Anda di halaman 1dari 43

i

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir,
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat
asam arang dari tubuhnya.

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir. Berbagai faktor pada ibu dan bayi berperan sebagai
faktor risiko asfiksia perinatal. Penilaian perinatal terhadap faktor risiko dan
penanganan perinatal yang baik pada kehamilan risiko tinggi sangat mutlak pada
asfiksia perinatal. Apabila komplikasi asfiksia sudah terjadi maka diperlukan
pendekatan multi disiplin untuk mencegah kerusakan yang sudah terjadi agar
tidak bertambah berat. (Prambudi, 2018).

Menurut Badan organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2017 jumlah


kematian neonatal sebanyak 4,3% per 1000 kelahiran hidup. Di Jawa Timur
kematian neonatus menempati urutan ketiga terbesar di Indonesia yaitu BBLR
42%, asfiksia 25% dan kelainan bawaan 16%. Dan pada tahun 2017 jumlah bayi
yang meninggal sebesar 4.059, rata-rata perhari 11 bayi. Di RSUD dr. Soeroto
Ngawi tahun 2019 jumlah bayi yang lahir sebanyak 2.836 dan yang asfiksia mulai
bulan Oktober sampai Desember sebanyak 90 bayi.

Adapun faktor resiko terjadinya asfiksia neonatorum diantaranya : 1) faktor


ibu seperti usia kehamilan, dimana bayi yang lahir dengan masa gestasi dibawah
37 minggu memicu terjadinya kegagalan pada system pernafasan dikarenakan
otot – otot pernafasan masih lemah serta kurangnya produksi cairan surfaktan
yang mengakibatkan paru tidak mampu mengembang dan mengempis, paru akan

1
kolap, sehingga bayi akan mengalami kesulitan untuk bernafas. Sedangkan untuk
masa gestasi yang melebihi bulan fungsi plasenta akan menjadi berkurang dan
jumlah amnion menjadi sedikit bahkan bercampur dengan mekonium yang
mengakibatkan terjadinya SAM (syndrome aspirasi mekonium) dan bayi akan
kekurangan aliran O2 yang dapat menyebabkan kegagalan pernafasan (asfiksia).
2) faktor tali pusat seperti tali pusat menumbung, adanya lilitan, tali pusat pendek
dan prolaps tali pusat akan menjadikan suplai darah yang membawa oksigen dari
ibu ke janin semakin berkurang. Ini dapat juga dipengaruhi oleh adanya gangguan
pada plasenta seperti plasenta kecil dan tipis, plasenta previa maupun solusio
plasenta bisa berpengaruh pada pertukaran gas antara janin dan ibu. 3) Faktor bayi
seperti kondisi bayi saat lahir ,adanya penyulit saat persalinan seperti letak
sungsang, gemelli, letak bahu atau lahir dengan tindakan vakum dan forceps akan
membuat trauma pada bayi saat dilahirkan yang dapat mengakibatkan bayi
kesulitan untuk bernafas.

Asfiksia dapat menyebabkan kerusakan organ berat dan berakibat fatal pada
bayi baru lahir. Redistribusi sirkulasi yang ditemukan pada pasien hipoksia dan
iskemia akut telah memberikan gambaran yang jelas mengapa terjadi disfungsi
berbagai organ tubuh pada bayi asfiksia. Gangguan fungsi berbagai organ pada
bayi asfiksia tergantung pada lamanya asfiksia terjadi dan kecepatan penanganan.

Upaya dalam menurunkan angka kematian bayi baru lahir yang diakibatkan
asfiksia salah satunya dengan cara melakukan suatu pelatihan keterampilan
resusitasi kepada para tenaga kesehatan agar lebih terampil dalam melakukan
resusitasi dan menganjurkan kepada masyarakat ataupun ibu khususnya, agar
setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan (Depkes RI, 2018)
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan asfiksia?


2. Bagaimana klasifikasi asfiksia?

2
3. Seperti apa tanda dan gejala asfiksia serta diagnose asfiksia?
4. Apa penyebab asfiksia?
5. Bagaimana patofisiologi asfiksia?
6. Seperti apa pathway asfiksia?
7. Bagaimana penatalaksanaan bayi dengan asfiksia?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan kebidanan terhadap bayi
BBLR agar kebutuhan bayi dapat terpenuhi dan bayi menjadi sehat

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui definisi asfiksia


b. Untuk mengetahui klasifikasi asfiksia
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala asfiksia serta diagnose asfiksia
d. Untuk mengetahui penyebab terjadinya asfiksia
e. Untuk mengetahui seperti apa patofisiologi asfiksia
f. Untuk mengetahui apa pathway
g. Untuk mengethaui penatalksaan bayi dengan asfiksia

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi
Asuhan kebidanan ini dapat memberikan pemahaman bagi mahasiswa
D.III Kebidanan Akademi Kebidanan Jember mengenai asuhan kebidanan
yang perlu diberikan kepada bayi dengan asfiksia sehingga dengan adanya
penyusunan asuhan kebidanan di harapkan mahasiswa dapat meningkatkan
kompetensinya, yang selanjutnya akan meningkatkan mutu kualitas institusi
Akademi Kebidanan Jember dalam penyusunan asuhan kebidanan neonatus
ini juga akan memperkaya kepustakaan pada institusi Akademi Kebidanan
Jember.

3
1.4.2 Bagi Lahan
Sebagai acuan untuk dapat meningkatkan pelayanan kebidanan yaitu
pada penangan bayi dengan BBLR serta sesuai Standart Pelayanan Minimal
Asuhan Kebidanan.

1.4.3 Bagi Pasien


Bayi bisa mendapat Asuhan Kebidanan yang sesuai dengan Standart
Pelayanan Asuhan Kebidanan serta pada bayi yang lahir dengan asfiksia
dapat tertangani dengan segera.

