Anda di halaman 1dari 4

DIKSUSI ANGKATAN SEMESTER IV (KE-3)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

Hari, Tanggal : Rabu, 24 Februari 2021

Tempat/Ruang : Ruang Baca

Waktu : 13.30 – 16.00

Tema : Batasan Pluralitas Beragama Di Indonesia

Moderator : Dio Hermawan

Mushohih : Mufawi Himam LC.

Peserta : Mahasiswa/i Semester III Prodi Ilmu Al-


Qur’an dan Tafsir

Jumlah Peserta : 23

“BATASAN PLURALITAS BERAGAMA DI INDONESIA”

Kasus penjagaan Gereja atau tempat ibadah lainnya oleh umat Islam
seringkali menjadi suatu perbincangan yang menyebabkan kontroversi antar
sesama umat Islam sendiri. Permasalahan yang timbul tentu saja disebabkan
oleh batasan-batasan toleransi antar agama yang dikatakan melebihi dan
melewati batasan yang ditentukan oleh hukum agama itu sendiri. Lalu,
bagaimana peran ulama untuk turut andil dalam menengahi kericuhan yang
terjadi? Bagaimana hukum yang terlontar dari mereka para ulama
mengenai permasalahan ini?.

Kegiatan penjagaan Gereja ini merupakan kegiatan yang sudah tidak


asing bagi kita. Kegiatan ini biasa dilakukan oleh salah satu lembaga dari
Organisasi Masyarakat Islam, yaitu Banser yang berada di bawah naungan
organisasi Nahḍatul ‘Ulama yang merupakan salah satu ormas terbesar di
Indonesia. Kegiatan penjagaan Gereja yang dilakukan Banser ini bukan
karena adanya unsur permintaan dari pihak non-Islam, melainkan
merupakan inisiatif atau kesadaran dari pihak Banser sendiri untuk turut
serta dalam menjaga keamanan di Gereja tersebut.

Mengenai umat Islam yang andil dalam penjagaan tempat-tempat


ibadah non-Islam, banyak ulama yang berbeda pendapat dalam
menghukumi hal tersebut. Sebagian memperbolehkan umat Islam ikut
menjaga tempat-tempat ibadah non-Islam, dan sebagian lagi melarang hal
tersebut. Adapun kedua pendapat tersebut pastinya memiliki alasan yang
kuat untuk menjawab problematika yang terjadi.

Pendapat ulama atau kelompok yang memperbolehkan umat Islam


(Banser) dalam penjagaan Gereja/tempat-tempat ibadah umat non-Islam:

1. Untuk menjaga perdamaian antar masyarakat beragama


2. Suatu bentuk kesetaraan dan keseimbangan dalam menjaga
perdamaian bersama
3. Menjaga stabilitas bangsa dan negara
4. Untuk menghilangkan justifikasi mereka bahwa umat Islam
bukanlah umat yang kejam dan suka menindas serta
menghancurkan perdamaian.
5. Memberikan contoh, bahwa Islam tidak pernah mengajarkan
umatnya untuk saling menghancurkan, apalagi menghancurkan
tempat-tempat ibadah.
6. Memiliki dampak positif bagi kedua belah pihak (pihak Islam
dan non-Islam). Pihak Islam akan terlepas dari pandangan bahwa
Islam merupakan agama yang keras dan suka membuat
kerusuhan. Sedangkan bagi pihak non-Islam, mereka akan
terbantu dengan adanya pihak Islam yang turut serta menjaga
keamanan di tempat ibadah mereka.
7. Untuk menjaga masyarakat, terutama umat Islam di sekitar
Gereja
8. Dalam menjaga Gereja, pihak Islam tidak ikut serta menjalankan
peribadahan mereka. Namun, hanya berpartisipasi untuk
menjaga keamanan.

