Anda di halaman 1dari 12

ASBAB AL-NUZUL

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an II

Dosen Pengampu:
Muhyiddin, S.Ag.

Oleh:

Mahhada Mafaz NIM: 2019.01.01.1245

M. Anis Malik NIM: 2019.01.01.1275

PROGRAM STUDI AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ANWAR

SARANG REMBANG

2020
ASBAB AL-NUZUL
Oleh : Mahhada Mafaz dan Muhammad Anis Malik

A. PENDAHULUAN

Al-Qur’an merupakan kitab yang menjadi rujukan paling pertama bagi


umat islam dalam menentukan segala hukum. Dan dalam menafsirkan kitab
tersebut tidaklah mudah, karena sebelum menafsirkan ayat-ayat yang
terkandung di dalamnya, harus baginya untuk bisa memahami kaidah-kaidah
tertentu agar tidak ada kesalah pahaman dalam memahami ayat.  Hal ini
disebabkan karena kemu’jizatan bahasa al-Qur’an yang sulit untuk dipahami
oleh aqal manusia sehinngga menuntun mufassir  agar bisa mengungkap
maksud dari ayat-ayat al-Qur’an.
Salah satu kaidah-kaidah untuk memahami ayat dalam al-Qur’ān adalah
kaidah yang berhubungan dengan asbab al-nuzul, karena tidaklah mungkin ayat
al-Qur’ān bisa dipahami tanpa adanya pengetahuan tentang asbab al-nuzul ayat.
Memang dalam al-Qur’ān Allāh berfirman bahwa Allāh  telah bersumpah
“mempermudah al-Qur’an untuk menjadi pelajaran”1 akan tetapi hal ini tidak
bisa dijadikan alasan bagi manusia untuk memahami al-Qur’an secara mudah
dan dapat dilakukan oleh sembarang orang. Hal ini senada dengan kalam-Nya
di dalam ayat yang lain yakni pada ayat yang mengingatkan siapa saja yang
menafsirkan al-Qur’ān harus berhati-hati dan mempersiapkan diri, karena di
dalam al-Qur’ān terdapat ayat yang muhkam dan mutasabihat yang mana di
dalam al-Qur’ān hal tersebut tidak dijelaskan.2 Sehingga membutuhkan alat
bantu untuk memahami semua itu.
B. PEMBAHASAN
1. Definisi Asbab Al-Nuzul
Al quran berfungsi sebagai petunjuk hidup manusia dalam menghadapi
situasi dalam dimensi permasalahan. Ayat al quran di turunkan dalam

1
Al-Qur’an surah Ali-Imran: 17
2
Dijelaskan dalam al-Qur’an surah Ali-Imran: 7
waktu dan keadaan yang berbeda-beda. Kata asbab jamak dari sabab yang
berarti alasan-alasan atau sebab-sebab dan asbabul nuzul berarti
pengetahuan tentang sebab-sebab di turunkanya ayat-ayat al quran. Ada
beberapa pendapat mengenai pengertian asbab al-nuzul, di antaranya :
a. Menurut Al-zarqani, asbab al nuzul adalah peristiwa yang
menyebabkan turunya satu atau beberapa ayat, atau peristiwa yang
dapat dijadikan sebagi petunjuk hukum yang berkenaan dengan
turunya suatu ayat.
b. Ash-shabuni, asbab al nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang
menyebabkan turunya satu ayat atau beberapa ayat mulai yang
berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa
pertanyaan yang di ajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama.
c. Mana’ Al-Qaththan, asbab al nuzul adalah peristiwa-peristiwa yang
menyebutkan turunya al quran, berkenaan dengannya waktu
peristiwa itu terjadi, baik berupa kejadian atau pertanyaan yang
diajukan kepada Nabi,

Adapun kesimpulan dari semuanya asbab al nuzul adalah kejadian atau


peristiwa yang melatar belakangi turunya ayat al quran dalam rangka
menjawab, menjelaskan, dan menyelesaikan masalah yang timbul dari
kejadian tersebut.3

2. Redaksi Asbab al-Nuzul


Adapun ungkapan-ungkapan yang digunakan oleh para sahabat untuk
menujukan turunya al quran tidak selamanya sama. Bahwa ada dua redaksi
yang di kelompokkan yaitu sarih (jelas) dan mutamilah (masih
kemungkinan atau belum pasti) hal tersebut dapat di jelaskan sebagai
berikut :
a. Sarih (jelas)