4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Pengertian Asfiksia
Asfiksia dalam bahasa Indonesia disebut dengan “mati lemas”.
Sebenarnya pemakaian kata asfiksia tidaklah tepat karena kata ini berasal
dari bahasa Yunani yang berarti “absence of pulse” (tidak berdenyut),
sedangkan pada kematian karena asfiksia, nadi sebenarnya masih dapat
berdenyut untuk beberapa menit setelah pernafasan berhenti. Istilah yang
tepat secara terminologi kedokteran ialah anoksia atau hipoksia. (Sumy
Hastry P. 2016)
Secara umum, asfiksia adalah kehilangan kesadaran karena
kekurangan oksigen atau terlalu banyak karbon dioksida (CO2) dalam
darah. Sedangkan dalam kedokteran forensik, asfiksia berarti suatu
kondisi yang disebabkan oleh gangguan pengambilan nafas dan/atau
penggunaan nafas. (Sumy Hastry P. 2016)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan oksigen dan
makin menigkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut. (Hosmiatun, dkk. 2017)
Asfiksia merupakan suatu kondisi dimana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah melahirkan. Keadaan tersebut
dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, sampai asidosis.
(Aziz Alimul H. 2018)

2.1.2 Klasifikasi Asfiksia

Menurut Marmi dan Rahardjo, asfiksia di kalsiifkasikan sebagai


berikut.
a. Virgorous baby

5
Skor APGAR 7-10, dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan resusitasi.
b. Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang)
Nilai APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
sianosis dan refleks iritabiliatas tidak ada.
1) Asfiksia ringan-sedang(nilai apgar 4-6)
2) Di sini dapat dicoba melakukan rangsangan untuk menimbulkan
reflek pernapasan. Hai ini dapat dikerjakan selama 30-60 detik
setelah penilaian menurut apgar 1 menit. Bila dalam waktu
tersebut pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus segera
dimulai.
c. Asfiksia berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100 x permenit, tonus otot buruk, sianosis berat,
dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih
dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang
post partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.
1) Aspiksia berat (nilai apgar 0-3)
2) Resusitasi aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan.
Langkah utama ialah memperbaiki ventilasi paru-paru dengan
memberikan O2 secara tekanan langsung dan berulang-ulang. (Siti
Nuhasiyah, dkk. 2017)

Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia


berdasarkan nilai APGAR :

1) Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3.


2) Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9.

6
4) Bayi normal dengan nilai APGAR 10.

Menurut Icesmi dan Sudarti (2014:159) klasifikasi asfiksia dibagi


menjadi

1) Vigorous baby
Skor APGAR 7-10, bayi sehat kadang tidak memerlukan
tindakan istimewa
2) Moderate asphyksia
Skor APGAR 4-6
3) Severe asphyksia
Skor APGAR 0-3

Menurut Vidia dan Pongki (2016) kalsifikasi asfiksia terdiri dari:

1) Bayi normal atau tidak asfiksia : Skor apgar 8-10. Bayi normal tidak
memerlukan resusitasi dan pemberian oksigen secara terkendali.
2) Asfiksia Ringan : Skor APGAR 5-7. Bayi dianggap sehat, dan tidak
memerlukan tindakan istimewa, tidak memerlukan pemberian
oksigen dan tindakan resusitasi.
3) Asfiksia Sedang : Skor APGAR 3-4. Pada Pemeriksaan fisik akan
terlihat frekuensi jantung lebih dari 100 kali/menit, tonusotot kurang
baik atau baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada dan memerlukan
tindakan resusitasi serta pemberian oksigen sampai bayi dapat
bernafas normal.
4) Asfiksia Berat : Skor apgar 0-3. Memerlukan resusitasi segera secara
aktif dan pemberian oksigen terkendali, karena selalu didertai
asidosis, maka perlu diberikan natrikus dikalbonas 7,5% dengan dosis
2,4 ml/kg berat badan, dan cairan glukosa 40% 1-2 ml/kg berat badan,
diberikan lewat vena umbilicus.Pada pemeriksaan fisik ditemukan
frekuensi jantung kurang dari 100 kali/menit, tonus otot buruk,
sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflex iritabilitas tidak ada.

7
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah
dengan :

a. Menghitung frekuensi jantung.


b. Melihat usaha bernafas.
c. Menilai tonus otot.
d. Menilai reflek rangsangan.
e. Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tanda tanda
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
vital
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
(Frekuensi < 100 x/
Tidak ada > 100 x/ menit
jantung) menit

Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis

Activity Tidak Fleksi


(tonus otot) Ada ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan (Lemah)
Lambat atau 
Respiration Menangis kuat atau
Tidak ada tidak teratur
(pernapasan) keras
(Merintih)

8
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir
bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor
Apgar) Sumber : Utomo, (2016).

2.1.3 Tanda dan Gejala serta Diagnosa

a. Tanda dan gejala


1) Hipoksia (Rendahnya akdar oksigen dalam sel dan jaringan tubuh)
2) RR> 60 x/mnt atau < 30 x/mnt
3) Napas megap-megap/gasping sampai dapat terjadi henti napas
4) Bradikardi
5) Tonus otot berkurang
6) Warna kulit sianotik/pucat
b. Diagnosa
1) Asfiksia ringan
a) Takipnea dengan napas >60x/menit
b) Bayi tampak sianosis
c) Adanya retraksi sela iga
d) Bayi merintih
e) Adanya pernapasan cuping hidung
f) Bayi kurang aktif
g) Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif
2) Asfiksia sedang
a) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
b) Usaha napas lambat
c) Adanya pernapasan cuping hidung

9
d) Adanya retraksi sela iga
e) Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
f) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
namun tampak lemah
g) Bayi tampak sianosis
h) Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
3) Asfiksia berat
a) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
b) Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
c) Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
d) Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
e) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau
sesudah persalinan.