Pendapat ulama atau kelompok yang melarang umat Islam (Banser)


dalam penjagaan Gereja/tempat-tempat ibadah umat non-Islam:

1. Membantu syi’ar kekufuran


2. Ta’dzhim pada kekufuran
3. Toleransi tidak menyangkut urusan dalam peribadahan mereka
4. Tolong-menolong dalam kemaksiatan
5. Termasuk bid’ah sayyi’ah
6. Masih ada aparat negara yang memiliki tugas untuk menjaga
keamanan, seperti polisi, tentara, dan aparat kenegaraan lainnya.
7. Ada peluang bagi pihak non-Islam untuk memanfaatkan umat
Islam dengan adanya momen-momen tertentu -seperti pada hari-
hari besar mereka- dengan mengatasnamakan toleransi.
Sedangkan, bisa saja ada kemungkinan bahwa mereka
mengetahui larangan atau batasan-batasan toleransi dalam agama
Islam.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai larangan dan


diperbolehkannya umat Islam untuk berpartisipasi dalam menjaga tempat
ibadah non-Islam. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang dan
sudut pandang dari seseorang yang melihat kegiatan ini. Seseorang yang
melihat bahwa kegiatan penjagaan tempat ibadah non-Islam ini bertujuan
untuk menjaga kemaslahatan umat, seperti menjaga keamanan di Gereja dan
lingkungan sekitarnya, maka mereka akan memperbolehkannya. Sedangkan
seseorang yang melihat bahwa kegiatan ini justru terkesan mengandung
unsur untuk ikut campur dalam peribadahan mereka dan telah melewati
batas toleransi, maka mereka akan cenderung untuk melarangnya.

Sebagai orang yang berkecimpung dalam filsafat, mushohih dalam


diskusi kali ini lebih memilih untuk memperbolehkan umat Islam (Banser)
untuk berpartisipasi dalam menjaga Gereja ataupun tempat ibadah agama
lain. Dalam realitanya, Banser tidak hanya menjaga Gereja atau tempat
ibadah dari agama lain pada hari raya mereka. Banser selalu aktif dalam
melakukan keamanan pada setiap acara, baik acara keagamaan dalam Islam
sendiri atau kegiatan lainnya.

Pada hakikatnya, penjagaan gereja yang dilakukan oleh Banser telah


melewati prosedur yang benar, yakni telah mendapat persetujuan dan
perizinan dari aparat yang berwenang. Jadi, secara tidak langsung Banser
merupakan kepanjangan tangan dari aparat pemerintah. Pihak pemerintah
tidak serta merta menyerahkan tugasnya pada Banser, tetapi juga turut andil
untuk menjaga keamanan, terlebih jika memang terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan selama proses penjagaan tersebut. Maka penjagaan gereja oleh
banser bukanlah suatu hal yang salah dan konflik yang muncul dari
peristiwa ini hanyalah pandangan dari orang-orang yang belum melihat
kehidupan nyata dalam kehidupan prularisme agama.

Suatu perbuatan dikatakan sebagai maksiat tergantung dari situasi


dan kondisi dimana perbuatan itu dilakukan. Misalnya dalam hal
pergi/berkunjung ke Gereja. Indonesia merupakan negara yang mengakui
dan melegalkan beberapa agama serta memberi kebebasan kepada
penduduknya untuk memilih keyakinannya sendiri juga melaksanakan
ajaran-ajaran yang terkandung dalam agamanya. Berdasarkan pernyataan
ini, maka umat Islam tidak boleh menganggap umat kristiani yang pergi ke
Gereja untuk beribadah sebagai pelaku kemaksiatan, dengan dalih telah
melakukan ke-syirikan karena menyembah Tuhan lain yang berbeda dengan
Tuhan mereka. Sebaliknya, justru umat Islam-lah yang akan dianggap
sebagai pelaku maksiat karena telah melarang seseorang untuk beribadah.

Kita perlu mengetahui bahwa agama di dunia itu universal. Toleransi


yang terjadi antar umat beragama akan lebih kuat jika dibandingkan dengan
toleransi antara umat beragama dengan umat yang tidak beragama.

Anda mungkin juga menyukai