Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN MENGENAI TERJEMAH AL-QUR’AN

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ulumul Qur’an II

Dosen Pengampu:
Muhyiddin, S.Ag.

Oleh:

AufaVarrassyah Nawwaf NIM: 2019.01.01.1236

Ahmad Najih Zakky NIM: 2019.01.01.1453

PROGRAM STUDI AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-ANWAR

SARANG REMBANG

2020
TERJEMAH AL QUR’AN

Oleh: Aufa Varrassyah Nawwaf dan Ahmad Najih Zakky

A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kalamullah yang mengandung mu’jizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad melalui perantara malaikat jibril, yang ditulis pada mushaf,
dikutip secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, diawali dari surat Al-Fatihah
dan diakhiri dengan surat An-Naas.1 Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad
yang merupakan seorang nabi dan rasul yang diturunkan kepada Bangsa Arab. Oleh
karena Nabi Muhammad diturunkan kepada Bangsa Arab, maka Allah menjadikan
beliau juga berbahasa Arab seperti yang dinyatakan dalam surat Ibrahim ayat empat

‫ان َق ْو ِمۦِه لِيَُبنِّي َ هَلُ ْم‬


ِ ‫ول إِاَّل بِلِس‬
َ
ٍ ‫ومٓا أَرس ْلنَا ِمن َّرس‬
ُ َ ْ ََ
(Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya
ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka)

Karena Allah mengutus Nabi Muhammad kepada bangsa Arab sehingga


menjadikannya berbahasa Arab, maka Allah pun menurunkan Al Quran dengan
menggunakan Bahasa Arab seperti yang dinyatakan dalam firmannya pada surat
Yusuf ayat dua

‫َنزلْٰنَهُ ُق ْر ٰءَنًا َعَربِيًّا لَّ َعلَّ ُك ْم َت ْع ِقلُو َن‬


َ ‫إِنَّٓا أ‬
(Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab,
agar kamu memahaminya)

Tapi kemudian dinyatakan juga dalam ayat lain bahwasanya Nabi Muhammad diutus
untuk menyampaikan risalah bukan hanya kepada bangsa Arab tetapi kepada seluruh
manusia, seperti pada surat Al A’raf ayat seratus lima puluh delapan

‫ول ٱللَّ ِه إِلَْي ُك ْم مَجِ ًيعا‬


ُ ‫َّاس إِىِّن َر ُس‬
ُ ‫ن‬ ‫ٱل‬ ‫ا‬ ‫ه‬
َ ‫ي‬
ُّ َ
‫أ‬ َ ٓ‫قل ٰي‬
ُْ
(Katakanlah: "Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu
semua)