2.1.4 Etiologi atau Faktor Predisposisi


Asfiksia janin atau neonatus akan terjadi jika terdapat gangguan
perlukaran gas atau pengangkutang O2 dari ibu kejanin. Gangguan ini
dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir.
Hampir sehagian besar asfiksia bayi baru lahir meriip;ik;in kcltiniutan
asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan.
memegang peran penting untuk keselamatan bayi atau kelangsungan
hidup yang sempurna tanpa gejala sisa.
Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia,
antara lain sebagai berikut:
a. Faktor Ibu
1) Hipoksia ibu Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat
analgetika atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan
hipoksia janin.

10
2) Gangguan aliran darah uterus Mengurangnya aliran darah pada
uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke
plasenta dan kejanin. Hal ini sering ditemukan pada :
a) Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau
tetani uterus akibat penyakit atau obat.
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
c) Hipertensi pada penyakit akiomsia dan lain-lain.
b. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta dan lain-lain.
c. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran
darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran
gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan
pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher kompresi
tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.
d. Faktor Neonatus
Depresi pusat pernapasan pada bayi baun lahir dapat terjadi karena
1) Pemakaian obat anestesia/analgetika yang berlebihan pada ibu
secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan
janin.
2) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarah
intrakranial. Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia
diafrakmatika atresia/stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru
dan lain-lain.

Asfiksia neonatus akan terjadi apabila pada saat lahir bayi


mengalami gangguan pertukaran gas dan transpor O2 dan kesulitan

11
pengeluaran CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai
sekarang asfiksia masih merupakan salah satu penyebab penting
morbiditas dan mortalitas perinatal.

Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan


kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi
fungsi organ vital. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus
dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan, atau segera setelah lahir.

Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan erat


dengan faktor asfiksia janin. Pada penderita asfiksia didapatkan bahwa
sindrom gangguan napas, aspirasi mekonium, infeksi dan kejang
merupakan penyakit yang sering tejadi pasca asfiksia. Pada penderita
asfiksia dapat pula ditemukan penyakit lain, yaitu gangguan fungsi
jantung, renjatan neonatus, gangguan fungsi ginjal, atau gangguan
gastrointestinal. Kelainan ini merupakan salah satu faktor penyebab
tingginya mortalitas bayi pada masa perinatal.
Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan
bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan
pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan
membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Siti Nuhasiyah,
dkk. 2017)

2.1.5 Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin
pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi
(asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang

12
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primarg gasping” yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan.
Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama
kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini
akan mempengaruhi fugsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia
yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primany apnea) disertai
dengan penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak
tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary
apnea). Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan
darah.

2.1.6 Pathway

Persalinan lama Paralisis pusat pernafasan Faktor lain: anastesi


lilitan tali pusat obat-obatan
Presentasi janin abnormal

Asfiksia

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan

dan kadar CO2 meningkat

13
Ketidakefektifan Kerusakan
bersihan jalan
nafas
Nafas cepat Suplai O2 Suplai O2 otak dan

ke paru dalam darah perubahan

Apneu asam
Resiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh
DJJ & TD Asidosis

respiratorik

Metabolisme

Basa Gangguan

perfusi

Janin tidak ventilasi

bereaksi Kematian

Gangguan
terhadap bayi pertukaran
gas
rangsangan

Ketidakefektifan
pola nafas

(Nurarif & Kusuma, 2015)

14
2.1.7 Penatalaksanaan

Sekalipun sebagian besar bayi akan menangis dalam waktu 2-3 detik
tetapi sebagian masih memerlukan langkah untuk resusitasi (Manuaba,
2018).

Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4


pertanyaan: apakah bayi cukup bulan?, apakah air ketuban jernih?,
apakah bayi bernapas atau menangis?, apakah tonus otot bayi baik atau
kuat?

Bila semua jawaban “ya” maka bayi dapat langsung dimasukkan


dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bila
terdapat jawaban “tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi
memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara
berurutan:

a. Langkah awal dalam stabilisasi


1) Jaga bayi tetap hangat
Letakkan bayi diatas kain yang ada di perut ibu. Selimuti bayi
dengan kain tersebut, potong tali pusat. Pindahkan bayi ke atas
kain tempat resusitasi.
2) Atur posisi bayi
Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi. Agar posisi faring, laring,
dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah
masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan
ventilasi dengan balón dan sungkup dan/atau untuk pemasangan
pipa endotrakeal (Departemen Kesehatan R.I, 2018).

15
Gambar 2.1.5.(1) Posisi yang benar pada bayi resusitasi
3) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan .
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah
bergantung pada keaktifan bayi lender/tidaknya mekonium. Bila
terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar
(bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan
frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium.
Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan
laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian
dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut,
faring dan trakea sampai epigglotis.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi
tampak bugar, pembersihan lender dari jalan napas dilakukan
seperti pada bayi tanpa mekoneum (Departemen Kesehatan R.I,
2018).
Berikut ini cara menggunakan alat penghisap lendir delee atau bola
karet.

16
Gambar 2.1.5 (2) Kiri gambar alat pengisap bola karet, kanan
cara melakukan penghisapan menggunakan delee
a) Hisap lendir dalam mulut, kemudian baru hisap lendir di
hidung.
b) Hisap lendir sambil menarik keluar penghisap (bukan pada saat
memasukkan).
c) Bila menggunakan penghisap lendir delee, jangan memasukkan
ujung penghisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut
atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat
menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti napas
bayi.
4) Keringkan dan rangsang bayi.
a) Keringkan bayi dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai
pernapasan bayi atau bernapas lebih baik.
b) Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara : menepuk
atau menyentil telapak kaki atau menggosok punggung, perut,
dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan.

