Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Ekonomi Syariah dalam Mengentas Kemiskinan

Nama Kelompok :

1. Putra Ega Ramadhana [19]


2. Rizki Ahmad Yunifianto [20]

MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TEKNIK MESIN
PROGRAM STUDI D-4 TEKNIK MESIN PRODUKSI DAN PERAWATAN
POLITEKNIK NEGERI MALANG
2020
1. PENDAHULUAN
Permasalahan kemiskinan di Indonesia masih menjadi isu nasional, karena jika
dilihat dari angka kemiskinan di negeri ini masih menunjukan angka yang sangat
memprihatinkan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per-September 2011menunjukkan
sebanyak 29,89 Juta orang (12,36%) masih dalam kategori miskin. Dari data tersebut
menunjukkan bahwa pengentasan kemiskinan masih membutuhkan penanganan yang
serius karena pengentasan kemiskinan merupakan kewajiban negara dan tertuang dalam
Undang-undang 1945 pasal 34 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak yang
terlantar harus di pelihara oleh negara. Kewajiban negara dalam menjalankan program
pengentasan kemiskinan yang sudah dijalankan belum berdampak signifikan bagi
pertumbuhan ekonomi. Hal ini terkendala pada sistem ekonomi yang menjadi acuan
dalam menjalankan strategi pengentasan kemiskinan tersebut. Secara teori, sistem
ekonomi merupakan sebuah kesatuan hubungan antara rumah tangga konsumsi, rumah
tangga produksi dan rumah tangga pemerintah berdasarkan pada sebuah perencanaan
ekonomi skala nasional untuk menghasilkan suatu produksi yang akan di distribusikan
keseluruh keluarga secara merata dan berkeadilan. Namun pengaplikasian teori tersebut
dalam hal pengentasan kemiskinan kadang menimbulkan persoalan-persoalan akibat dari
ketidaksesuaian sistem ekonomi yang diterapkan.
Salah satu keunikan Islam adalah tidak adanya pemisahan antara aspek moral dan
materi, spiritual dan fisikal dan aspek dunia dan akhirat dalam kehidupan seorang
Muslim, tidak seperti faham sekularisme yang memisahkan antara keduanya. Begitu juga
dalam mendefinisikan kemiskinan, kita harus mempertimbangkan ke-dua aspek ini secara
berimbang. Dengan kata lain, seseorang yang mungkin dikategorikan "miskin secara
materi" yang biasanya diukur dengan unit moneter (uang), belum tentu tergolong ke
dalam kategori orang-orang "miskin secara spiritual", yang biasanya diukur dengan kadar
kedekatan kepada Allah SWT (ketakwaan). Dalam bukunya "Economic Development
and Social Peace in Islam", Mannan (1989) menegaskan bahwa kemiskinan dalam Islam
haruslah dilihat sebagai konsep integral antara aspek moral (budaya dan spiritual) dan
aspek material. Secara material (ekonomi), orang-orang miskin adalah mereka-mereka
yang tidak dapat memenuhi keperluan azas secara layak, seperti makanan, pakaian,
rumah, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan. Sedangkan, orang "miskin secara
spiritual" adalah mereka yang tidak memiliki kekayaan spiritual minimum, seperti
pengetahuan agama (ukhrawi) dan umum (duniawi) yang diperlukan dalam
"berubudiyah", dan "bertaqarrub" kepada Allah SWT dengan mengedepankan nilai-nilai
"akhlaqul karimah". Jadi, kombinasi ke dua definisi kemiskinan ini adalah definisi ideal
kemiskinan versi Islam. Hal ini sesuai dengan Hadis Rasulullah SAW: "Dari Abu
Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Kekayaan itu tidak
terletak pada banyaknya jumlah harta dunia, tetapi kekayaan itu adalah terletak pada
kekayaan hati" (H.R. Muslim). Tentu, begitu juga sebaliknya, "kemiskinan itu tidaklah
terletak pada sedikitnya harta, tetapi terletak pada kering kerontangnya hati".

