Munasabah
Munasabah
Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah fiqh
Dosen Pengampu :
Muhyidin, S. Ag
Oleh :
SARANG REMBANG
2020
1
I. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci bagi semua umat manusia di dunia ini
yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
mukjizat kerasulannya, yang berisi Wahyu Allah untuk memberi petunjuk
kepada manusia kearah yang terang dan jalan yang lurus agar manusia
beriman kepada Allah SWT sebagai pencipta Alam semesta sehingga
mustahil untuk meyakini tuhan selain-Nya,
Setelah wahyu Allah turun ke bumi maka kewajiban manusia tidak
lain hanyalah ingat (Dzikr) bahwa penciptaan mereka tidaklah sia-sia,
tetapi telah di-skenario-i langsung oleh sang maha pencipta yaitu Allah
SWT yang mengatur segala urusan di langit dan di bumi, mewajibkan taat
terhadap segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya
dengan ditauladani langsung oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap ayat
yang turun Nabi SAW langsung menjelaskan kandungannya, dan setiap
peristiwa mendapatkan jawaban dari wahyu yang turun kepadanya. tetapi
untuk masa setelah wafatnya Nabi SAW tidak ada lagi penjelasan oleh
nabi, hanya tinggal Hadits, khabar, Atsar yang diyakini asli dari Nabi yang
dapat dijadikan rujukan. Seperti penjelasan atau penafsiran Ayat Al-
Qur’an dengan Hadits yang menerangkan Asbabun Nuzul mengenai
turunnya ayat tersebut, akan tetapi permasalahan selanjutnya timbul,
bagaimana dengan ayat yang tidak ada Asbabun Nuzulnya? Sebagian
ulama memasukkan sebuah ilmu yang termasuk dalam kategori ulumul
qur’an yaitu Munasabah Al-qur’an.
Lahirnya pengetahuan tentang teori Munasabah (korelasi) ini
tampaknya berawal dari kenyataan bahwa sistematika Al-Qur’an
sebagaiman terdapat dalam Mushaf Usmani sekarang tidak berdasarkan
atas fakta kronologis turunnya. Sehubungan dengan ini, ulama salaf
berbeda pendapat tentang urutan surat di dalam Al-Qur’an. Segolongan
dari mereka berpendapat bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi
SAW. Golongan lain berpendapat bahwa hal itu didasarkan
atas ijtihad para sahabat setelah bersepakat dan memastikan bahwa
2
susunan ayat-ayat adlah tauqifi. Golongan ketiga berpendapat serupa
dengan golongan pertama, kecuali surat Al-Anfal dan Bara’ah/At-Taubah
yang dipandang bersifat ijtihadi.
II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUNASABAH
secara etimologis al-munasabah ( )املناس بةberasal dari mashdar
1
Al-Imam al-‘Allamah Abi al-Fadhal Jamal ad-Din Muhammad ibn Mukarram Ibn Manzhur Lisan
al-‘Arab,(Riyadh: Daru ‘Alam al-Kutub, 2003), jilid I, juz II, hlm. 252.
2
Al-Imam Badr ad-Din Muhammad ibn Abdillah Az-Zarkasyi Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an,
(Riyadh: Dar ‘Alam al-Kutub, 2003), jilid I, juz I, hlm. 35
3
"Bentuk hubungan antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu
ayat, atau antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu kelompok ayat,
atau antara satu surat dengan surat yang lain."3
Az-Zarkasyi memberi contoh munasabah antara pembukaan
satu surat dengan akhir surat sebelumnya. Misalnya pembukaan surat
al-An’am dimulai dengan ض ِ ْت َواأْل َر
ِ اوا َ َالح ْم ُد هّلل ِ الّ ِذى َخل
َ ق ال َّس َم َ (Segala
puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi) sangat sesuai
dengan ayat akhir Surat Al-Maidah sebelumnya ت
ِ اوا ّ ك
َ َمOOالس ُ OOهللِ ُم ْل
ِ ْ( َواألَرKepunyaan Allah lah kerajaan langit dan bumi). Contoh lain
ض
َ َِذال
َ ك ال ِكتَابُ الَ َري
pembukaan Surat Al-Baqarah dengan (2)دًىOُْب فِ ْي ِه ه
( لِ ْل ُمتَّقِيْن (ا) المAlif lam mim. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa) menunjuk kepada ash-
ْ ْال ُمOَص َراط
Shirath pada Surat al-Fatihah ستَقِي ِْم ِ ( اه ِدنَا الTunjukilah kami
jalan yang lurus) seolah-olah tatkala mereka meminta diberi
petunjuk jalan yang lurus, langsung dijawab, petunjuk menuju
jalan yang lurus seperti yang kamu minta itu adalah Al-Kitab (Al-
Qur’an).4
Contoh lain munasabah adalah tentang firman Allah SWT
berikut ini:
ِ ت ّ وإِلَى ال
ِ َْجب
ال ِ َّ ت ّ وإِلَى
ِ َ آء َكي ِ َ أَفَاَل ي ْنظُرو َن إِلَى اإْلِ بِ ِل َكي
َ ْ ف ُرف َع ْ الس َم َ ْ ف ُخل َق ْ ُْ َ
ْ ف ُس ِط َح
ت ِ ت ّ َوإِلَى اأْل َْر
َ ض َك ْي ِ ُف ن
ْ َصب َ ّ َك ْي
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia
diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-
gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia
dihamparkan?" (Q.S. Al-Ghâsiyah 88: 17-20)
Pertanyaannya, apa hubungan antara unta, langit, gunung dan
bumi pada empat ayat tersebut? Menurut Az-Zarkasyi, hubungannya
3
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fî ‘Ulum Al-Qur’an (Riyadh: Muassasah ar-Risalah, 1976), hlm.