1
Muhammad Ali as-Shabuni, At Tibyan fii Ulum Al-Qur’an (Karachi: Maktabah Al-Busyro, 2011), 8.

1
Dari ayat diatas kita juga dapat mengetahui bahwa walaupun Nabi Muhammad
diturunkan kepada masyarakat Arab menggunakan bahasa mereka dan Al Quran pun
juga diturunkan dengan bahasa Arab, tetapi Al Quran dan risalah kenabian tidak
hanya sebatas kepada bangsa Arab saja melainkan kepada seluruh umat manusia.
Kemudian yang menjadi permasalahan adalah tidak semua orang dapat memahami
bahasa Arab, sehingga dibutuhkan perantara supaya orang-orang yang bukan berasal
dari Bangsa Arab dapat menerima, mengetahui, dan memahami akan Al Quran serta
risalah kenabian. Nah, perantara yang dibutuhkan yaitu salah satunya menerjemahkan
ke dalam bahasa mereka. Tetapi kemudian, hal ini menjadi polemik diantara para
ulama. Oleh karena itu penulis merasa perlu untuk membuat makalah yang membahas
khusus mengenai “Tarjamah Al Quran”. Penulis menyadari bahwasanya masih
terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan
saran dari pembaca akan sangat membantu penulis kedepannya untuk bisa menulis
makalah dengan lebih baik lagi.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Terjemah Al Qur’an
a. Kata Tarjamah (terjemah) berasal dari bahasa Arab yang jika dilihat dari
aspek bahasa menunjukkan empat makna:
1. Menyampaikan suatu perkataan kepada orang yang belum mengetahuinya
2. Menafsirkan suatu perkataan dengan bahasa yang sama
Oleh karena itu Ibnu Abbas disebut sebagai Tarjuman Al Qur’an. Makna
ini barangkali yang juga dimkasudkan Zamakhsyari karena beliau
mengatakan dalam kitabnya, “Setiap kalimat yng diterjemahkan maka itu
merupakan tafsirannya.”
3. Menafsirkan suatu perkataan dengan bahasa yang lain
Seperti yang dijelaskan di dalam Lisan Al Arab bahwa at tarjuman
(penerjemah) merupakan mufassir (yang menafsirkan) suatu perkataan,
maksudnya adalah seperti yang dikatakan Al Jauhari, “Suatu perkataan
yang diterjemahkan adalah perkataan yang ditafsirkan ke dalam bahasa
lain.
4. Memindah suatu perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lain

2
Hal ini juga dikatakan dalam Lisan Al Arab bahwa at tarjuman adalah
orang yang menerjemahkan suatu perkataan, maksudnya memindah suatu
perkataan dari bahasa satu ke bahasa lain.2

b. Selain meninjau dari sisi bahasa, penulis merasa perlu untuk meninjau dari sisi
urf. Yang dimaksud urf disini adalah yang menjadi kebiasaan pembicaraan
masyarakat pada umumnya. Definisi terjemah secara urf yang dikehendaki
adalah penjabaran dari definisi terjemah secara bahasa yang ke empat yaitu
memindah perkataan dari suatu bahasa ke bahasa lain. Adapun penjabarannya
adalah menyatakan makna suatu perkataan menggunakan ungkapan bahasa
lain dengan tetap memelihara seluruh makna dan maksudnya. 3 Dengan begini
dapat diketahui bahwa terjemah Al Quran adalah menyatakan makna ayat Al
Quran menggunakan bahasa lain dengan tetap menjaga keotentikan makna dan
maksudnya. Syeikh Muhammad Ali As-Shabuni di dalam kitabnya, At
Tibyan, juga ikut membahas mengenai terjemah. Menurut beliau, terjemah Al
Quran adalah memindah Al Quran kepada bahasa asing yang lain selain
bahasa Arab supaya orang yang tidak mengerti bahasa Arab dapat mengetahui
dan memahami makna yang dimkasud oleh Allah dengan perantara terjemah.4

2. Pembagian Terjemah
Dalam pembahasan Tarjamah Al Qur’an dijelaskan bahwa terjemah itu dibagi
menjadi dua
a. At Tarjamah Al Harfiyyah
At Tarjamah Al Harifyah adalah terjemah yang tetap memelihara
persamaan susunan dan urutan dengan kalimat asli. Terjemah ini juga disebut
dengan at tarjamah al lafdhiyyah dan at tarjamah al musawiyah. Para
penerjemah harfiyyah mereka memahami kalimat kemudian menggantinya
dengan kalimat yang sepadan dalam bahasa lain dan meletakkannya pada
tempat kalimat asli. Hal ini dapat membuat makna menjadi tidak jelas karena
adanya perbedaan penggunaan dua bahasa (bahasa asli dan bahasa

2
Muhammad Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fii Ulum Al-Qur’an (Beirut: Daar al-Kitab al-Arabi,
1995), 2: 90.
3
Ibid., 91.
4
Ali as-Shabuni, At Tibyan, 224.