2. Pengertian Ekonomi Syariah


Ekonomi Syariah adalah penerapan konsep-konsep al-qur’an dan hadist, baik
langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ber-ekonomi. Ekonomi Syariah
mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi rabbani dan insani. Dikatakan sebagai ekonomi
rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai ilahiah. Sementara itu, ekonomi syariah
dikatakan sebagai ekonomi insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk
kemakmuran manusia. Selain dua sifat dasar tersebut, ekonomi syariah juga memiliki
sifat lain yang tidak kalah penting, yaitu keimanan. Keimanan merupakan komponen
penting dalam ekonomi syariah karena secara langsung akan memengaruhi cara pandang
dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera, dan preferensi manusia,
sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya, dan lingkungan. Keimanan merupakan
saringan moral yang memberikan arah dan tujuan pada penggunaan sumber daya dan
juga memotivasi mekanisme yang dibutuhkan bagi operasi yang efektif.

Nilai yang mendasari ekonomi Islam adalah ajaran tauhid. Prinsip tauhid
mengajarkan bahwa semua aktivitas manusia, termasuk ekonomi, hanya ditujukan untuk
mencari kesenangan dan sesuai dengan petunjuk Allah. Prinsip tauhid adalah pembeda
antara ekonomi syariah dan konvensional. Ada empat nilai dasar ekonomi Islam yang
membedakannya dengan ekonomi konvensional.
 Kepemilikan
Dalam hukum dasar Islam, pada hakekatnya segala sesuatu hanya milik
Allah SWT (Surat Yunus 10:55). Peran manusia di muka bumi ini hanya sebagai
khalifah atau pengelola. Hal ini sesuai dengan QS Al-Baqarah 2:195 yang artinya:
“Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Meskipun demikian, manusia tetap memiliki hak pribadi atas usahanya,
baik berupa tanah, harta benda, dan sebagainya. Pengalihan kepemilikan harus
didasarkan pada transaksi ekonomi yang sah, hibah, atau warisan.

 Keadilan dalam berbisnis


Adil menurut Islam bukan berarti sama, melainkan suatu kondisi di mana
setiap manusia memiliki hak yang sama untuk menerima penghargaan, barang,
jasa, atau perlakuan. Prinsip keadilan ini diatur dalam QS Al-Maidah 5:8, Allah
berfirman:
“Hai orang-orang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena
Allah, (ketika) menjadi saksi dengan keadilan. Dan jangan biarkan kebencianmu
terhadap satu hal mendorongmu untuk bertindak tidak adil. Bersikaplah adil.
Karena (adil) lebih dekat dengan ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Keadilan dalam ekonomi syariah tercermin dalam nasehat Islam untuk
seimbang dalam bekerja, berusaha, dan berdoa. Hasil yang diperoleh dari kegiatan
ekonomi hanya digunakan seperlunya saja. Sebagian dapat disumbangkan untuk
mencapai prinsip keadilan.

 Kerjasama dalam kebaikan


Kegiatan ekonomi syariah harus dilandasi semangat tolong menolong
dalam kebaikan, berlomba-lomba menebar kebaikan sesuai dengan QS Al-
Baqarah 2:148 yang artinya:
“Dan bagi setiap umat ada kiblat (dirinya sendiri) yang menghadap ke
arahnya. Maka berlombalah (dalam membuat) kebaikan. Dimanapun kamu
berada, Allah pasti akan mengumpulkan kamu semua (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala hal “

 Pertumbuhan seimbang
Dalam Islam, pertumbuhan ekonomi harus diimbangi dengan menjaga
keseimbangan antara kesejahteraan spiritual dan kelestarian alam. Artinya
manusia tidak boleh mengeksploitasi alam secara berlebihan untuk meningkatkan
perekonomian.Hal yang mampu mengendalikannya adalah kesejahteraan spiritual.
Jika memiliki spiritualitas yang tinggi dan merasa selalu diawasi oleh Allah SWT,
tidak mungkin seseorang melakukan kerusakan alam demi ekonomi semata.
Tentunya mereka akan menjaga keseimbangan.

