Anda di halaman 1dari 15

MUNASABAH

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah fiqh

Dosen Pengampu :

Muhyidin, S. Ag

Oleh :

Ridlo ‘Ainurridlo NIM: 2019.01.01.1471

Habibulloh Uwais Al Qurni NIM: 2019.01.01.1282

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR SEKOLAH TINGGI

AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR

SARANG REMBANG

2020

1
I. PENDAHULUAN

Al-Qur’an adalah kitab suci bagi semua umat manusia di dunia ini
yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
mukjizat kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah untuk memberi petunjuk
kepada manusia kearah yang terang dan jalan yang lurus agar manusia
beriman kepada Allah SWT sebagai pencipta Alam semesta sehingga
mustahil untuk meyakini tuhan selain-Nya,
Setelah wahyu Allah turun ke bumi maka kewajiban manusia tidak
lain hanyalah ingat (Dzikr) bahwa penciptaan mereka tidaklah sia-sia,
tetapi telah di-skenario-i langsung oleh sang maha pencipta yaitu Allah
SWT yang mengatur segala urusan di langit dan di bumi, mewajibkan taat
terhadap segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
dengan ditauladani langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap ayat
yang turun Nabi SAW langsung menjelaskan kandungannya, dan setiap
peristiwa mendapatkan jawaban dari wahyu yang turun kepadanya. tetapi
untuk masa setelah wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi penjelasan oleh
nabi, hanya tinggal Hadits, khabar, Atsar yang diyakini asli dari Nabi yang
dapat dijadikan rujukan. Seperti penjelasan atau penafsiran Ayat Al-
Qur’an dengan Hadits yang menerangkan Asbabun Nuzul mengenai
turunnya ayat tersebut, akan tetapi permasalahan selanjutnya timbul,
bagaimana dengan ayat yang tidak ada Asbabun Nuzulnya? Sebagian
ulama memasukkan sebuah ilmu yang termasuk dalam kategori ulumul
qur’an yaitu Munasabah Al-qur’an.
Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini
tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an
sebagaiman terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan
atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf
berbeda pendapat tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan
dari mereka berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi  dari Nabi
SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu didasarkan
atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa

2
susunan ayat-ayat adlah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa
dengan golongan pertama, kecuali surat Al-Anfal dan Bara’ah/At-Taubah
yang dipandang bersifat ijtihadi.

II. PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUNASABAH
secara etimologis al-munasabah (‫ )املناس بة‬berasal dari mashdar

an-nasabu (‫ )النسب‬berarti al-qarabah (‫)القراب‬. Orang Arab mengatakan


fulan yunasibu fulanan, fahuwa nasibuhu maksudnya qaribuhu.1 Kata
nasab itulah dibentuk menjadi al-munasabah (‫ )المناسبة‬dalam arti al-
muqarabah (‫)القرابة‬, kedekatan satu sama lain. Oleh sebab itu al-
munasabah adalah sesuatu yang masuk akal, jika dikemukakan
kepada akal akan diterima. Mencari kedekatan antara dua hal adalah
mencari hubungan atau kaitan antara keduanya seperti hubungan
sebab akibat, persamaan, perbedaannya, dan hubungan- hubungan
lainnya yang bisa ditemukan antara dua hal.2
Secara terminologis yang dimaksud dengan munasabah adalah
mencari kedekatan, hubungan, kaitan, antara satu ayat atau kelompok
ayat dengan ayat atau kelompok ayat yang berdekatan, baik dengan
yang sebelumnya maupun yang sesudahnya. Termasuk mencari kaitan
antara ayat yang berada pada akhir sebuah surat dengan ayat yang
berada pada awal surat berikutnya atau antara satu surat dengan surat
sesudah atau sebelumnya.
Secara sederhana Manna al-Qathan mendefinisikan
munasabah sebagai berikut:
‫ بين الجملة والجملة في األية الواحدة او بين األية واألية‬O‫وجه االرتباط‬
‫في األيات المتعددة او بين السورة والسورة‬

1
Al-Imam al-‘Allamah Abi al-Fadhal Jamal ad-Din Muhammad ibn Mukarram Ibn Manzhur Lisan
al-‘Arab,(Riyadh: Daru ‘Alam al-Kutub, 2003), jilid I, juz II, hlm. 252.
2
Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an,
(Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 2003), jilid I, juz I, hlm. 35