3
Anwar, Rosihon, Ulumul Quran (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hlm 12
Ungkapan riwayat sarih yang memang jelas menunjukan
asbabun nuzul dengan indikasi mengunakan lafadz (pendahuluan).
“sebab turun ayat ini adalah…”
“tentang terjadi…. maka turunlah ayat….”
contoh lain: QS. Al-maidah/5, ayat 2 yang berbunyi:
َ ‫الْ َقاَل ۤ ٕىِِٕدَ َوٓاَل ٰۤا ِّمنْي‬ ‫الش ه َْر الْ َح َرا َم َواَل الْهَ دْ َي َواَل‬ َّ ‫آٰي َهُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َم ْنُوا اَل حُت ِ ل ُّ ْوا َش َع ۤا ِٕٕىِ َر اهّٰلل ِ َواَل‬
‫جَي ْ ِر َمنَّمُك ْ َش نَ ٰا ُن‬ ‫الْ َبي َْت الْ َح َرا َم يَبْتَغ ُْو َن فَضْ اًل ِِّّم ْن َّرهِّب ِ ْم َو ِرضْ َوااًن َۗو ِا َذا َحلَلْمُت ْ فَ ْاص َطاد ُْوا َۗواَل‬
‫قَ ْو ٍم َا ْن َص ْدُّومُك ْ َع ِن الْ َم ْس جِ ِد الْ َح َرا ِم َا ْن تَ ْع َت دُ ْۘوا َوتَ َع َاون ُْوا عَىَل الْرِب ِّ َوالتَّ ٰقْو ۖى َواَل تَ َع َاون ُْوا‬
‫عَىَل ااْل ِمْث ِ َوالْ ُعدْ َو ِان َۖوات َّ ُقوا اهّٰلل َ ۗ ِا َّن اهّٰلل َ َش ِديْدُ الْ ِع َق ِاب‬
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, jangan kamu
melangar syiar-syiar kecuali Allah,dan jangan (melangarkehormatan)
bulan-bulan haram, jangan (menggangu) hadyu (hewan-hewan
kurban), dan qolaid (hewan-hewan kurban yang memiliki tanda), dan
jangan (pula) mengganggu orang yang mengunjungi baitullah sedang
mereka mencari kurnia dan keridohan dari tuhanya dan apabila kamu
telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada suatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari masjid al-haram,
mendorongmu membuat aniaya(kepada mereka), dan tolong-
menolong dalam(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwa
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah berat siksa-Nya”.(Q.S. al-
Maidah : ayat 2).
Asbab al nuzul dari ayat ini, Ibnu Jarir mengetengahkan sebuah
hadits dari ikrimah yang telah bercerita,” bahwa Hahab bin Hindun
al- Bakri datang ke madinah beserta kafilahnya yang membawa
bahan makanan. Kemudian ia menjualnya lalu ia masuk ke Madinah
menemui Nabi saw. Setelah itu ia membaiatnya masuk islam. Takala
ia keluar pamit untuk keluar pulang, Nabi memandangnya dari
belakang kemudian beliau bersabda kepada orang-orang yang ada di
sekitarnaya, ‘sesungguhnya ia menghadap kepadaku dengan muka
yang bertampang durhaka, dan ia pamit dariku dengan langkah yang
khianat.
Tatkala al-Bakri sampai di Yamamah, ia kemudian murtad dari
agama islam. Kemudian pada bulan Dzulqa’dah ia keluar bersama
dengan tujuan Makkah. Tatkala para sahabat Nabi saw. Mendengar
beritanya, maka segolongan sahabat nabi dari kalangan Muhajirin
dan kaum Anshar bersiap siap keluar Madinah untuk mencegah yang
bereda dalam kafilahnya itu. Kemudian Allah swt. menurunkan
ayat,’hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar
shiar-shiar Allah...(QS. Al-Maidah/5: 2) kemudian para sahabat
mengurungkan niatnya (demi menghormati bulan haji itu).4
Hadits serupa ini di kemukakan pula oleh al-Sadiy.” Ibnu Abu
Khatim mengetengahkan dari Zaid bin Aslam yang mengatakan,
bahwa Rasulullah saw. Bersama para sahabat tatkala berada di
Hudaibiyah, yaitu sewaktu orang-orang musyrik mencegah mereka
untuk memasuki Bait al-Haram peristiwa ini sangat berat dirasakan
oleh mereka, kemudian ada orang-orang musyrik dari penduduk
sebelah timur jazirah Arab untuk tujuan melakukan umroh. Para
sahabat Nabi saw. Berkata, marilah kita halangi mereka
sebagaimana(teman-teman mereka) merekapun menghalangi sahabat-
sahabat kita. Kemudian Allah Swt. Menurunkan ayat,”janganlah
sekali-kali mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka...” (QS. Al-
Ma’idah/5 ayat : 2)
b. Muhtamilah (masih kekurangan atau belum pasti)