17
Gambar 2.1.5 (3) Rangsang Taktil
5) Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi.
6) Lakukan penilaian bayi.
a) Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, berikan pada
ibunya :
 Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya
untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan
kulit ibu bayi.
 Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya.
b) Bila bayi tidak bernapas atau mengap mengap, segera lakukan
tindakan ventilasi.
b. Ventilasi
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai
untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan
teratur.
1) Pemasangan sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.

18
Gambar 2.1.5 (4) Kiri alat sungkup. Kanan cara pemsangan sungkup

2) Ventilasi percobaan (2 kali).


a) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveoli paru
agar bayi mulai bisa bernapas dan sekaligus menguji apakah
jalan napas terbuka atau bebas.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang.
(1) Bila dada tidak mengembang.
(a) Periksa posisi kepala, pastikan posisinya benar.
(b) Periksa pemasangan sungkup (lihat gambar 2.8.4) dan
pastikan tidak terjadi kebocoran.
(c) Periksa ulang, apakah jalan napas tersumbat cairan atau
lendir (isap kembali)
(2) Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.
3) Ventilasi definitif (20 kali dalam 30 detik).
a) Lakukan peniupan dengan tekanan 20 cm air, 20 kali dalam 30
detik.
b) Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik
tindakan.
4) Lakukan penilaian.

19
a) Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau
bayi, bayi diberikan asuhan pasca resusitasi.
b) Bila bayi belum bernapas atau mengap mengap, lanjutkan
ventilasi.
(1) Lanjutkan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20 kali
untuk 30 detik berikutnya.
(2) Evaluasi hasil ventilasi tiap 30 detik.
c) Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2
menit diventilasi.
d) Bila bayi tidak bisa dirujuk,
(1) Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit.
(2) Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika
setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil.
Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi
akan mengalami kerusakan otak sehingga bayi akan menderita
kecatatan yang berat atau meninggal. (Departemen Kesehatan R.I,
2018).
c. Kompresi dada.
Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari 60 kali
per menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik.
Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang
teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang
belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki
sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh.
Kompresi dada hanya bermakna jika paru-paru diberi oksigen,
sehingga diperlukan 2 orang untuk melakukan kompresi dada yang
efektif satu orang menekan dada dan yang lainnya melanjutkan
ventilasi. Orang kedua juga bisa melakukan pemantauan frekuensi
jantung, dan suara napas selama ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan

20
kompresi harus dilakukan secara bergantian. Prinsip dasar pada
kompresi dada adalah :
1) Posisi bayi
Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher
sedikit tengadah.
2) Kompresi

Gambar 2.1.5 (5) Kiri lokasi kompresi, kana gambaran kompresi


a) Lokasi ibu jari atau dua jari : pada bayi baru lahir tekanan
diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara
processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan
kedua puting susu.
b) Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan
tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior
dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberi
kesempatan jantung terisi. Satu kompresi terdiri dari satu
tekanan ke bawah dan satu pelepasan. Lamanya tekanan ke
bawah harus lebih singkat daripada lamanya pelepasan untuk
memberi curah jantung yang maksimal. Ibu jari atau ujung-
ujung jari (tergantung metode yang digunakan) harus tetap
bersentuhan dengan dada selama penekanan dan pelepasan.

21
c) Frekuensi : kompresi dada dan ventilasi harus terkoordinasi
baik, dengan aturan satu ventilasi diberikan tiap selesai tiga
kompresi, dengan frekuensi 30 ventilasi dan 90 kompresi
permenit. Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri
dari satu ventilasi dan tiga kompresi.
d) Penghentian kompresi:
(1) Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung
ventilasi dihentikan selama 6 detik. Penghitungan frekuensi
jantung selama ventilasi dihentikan.
(2) Frekuensi jantung dihitung dalam waktu 6 detik kemudian
dikalikan 10. Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit
kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan
dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung
tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter
umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin
harus dilakukan.
(3) Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi
dapat bernapas spontan, ventilasi tekanan positif dapat
dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir bebas
yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah
observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat
dipindahkan ke ruang perawatan. (Departemen Kesehatan
R.I, 2018).
d. Pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (Volume
expander).
Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir.
Bradikardi pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh
ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana
kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang
adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan

22
kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti epinefrin, atau
volume ekspander dapat diberikan. Obat yang diberikan pada fase akut
resusitasi adalah epinefrin.
1) Epinefrin.
Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang
dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara
terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan
sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan
meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis
yang diberikan 0,1-0,3 ml/kgBB larutan 1:10.000 (setara dengan
0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal.
Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi
jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian
dilakukan melalui selang endotrakeal. (Departemen Kesehatan R.I,
2018).
2) Volume Ekspander.
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut :
bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia
dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan
akibat adanya perdarahan atau syok. Gejala klinis ditandai adanya
pucat, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan
respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-
10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis
cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis
(NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif
jika diduga kehilangan darah banyak
e. Asuhan pasca resusitasi
Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca
resusitasi, yang diberikan kepada bayi baru lahir ataupun ibu dan
keluarga yang diberikan berupa asuhan neonatal, pemantauan, dan

23
konseling. Harus dicatat semua tindakan yang telah dilakukan
mencangkup : nama ibu, tanggal dan waktu lahir, keadaan bayi waktu
lahir, waktu mulai tindakan resusitasi, langkah resusitasi yang telah
dilakukan, waktu bayi bernapas spontan dan hasil resusitasi. Asuhan
pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi baru lahir
setelah menerima tindakan resusitasi. (Departemen Kesehatan R.I,
2018).
Asuhan pasca resusitasi dilakukan pada keadaan :
1) Resusitasi berhasil : Bayi menangis dan bernapas normal sesudah
langkah awal atau sesudah ventilasi. Perlu pemantauan dan
dukungan.
2) Resusitasi belum/kurang Berhasil : Bayi perlu rujukan yaitu
sesudah ventilasi 2 menit belum bernapas atau bayi sudah bernapas
tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan didapatkan
kondisi nya memburuk.
3) Resusitasi tidak Berhasil : Sesudah ventilasi 20 menit, bayi tidak
bernapas.

