasi), dan
ekskresi (atau eliminasi). Interaksi obat dan makanan banyak terjadi di tahap
Absopsi, karena beberapa makanan mengandung zat gizi tertentu yang dapat
meningkatkan atau menurunkan penyerapan obat serta mengubah bioavailibilitas
obat. Kecepatan pengosongan lambung dapat mengubah bioavailibilitas obat.
Makanan yang mengandung serat dan lemak tinggi diketahui dapat menunda
waktu pengosongan lambung (Nuryati, 2017).
Berikut contoh Interaksi obat dan makanan:
Jenis Obat Aturan minum Mekanisme
Obat Analgesik dan Obat ini baik diberikan Karena makanan akan memperlambat
Obat anti alergi seperi dalam keadaan perut penyerapan obat. Jangan minum alkohol
(Cetiridin, loratadin, kosong. Penyerapan dan bila sedang mengkonsumsi obat ini karena
CTM) efeknya juga dapat dapat berdampak terhadap kerusakan hati
diperlambat oleh atau pendarahan pada saluran cerna
pemberian bersamaan
dengan pectin.
NSAID (Ibuprofen, Sebaiknya dikonsumsi Karena obat tersebut dapat menyebabkan
naproxen, ketoprofen dengan makanan atau susu iritasi pada lambung.
dll)

Tetracyclin Jangan minum antibiotik Susu mengandung kalsium yang dapat


tetracyclin bersama-sama membentuk suatu kesatuan dengan
dengan susu atau produk tetracyclin sehingga sulit untuk dapat
yang mengandung diserap oleh tubuh sehingga pengobatan
kalsium. tidak optimal.
8

Albuterol dan Jangan dikonsumsi Karena dapat meningkatkan jumlah


ephinephrine bersamaan dengan teofilin dalam darah, tetapi dengan
makanan yang makanan yang memiliki karbohidrat tinggi
mengandung tinggi lemak dapat menurunkan kadar teofilin dalam
tubuh.
9

Warfarin Jangan dikonsumsi Karena vitamin E dan bawang juga


bersamaan dengan membantu dalam pengenceran darah,
makanan yang maka jika dikonsumsi bersama dampaknya
mengandung Vitamin E terhadap pengenceran darah akan berlebih
dan bawang. yang tentu saja berbahaya. Tetapi
sebaiknya yang mengkonsumsi obat ini
juga mengkonsumsi sayuran brokoli dan
bayam secara teratur dengan jumlah
secukupnya, karena sayur tersebut
membantu pembentukan clot darah
sehingga membantu mengembalikan efek
warfarin.
Obat Antidepresan Jangan dikonsumsi Karena dapat menyebabkan peningkatan
bersamaan dengan alcohol, tekanan darah.
keju, dan daging olahan.
Suplemen zat besi Sebaiknya dikonsumsi Karena vitamin C dapat meningkatkan
dengan Vitamin C penyerapan zat besi didalam tubuh
Enoxacin, Hindari minum kopi, teh Kafein meningkatkan risiko overdosis
ciprofloxacin, atau soda pada masa antibiotik
norfloksasin pengobatan.
Obat antikoagulan Batasi konsumsi makanan Karena Sayuran tersebut mengurangi
yang kaya Vitamin K efektivitas pengobatan dan meningkatkan
(sayur-sayuran hijau) risiko trombosis (pembekuan darah).
Antasida Jangan dikonsumsi Karena akan menurunkan penyerapan
bersamaan dengan vitamin vitamin A dan B.
A dan B
Antibiotik golongan Jangan dikonsumsi Karena reaksi antara makanan tersebut
Fluorokuinolon bersamaan dengan ayam yang merupakan tinggi akan zat besi dapat
atau daging. menurunkan kinerja antibiotic tersebut.

