Anda di halaman 1dari 13

PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, PERGANTIAN MANAJEMEN,

AUDIT FEE DAN AUDIT TENURE TERHADAP AUDITOR SWITCHING

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh :

Adelia Fildzah Nadhilah

01031181823047

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, auditing adalah proses sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi secara objektif bukti yang berkaitan dengan pernyataan
kebijakan ekonomi, dengan tujuan untuk menentukan tingkat kesesuaian
antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan
menyampaikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Muncul
dan berkembangnya profesi akuntan public dipengaruhi oleh
perkembangan perusahaan public secara umum, yang berarti semakin
banyak perusahaan yang didirikan maka semakin banyak pula jasa akuntan
public yang dibutuhkan. Oleh karena itu, KAP saling bersaing untuk
mendapatkan klien dengan berusaha memberikan jasa auditing sebaik
mungkin dengan menyajikan laporan keuangan secara wajar (Sima &
Badera, 2018).
Menggunakan jasa auditor untuk menjamin laporan keuangan yang
disajikan relevan dan andal agar dapat meningkatkan kepercayaan
pemangku kepentingan perusahaan. Dalam menjaga keandalan laporan
keuangan independensi perusahaan dan auditor, perusahaan harus
melakukan rotasi auditor (auditor switch). Periode bisnis antar-auditor dan
klien tetap akan mengurangi independensi auditor karena masalah ini
dapat diselesaikan dengan audit switching (Puspayanti & Suputra, 2018).
Adapun fenomena umum yang ditemukan, terjadi : di Toshiba pada
tahun 2015. Perusahaan ini terbukti mendapatkan keuntungan yang
meningkat sebesar US$1,22 miliar. Tujuan awalnya adalah dengan
membangun kepercayaan para investor, tapi justru membuat nama besar
Toshiba tercoreng. Kecurangan manajemen Toshiba dilakukan dengan
cara yang rapi dan cerdas sehinggan tim audir Ernset & Young (EY) tidak
bisa mencium kegiatan kotor di luar pekerjaan laporan Toshiba. Ini
menunjukkan bahwa auditor masih gagal dalam menemukan kecurangan
dan salah saji yang ditetapkan dalam laporan keuangan. Selain itu, dalam
kasus SNP Keuangan, pencurian dana dari 14 bank, termasuk Bank Panin,
Bank Mandiri dan Bank BCA dan PT Sunprima Nusantara (SNP Finance).
Menurut OJK, pinjaman tersebut adalah saluran yang disediakan oleh 14
bank ke SNP Finance mencapai Rp 2,2 Triliunan dan beberapa pihak
menyatakan bahwa selain perlunya menilai system pengawasan otoritas,
prinsip kehati-hatian juga memiliki kelemahan. Kasus pembobolan terjadi
karena kontribusi besar dari kantor akuntan. Karena menurut laporan
keuangan SNP, perusahaan di audit oleh KAP Deloitte Indonesia. Ini
menunjukkan auditor masih gagal mendeteksi kecurangan maupun salah
saji material yang terkandung dalam laporan keuangan (Jayanti et al.,
2020).
Dan fenomena yang sering terjadi di KAP The Big 4 hanya di
Indonesia tetapi di negara lain, seperti India, artinya pihak berwenang
India melarang perusahaan audit KAP PwC terbuka di negara ini selama 2
tahun. Menurut laporan “Financial Times”, pada hari minggu, 14 Januari
2018 setelah PricewaterhouseCoopers (PwC) gagal mendeteksi nilai
penipuan Satyam Computer Services Ltd. Senilai USD 1,7 miliar dalam
laporan 108 halaman, Securities and Exchange Commission of India
(SEBI), PricewaterhouseCoopers (PwC) mengabaikan anomaly dalam
detailnya dan tidak memeriksa laporan keuangan Satyam. Skandal
keuangan terburuk di India terdapat keanehan dalam beberapa tahun
terakhir (Liputan 6.com, 2018). Dalam fenomena yang terjadi, perlu
terdapat penyelesaian melalui auditor switching.
Perubahan KAP atau auditor switching adalah pergantian auditor
atau kantor akuntan public yang dilakukan oleh perusahaan klien. Auditor
switching adalah perilaku pengambilan keputusan perusahaan yang telah
direncanakan untuk meningkatkan nilai perusahaan dan keuntungan
perusahaan. Tindakan auditor switching ini dilakukan dengan cara
mempertimbangkan sepenuhnya, karena akan berdampak siginifikan bagi
perusahaan, seperti tingkat kepercayaa investor. Auditor switching dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, faktor ini mungkin berasal dari faktor