2.2 Manajemen Asuhan Kebidanan Varney

ASUHAN KEBIDANAN BAYI NY. RISKI HAMIMAH UMUR 0 HARI

No. Register : 32342

Hari/Tanggal : Selasa, 16 November 2021

Pengkajian : Bidan Anis Sulalah, Amd.Keb

Jam : 11.34 WIB

Tempat : PMB Anis Sulalah, Amd.Keb


2.2.1 Interpretasi Data
a. Data Subjektif

24
1) Identitas
a) Bayi
(1) Nama Bayi : By Ny Riski Hamimah
(2) Umur : 0 hari
(3) Tanggal & Jam Lahir : 16 November 2021
Pukul 11.34 WIB
(4) Jenis Kelamin : Perempuan
(5) Anak Ke- :1
b) Orang Tua

Nama Ibu : Riski Hamimah Nama bapak : M. Ilyas

Umur : 23 tahun Umur : 25 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

Suku/ Bangsa : WNI Suku/ Bangsa : WNI

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Pengusaha

Penghasilan : Tidak memiliki Penghasilan : 2.500.000


penghasilan

Alamat : Tamanan Alamat : Tamanan

No. Telp. : 082375546xxx No. Telp : 085345826xxx

Keterangan
Nama : Untuk identifikasi/mengenal penderita
Suku/Bangsa : Untuk mengetahui adat istiadat yang digunakan
dan bahasa apa yang dipakai sehingga

25
memudahkan dalam memberikan asuhan terutama
dalam memberikan konseling
Agama : Untuk mengetahui kepercayaan yang dianutnya
dalam rangka memudahkan dalam memberikan
asuhan
Pendidikan : Untuk mengetahui bagaimana/ sejauh mana
pengetahuan suami
Alamat : Untuk mengetahui tempat tinggal klien dan
keluarga, sehingga memudahkan menghubungi
suami/ keluarga
No. telp : Untuk memudahkan menghubungi klien/ keluarga
klien
2) Keluhan/Alasan Berkunjung Ke Tenaga Kesehatan
Bayi tidak segera menangis segera setelah lahir.
3) Riwayat Pranatal
a) Frekuensi ANC : Frekuensi ANC ibu adalah 1 kali sebulan
(sampai bulan ke 6), 2 kali sebulan (dari bulan ke 7 sampai
bulan ke 9) dan 1 kali seminggu pada bulan terakhir.
b) Keluhan selama ANC : Keluhan yang biasa terjadi pada TM I
mual muntah/morning sickness dan sering kencing, TM II sakit
pinggang dan punggung, nyeri perut bagian bawah. TM III
dengan sakit pinggang, sering kencing, kram perut
c) Status TT ibu(tanggal pemberian) : TT 5
TT 1-TT 2 = 4 minggu Masa perlindungan 3 tahun
TT 2-TT 3 = 6 bulan Masa perlindungan 5 tahun
TT 3-TT 4 = 12 bulan Masa perlindungan 10 tahun
TT 4-TT 5 = 12 bulan Masa perlindungan >25 tahun
d) Tanda bahaya dan penyulit kehamilan :
Tanda bahaya kehamilan akan telihat pada saat ibu mengalami
pendarahan dari kemaluan, odema di muka / di jari, sakit

26
kepala hebat, penglihatan kabur, muntah hebat, demam, keluar
cairan per vagina, nyeri abdomen yang hebat, bayi kurang
bergerak seperti biasa
e) Obat yg pernah dan sedang dikonsumsi
Ibu pada saat kehamilan akan mendapat obat seperti : Tablet
tambah darah (Fe), Vit C, Kalk.
f) Kebiasaan ibu saat hamil yang mengganggu kesehatan
Kebiasaan ibu yang dapat menggangu kesehatan seperti
merokok, minuman bersoda, narkoba, memelihara kucing, dan
kebiasaan budaya yang dapat mempengaruhi kehamilan seperti
minum jamu.
4) Riwayat Natal
a) Jenis Persalinan : Spontan/Normal
Persalinan terbagi menjadi 3 yaitu
spontan/normal (persalinan pervaginam
dengankekuatan ibu sendiri), buatan
(persalinan dengantenaga dari luar
seperti vakum dan SC), dan anjuran
(Persalinan dengan pemebrian
perangsang/pencahar)
b) Usia Kehamilan : 40 minggu
Abortus = <28 minggu
Preterm = 28-36 inggu
Aterm = 37-40 minggu
c) Penolong persalinan : Bidan
Penolong persalinan dapat dilakuakan
oleh bidan, dokter kandungan serta
dokter spesialis obgin atau spesialis anak
d) Tempat persalinan : PMB

27
Tempat persalinan dapat dilakukan di
rumah bidan/PMB, Puskesmas dan
Rumah Sakit
e) Lama persalinan : 17 Jam (persalinan <30 menit)
Normal persalinan Kala I fase laten tidak
dapat di tentukan dan pada kala I fase
aktif 6 jam. Normal lama persalinan
Kala II (pengeluaran janin) <1 jam
f) Ketuban : Pecah spontan, warna putih keruh,
tidak
berbau jumlah cukup
g) Komplikasi persalinan : Lilitan tali pusat
Komplikasi persalinan seperti persalinan
macet, rupture uteri, infeksi atau sepsis,
malpresentasi dan malposisi,
perdarahan, mekonial, hipoksia janin,
ketuban pecah dini, lilitan tali pusat, pre
eclampsia/eclampsia
h) Keadaan bayi baru lahir / Apgar Skor : 4 (asfiksia ringan)