4
Qamaruddin Shaleh dan. M. D. Dahlan, Dkk, Asbabun Nuzul, Cet. 10 (Bandung: Diponegoro,
2004), hlm. 182
Ungkapan “mutamimah” adalah ungkapan dari riwayat yang
yang belum dipastikan asbabul nuzulnya karena masih terdapat
keraguan. Hal tersebut dapat berupa ungkapan sebagai berikut :

“Ayat ini di turunkan berkenaan dengan “….

“Saya kira ayat ini di turunkan berkenaan dengan…..”

Contoh “Q.S. Al-Baqoroh/2”223

ۗ‫ث لَّمُك ۡ فَ ۡأتُو ْا َح ۡرثَمُك ۡ َأىَّن ٰ ِشئۡمُت ۡ ۖ َوقَ ِّد ُمو ْا َأِلن ُف ِسمُك ۡ ۚ َوٱت َّقُو ْا ٱهَّلل َ َوٱ ۡعلَمُ ٓو ْا َأنَّمُك ُّملَٰ قُو ُه‬ٞ ‫ِن َسٓا ُؤمُك ۡ َح ۡر‬
‫ٱ‬
٢٢٣ ‫ني‬ َ ‫َوبَرِّش ِ لۡ ُم ۡؤ ِم ِن‬
Artinya : istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah
ladadangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan
utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada allah
dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-nya dan
sampaikan kabar gembira kepada orang-orang beriman. ”(QS. Al-
Baqarah/2: 223).
Asbabun nuzul dari ayat berikut, dalam sebuah riwayat yang di
keluarkan oleh Abu Daud dan Hakim dari Ibnu Abbas, di kemukakan
bahwa penghuni kampung di sekitar Yatsrib (Madinah), tinggal
berdampingan bersama kaum Yahudi ahli kitab. Mereka menganggap
bahwa kaum Yahudi terhormat dan berilmu, sehingga mereka banyak
meniru dan menganggap baik segala perbuatanya. Salah satu
perbuatan kaum Yahudi yang di anggap baik oleh mereka ialah tidak
mengauli istrinya dari belakang.
Adapun penduduk kampung sekitar Quraish (Makkah)
menggauli istrinya dengan segala keleluasannya. Ketika kaum
Muhajirin (orang Makkah) tiba di Madinah salah seorang dari mereka
kawin dengan dengan wanita Ansar (orang Madinah). Ia berbuat
seperti kebiasaanya tetapi di tolak oleh istrinya dengan berkata :
“Kebiasaan orang sini, hanya menggauli istrinya dari muka” kejadian
ini akhirnya sampai kepada Nabi saw, sehingga turunlah ayat tersebut
di atas yang membolehkan menggauli istrinya dari depan, belakang,
atau terlentang, asal tetap di tempat yang lazim.5
3. Problematika Asbabul Nuzul lebih dari satu
Asbabul Nuzul lebih dari satu, sedangkan ayat yang diturunkan hanya
satu. Contohnya seperti surat Al Fatihah yang diturunkan pertama kali di
Makah kemudian di Madinah.6 Demikian juga dalam surat Al Ikhlas yang
turun di Makah sebagai bantahan terhadap kaum kafir Quraisy, dan
terhadap Ahlul klitab di madinah.7 Dan contoh ayat yang turun lebih dari
satu tetapi sebabnya hanya satu, contohnya adalah Q.S. Ali Imrān [3]:
195,26 dan Q.S. alAḥzāb [33]: 35.27 dengan perkataan Ummu Salamah,
wahai Rasulullah, saya tidak mendengar sedikitpun Allah menyebut
perempuan dalam hijrah.8
Turunya satu ayat lebih dari sekali dengan asbabul nuzul Ganda juga
dibicarakan al-suyuti dalam al-itqan fi ulum al quran. Bahkan dalam lubab
al nuqul, kitab yang khusus membahas asbab al-nuzul. Salah satu
rumusanya adalah bahwa jika dua riwayat atau lebih memiliki sanad yang
sama-sama kuat dan tidak mungkin di menangkan salah satunya salah
satunya maka dua riwaat tersebut menjadi asbab al nuzul bagi ayat yang
sama yang turun dua kali.9
4. AL-IBRAH KHUSUS AS-SABAB LA BI ‘UMUM AL-LAFZHI
Muenurut M. Baqir Hakim dalam kitabnya “Ulum al-Quran”
menjelaskan, jika ada ayat yang turun sebab yang khusus,. Sedangkan
lafadz yang terdapat dalam ayat tersebut bersifat umum, maka hukum yang