klien atau factor auditor (Aprilia & Effendi, 2019). Perubahan Kantor
Akuntan (KAP) di Indonesia diberlakukan sesuai keputusan Menteri
Keuangan setelah perusahaan diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP)
yang sama selama enam tahun berturut-turut. Namun, pada kenyataannya
banyak perusahaan yang merubah Kantor Akuntan Publik (KAP) secara
sukarela (voluntary) yang tidak sesuai KMK 359//KMK.06/2003 dan
PMK 17/PMK.01/2008 (Aini & Yahya, 2019). Jadi faktor penyebabnya
dapat berasal dari sisi klien (seperti kesulitan keuangan (financial distress),
manajemen yang gagal, perubahan kepemilikan, perubahan kepemilikan
dan sebagainya) dan dari sisi auditor (seperti audit fee, kualitas audit dan
sebagainya) (As’ad, 2021).
Salah satu hal yang dipertimbangkan dalam pengambilan
keputusan untuk melaksanakan pergantian auditor adalah financial
distress. Financial distress adalah salah satu faktor yang mendorong klien
untuk melakukan auditor switching secara sukarela. Financial distress
(kesulitan keuangan) dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan
untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang
menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Financial distress dapat
merugikan para pemegang saham, kreditur maupun para eksekutif
(Muaqilah et al., 2021). Hal ini dapat menggambarkan prediksi tentang
perusahaan yang mengalami financial distress, yang kemudian mengalami
kebangkrutan merupakan analisis penting bagi para pemangku
kepentingan seperti kreditur, investor,l regulator, auditor dan manajemen.
Bagi kreditur, analisis ini menjadi pertimbangan utama dalam
memutuskan untuk menarik kreditnya, menambah kredit untuk mengatasi
kesulitan tersebut atau mengambil kebijakan lain. Sedangkan dari sisi
investor, hasil analisis akan digunakan untuk mengetahui sikap terhadap
saham yang dimiliki oleh perusahaan investor (Aini & Yahya, 2019).
Selain financial distress, perubahan kepengurusan perusahaan
mengganti direksi. Jika perusahaan melakukan pergantian direksi, baik
direktur maupun komisaris akan menyebabkan perubahan kebijakan
perusahaan. Masing-masing dari eksekutif memiliki gaya dan tujuan
kepemimpinan mereka sendiri. Jadi jika terjadi pergantian manajemen,
secara langsung atau tidak langsung akan mendorong auditor switching
karena manajemen bisnis perusahaan yang cenderung mencari kantor
akuntan public (KAP) yang sesuai dengan kebijakan manajemen (Manto
& Lesmana Wanda, 2018)
Perubahan manajemen dapat dibagi menjadi 2, yaitu perubahan
rutin dan non-rutin. Perubahan rutin adalah pergantian pengurus yang
disebabkan oleh berakhirnya masa jabatan direksi. Sedangkan pergantian
non-rutin cenderung terjadi karena pertimbangan kondisi perusahaan, yaitu
struktur manajemen yang ada tidak mampu mengelola perusahaan dengan
baik, sehingga struktur yang ada diganti dengan yang baru, pembenahan
pengelolaan pada perusahaan. Selain itu penggabungan (merger)
perusahaan dan penambahan pemegang saham baru juga menjadi
penyebab perusahaan melakukan pergantian kantor akuntan publik (KAP)
(Puspayanti & Suputra, 2018).
Selain faktor di atas, ada faktor lain yyang dapat mempengaruhi
auditor switching, yaitu ukuran KAP. Ukuran KAP dalam penelitian ini
dilihat dari ukuran KAP, KAP yang berafiliasi dengan big four KAP
diyakini memiliki kualitas jasa audit yang tinggi. Mereka akan menjaga
kualitas dan menjaga independensi untuk menjaga citra KAP. Perusahaan
akan memilih KAP dengan kualitas yang lebih baik untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan. Perusahaan yang memiliki KAP yang
digunakan berafiliasi dengan empat KAP besar yang memiliki
kemungkinan untuk melakukan auditor switching (Purnomo & Aulia,
2019). Namun hal ini terbantahkan karena kasus yang menimpa KAP big
four di Indonesia dan India. Akibat dari kasus ini, perlu dilakukan auditor
switching secara wajib. Selanjutnya banyak yang berasumsi bahwa KAP
big four akan menghindari kesalahan dalam memeriksa laporan keuangan
dengan perusahaan yang diaudit karena audit fee lebih besar untuk