3
"Bentuk hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu
ayat, atau antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu kelompok ayat,
atau antara satu surat dengan surat yang lain."3
Az-Zarkasyi memberi contoh munasabah antara pembukaan
satu surat dengan akhir surat sebelumnya. Misalnya pembukaan surat
al-An’am dimulai dengan ‫ض‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ِ ‫اوا‬ َ َ‫الح ْم ُد هّلل ِ الّ ِذى َخل‬
َ ‫ق ال َّس َم‬ َ (Segala
puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi) sangat sesuai
dengan ayat akhir Surat Al-Maidah sebelumnya ‫ت‬
ِ ‫اوا‬ ّ ‫ك‬
َ ‫ َم‬OO‫الس‬ ُ OO‫هللِ ُم ْل‬

ِ ْ‫( َواألَر‬Kepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi). Contoh lain
‫ض‬
َ ِ‫َذال‬
َ ‫ك ال ِكتَابُ الَ َري‬
pembukaan Surat Al-Baqarah dengan (2)‫دًى‬Oُ‫ْب فِ ْي ِه ه‬

‫( لِ ْل ُمتَّقِيْن (ا) الم‬Alif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa) menunjuk kepada ash-
ْ ‫ ْال ُم‬Oَ‫ص َراط‬
Shirath pada Surat al-Fatihah ‫ستَقِي ِْم‬ ِ ‫( اه ِدنَا ال‬Tunjukilah kami
jalan yang lurus) seolah-olah tatkala mereka meminta diberi
petunjuk jalan yang lurus, langsung dijawab, petunjuk menuju
jalan yang lurus seperti yang kamu minta itu adalah Al-Kitab (Al-
Qur’an).4
Contoh lain munasabah adalah tentang firman Allah SWT
berikut ini:
ِ ‫ت ّ وإِلَى ال‬
ِ َ‫ْجب‬
‫ال‬ ِ َّ ‫ت ّ وإِلَى‬
ِ َ ‫آء َكي‬ ِ َ ‫أَفَاَل ي ْنظُرو َن إِلَى اإْلِ بِ ِل َكي‬
َ ْ ‫ف ُرف َع‬ ْ ‫الس َم‬ َ ْ ‫ف ُخل َق‬ ْ ُْ َ

ْ ‫ف ُس ِط َح‬
‫ت‬ ِ ‫ت ّ َوإِلَى اأْل َْر‬
َ ‫ض َك ْي‬ ِ ُ‫ف ن‬
ْ َ‫صب‬ َ ‫ّ َك ْي‬
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-
gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?" (Q.S. Al-Ghâsiyah 88: 17-20)
Pertanyaannya, apa hubungan antara unta, langit, gunung dan
bumi pada empat ayat tersebut? Menurut Az-Zarkasyi, hubungannya
3
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fî ‘Ulum Al-Qur’an (Riyadh: Muassasah ar-Risalah, 1976), hlm.
97.
4
Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al- Qur’an…, jilid I, juz I, hlm. 38.

4
sangat jelas jika dilihat dari kebiasaan para pengembala unta di
padang pasir. Kehidupan mereka sangat tergantung kepada ternak-
ternak yang mereka gembalakan. Satu hal yang sangat menjadi
perhatian mereka adalah minuman untuk unta-unta mereka tersebut.
Harapan pertama adalah turunnya hujan, oleh sebab itu mereka
menengadah ke langit mengharapkan turunnya hujan. Setelah itu
mereka mencari tempat bernaung yaitu daerah pegunungan. Mereka
tidak bisa berlama-lama menetap di suatu tempat, maka mereka akan
pindah dari satu tempat ke tempat lain di bumi ini. Itulah kaitan
antara empat hal tersebut dalam pikiran orang badui yang hidup dari
menggembalakan ternak di padang pasir.5
Tidak termasuk munasabah apabila yang dicari adalah
hubungan antara satu ayat dengan ayat lain yang tidak berdekatan,
karena hal itu masuk kategori tafsir al-ayah bi al-ayah seperti Surat
Al-An’am ayat 82 ditafsirkan o leh Surat Luqman ayat 13 Allah SWT
berfirman

َ ِ‫يما َن ُه ْم بِظُل ٍْم أُو ٰلَئ‬


َ‫ك ل َُه ُم اأْل َْم ُن َو ُه ْم ُم ْهتَ ُدون‬ َ ِ‫سوا إ‬
ِ ‫آمنُوا ول‬
ُ ‫َم َي ْلب‬
ْ َ َ ‫ين‬
ِ َّ
َ ‫الذ‬
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk.” (Q. S. Al- An’âm 6: 82)

ِ ‫الشر َك لَظُل‬ ِ ِ ِ ِ ‫اِل‬


‫يم‬
ٌ ‫ْم َعظ‬
ٌ ْ ِّ ‫ال لُْق َما ُن بْنه َو ُه َو يَعظُهُ يَا ُبنَ َّي اَل تُ ْش ِر ْك بِاللَّه ۖ إِ َّن‬
َ َ‫َوإِ ْذ ق‬

“Dan (Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia


memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kezaliman yang besar". (Q.S. Luqmân 31:13)

5
Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an…, jilid I, juz I, hlm.45.