97.
4
Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum Al- Qur’an…, jilid I, juz I, hlm. 38.
4
sangat jelas jika dilihat dari kebiasaan para pengembala unta di
padang pasir. Kehidupan mereka sangat tergantung kepada ternak-
ternak yang mereka gembalakan. Satu hal yang sangat menjadi
perhatian mereka adalah minuman untuk unta-unta mereka tersebut.
Harapan pertama adalah turunnya hujan, oleh sebab itu mereka
menengadah ke langit mengharapkan turunnya hujan. Setelah itu
mereka mencari tempat bernaung yaitu daerah pegunungan. Mereka
tidak bisa berlama-lama menetap di suatu tempat, maka mereka akan
pindah dari satu tempat ke tempat lain di bumi ini. Itulah kaitan
antara empat hal tersebut dalam pikiran orang badui yang hidup dari
menggembalakan ternak di padang pasir.5
Tidak termasuk munasabah apabila yang dicari adalah
hubungan antara satu ayat dengan ayat lain yang tidak berdekatan,
karena hal itu masuk kategori tafsir al-ayah bi al-ayah seperti Surat
Al-An’am ayat 82 ditafsirkan o leh Surat Luqman ayat 13 Allah SWT
berfirman
5
Az-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an…, jilid I, juz I, hlm.45.
5
Tatkala mendengar Surat Al-An’am 82 di atas, sebagian
sahabat merasa berat dan tidak akan sanggup menjadi orang yang
beriman karena, siapakah di antara mereka yang tidak pernah
melakukan kezaliman, paling tidak atas dirinya sendiri. Lalu Nabi
menjelaskan bahwa kezaliman yang dimaksud dalam ayat tersebut,
bukanlah seperti yang dipahami mereka, tetapi seperti yang
dimaksudkan oleh hamba Allah yang saleh yaitu Luqman:
“...Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar". Demikianlah penjelasan Nabi sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim at-Tirmidzi dan lain melalui
sahabat Nabi Abdullah ibn Mas’ud.6
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (Jakarta: Lentera
Hati, 2001), vol 4, hlm. 171.
6
B. SEJARAH PERKEMBANGAN AL- MUNASABAH
Benih-benih ilmu munasabah ini sudah ada sejak zaman Nabi, dari
para ulama tafsir terdahulu pasti sudah paham bagaimana ilmu munasabah
ini. Pada masa diturunkannya al-Qur’an, Nabi telah memberikan isyarat
adanya keserasian antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam al-Qur’an.
Seperti penafsiran Nabi pada kata zhulm dalam ayat 82 ayat al-An’am
dengan syirik yang terdapat dalam ayat 13 surah Luqman,Penafsiran Nabi
yang demikian dapat ditemukan dalam kitab tafsir bi al-ma’thur seperti
tafsir at-Thabari. Dalam kitab tafsir tersebut, seperti yang dijelaskan oleh
al-Zarqani dan dikutip oleh Nasharuddin Baidan, dijelaskan bahwa kata
Dzalimin dalam ayat 124 surah al-Baqarah ditarsirkan dengan ‚antek-
antek (ahl) penganiyayaan dan syirik.‛ ilmu munasabah ini belum dibahas
secara khusus dan sistematis oleh para ulama. Satu karya yang kemudian
muncul dengan pembahasan ilmu munasabah secara khusus dansistematis
adalah Durat al-Tanzil wa ghurrah al-Ta’wil karya al-Kitab al-Iskafi (w
420 H). Karya ini dikategorikan kitab tafsir tertua dalam bidang
munasabah ini. Setelah itu diikuti oleh karya Taj al-Qurra’ al-Karmani
7
(w.505 H) yang berjudul al-Burhan fiTawjihMutasyabihal-Qur’an. Pada
periode berikutnya muncul kitab al-Burhan fiMunasabatTartibSuawaral-
Qur’an karya Abd Ja’faribnal-Zubair al-Andalusi. Kemudian Burhan al-
Din al-Biqa’i menulis pula kitab khusus tentang munasabah yang berjudul
Nazm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar. Dari sekian kitab yang
ada, para ulama cenderung berpendapat bahwa karya al-Biqa’i lah yang
tampak lebih lengkap
C. MACAM-MACAM MUNASABAH
1. Munasabah antara satu kalimat dengan kalimat sebelumnya
dalam satu ayat
8
١٩٥﴿ َوا بِأ َ ْي ِدي ُك ْم إِلَى ٱلتَّ ْهلُ َك ِة َوأَحْ ِسنُ ٓو ۟ا إِ َّن ٱهَّلل َ يُ ِحبُّ ْٱل ُمحْ ِسنِين