3
penerjemah) dalam mengungkapkan makna dan maksud yang dikehendaki. 5
Syeikh Manna’ Qattan bahkan dalam kitabnya mengatakan bahwa terjemah
semacam ini tidak dapat dilakukan dan tidak akan menghasilkan apapun. Hal
tersebut dikarenakan bahasa Arab memiliki keistimewaan tersendiri yang
berbeda dengan bahasa lain dalam urutan kalimatnya seperti jumlah fi’liyah
(kalimat fi’il) yang dimulai dengan predikat atau kata kerja baru diikuti subjek
atau pelakunya. Hal ini berbeda dengan urutan dan susunan bahasa Indonesia
yang menempatkan subjek terlebih dahulu baru diikuti predikat. Selain itu,
Bahasa Arab juga mengandung rahasia-rahasia di dalamnya yang tidak
dimiliki oleh bahasa lain. Apalagi Al Quran yang memiiki tingkat fashohah
dan sastra yang paling tinggi, memiliki susunan kalimat tersendiri, memiliki
gaya bahasa yang banyak mengandung rahasia, memiliki makna yang halus,
dan di setiap ayatnya mengandung mu’jizat yang mana semua ini tidak ada
satupun bahasa yang memilikinya.6

b. At Tarjamah At Tafsiriyyah
At Tarjamah At Tafsiriyyah adalah terjemah yang tidak memelihara
persamaan susunan dan urutan dengan kalimat asli, tetapi memprioritaskan
penguraian makna dan maksud yang sempurna dari suatu kalimat dengan baik.
Karena terjemah ini menguraikan makna dan maksud suatu kalimat, sehingga
dinamakan dengan At Tarjamah At Tafsiriyyah. Selain itu, terjemah ini juga
disebut dengan at tarjamah al ma’nawiyah. Adapun para penerjemah
tafsiriyyah, mereka memahami terlebih dahulu makna susunan kalimat asli
baru kemudian menuangkannya ke dalam bentuk bahasa yang lain dengan
tetap menyesuaikan makna asal yang dikehendaki tanpa harus terikat dengan
kata per kata.7

Jika Imam Az Zarqani hanya mengklasifikasikan terjemah Al Quran ke


dalam dua bentuk yaitu At Tarjamah Al Harifyah dan At Tarjamah At
Tafsiriyyah, berbeda halnya dengan Syeikh Manna’ Qattan yang
mengklasifikasinya menjadi tiga yaitu At Tarjamah Al Harifyah, At Tarjamah

5
Al-Zarqani, Manahil, 92.
6
Manna’ Qattan, Mabahits fii ‘Ulumil Qur’an (Surabaya: Al-Hidayah, 1973), 313.
7
Al-Zarqani, Manahil, 92.

4
Al Ma’nawiyah, dan At Tarjamah At Tafsiriyyah. Disini ada penambahan
bentuk terjemah yaitu At Tarjamah Al Ma’nawiyah yang mana menurut Imam
Az Zarqoni merupakan muradif (sinonim) daripada At Tarjamah At
Tafsiriyyah sehingga beliau tidak membedakannya. Tetapi menurut Syaikh
Manna’ Qattan hal tersebut tidaklah sama. Dalam menjelaskan At Tarjamah Al
Ma’nawiyah Manna’ Qattan lebih dahulu menjelaskan konsep dualitas makna
Al Quran. Beliau mengatakan bahwa Al Quran memiliki makna asliyyah dan
makna tsanwiyah. Makna asliyyah adalah makna yang dapat dipahami secara
global oleh siapapun yang mengetahui maksud yang ditunjukan oleh lafal kata
dan mengetahui susunannya. Adapun makna tsanawiyyah merupakan khowas
an-nadzam yang dengannya suatu perkataan menjadi superior (istimewa) dan
dengannya juga Al Quran disebut mu’jizat. Makna asliyyah dalam Al Quran
itu seperti susunan kalam Bahasa Arab lainnya dan tidak ada mu’jizat di situ
karena mu’jizat Al Quran dapat dilihat dari susuanan kalimat dan
penjelasannya yang indah yaitu di makna tsanawiyah. Setelah mengetahui
konsep dualitas makna, maka dapat diketahui pula bahwa At Tarjamah Al
Ma’nawiyah yaitu menerjemahkan makna yang terdapat dalam Al Quran tadi
baik itu Asliyyah maupun Tsanawiyah. Adapun At Tarjamah At Tafsiriyyah
adalah menerangkan suatu perkataan dan menjelaskan maknanya
menggunakan bahasa lain.8