membayar, tetapi ada perbedaan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh
(Purnomo & Aulia, 2019), yaitu tinggi rendahnya audit fee tidak
mempengaruhi perusahaan untuk melakukan auditor switching. Oleh
karena itu, hal ini dapat menimbulkan kesenjagan penelitian atau
inkonsistensi hasil yang dicapai oleh penelitian-penelitian sebelumnya.
Selain itu, besarnya jumlah fee auditor dapat bervariasi tergantung
pada risiko perikatan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan jasa tersebut, dan
pertimbangan professional lainnya (Sima & Badera, 2018). Audit fee
adalah biaya yang diterima oleh auditor setelah memberikan jasa audit
kepada klien. Hubungan kelembagaan antara manajemen dan auditor wajib
juga didasarkan pada kontrak yang harus dihormati. Fee audit merupakan
fenomena yang juga mempengaruhi kualitas audit, yaitu adanya perjanjian
kerjasama dalam hal penetapan besaran fee audit antara auditor dengan
klien. Ketika auditor bernegosiasi dengan manajemen tentang jumlah
imbalan yang dibayarkan sehubungan dengan pekerjaan dari hubungan
yang diaudit, kemungkinan aka nada konsesi timbal balik yang jelas akan
mengurangi kualitas hubungan yang diaudit. Auditor dengan kualitas yang
lebih tinggi akan mengenakan fee audit yang lebih tinggi karena auditor
yang berkualifikasi akan mencerminkan informasi pribadi perusahaan
(Purnomo & Aulia, 2019).
Audit fee yang tidak terlalu tinggi dapat mengakibatkan audit
tenure yang lama. Di Indonesia, pemerintah mengatur persyaratan untuk
auditor switching dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2015 tentang
Praktik Akuntan Publik terhadap Akuntan Publik, yang merupakan
peraturan lebih lanjut dari UU No. 5 tahun 2011 tentang akuntan public.
Tentang auditor switching, pasal 11 ayat (1) PP No. 20 Tahhun 2015
menjelaskan bahwa pemberian jasa audit atas laporan keuangan historis
suatu entitas oleh akuntan publik dibatasi 5 (lima) tahun buku berturut-
turut dan akuntan publik dapat memberikan jasa audit atas informasi
keuangan historis. Untuk entitas setalah 2 (dua) tahun buku berturut-turut
tidak memberikan jasa tersebut (pasal 11 ayat 4). Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 2015 ini menggantikan Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia paling lama tiga tahun berturut-turut dilakukan oleh
akuntan yang sama.
Penyelesaian masa audit (Audit Tenure) dinilai berdampak pada
auditor switching. Menurut (Manto & Lesmana Wanda, 2018) audit tenure
adalah jumlah tahun KAP atau auditor yang telah mengaudit suatu
perusahaan. Jangka Panjang KAP akan menignkatkan pengetahuan KAP
dan/atau auditor mengenai bisnis perusahaan sehingga dapat merancang
program audit dengan baik. Menurut (Rahmi dkk, 2019) hubungan klien
dengan KAP selama tahun berpotensi menurunkan independensi dari
auditor yang bekerja. Oleh karena itu, rotasi terhadap kantor akuntan
public (KAP) wajib diterapkan untuk mengurangi hubungan khusus yang
terjalin antara pelanggan dan kantor akuntan publik.
Peneliti memodifikasi penelitian yang dilakukan oleh Rizki Dianti
(2020) dengan menambahkan audit fee dan audit rotasi sebagai variable
independent.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti
“Pengaruh Financial Distress, Pergantian Manajemen, Audit Fee dan
Audit Tenure Terhadap Auditor Switching”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari uraian yang disajikan pada latar belakang, maka dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dianggap tidak
mampu membayar kewajiban keuangannya dan harus
mempertimbakan pergantian auditor.
2. Pergantian manajemen yang baru memungkinkan diberi kesempatan
untuk menunjuk auditor baru yang lebih berkualitas dan sesuai dengan
kebijakan serta pelaporan akuntansi.
3. Perusahaan menggunakan jasa KAP big four tidak serta merta
menunjukkan independensinya dalam menjalankan tugasnya.
4. Ada perbedaan antara fee audit yang ditawarkan oleh auditee dan
auditor, diperlukan kesepakatan.
5. Adanya pergantian auditor secara wajib, namun masih banyak
perusahaan yang melakukannya secara sukarela.
1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti


dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah financial distress mempengaruhi auditor switching?


2. Apakah perubahan manajemen mempengaruhi auditor switching?
3. Apakah ukuran KAP mempengaruhi auditor switching?
4. Apakah fee audit mempengaruhi auditor switching?
5. Apakah audit tenure mempengaruhi auditor switching?
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menemukan


bukti empiris pada topik-topik berikut:

1. Menganalisis pengaruh financial distress terhadap auditor


switching.
2. Menganalisis pengaruh pergantian manajemen terhadap auditor
switching.
3. Menganalisis pengaruh ukuran KAP terhadap auditor switching.
4. Menganalisis pengaruh fee audit terhadap auditor switching.
5. Analisis pengaruh audit tenure terhadap auditor switching.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Kontribusi Teoritis
a. Menjadi acuan penelitian selanjutnya yang akan mengkaji
pengaruh financial distress, pergantian manajemen, ukuran
KAP, audit fee dan audit tenure terhadap auditor switching.
b. Sebagai sarana menambah informasi tentang sector
keuangan dan audit khususnya mengendai pengaruh
financial distress. pergantian pengurus, ukuran KAP, audit
fee dan audit tenure terhadap audit tenure sehingga
diharapkan bermanfaat bagi penulis di masa depan.
2. Kontribusi Praktis
a. Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi manager dalam
mengambil keputusan untuk melakukan perubahan
terhadap auditor guna menghasilkan laporan yang
berkualitas dengan tingkat independensi yang tinggi.
b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai gambaran mengenai
alasan dibalik pergantian auditor yang dilakukan oleh
perusahaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Literatur
2.2 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu
2.3 Kerangka Pemikiran
2.4 Keterkaitan Antar Variabel dan Perumusan Hipoteses
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisa hubungan kausalitas yang digunakan untuk
menjelaskan pengaruh variabel independent, yaitu financial distress,
pergantian manajemen, ukuran KAP, audit fee dan audit tenure terhadap
variabel dependen, yaitu auditor switching. Berdasarkan jenisnya,
penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yaitu menekankan pada
pengujian teori melalui pengukuran variabel penelitian dengan angka dan
melakukan analisis data sekunder dengan prosedur statistik, yaitu data yang
digunakan berupa angkaangka. Objek penelitian ini adalah semua sektor
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2018-
2020 yang diperoleh dengan mengakses website Bursa Efek Indonesia di
www.idx.co.id.
3.2 Metode Penentuan Sampel
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.4 Metode Analisis Data
3.5 Operasional Variabel Penelitian

4.1
4.2
4.3

4.4
Aini, N., & Yahya, M. R. (2019). Pengaruh Management Change, Financial
Distress, Ukuran Perusahaan Klien, Dan Opini Audit Terhadap Auditor
Switching. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi Akuntansi, 4(2), 245–258.
https://doi.org/10.24815/jimeka.v4i2.12235

Aprilia, R., & Effendi, B. (2019). Pengaruh Pergantian Manajemen, Kepemilikan


Publik dan Financial Distress terhadap Auditor Switching. STATERA: Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 61–75.
https://doi.org/10.33510/statera.2019.1.1.61-75

As’ad, M. (2021). Pengaruh Opini Audit, Ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP)
Dan Audit Tenure Terhadap Auditor Switching (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun
2015-2019. In Jurnal Ilmu Akuntansi (Vol. 19, Issue 1, pp. 1–20).

Jayanti, F. dwi, Kurniawan, B., & Lestari, U. puji. (2020). Pengaruh Ukuran KAP,
Audit Report Lag, Ukuran Perusahaan, dan Pergantian Manajemen Terhadap
Auditor Switching. Jurnal Ekonomi, Manajemen Dan Akuntansi, 1(2), 1–9.

Manto, J. I., & Lesmana Wanda, D. (2018). Pengaruh Financial Distress,


Pergantian Manajemen Dan Ukuran Kap Terhadap Auditor Switching.
Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, 18(2), 205.
https://doi.org/10.25105/mraai.v18i2.3212

Muaqilah, N., Mus, A. R., & Nurwanah, A. (2021). Pengaruh Financial Distress,
Opini Audit, Pergantian Manajemen Dan Ukuran Kap Terhadap Auditor
Switching (Studi Pada Perusahaan Bumn Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia). Invoice : Jurnal Ilmu Akuntansi, 3(1), 145–158.
https://doi.org/10.26618/inv.v3i1.4978

Purnomo, L. I., & Aulia, J. (2019). Pengaruh Fee Audit, Audit Tenure, Rotasi
Audit Dan Reputasi Auditor Terhadap Kualitas Audit. EkoPreneur, 1(1), 50.
https://doi.org/10.32493/ekop.v1i1.3668

Puspayanti, N. P. W., & Suputra, I. D. G. D. (2018). Pengaruh Financial Distress


pada Auditor Switching dengan Reputasi Auditor Sebagai Variabel
Moderasi. E-Jurnal Akuntansi, 23, 1332.
https://doi.org/10.24843/eja.2018.v23.i02.p20

Rahmi dkk, U. (2019). Pengaruh Audit Tenure, Spesialisasi Audit, Ukuran


Perusahaan, dan Auditor Switching Terhadap Kualitas Audit. JIMEA: Jurnal
Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi, 3(3), 40–52.
https://doi.org/10.31955/mea.vol4.iss1.pp40

Sima, P. A. P., & Badera, I. D. N. (2018). Reputasi Auditor sebagai Pemoderasi


Pengaruh Financial Distress dan Audit Fee pada Auditor Switching. E-
Jurnal Akuntansi, 8(2), 58. https://doi.org/10.24843/eja.2018.v24.i01.p03

Anda mungkin juga menyukai