5
Tatkala mendengar Surat Al-An’am 82 di atas, sebagian
sahabat merasa berat dan tidak akan sanggup menjadi orang yang
beriman karena, siapakah di antara mereka yang tidak pernah
melakukan kezaliman, paling tidak atas dirinya sendiri. Lalu Nabi
menjelaskan bahwa kezaliman yang dimaksud dalam ayat tersebut,
bukanlah seperti yang dipahami mereka, tetapi seperti yang
dimaksudkan oleh hamba Allah yang saleh yaitu Luqman:
“...Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar". Demikianlah penjelasan Nabi sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim at-Tirmidzi dan lain melalui
sahabat Nabi Abdullah ibn Mas’ud.6

Jadi munasabah didapat dengan cara penalaran semata-mata,


bukan dengan periwayatan. Dengan demikian diterima atau tidaknya
penalaran tersebut tergantung tingkat logikanya, semakin logis tentu
akan semakin dapat diterima. Ada ayat-ayat yang mudah dipahami
hubungannya satu sama lain, tetapi tidak sedikit pula yang perlu
pendalaman sehingga baru tampak munasabahnya. Bagi sebagian
orang, bisa saja antara satu ayat dengan ayat lain atau antara satu
kelompok ayat dengan kelompok ayat yang berdekatan tidak ada
hubungannya sama sekali, tetapi bagi ulama yang mendalaminya akan
melihat hubungannya.

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera
Hati, 2001), vol 4, hlm. 171.

6
B. SEJARAH PERKEMBANGAN AL- MUNASABAH

Ilmu munasabah merupakan kajian yang cukup penting dalam


ruang lingkup ulumal-Qur’an. Karena itu banyak ulama tafsir terdahulu
yang mencurahkan segala perhatiannya pada kajian ini. Awal mula
munculnya kajian tentang munasabah tidak diketahui secara pasti, namun
berdasarkan penuturan NasarudinBaidan, ‚dari literatur yang ditemukan,
para ahli cenderung berpendapat bahwa kajian ini dimunculkan oleh Abu
BakrAbdullah bin Muhammad al-Naysaburi di kota Baghdad
sebagaimana diakui oleh Abu al-Hasan al-Sahrabani seperti dikutip oleh
Alma’i.‛ Al-Syuyuti juga mengutarakan pendapat yang serupa. Dari
pendapat terseut dapat diambil sebuah informasi bahwa kajian tentang
ilmu munasabah sudah berkembang sejak abad ke-4 H. Ini bersamaan
dengan berkembangnya ilmu-ilmu keislaman yang lain yakni pada abad-
abad I sampai dengan IV.

Benih-benih ilmu munasabah ini sudah ada sejak zaman Nabi, dari
para ulama tafsir terdahulu pasti sudah paham bagaimana ilmu munasabah
ini. Pada masa diturunkannya al-Qur’an, Nabi telah memberikan isyarat
adanya keserasian antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam al-Qur’an.
Seperti penafsiran Nabi pada kata zhulm dalam ayat 82 ayat al-An’am
dengan syirik yang terdapat dalam ayat 13 surah Luqman,Penafsiran Nabi
yang demikian dapat ditemukan dalam kitab tafsir bi al-ma’thur seperti
tafsir at-Thabari. Dalam kitab tafsir tersebut, seperti yang dijelaskan oleh
al-Zarqani dan dikutip oleh Nasharuddin Baidan, dijelaskan bahwa kata
Dzalimin dalam ayat 124 surah al-Baqarah ditarsirkan dengan ‚antek-
antek (ahl) penganiyayaan dan syirik.‛ ilmu munasabah ini belum dibahas
secara khusus dan sistematis oleh para ulama. Satu karya yang kemudian
muncul dengan pembahasan ilmu munasabah secara khusus dansistematis
adalah Durat al-Tanzil wa ghurrah al-Ta’wil karya al-Kitab al-Iskafi (w
420 H). Karya ini dikategorikan kitab tafsir tertua dalam bidang
munasabah ini. Setelah itu diikuti oleh karya Taj al-Qurra’ al-Karmani