3. Dinamika Terjemah Al Quran


Terjemah Al Quran sendiri sebenarnya menimbulkan polemik di antara para
ulama. Di masa lalu banyak cendekiawan muslim yang sebenarnya ingin
menejemahkan Al Quran ke dalam berbagai bahasa untuk membantu umat Islam
yang tidak dapat memahami Al Quran. Namun, tujuan dan cita-cita ini terhambat
oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah fatwa ulama yang secara tegas
mengharamkan hal tersebut. Di tengah kondisi seperti itu, orang-orang Eropa
justru sudah menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Latin. Itu merupakan
penerjemahan Al Quran yang pertama kali dilakukan yaitu pada tahun 1145-1146.
Dan dari situlah kemudian penerjemahan Al Quran berkembang ke dalam bahasa
masyarakat Eropa lainnya seperti Inggris, Prancis, Jerman, dan Belanda. 9 Dari
8
Manna’ Qattan, Mabahits, 314.
9
Syarafuddin, “Terjemahan Al Quran dari Masa ke Masa”, Dalam Jurnal Suhuf, Vol. 27, No. 1, (Mei 2015),
75.

5
sinilah kemudian para cendekiawan muslim merasa bahwa penerjemahan Al
Quran itu perlu dilakukan untuk menghindarkan umat Islam (yang tidak mengerti
bahasa Arab) itu sendiri terjerumus ke dalam kebodohan. Lantas bagaimana
pandangan para ulama mengenai hukum menerjemahkan Al Quran itu sendiri.
Disini kemudian penulis mengikuti pendapat dari Syeikh Manna’ Qattan dalam
menghukumi penerjemahan Al Quran.

a. Dalam menghukumi At-Tarjamah Al-Harfiyyah disini beliau menyatakan


keharamannya. Syeikh Manna’ Qattan beralasan bahwa Al Quran merupakan
kalam Allah yang diturunkan kepada rasulnya yang mengandung mu’jizat
dalam lafal dan maknanya serta membacanya dinilai ibadah, dan apabila kata
dalam Al Quran itu diterjemahkan maka tidak bisa dikatakan sebagai kalam
Allah dan juga tidak akan menjadi mu’jizat. Syeikh Manna’ Qattan bahkan
juga mengatakan bahwa menerjemahkan Al Quran secara harfiyyah akan
mengeluarkan Al Quran dari eksistensinya sebagai Al Quran walaupun
dilakukan oleh orang yang menguasai bahasa, gaya bahasanya, dan susunan
bahasanya.10 Pandangan beliau ini juga selaras dengan pandangan ulama lain
seperti Syeikh Ali As-Shabuni yang mengatakan bahwa At-Tarjamah Al-
Harfiyyah itu tidak diperbolehkan dan tidak sah adanya.11 Kemudian, Syeikh
Ali As-Shabuni memaparkan contoh terjemah secara harfiyyah sebagai berikut

ِ ِ
ً ‫وما حَّمْ ُس‬
‫ورا‬ َ ‫َواَل جَتْ َع ْل يَ َد َك َم ْغلُولَةً إِىَل ٰ عُنُق‬
ً ُ‫ك َواَل َتْب ُسطْ َها ُك َّل ٱلْبَ ْسط َفَت ْقعُ َد َمل‬
)٢٩ :‫(اإلسراء‬