Tanda Nilai:seluruh
Pucat/biru 0 Nilai:
Tubuh 1
merah, Nilai:tubuh
Seluruh 2
Appearance tubuh ekstremitas biru kemerahan
Pulse
(denyut
jantung) Tidak ada <100 >100
Ekstremitas
Grimace sedikit fleksi
Tidak ada Gerakan aktif
Langsung
Activity menangis
Tidak ada Sedikit gerak
Lemah/tidak
Respiration teratur
Tidak ada Menangis

28
(1) Virgorous baby nilai skor APGAR 7-10, dalam hal ini bayi
dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan resusitasi.
(2) Mild-moderate asphyxia (asfiksia sedang) nilai skor
APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi
jantung lebih dari 100 kali/menit, tonus otot kurang baik
atau baik, sianosis dan refleks iritabiliatas tidak ada.
(3) Asfiksia berat nilai skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan
fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-
kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada. Pada asphyksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi
jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asphyksia berat.
5) Riwayat Postnatal & Imunisasi
a) Pemberian IMD/ ASI
Pada kasus asfiksia belum melakukan IMD karena disegarakan
melakukan resusitasi
b) Perawatan tali pusat
Segera setelah lahir dilakukan pemotongan tali pusat, yaitu 3-5
cm tali pusat untuk menutup aliran oksigen dari plasenta ke
bayi serta membantu proses pernapasan dan sirkulasi.
c) Imunisasi
Pada bayi asfiksi belum malakukan imunisasi karena
disegerakan melakukan resusitasi.
d) Eliminasi dalam 24 jam pertama (miksi,mekoneum) : (Tidak
Terkaji)
Keterangan:

29
(1) Miksi : sudah/ belum Warna : ............ tgl : ......pkl : ......
Aliran urin lancar; berkemih yang pertama tidak lebih dari
24 jam pasca natal.
(2) Mekonium : sudah/belum Warna : ............. tgl : .....
pkl : ...... Mekonium pertama tidak lebih dari 24 jam pasca
natal; Warna : hitam kehijauan
6) Riwayat Keluarga*)
Keluarga tidak memiliki penyakit menular atau penyakit turunan
(TBC, Diabetes Mellitus, Kejang, HIV, Hipertensi, Jantng, Ginjal,
Hepatitis, Asma)
7) Pola Kebiasaan (> 24 jam)
Nutrisi : (Tidak Terkaji)
Eliminasi : (Tidak Terkaji)
Istirahat : (Tidak Terkaji)
Kebersihan : (Tidak Terkaji)
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Umum
a) Keadaan Umum : Merintih dan lemah
b) TTV
(1) Suhu : (Tidak Terkaji)
(2) Pernafasan : Tidak teratur <40 x/menit
Normal pernafasan pada bayi adalah 60-80 x/menit
(3) Denyut Jantung : (DJ=100-160 x/mnt)
(4) Antropometri
(a) Berat badan sekarang : (Tidak Terkaji)
(b) Panjang Badan : (Tidak Terkaji)
(c) Lingkar Kepala : (Tidak Terkaji)
 Fronto-oksipito : 34 cm
 Mento-oksipito : 35 cm
 Suboksipito-bregmantika : 32 cm

30
(d) Lingkar Dada : (Tidak Terkaji)
(e) Lingkar lengan atas : (Tidak Terkaji)
2) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : (Tidak Terkaji)
Bentuk normal (mesosefal); caput succedaneum; cephal
hematoma; sutura teraba tidak menyatu; Fontanel (UUB :
teraba bentuk berlian / segi empat, sepanjang sutura korona dan
sutura sagital; UUK : teraba bentuk segitiga, sepanjang garis
sutura lambdoidalis dan sagitalis)
b) Mata : (Tidak Terkaji)
(1) Posisi :
(2) Sklera :
(3) Kornea : jernih/keruh
(4) Kelopak mata : edema, biasanya tertutup
(5) Cowong/tidak
(6) Secret : ada/tidak
c) Telinga : (Tidak Terkaji)
(1) Posisi : puncak pinna berada pada garis horisontal bersama
bagian luar kantus mata
(2) Pinna : lentur, adanya kartilago
(3) Pendengaran: berespon / tidak dengan suara (dengan reflex
terkejut)
d) Hidung :
(1) Tidak ada cuping hidung/tidak ada usaha nafas
e) Mulut
(1) Bibir kebiruan dan kering
f) Leher (Tidak Terkaji)
(1) Simetris, pendek, gemuk, biasanya dikelilingi oleh lipatan
kulit
(2) Tidak ada massa

31
(3) Tiroid : garis tengah
g) Klavikula (Tidak Terkaji)
(1) Rata tanpa “massa” sepanjang tulang
(2) Simetris
h) Dada
(1) Tarikan dinding dada tidak terlihat
(2) Terlihat cekung pada prosesus xifoideus
i) Abdomen (Tidak Terkaji)
(1) Bentuk silindris, simetris
(2) Pusat umbilicus putih kebiruan pada saat lahir dengan 2
arteri dan 1 vena, tidak merah, tidak bernanah
(3) Tidak ada gelombang peristaltik yang terlihat
(4) Lunak dan tidak nyeri tekan, tanpa massa
(5) Bising usus ada
j) Punggung (Tidak Terkaji)
Spina utuh, tidak ada lubang, massa atau kurva menonjol
k) Ekstremitas atas dan bawah
Tonus otot lemah, tidak ada pergerakan pada ekstremitas atas
dan bawah
l) Genitourinarius (Tidak Terkaji)
Wanita
(1) Labia mayora : ada dan menutupi labia minora
(2) Labia minora : ada dan terbentuk sempurna
(3) Klitoris : ada dan biasanya edema
(4) Meatus uretra : ada didepan orifisium vagina
(5) Vagina : paten dengan atau tanpa rabas putih
(6) Verniks kaseosa diantara labia
(7) Perineum : halus
(8) Anus : di tengah, paten