3. Ruang Lingkup Ekonomi Syariah


Ruang lingkup ekonomi syariah meliputi aspek ekonomi sebagai berikut :
 Ba’i adalah jual – beli antara benda dengan benda atau pertukaran benda dengan uang.
 Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
 Syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah.
 Mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal untuk
melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.
 Muzaraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap untuk memanfaatkan
lahan.
 Musaqah adalah kerjasama antara pihak –pihak dalam pemeliharaan tanaman dengan
pembagian hasil antara pemilik dengan pemelihara tanaman dengan nisbah yang
disepakati oleh para pihak.
 Murabahah adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shihab al –
maal (pemilik harta) dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksijual – beli
dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih
yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al – maal dan pengembaliannya
dilakukan secara tunai atau angsur.
 Khiyar adalah hak pilih bagi penjual atau pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan
akad jual- beli yang dilakukan.
 Ijarah adalah sewa barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran.
 Istishna adalah jual beli barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan pihak penjual.
 Kafalah adalah jaminan atau garansi yang diberikan oleh penjamin kepada pihak ketiga /
pemberi pinjaman untuk memenuhi kewajiban pihak kedua / peminjam.
 Hawalah adalah pengalihan utang dan muhil al ashil kepada muhal ‘alaih.
 Rahn / gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai
jaminan.
 Ghasb adalah pengembalian hak milik orang lain tanpa izin dan tanpa niat untuk
memilikinya.
 Itlaf / perusakan adalah penguragan kualitas nilai suatu barang.
 Wadi’ah adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan
yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut.
 Ju’alah adalah perjanjian imbalan tertentu dari pihak pertama kepada pihak kedua atas
pelaksanaan suatu tugas / pelayanan yang dilakukan oleh pihak kedua untuk kepentingan
pihak pertama.
 Wakalah adalah pemberian kuasa kepada pihak lain untuk mengerjakan sesuatu.
 Obligasi syariah adalah surat berharga yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset surat berharga baik dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing.
 Reksadana syariah adalah lembaga jasa keuangan non-bank yang kegiatannya
berorientasi pada investasi di sektor portofolio atau nilai kolektif sari surat berharga.
 Efek beragun aset syariah adalah efek yang diterbitkan oleh akad investasi kolektif efek
beragun aset syariah yang portofolionya terdiri atas aset keuangan berupa tagihan yang
timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul dikemudian hari, jual – beli
kepemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, efek berupa investasi yang dijamin oleh
pemerintah, sarana peningkatan investasi / arus kas serta aset keuangan setara, yang
sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
 Surat berharga komersial syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam
jangka waktu tertentu yang sesuai dengan prinsip – prinsip syariah.
 Ta’min / asuransi adalah perjanjian anatara dua belah pihak atau lebih, yang pihak
penanggung mengikatkan diri kepada tanggungan dengan menerima premi ta’min untuk
menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
 Syuuq maaliyah / pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan penawaran umum dan
perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan seta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
 Waraqah tijariyah / surat berharga syariah adalah surat bukti berinvestasi berdasarkan
prinsip syariah yang lazim diperdagangkan dipasar dan atau pasar modal, antara lain
wesel, obligasi syariah, sertifikat reksadana syariah, dan surat berharga lainnya
berdasarkan prinsip syariah.
 Salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya
dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.
 Qardha adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan
pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka
waktu tertentu.
 Sunduq mu’asyat taqa’udil / dana pensiun syariah adalah badan usaha yang mengelola
dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun berdasarkan prinsip