Ayat ini jika diterjemah secara harfiyyah maka yang akan dipahami adalah
larangan untuk mengikatkan tangan pada leher dan memanjangkan tangan.
Makna seperti ini adalah fasid (rusak) yang tidak dikehendaki oleh Al Quran
dan bahkan orang akan bertanya-tanya, “Mengapa Allah melarang kita untuk
mengikatkan tangan ke leher dan memanjangkan tangan?” Oleh karena itu
tidak bisa dipahami secara harfiyyah karena yang diungkapkan oleh ayat ini
merupkan tamtsil (penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain). Substansi

10
Manna’ Qattan, Mabahits, 314.
11
Ali as-Shabuni, At Tibyan, 225.

6
yang sebenarnya ingin dijelaskan oleh ayat ini adalah akibat daripada boros
dan pelit yaitu tercela dan menyesal dan ini adalah makna yang paling baik.12

b. Selanjutnya adalah masalah hukum At-Tarjamah Al-Ma’nawiyah. Sebelum


menyatakan hukumnya, Syeikh Manna’ Qattan mengatakan bahwa
menerjemahkan makna tsanawiyah bukanlah suatu perkara mudah karena
bahasa Arab memiliki keistimewaan dalam segi gaya bahasa dan sastranya
yang tidak dimiliki oleh bahasa apapun. Adapun menerjemahkan makna
asliyyah masih memungkinkan untuk dilakukan. Dari sini kemudian beliau
menyatakan bahwa hukum menerjemahkan menggunakan metode
ma’nawiyah itu boleh apabila yang diterjemahkan adalah makna asliyah.
Beliau juga mengutip pendapat Imam As-Syatibi, “Sesungguhnya
menerjemahkan Al Quran dengan melihat kepada makna asliyyah itu mungkin
dilakukan dan dari situ kemudian juga sah untuk ditafsirkan dan dijelaskan
maknanya kepada khalayak umum yang tidak memahaminya. Hal tersebut
dibolehkan menurut kesepakatan ulama dan kesepakatan tersebut menjadikan
hujjah akan kebolehan menerjemahkan makna asliyyah.” Tetapi pendapat
Imam As-Syatibi ini tidak untuk dimutlakan dan sebagian ulama juga
menghususkan kebolehannya dalam keadaan darurat ketika berdakwah saja.
Hal ini bukan tanpa sebab, karena menerjemahkan makna asliyyah juga riskan
akan kesalahan ketika ada satu lafal mengandung banyak makna atau ketika
menemui lafal yang bersifat majaz.13

c. Yang terakhir adalah hukum At-Tarjamah At-Tafsiriyah. Disini Syeikh


Manna’ Qattan menyampaikan terlebih dahulu mengenai urgensitas
berdakwah dan kemudian mengaitkannya dengan hukum At-Tarjamah At-
Tafsiriyah. Beliau mengatakan, “Apabila menyampaikan risalah Islam
merupakan bagian dari kewajiban Islam, maka sesuatu yang dibutuhkan untuk
menunjang keberhasilannya itu juga merupakan kewajiban, seperti
mempelajari bahasa dan menerjemahkan dasar-dasar Islam ke dalam bahasa
mereka.”14 Dari pernyataan beliau ini bisa diambil benang merah bahwa

12
Ibid., 225
13
Manna’ Qattan, Mabahits, 315.
14
Disini yang dimaksud adalah mempelajari bahasa orang Islam non-Arab

7
hukum menerjemahkan Al Quran secara tafsiriyyah ini hukumnya
diperbolehkan bahkan menjadi wajib jika sangat dibutuhkan untuk
menyampaikan risalah. Beliau juga menukil pendapat Ibnu Taimiyah yang
mengatakan bahwa menggunakan istilah dan bahasa lain ketika ada suatu
kepentingan bukanlah merupakan perkara makruh tetapi merupakan sesuatu
yang diperbolehkan dan baik adanya. Tetapi jika tidak ada suatu kepentingan
maka hal ini dimakruhkan. Dari sini penulis menyimpulkan bahwa melakukan
terjemah dengan metode tafsiriyyah maka hukumnya diperbolehkan bahkan
wajib ketika ada kepentingan dakwah kepada orang-orang Islam yang tidak
memahami bahasa Al Quran, yaitu bahasa Arab. Dan apabila hal ini tidak
dilakukan, maka risalah Islam dikhawatirkan tidak akan sampai kepada
seluruh umat.15