5
Jalaluddin as-Suyuthi. Asbabun Nuzul. Alih Bahasa oleh Tim Abdul Hayyie, Sebab sebab
Turunnya al-Qur’an. (Jakarta: Gema insani, 2008), hlm. 95.
6
Abu Abdillah Badruddin Muḥammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Qur’an
(Kairo: Dār al-Turas, tth), hlm. 29.
7
Al-Zarkasyī, al-Burhan, hlm. 30.
8
Al-Suyuṭi, al-Itqān, hlm. 56
9
 Jalaluddin al-Suyuṭi, al-Itqān fi ‘Ulum al-Qur`an. Juz 1:122.
di ambil adalah mengacau kepada keumuman lafadz ayat tersebut bersifat
umum, maka hukum yang di ambil adalah mengacau kepada keumuman
lafadz bukan kepada kehususan sebab. Atau dengan kata lain bahwa al
quran yang menjadi acauan hukum bukan mengacau pada kekhususan
sebab atau kejadian yang menyebabkan ayat al quran turun. Tetapi
mengacau pada keumuman lafadz ayat tersebut. Hal ini di sebabkan karena
kejadian yang menjadi penyebab di turunkanya ayat al quran hanyala
sedekat isyarat (petunjuk) saja bukan sebuah kehususan.10
Sudah menjadi suatu tradisi dalam al-Qur’ān dimana hukum-hukum,
ajaran, dan nasehat yang terdapat di dalamnya turun akibat adanya
kejadian-kejadian dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan umat
manusia, yang peristiwa itu menuntut adanya hukum dan intruksi dari
Allāh. Hal itu agar penjelasan al-Qur’ān memberikan pengaruh dan bekas
yang baik bagi kaum muslim. Meski hakikatnya isi kandungan ayat
tersebut sebenarnya bersifat umum bagi siapa saja, bukan terpaku
kepada Asbab al-Nuzul.
Contoh,
...‫َوٱ َّلس ِار ُق َوٱ َّلس ِارقَ ُة فَٱ ۡق َط ُع ٓو ْا َأيۡ ِدهَي ُ َما‬
Artinya : laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri maka
potonglah tanganya.
Sebagian pendapat bahwa ayat ini turun karena seorang perempuan
yang mencuri, adamya kata al sariku (‫ارق‬PP‫ )الس‬laki-laki yang mencuri
menjadi petunjuk (qorinah) bahwa Ayat itu umum (tidak berkenaan
penyebab turunya itu saja, yang mencuri perempuan).
Dan sebagian pendapat lain bahwa ayat itu turun karena seorang laki-
laki yang mencuri, adanya kata al sariqatu (‫( )السارقة‬perempuan pencuri)
menjadi petunjuk bahwa ayat itu umum.