7
(w.505 H) yang berjudul al-Burhan fiTawjihMutasyabihal-Qur’an. Pada
periode berikutnya muncul kitab al-Burhan fiMunasabatTartibSuawaral-
Qur’an karya Abd Ja’faribnal-Zubair al-Andalusi. Kemudian Burhan al-
Din al-Biqa’i menulis pula kitab khusus tentang munasabah yang berjudul
Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar. Dari sekian kitab yang
ada, para ulama cenderung berpendapat bahwa karya al-Biqa’i lah yang
tampak lebih lengkap

Pada abad-abad ke I sampai dengan ke III hijriyah, ilmu


munasabah ini belum dibahas secara khusus dan sistematis oleh para
ulama. Satu karya yang kemudian muncul dengan pembahasan ilmu
munasabah secara khusus dansistematis adalah Durat al-Tanzil wa
ghurrah al-Ta’wil karya al-Kitab al-Iskafi (w 420 H). Karya ini
dikategorikan kitab tafsir tertua dalam bidang munasabah ini. Setelah itu
diikuti oleh karya Taj al-Qurra’ al-Karmani (w.505 H) yang berjudul al-
Burhan fi Tawjih Mutasyabih al-Qur’an. Pada periode berikutnya muncul
kitab al-Burhan fi Munasabat Tartib Suawar al-Qur’an karya Abd Ja’far
ibn al-Zubair al-Andalusi. Kemudian Burhan al-Din al-Biqa’i menulis
pula kitab khusus tentang munasabah yang berjudul Nazm al-Durar fi
Tanasub al-Ayat wa al-Suwar. Dari sekian kitab yang ada, para ulama
cenderung berpendapat bahwa karya al-Biqa’i lah yang tampak lebih
lengkap.

C. MACAM-MACAM MUNASABAH
1. Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat sebelumnya
dalam satu ayat

Munasabah jenis ini mencari hubungan atau kaitan antara satu


kalimat dengan kalimat sebelumnya dalam satu ayat. Misalnya ayat
berikut ini :

8
١٩٥﴿ َ‫وا بِأ َ ْي ِدي ُك ْم إِلَى ٱلتَّ ْهلُ َك ِة َوأَحْ ِسنُ ٓو ۟ا إِ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحبُّ ْٱل ُمحْ ِسنِين‬
۟ ُ‫وا فِى َسبي ِل ٱهَّلل ِ َواَل تُ ْلق‬
ِ
۟ ُ‫﴾ َوأَنفِق‬

195. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan


janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang berbuat baik. QS. Al Baqarah (2) : 195

Jika kita teliti cermati ada kaitan logis dalam ayat (Dan
belanjakanlah (harta bendamu dijalan Allah) dengan larangan
membinasakan diri (dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam
kebinasaan), yaitu apabila umat Islam—karena kikir atau karena
kurangnya kesadaran akan pentingnya peran setiap orang dalam
pendanaan semua amal usaha dan perjuangan umat—tidak mau
menyumbangkan sebagian harta bendanya untuk perjuangan, maka
tentu saja perjuangan itu tidak akan berhasil. Apabila perjuangan tidak
berhasil, dampak negatifnya juga akan dirasakan oleh umat Islam
sendiri. Hal itu berarti umat Islam yang tidak mau berinfak sengaja
menghancurkan diri mereka sendiri.7

2. Munasabah antara satu ayat dengan ayat sesudahnya.

Munasabah jenis ini mencari hubungan antara satu ayat dengan


ayat sesudahnya. Misalnya hubungan antara Surah Al-Isra’ ayat 1 dan
2, Allah SWT Berfirman :

‫ا‬OOَ‫ُس ْب َحانَ الَّ ِذي أَس َْرى بِ َع ْب ِد ِه لَ ْي ًل ِّمنَ ْال َم ْس ِج ِد اأْل َ ْقصًى الَّ ِذي بَا َر ْكنَا َحوْ لَهُ لِنُ ِريَهُ ِم ْن آيَاتِن‬
ِ َ‫إِنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْالب‬
)1( ‫ص ْي ُر‬

7
Yunahar Ilyas, Cakrawala Al Qur’an Tafsir Tematis tentang Berbagai Aspek Kehidupan
(Yogyakarta: Itqan Publishing, 2011), hlm. 200

9
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia
adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra’ 17:1).