syariah.
 Hisabat jariyat / rekening koran syariah adalah pembayaran dengan dananya ijarah pada
setiap saat dapat ditarik atau disetor oleh pemiliknya yang dijalankan berdasarkan prinsip
syariah.
 Ba’i al – wafa / jual – beli dengan hak membeli kembali adalah jual – beli yang
dilangsungkan dengan syarat bahwa barang yang dijual tersebut dapat dibeli kembali oleh
penjual apabila tenggang waktu yang disepakati telah tiba.
4. Manfaat Ekonomi Syariah
Apabila ekonomi sayriah diaplikasikan dalam kehidupan, maka akan
mendatangkan manfaat yang besar bagi umat Islam itu berupa :
 Mewujudkan integritas seorang muslim yang kaffah, sehingga Islamnya tidak lagi parsial.
 Menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syariah,
reksadana syariah, pegadaian syariah dan / atau baitul maal wa tamwil mendapatkan
keuntungan didunia dan diakhirat.
 Praktik ekonomi syariah berdasarkan syariah Islam bernilai ibadah, karena telah
mengamalkan syariah Allah SWT.
 Mengamalkan ekonomi syariah melalui bank syariah, asuransi syariah, dan/atau BMT,
berarti mendukung lembaga ekonomi umat Islam itu sendiri.
 Mengamalkan ekonomi syariah dengan membuka tabungan, deposito atau menjadi
nasabah asuransi syariah.
 Mengamalkan ekonomi syariah berarti mendukung gerakan amar ma’ruf nahi munkar,
sebab dana yang terkumpul tersebut hanya boleh dimanfaatkan untuk usaha-usaha atau
proyek-proyek halal.
Dengan mengamalkan ekonomi syariah jelas mendatangkan banyak manfaat yang besar
bagi umat Islam itu sendiri,diantaranya :
 Keberkahan,menerapkan dan mengamalkan ekonomi syariah akan mendapatkan
keuntungan duniawi dan ukhrawi.
 Tanpa ada pihak yang dirugikan
 Distribusi merata, bahkan untuk tuntunan yang mungkin terlihat sebagai sesuatu yang
berat dan menyakitkan, akan ada hikmah yang membawa kemaslahatan (QS. Al-
Baqarah : 216)
 Tahan krisis, ekonomi syariah dapat mengurangi kerentanan perekonomian akibat
fenomena yang disebut sbagai decoupling economy.
 Pertumbuhan entrepreneur tanpa riba
5. Peran Ekonomi Syariah dalam Mengentas Kemiskinan
Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algaoud, 2001, dalam bukunya Perbankan
Syariah yang diterjemahkan oleh Burhan Subrata, mengatakan; lembaga keuangan
syariah hadir untuk memberikan jasa keuangan yang halal kepada komunitas muslim.
Tarjet utamanya adalah kesejahteraan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan tingkat
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, keadilan sosio-ekonomi serta distribusi pendapatan
yang kekayaan yang wajar, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi serta investasi tabungan
untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (bagi-hasil)
kepada semua pihak yang terlibat.
Ajaran Islam sudah mengatur tentang konsep lembaga keuangan tersebut di atas,
meski tidak disebut secara eksplisit dalam al-Qur’an. Namun jika yang dimaksud
lembaga itu suatu yang memiliki unsur-unsur seperti struktur, manajemen, fungsi serta
hak kewajiban, maka semua lembaga itu disebut secara jelas. Kata-kata seperti
kaum,ummat (kelompokmasyarakat), muluk(pemerintah), balad (negeri), suq (pasar) dan
sebagainya mengindi-kasikan bahwa al-Qur’an mengisyaratkan nama-nama itu memiliki
fugnsi dan peran tertentu dalam ekonomi, seperti zakat, shadaqah, fai’, ghanimah, bai’,
dain, mal dan sebagainya memiliki konotasi fungsi yang dilaksanakan oleh peran
tertentu. Dalam lembaga keuangan syariah modern, konsep al-Qur’an ini diterjemahkan
menjadi sebuah lembaga keuangan yang mampu diterima oleh masyarakat umum.
Ada banyak keunggulan sistem bank syariah yang bisa dipergunakan untuk ikut serta
memberantas kemiskinan ini dibanding bank konvensional, di antaranya:
 Bank syariah menjadi debitur sebagai mitra usaha
 Bagi hasil sangat cocok untuk sektor pertanian dan kelautan
 Mengoptimalkan dana Qardhul Hasan
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/3282725/Studi-Komparatif-Sistem-Ekonomi-Islam-dan-
Sistem-Ekonomi-Lainnya-dalam-Pengentasan-Kemiskinan
http://deerham.com/manfaat-penerapan-sistem-ekonomi-syariah
http://simplebisnis.wordpress.com/2010/09/14/peran-bank-syariah-dalam-pengentasan-
kemiskinan/
https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/22/164206869/ekonomi-syariah-definisi-
prinsip-dan-tujuannya
http://manajemen.uma.ac.id/2020/12/tujuan-mempelajari-ekonomi-syariah/

Anda mungkin juga menyukai