10
Muhammad Baqir Hakim, ulum al-qur’an. diterjemah oleh Nasrul Haq, Abd Ghofur, Salman
Fadullah. (Majma’ al-Fikr al-Islam, qum Iran. cetakan ketiga: 1427 H.) hlm 45.
5. AL-IBRAH ‘UMUM AL-LAFZHI LA BI KHUSUS AS-SABAB
Yang dimaksud dengan al-‘ibrah bi ‘umûm al-lafzhi lâ bi khushûs as-
sabab adalah yang menjadi pegangan adalah redaksi ayat yang bersifat
umum, bukan sebab yang khusus.11
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan
,” Jika turun satu ayat dengan sebab yang bersifat khusus dan redaksi yang
bersifat umum. Maka, hukum yang terkandung dari ayat tersebut mencakup
kasus sebab turunnya ayat tersebut dan mencakup semua yang dapat
tercakup, dalam redaksi yang bersifat umum. Karena Al-Quran turun
sebagai hukum yang bersifat umum untuk seluruh umat. Oleh karena itu
terdapat kaidah al ‘ibrah bi ‘umuumil lafzhy laa bi khushuushis sabab.12
Syaikh Manna’ Al-Qaththan berkata,” Jika sababun nuzul itu bersifat
khusus, sedang ayat itu turun dengan redaksi yang umum, para ahli ushul
berselisih pendapat apakah yang dijadikan patokan lafazh yang sifatnya
umum atau sebab yang sifatnya khusus?
a. Jumhur Ulama’ mengatakan yang menjadi patokan hukum (‘ibroh)
adalah redaksi yang umum bukan sebab yang khusus. Inilah pendapat
yang lebih rajih dan lebih shahih.
b. Ada segolongan ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi patokan
adalah sebab yang khusus bukan lafazh yang umum. Karena lafazh
yang umum itu menunjukkan sebab yang khusus. Maka untuk dapat
diterapkan untuk kasus lain yang serupa dengan sababun nuzul,
diperlukan dalil lain, seperti qiyas dan semacamnya.13

Contoh :

11
Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin, Ushulun fii Tafsir. 16
12
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, Syarh Al-Qowa’id Al Hisan. 11
13
Syaikh Manna’ Al- Qaththan, Mabahits fii ‘Uluumil Qur’an. 79-81
‫ون َأ ۡز َ ٰوهَج ُ ۡم َولَ ۡم يَ ُكن لَّه ُۡم ُشهَدَ ٓا ُء ٓاَّل َأن ُف ُسه ُۡم فَشَ هَٰ دَ ُة َأ َح ِدمِه ۡ َأ ۡرب َ ُع َشهَٰ َ ٰد ۢ ِت ِبٱهَّلل ِ نَّهُۥ لَ ِم َن‬ ‫ٱ‬
َ ‫َو ذَّل ِ َين يَ ۡر ُم‬
‫ِإ‬ ‫ِإ‬
‫ َوي َ دۡ َر ُؤ ْا َعهۡن َ ا ٱلۡ َع َذ َاب َأن‬٧ ‫ َوٱلۡ َخٰ ِم َس ُة َأ َّن لَ ۡعنَ َت ٱهَّلل ِ عَلَ ۡي ِه ن اَك َن ِم َن ٱ ۡل َكٰ ِذب َِني‬٦ ‫ٱ َّلصٰ ِد ِق َني‬
‫ِإ‬
٨ ‫تَشۡ هَدَ َأ ۡرب َ َع َشهَٰ دَ ٰ ۢ ِت ِبٱهَّلل ِ نَّهُۥ لَ ِم َن ٱ ۡل َكٰ ِذب َِني‬
‫ِإ‬
“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), padahal mereka
tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang-orang yang benar. Dan
(sumpah) yang kelima: bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia termasuk
orang-orang yang berdusta. Istrinya itu dihindarkan dari hukuman
oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah sesungguhnya suaminya
itu benar-benar termasuk orang-orang yang dusta.” (QS. An-Nuur :
6-8)

Di dalam shahih Bukhari (hadis no. 2671) , dari hadis ‘Ibnu


‘Abbas , bahwasanya Hilal bin Umayyah telah menuduh istrinya
berzina dengan Syuarik bin Samha’ di hadapan Nabi . Maka Nabi
bersabda,” Harus ada bukti, jika tidak punggungmu akan didera.”
Maka Hilal berkata,” Wahai Rasulullah , apabila salah seorang
diantara kami melihat seorang laki-laki mendatangi istrinya, apakah
dia harus mencari bukti?” Rasulullah menjawab ,” Harus ada bukti,
jika tidak punggungmu akan didera.” Maka Hilal bersumpah ,” Demi
Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, sesungguhnya saya adalah
orang yang jujur dan Allah sungguh akan menurunkan apa yang
menyelamatkanku dari dera (had). Maka turunlah Jibril dan
menurunkan kepada Nabi.