4. Manfaat Mempelajari Terjemah Al Quran


Setelah mempelajari tentang terjemah Al Quran dan seluk beluknya seperti
definisi, pembagian, sejarah, dan hukumnya, penulis dapat mengambil manfaat
sebagai berikut:
a. Mengetahui lebih dalam mengenai pengertian terjemah Al Quran yang
ternyata sangat kompleks.
b. Mengetahui pembagian metode terjemah Al Quran yang tidak sesederhana
yang dipikirkan.
c. Mengetahui hukum daripada menerjemahkan Al Quran, sehingga lebih
berhati-hati lagi ketika ingin menyampaikan suatu ayat.
d. Mengetahui bahwa apabila Islam ingin lebih maju, berkembang, dan
penganutnya memiliki pemahaman secara utuh, maka harus melakukan suatu
gebrakan tetapi masih dalam jalur yang diperbolehkan syariat seperti
penerjemahan Al Quran (secara tafsiriyah) yang pada awalnya sangat
ditentang secara mutlak.
e. Mengetahui bahwa para ulama dalam satu pembahasan saja bisa memiliki
pandangan yang bermacam-macam. Hal ini terlihat dari Imam Az-Zarqani dan
Syeikh Manna’ Qattan yang berbeda dalam pembagian terjemah.
f. Mengetahui bahwa bahasa Arab wajib dipelajari jika ingin mengetahui dan
memahami seluk beluk tentang Islam secara detail.
15
Manna’ Qattan, Mabahits, 317.

8
5. Kesimpulan
Terjemah menurut para ulama memiliki definisi yang beragam. Tetapi
kemudian yang dibakukan adalah Memindah suatu perkataan dari suatu bahasa ke
bahasa lain. Adapun terjemah Al Quran adalah memindah Al Quran ke dalam
bahasa selain Arab. Dari sini kemudian ulama membuat klasifikasi tersendiri
mengenai terjemah Al Quran seperti menerjemahkan kata per kata sesuai susunan
yang disebut At-Tarjamah Al-Harfiyyah, ada juga menerjemahkan makna dan
maksud Al Quran tanpa terikat dengan susunannya yang disebut At-Tarjamah At-
Tafsiriyah. Setelah melakukan klasifikasi kemudian para ulama juga menentukan
status hukumnya dari masing masing terjemahan. Menurut para ulama At-
Tarjamah Al-Harfiyyah haram dilakukan karena sama saja mengeluarkan Al
Quran dari eksistensinya sebagai Al Quran. Adapun At-Tarjamah Al-Harfiyyah
menurut para ulama diperbolehkan asal ada suatu kepentingan untuk berdakwah
meneyebarkan risalah Islam.

Daftar Pustaka

9
Al-Qur’an

Shabuni (as), Muhammad Ali. At Tibyan fii Ulum Al-Qur’an. Karachi: Maktabah Al-Busyro.
2016.

Qattan, Manna’. Mabahits fii ‘Ulumil Qur’an. Surabaya: Al-Hidayah. 1973.

Zarqani (az), Muhammad Abd al-Adzim. Manahil al-Irfan fii Ulum Al-Qur’an. Beirut: Daar
al-Kitab al-Arabi. 1995.

Syarafuddin. “Terjemahan Al Quran dari Masa ke Masa”. Dalam Jurnal Suhuf, Vol. 27, No.
1, Mei 2015.

10

Anda mungkin juga menyukai