3. Fase Farmakodinamik
Fase farmakodinamik merupakan respon fisiologis dan psikologis terhadap obat.
Obat dapat memproduksi efek yang diinginkan dan tidak diinginkan. Contoh: Aspirin
dapat menyebabkan defisiensi asam folat jika diberikan dalam jangka waktu lama.
Obat diminum bersamaan dengan makanan atau tanpa makanan dapat
menyebabkan interaksi yang bermacam-macam dan obat dapat terikat pada komponen
makanan, sehingga makanan akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus dan
makanan dapat meningkatkan aliran empedu yang mampu meningkatkan absorbs
beberapa obat yang larut lemak (Nuryati, 2017).
E. Interaksi Obat dan makanan yang dapat menurunkan kinerja system
pencernaan.
Interaksi obat dan makanan dapat meliputi interaksi obat yang menyebabkan
penurunan nafsu makanan, menganggu pengecapan dan mengganggu saluran
pencernaan.
10

1.
11

2. Obat dan Penurunan Nafsu Makan


Efek samping obat yang dapat mempengaruhi nafsu makan seperti Domperidon,
efek samping obat ini Penderita merasa kenyang, kurang nafsu makan yang
berakibat menjadi kurus. Namun, Domperidon dianjurkan pada terapi tukak
lambung dengan jalan menghindarkan refluks empedu dari duodenum ke lambung
(duodeno-gastric reflux). Dengan demikian, pemborokan dari mukosa tidak
memburuk dan tukak bisa sembuh dengan mudah (Nuryati, 2017).
3. Obat dan perubahan pengecapan/penciuman
Beberapa obat dapat menyebabkan perubahan terhadap kemampuan perasa dan
penciuman, seperti: captopril, antiretroviral, ampenavir, antineoplastik. Efek
tersebut mempengaruhi asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh sehingga
asupan yang masuk ke dalam tubuh dapat kurang akibat penurunan ketajaman rasa
dan membaui sehingga pasien tidak berselera makan (Nuryati, 2017).
4. Obat dan gangguan saluran cerna
Obat-obatan seperti Kodein dan morfin dapat menurunkan produktivitas otot halus
dari dinding usus, hal ini berdampak pada penurunan gerak peristaltic usus
sehingga obat tersebut dapat menyebabkan terjadinya konstipasi atau diare
(Nuryati, 2017).
12

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Interaksi obat dengan makanan adalah adanya efek toksik atau efek yang tidak
diinginkan dari suatu obat atau penurunan efektivitas obat karena adanya
percampuran dengan zat yang ada dalam makanan (Nuryati, 2017). Nutrien
dan obat-obatan memiliki beberapa karakteristik yang serupa, misalnya
memiliki tempat yang serupa untuk absorbsinya di usus halus, memiliki
kemampuan untuk mengubah proses fisiologis dan kapasitas untuk
menyebabkan toksisitas pada dosis tinggi. Obat diminum bersamaan dengan
makanan atau tanpa makanan dapat menyebabkan interaksi yang bermacam-
macam dan obat dapat terikat pada komponen makanan, sehingga makanan
akan mempengaruhi waktu transit obat pada usus dan makanan dapat
meningkatkan aliran empedu yang mampu meningkatkan absorbs beberapa
obat yang larut lemak.
B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, dan diperlukan penelitian lebih lanjut. Maka dari itu, kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun untuk
hasil yang lebih baik dari makalah ini
DAFTAR PUSTAKA

Alfiar, I. (2016). View of Gambaran Potensi Interaksi Obat dengan Makanan pada Pasien
Hepar yang Dirawat di Sebuah Rumah Sakit di Kota Tasikmalaya. View of Gambaran
Potensi Interaksi Obat Dengan Makanan Pada Pasien Hepar Yang Dirawat Di Sebuah
Rumah Sakit Di Kota Tasikmalaya, 2(interaksi obat dan makanan), 47.
Amellita, D. W. I. S., Kedokteran, P. S., Kedokteran, F., Islam, U., & Syarif, N. (2019).
Jalan Di Puskesmas Rengas Kota Tangerang Selatan Pada Bulan Januari – Maret
2019.
Baxter, K. (2008). Stockley ’ s Drug Interactions. In Of, A. (n.d.). No Title.
Boulatta, J. (2010). HANDBOOK OF DRUG-NUTRIENT INTERACTIONS.
Fajarwati, Y., Profesi, P., Fakultas, A., & Universitas, F. (n.d.). Interaksi obat dengan
makanan. Interaksi Obat Dengan Makanan.
Nuryati. (2017). FARMAKOLOGI-RMIK_FINAL_SC_26_10_2017.

13

Anda mungkin juga menyukai