۟ ُوا فِى َسبي ِل ٱهَّلل ِ َواَل تُ ْلق
ِ
۟ ُ﴾ َوأَنفِق
Jika kita teliti cermati ada kaitan logis dalam ayat (Dan
belanjakanlah (harta bendamu dijalan Allah) dengan larangan
membinasakan diri (dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam
kebinasaan), yaitu apabila umat Islam—karena kikir atau karena
kurangnya kesadaran akan pentingnya peran setiap orang dalam
pendanaan semua amal usaha dan perjuangan umat—tidak mau
menyumbangkan sebagian harta bendanya untuk perjuangan, maka
tentu saja perjuangan itu tidak akan berhasil. Apabila perjuangan tidak
berhasil, dampak negatifnya juga akan dirasakan oleh umat Islam
sendiri. Hal itu berarti umat Islam yang tidak mau berinfak sengaja
menghancurkan diri mereka sendiri.7
اOOَُس ْب َحانَ الَّ ِذي أَس َْرى بِ َع ْب ِد ِه لَ ْي ًل ِّمنَ ْال َم ْس ِج ِد اأْل َ ْقصًى الَّ ِذي بَا َر ْكنَا َحوْ لَهُ لِنُ ِريَهُ ِم ْن آيَاتِن
ِ َإِنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْالب
)1( ص ْي ُر
7
Yunahar Ilyas, Cakrawala Al Qur’an Tafsir Tematis tentang Berbagai Aspek Kehidupan
(Yogyakarta: Itqan Publishing, 2011), hlm. 200
9
“Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah
Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia
adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Isra’ 17:1).
)2( َاب َو َج َع ْلنَاهُ هُدًى لِبَنِي إ ْس َرائِ َل أَاَّل تَتَّ ِخ ُذوا ِم ْن ُدوْ نِي َو ِك ْياًل
َ َوآتَ ْينَا ُموْ َسى ْال ِكت
10
yaitu orang yang lahir bathin mengingkari Allah SWT. Ayat
selanjutnya 8-20 berbicara tentang orang-orang munafik, yang diluar
mengaku Iman, sedangkan di dalam mengingkari Allah SWT.
ِ ْت َواألَر
)1( ض َوه َُو ال َع ِز ْي ُز ال َح ِك ْي ُم ِ َسبَّ َح هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َما َوا
9
Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an (Yogyakarta : Itqan Publishing, 2013) hlm . 214
11
5. Munasabah antara satu surat dengan surat lainnya.
10
Ibid, 215
12
Menurut Imam As-Suyuthi ilmu munasabah ini adalah ilmu yang
sangat penting dalam penafsiran Al-Qur’an, tetapi hanya sedikit di antara
para mufassir yang memberikan perhatiannya karena ilmu ini
membutuhkan ketelitian. Beberapa mufassir yang banyak memberikan
perhatian pada ilmu munasabah ini adalah Imam Fakhruddin Ar-Razi,
beliau menyatakan bahwa sebagian besar rahasia yang tersembunyi dalam
Al-Qur’an tersimpan dalam urutan persoalan urutan surat dan ayat serta
kaitan antara satu sama lain.
Ada tiga arti penting dari munasabah sebagai salah satu metode
dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur’an. Pertama, dari sisi
balaghah, korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan ayat-ayat Al-
Qur’an utuh dan indah. Bila dipenggal maka keserasian, kehalusan, dan
keindahan kalimat yang teruntai didalam setiap ayat akan menjadi hilang.
Kedua, ilmu munasabah dapat memudahkan orang dalam
memahami makna ayat atau surat. Tanpa memahami kaitan antara satu
kalimat dengan kalimat berikutnya dalam satu ayat, atau kaitan antara satu
ayat dengan ayat berikutnya, bisa saja seseorang yang membaca Al-
Qur’an tidak dapat menangkap keutuhan makna, bahkan dapat
menimbulkan kesalahan dalam pemaknaan.
Ketiga, ilmu munasabah sangat membantu mufassir dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga dapat menjelaskan keutuhan
makna ayat atau kelompok ayat. Juga dapat menjelaskan keserasian antara
kalimat dengan kaliat dan ayat dengan ayat, bahkan antara surat dengan
surat dan ilmu munasabah ini juga dapat membantu dalam penggalian
(istinbath) hukum.11
11
Ibid, 226
13
E. MANFAAT MEMPELAJARI MUNASABAH
14
DAFTAR PUSTAKA
Al-Imam al-‘Allamah Abi al-Fadhal Jamal ad-Din Muhammad ibn Mukarram Ibn
Manzhur Lisan al-‘Arab,(Riyadh: Daru ‘Alam al-Kutub, 2003).
15