“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina).. sampai dengan


.. jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar”
Ayat ini turun karena sebab tuduhan Hilal bin Umayyah kepada,
tetapi hukumnya mencakup kasus tersebut dan kasus lain yang serupa.
Berdasarkan dalil yang diriwayatkan dari Bukhari dari hadis Sahl bin
Sa’d , bahwasanya ‘Uwaimir Al ‘Ajlaniy dating kepada Nabi , maka
dia berkata,” Wahai Rasulullah , seseorang mendapati istrinya
bersama (berzina dengan) laki-laki lain, Apakah dia boleh membunuh
laki-laki tersebut atau bagaimana seharusnya? . Nabi bersabda,”
Sungguh Allah telah menurunkan Al Quran kepadamu dan istrimu.
Maka Rasulullah memerintahkan mereka berdua untuk mula’anah
(saling melaknat) sebagaimana yang Allah telah terangkan di dalam
Kitab-Nya. Maka mereka pun saling melaknat. (HR. Bukhari no. 423
dan Muslim no. 1492)

Nabi telah menetapkan hukum ayat ini umum/mencakup untuk


kasus Hilal bin Umayyah dan yang semisal dengannya.14

C. Kesimpulan
Asbab al nuzul adalah kejadian atau peristiwa yang melatar belakangi
turunya ayat al quran dalam rangka menjawab, menjelaskan, dan
menyelesaikan masalah yang timbul dari kejadian tersebut.
Redaksi asbab al-nuzul terdapat dua yakni Sharih dan Muhtamilah. Sharih
yaitu ungkapan riwayat sarih yang memang jelas menunjukan asbabun nuzul
dengan indikasi mengunakan lafadz (pendahuluan). Sedangkan Muhtamilah
adalah Ungkapan “mutamimah” adalah ungkapan dari riwayat yang yang belum
dipastikan asbabul nuzulnya karena masih terdapat keraguan.
Dari uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa, jika ada ayat yang turun
sebab hal yang khusus dan dalam redaksi yang umum, maka hukum dari ayat
tersebut mencakup kasus sebab turunya ayat tersebut dan mencakup semua
redaksi yang tercakup, dalam redaksi yang bersifat umum.

14
Syaikh Muhammad bin Shalih Al- ‘Utsaimin, Ushulun fii Tafsir. 16-17
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Qattan, Manna’. Mabahits fii ‘Ulumil Qur’an. Surabaya: Al-Hidayah. 1973.


Anwar, Rosihon, Ulumul Quran. Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Shaleh, Qamaruddin. Dkk. Asbabun Nuzul, Cet. 10 Bandung:
Diponegoro, 2004.
as-Suyuthi, Jalaluddin. Asbabun Nuzul. Alih Bahasa oleh Tim Abdul
Hayyie, Sebab sebab Turunnya al-Qur’an. Jakarta: Gema insani, 2008.
Abu Abdillah Badruddin Muḥammad bin Abdullah al-Zarkasyi, al-
Burhan fi Ulum al-Qur’an. Kairo: Dar al-Turas.
Baqir Hakim, Muhammad, Ulum Al-Qur’an. diterjemah oleh Nasrul
Haq, Abd Ghofur, Salman Fadullah. Majma’ al-Fikr al-Islam, qum Iran.
cetakan ketiga: 1427 H.
https://darusysyifa.wordpress.com/2014/11/19/mengenal-kaidah-tafsir-
al-ibrah-bi-umuumil-lafzhy-laa-bi-khushuushis-sabab/ diakses pada tanggal
05/10/2020
https://mynewahmadaddress.blogspot.com/2019/05/kaidah-al-ibrah-bi-
umum-al-lafzi-la-bi.html diakses pada tanggal 05/10/2020
al-Suyuṭi, Jalaluddin, al-Itqān fi ‘Ulum al-Qur`an

Anda mungkin juga menyukai