32
Laki- laki

(1) Penis lurus, proporsional terhadap tubuh


(2) Meatus urinarius : di tengah dan diujung gland penis
(3) Skrotum biasanya besar, edema, pendulus, tertutup dengan
rugea, biasanya pigmentasi lebih gelap pada kulit
kelompok etnik
(4) Perineum halus
(5) Anus di tengah, paten
(6) Testis dapat diraba dalam setiap skrotum
m) Ekstrimitas atas
(1) Panjang : proporsional, simetris
(2) Fleksi penuh
(3) Rentang pergerakan sendi bahu, klavikula, siku normal
(4) Telapak tangan biasanya datar
(5) 10 jari dan tanpa berselaput, jarak antar jari sama, rentang
gerak penuh
(6) Punggung kuku merah muda, dengan sianosis sementara
segera setelah lahir, panjang melebihi bantalan kuku.
n) Ekstrimitas bawah
(1) Panjang : proporsional dengan tubuh dan sama di kedua
sisi, kaki lurus.
(2) Fleksi penuh
(3) 10 jari dan tanpa berselaput, jarak antar jari sama, rentang
gerak penuh
(4) Punggung kuku merah muda, dengan sianosis sementara
segera setelah lahir, panjang melebihi bantalan kuku.
o) Kulit
(1) Warna Merah muda
(2) Ada verniks kaseosa,

33
(3) Tidak ada ruam, tidak ada pustule,
(4) Turgor baik
3) Pemeriksaan Neurologis / Refleks (Tidak Terkaji)
a) Mata
(1) Refleks pupil (Pupil konstriksi bila sinar terang diarahkan
padanya) : positif/ negatif
(2) Refleks berkedip (Bayi berkedip pada pemunculan sinar
terang yang tiba-tiba atau pada pendekatan obyek kearah
kornea) : positif/ negatif
b) Leher : tonic neck positif/ negatif
c) Ekstrimitas Atas
Refleks genggam telapak tangan/ palmar grasp (Sentuhan pada
telapak tangan menyebabkan fleksi jari tangan) : positif/
negative; Reflek genggaman kuat dan bilateral
d) Ekstrimitas bawah
(1) Refleks plantar grasp (Fleksi atau mengerutnya jari tangan
atau ibu jari pada perangsangan telapak kaki) : positif/
negatif
(2) Refleks babinski (Tekanan di telapak kaki luar ke arah atas
dari tumit dan menyilang bantalan kaki menyebabkan jari
kaki hiperekstensi) : positif/ negatif
e) Moro ( refleks memeluk/ kejut : abduksi dan ekstensi lengan
dengan tangan terbuka dan ibu jari serta jari telunjuk
semifleksi membentuk huruf C. Seiring dengan kembalinya
lengan kearah tubuh, bayi menjadi relaksasi atau menangis) :
positif/ negatif
f) Rooting (membuka mulut); Sucking (reflek mengisap);
swolling (menelan) : positif/negatif reflek isap terjadi apabila
terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai reflek menelan
4) Pemeriksaan penunjang (Tidak Terkaji)

34
2.2.2 Interpretasi Data Dasar

Masalah aktual : Bayi mengalami asfiksia berat dengan skor APGAR 3.

Diagnosis : Bayi Ny. Riski aterm dengan asfiksia berat

Data dasar

DS : HTP 19 November 2021

Bayi lahir 13 November 2021, pukul 11.34 WIB

DO :

a. Bayi lahir pervaginam, presentase belakang kepala dengan


lilitan tali pusat 2 kali dileher
b. Bayi tidak segera menangis, pernafasan lemah tidak teratur
(<40 x/menit)
c. Frekuensi jantung lemah atau tidak teratur
d. Seluruh tubuh warna biru atau pucat
e. Tonus otot lemah hampir tidak ada
a. Asfiksia ringan
1) Takipnea dengan napas >60x/menit
2) Bayi tampak sianosis
3) Adanya retraksi sela iga
4) Bayi merintih
5) Adanya pernapasan cuping hidung
6) Bayi kurang aktif
7) Dari pemeriksaan auskultasi deperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif
b. Asfiksia sedang
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2) Usaha napas lambat

35
3) Adanya pernapasan cuping hidung
4) Adanya retraksi sela iga
5) Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
namun tampak lemah
7) Bayi tampak sianosis
8) Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat
1) Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2) Tidak ada usaha na Adanya retraksi sela igaas
3) Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4) Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.

2.2.3 Diagnosa dan Masalah Potensial

Diagnosa potensial : asfiksia berat yang jika tidak tertangani akan


berpotensi kematian

Diagnosis : Bayi Ny. Riski aterm dengan asfiksia berat

Data dasar

DS : HTP 19 November 2021

Bayi lahir 13 November 2021, pukul 11.34 WIB

Keterangan dari pihak keluarga bayi tidak menangis

DO :

36
a. Bayi lahir pervaginam, presentase belakang kepala dengan
lilitan tali pusat 2 kali dileher
b. Bayi tidak segera menangis, pernafasan lemah tidak teratur
(<40 x/menit)
c. Frekuensi jantung lemah atau tidak teratur
d. Seluruh tubuh warna biru atau pucat
e. Tonus otot lemah hampir tidak ada

Analisa dan interpretasi data

Pada bayi yang mengalami asfiksia jika kekurangan oksigen berlangsung


terus menerus maka terjadi kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan
fungsi curah jantung, penurunan tekanan darah, yang mengakibatkan
aliran darah ke seluruh tubuh berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan
perfusi dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan
otak yang ireversibel, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.
2.2.4 Antisipasi Tindakan Segera

a. Nilai usaha napas, warna kulit, dan frekuensi denyut jantung.