)2( ‫َاب َو َج َع ْلنَاهُ هُدًى لِبَنِي إ ْس َرائِ َل أَاَّل تَتَّ ِخ ُذوا ِم ْن ُدوْ نِي َو ِك ْياًل‬
َ ‫َوآتَ ْينَا ُموْ َسى ْال ِكت‬

“Dan Kami berikan kepada Mausa Kitab (Taurat) dan Kami


jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Isra’il (dengan firman ) :
“janganlah kamu mengambil penolong selain Aku.” (QS. Al-Isra’
17:2)

Kedua ayat ini memiliki hubungan seperti menurut Prof.


Quraisy Shihab, bahwa ayat pertama menyebutkan anugerah Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW Yang mengisra’kan beliau dalam
waktu yang sangat singkat, sedangkan ayat kedua menyeutkan
anugerah-Nya kepada Nabi Musa AS Yang mengisra’kan beliau dari
Mesir ke negeri yang diberkati pula yaitu Palestina hanya saja
perjalanan Nabi Musa AS memakan waktu yang lama. Penyebutan
Nabi Musa AS juga mempunyai kaitan yang sangat jelas dengan
peristiwa Isra’ Mi’raj, karena beliau yang berulang-ulang mengusulkan
agar Nabi Muhammad SAW meminta keringanan atas kewajiban
shalat 50 kali sehari semalam.8

3. Munasabah antara kelompok ayat dengan ayat sebelumnya.

Munasabah jenis ini mencari hubungan antara satu kelompok


ayat dengan kelompok ayat sebelumnya. Seperti dalam Surah Al-
Baqarah ayat 1-20 tentang beberapa kategori manusia ditinjau dari segi
keimanannya, sedangkan Ayat 1-5 berbicara tentang orang-orang yang
bertaqwa yaitu orang-orang yang memadukan dalam diri mereka aspek
Iman, Islam, Ihsan. Ayat berikutnya 6-7 berbicara tentang orang kafir,
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, vol 7, hlm. 407.

10
yaitu orang yang lahir bathin mengingkari Allah SWT. Ayat
selanjutnya 8-20 berbicara tentang orang-orang munafik, yang diluar
mengaku Iman, sedangkan di dalam mengingkari Allah SWT.

4. Munasabah antara awal Surat dengan Akhir Surat


sebelumnya.

Seperti yang tercantum dalam awal Surah Al-Hadid dengan


akhir Surah Al-Waqi’ah. Allah SWT berfirman :

ِ ْ‫ت َواألَر‬
)1( ‫ض َوه َُو ال َع ِز ْي ُز ال َح ِك ْي ُم‬ ِ ‫َسبَّ َح هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َما َوا‬

“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih


kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah), dan Dialah yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al-Hadid 57:1)

)96( ‫فَ َسبِّحْ بِاس ِْم َربِّ َكال َع ِظي ِْم‬

“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Rabbmu yang Maha


besar.” (QS. Al-Waqi’ah 56:96)

Ayat akhir pada surah Al-Waqi’ah berisi perintah untuk


bertasbih, sedangkan ayat pertama surah Al-Hadid menyatakan telah
(bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah), dan Dialah
yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana). Terlihat ada keserasian
antara dua ayat tersebut.9

9
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta : Itqan Publishing, 2013) hlm . 214

11
5. Munasabah antara satu surat dengan surat lainnya.

Munasabah jenis ini adalah mencari hubungan antara nama satu


surat dengan nama satu surat sebelum dan sesudahnya, hubungan
antara kandungan satu surat dengan surat berikutnya, hubungan antara
akhir surat dengan awal suratawal surat berikutnya salah satu
contohnya adalah munasabah antara Surah Al-Fatihah dan Surah Al-
Baqarah dari segi nama. Diantara isi penting Surah Al-Fatihah adalah
tentang Tauhid, baik dari segi rububiyyah, mulkiyyah, maupun
ilahiyyah-Nya. Dengan doktrin Tauhid, seseorang dilarang
menuhankan apa dan siapa pun selain Allah SWT termasuk
menuhankan Al-Baqarah sebagaimana dilakukan Bani Isra’il dibawah
inisiatif as-Samiri. Guna melakukan pembinaan dan mempertahankan
Tauhid secara konsekuen diperlukan pembinaan dalam keluarga. Dan
salah satu keluarga yang menjadi teladan adalah keluarga ‘imran (Ali
‘Imran). Salah satu sebab penting keberhasilan sebuah keluarga adalah
peran kaum perempuan (An-nisa’) terutama ibu. Kemudian sebuah
keluarga tentu memerlukan kecukupan ekonomi terutama untuk makan
dan minum. Makanan dan minuman yang dibutuhkan tentu saja
makanan yang halal dan bergizi seperti diisyaratkan dalam Surah Al-
Ma’idah yang berarti hidangan makanan.10