Rasional : Untuk mengetahui kondisi bayi dan untuk menentukan
apakah tindakan resusitasi diperlukan.
b. Keringkan tubuh bayi dan hangatkan dengan menggunakan infant
warmer.
Rasional : Suhu intrauterin dan ektrauterin sangatlah berbeda dimana
pada bayi baru lahir penyesuaian suhu diluar kandungan sangat
memerlukan pengawasan agar tidak terjadi kehilangan panas pada bayi
yang menyebabkan hipotermi .
c. Atur posisi bayi, letakkan bayi dengan kepala lebih rendah dan segera
hisap saluran pernafasan bagian atas .
Rasional : Agar cairan tidak teraspirasi masuk ke dalam paru paru
sehingga bayi dapat segera bernafas spontan.

37
d. Lakukan rangsangan taktil
Rasional : Dengan rangsangan taktil bayi dapat segera menangis
karena rangsangan taktil dapat merangsang pernafasan dan
meningkatkan aspirasi O2.
e. Lakukan ventilasi dengan tekanan positif dengan menggunakan ambu
bag dan diselingi dengan kompresi dada dengan perbandingan 3 kali
kompresi dan satu kali ventilasi sampai bayi dapat bernafas spontan
dan frekuensi jantung > 100 kali/menit.
Rasional : VTP dengan menggunakan ambu bag merupakan salah satu
cara untuk merangsang pernafasan bayi apabila rangsangan taktil tidak
berhasil.
f. Apabila bayi sudah bernapas spontan dan frekuensi jantung sudah
normal tetapi masih biru maka dilakukan pemberian O2 1 liter / menit
lewat nasal kanul.
Rasional : O2 diberikan untuk memperbaiki keadaan umum bayi dan
mencegah asidosis yang berkelanjutan. Hal ini dapat dihentikan
setelah warna kulit kemerah merahan.

2.2.5 Intervensi

Diagnosa aktual : asfiksia berat

Tujuan :

a. Bayi dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan dari intrauterin


ke lingkungan ekstrauterin.
b. Asfiksia berat teratasi.

Kriteria :
a. Keadaan umum bayi baik.
b. Bayi bernapas spontan, menangis segera.
c. Gerakan aktif.

38
d. Bayi tidak sianosis.
e. TTV dalam batas normal:
1) Frekuensi jantung : 120-160 x /menit.
2) Pernafasan : 30-60 x /menit

Intervensi
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi lalu gunakan
handscun saat memegang bayi.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
b. Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan suction.
Rasional : Untuk kelancaran proses respirasi sehingga bayi dapat
bernafas teratur.
c. Pakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi.
d. Berikan rangsangan taktil.
Rasional : Untuk merangsang agar bayi dapat bernafas spontan.
e. Atur posisi bayi dengan posisi ekstensi.
Rasional : Untuk melancarkan jalan nafas dan mencegah aspirasi
lendir yang terdapat pada mulut dan hidung.
f. Observasi pemberian 02 sebanyak 1 liter/menit melalui nasal kanul.
Rasional : Pemberian 02 yang berlebihan dapat menyebabkan
kebutaan.
g. Pasang infus dekstrosa 5 % .
Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi bayi.
h. Pasang NGT (Naso Gastric Tube) dan hentikan intake oral
berdasarkan instruksi dokter.
Rasional : Memasang NGT (Naso Gastric Tube) untuk dekompresi
lambung sedangkan menghentikan intake oral untuk mencegah bayi
muntah karena bayi mengalami aspirasi air ketuban.
i. Lakukan perawatan tali pusat..

39
Rasional : Untuk menghambat masuknya kuman patogen penyebab
infeksi.
j. Rujukan
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dengan alat
yang lengkap.

Diagnosa potensial : Potensial kematian.

Tujuan : Bayi tidak meninggal.

Kriteria : Terdapat tanda tanda vital yang menandakan bayi masih hidup.
Intervensi : Rujukan

2.2.6 Implementasi
a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi dan menggunakan
handscun saat memegang bayi.
b. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan handscun.
c. Memakaikan bayi pakaian yang bersih dan kering.
d. Memberikan rangsangan taktil.
e. Melakukan perawatan tali pusat.
f. Mengatur posisi bayi dengan posisi ekstensi.
g. Rujukan

2.2.7 Evaluasi

Diagnosa : Asfiksia berat

Masalah Potensial : Potensial kematian.

Asfksia berat dan hipotermi belum teratasi ditandai dengan :

a. Bayi bernapas mengap mengap dengan frekuensi 20 x/menit.


b. Frekuensi jantung 100 x/menit.
c. Bayi belum memperlihatkan gerakan.

40
d. Bayi belum bisa menangis
e. Mendapat penanganan dengan rujukan

41
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz Hdiayat. 2018. Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan.
Salemba Medika:Jakarta

Hastri Sumy Purwanti. 2016. Ilmu Kedokteran Forensik untuk Kepentingan


Penyidikan. PT Rayyana Komunikasindo:Jakarta Timur

Kepmenkes. 2019. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana


Asfiksia

Nurhasiyah Siti J, Febi Sukma, dkk. 2017. Asuhan Kebidanan pada Neonatus, Bayi,
Balita dan Anak Pra Sekolah . Fakultas Kedokteran dan kesehatan
Muhammadiyah Jakarta:Jakarta

Rohmatin Homisiatur, Agustina W, dkk. 2017. Mencegah Kematian Neonatal


dengan P4K. Universitas Wisnuwardhana Press (Unida Press)

42

Anda mungkin juga menyukai