D. KEDUDUKAN MUNASABAH DALAM PENAFSIRAN AL-


QUR’AN

Kajian tentang munasabah sangat diperlukan dalam penafsiran Al-


Qur’an untuk menunjukkan keserasian antara kalimat dengan kalimat
dalam satu ayat, keserasian antara satu ayat dengan ayat berikutnya,
bahkan juga keserasian surat dengan surat berikutnya.

10
Ibid, 215

12
Menurut Imam As-Suyuthi ilmu munasabah ini adalah ilmu yang
sangat penting dalam penafsiran Al-Qur’an, tetapi hanya sedikit di antara
para mufassir yang memberikan perhatiannya karena ilmu ini
membutuhkan ketelitian. Beberapa mufassir yang banyak memberikan
perhatian pada ilmu munasabah ini adalah Imam Fakhruddin Ar-Razi,
beliau menyatakan bahwa sebagian besar rahasia yang tersembunyi dalam
Al-Qur’an tersimpan dalam urutan persoalan urutan surat dan ayat serta
kaitan antara satu sama lain.
Ada tiga arti penting dari munasabah sebagai salah satu metode
dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Pertama, dari sisi
balaghah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-ayat Al-
Qur’an utuh dan indah. Bila dipenggal maka keserasian, kehalusan, dan
keindahan kalimat yang teruntai didalam setiap ayat akan menjadi hilang.
Kedua, ilmu munasabah dapat memudahkan orang dalam
memahami makna ayat atau surat. Tanpa memahami kaitan antara satu
kalimat dengan kalimat berikutnya dalam satu ayat, atau kaitan antara satu
ayat dengan ayat berikutnya, bisa saja seseorang yang membaca Al-
Qur’an tidak dapat menangkap keutuhan makna, bahkan dapat
menimbulkan kesalahan dalam pemaknaan.
Ketiga, ilmu munasabah sangat membantu mufassir dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga dapat menjelaskan keutuhan
makna ayat atau kelompok ayat. Juga dapat menjelaskan keserasian antara
kalimat dengan kaliat dan ayat dengan ayat, bahkan antara surat dengan
surat dan ilmu munasabah ini juga dapat membantu dalam penggalian
(istinbath) hukum.11

11
Ibid, 226

13
E. MANFAAT MEMPELAJARI MUNASABAH

Menurut Az Zarkasyi bahwa manfaat ilmu munasabah adalah


untuk menguatkan hubungan suatu pembicaraan yang dibahas sehingga
bentuk susunannya menjadi kokoh dan bersesuaian. Sedangkan menurut
Abu Bakar Ibnu Arabi, adalah mengetahui munasabah akan menjadikan
pembahasan seperti satu kata, memberi makna yang serasi serta maknanya
yang teratur. Sedangkan manfaat lainnya adalah untuk menanggapi makna
yang terkandung didalam ayat yang dibahas dan mengetahui susunan
kalimat yang serasi.

Adapula yang berpendapat bahwa ilmu munasabah itu paling


sedikit berfunsi sebagai ilmu pendukung atau penopang dalam
menafsirkan ayat-ayat Al Quran. Bahkan tidak jarang dengan pendekatan
ilmu munasabah penafsiran akan menjadi semakin jelas. Dan karenanya
maka ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam meningkatkan
kualitas penafsiran ayat-ayat Al Quran.

14
DAFTAR PUSTAKA

Al-Imam al-‘Allamah Abi al-Fadhal Jamal ad-Din Muhammad ibn Mukarram Ibn
Manzhur Lisan al-‘Arab,(Riyadh: Daru ‘Alam al-Kutub, 2003).

Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi Al-Burhan fi


‘Ulumil Qur’an, (Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 2003).

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an


(Jakarta: Lentera Hati, 2001).

Yunahar Ilyas, Cakrawala Al Qur’an Tafsir Tematis tentang Berbagai Aspek


Kehidupan (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2011).

Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta : Itqan Publishing, 2013

15

Anda mungkin juga menyukai