Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BIOLOGI ECHINODERMATA

TERIPANG PASIR ( Holothuria scabra )

DISUSUN OLEH :

RIAN DANI TUMANGGOR

2004112971

Dosen Pengampu : Dr. Syafruddin Nasution,MSc

Mata Kuliah Biologi Laut

Jurusan Ilmu Kelautan

Fakultas Perikanan dan Kelautan

Universitas Riau

2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
TERIPANG PASIR ( Holothuria scabra ) ini dengan tepat waktu. Makalah ini
disusun guna memenuhi tugas Biologi Laut.

Dalam penulisan makalah ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih


kepada Dosen Penganpu yaitu Bapak Dr.Ir.Sfaruddin Nasution, M.Sc selaku
dosen mata kuliah Biologi Laut dan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini.

Penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan di dalam penyusunan


makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 10 Oktober 2021

Rian Dani Tumanggor


Daftar Isi

Isi
Kata Pengantar.........................................................................................................2

Daftar Isi..................................................................................................................3

Pendahuluan.............................................................................................................3

1. Latar Belakang..............................................................................................3

2. Rumusan Masalah.........................................................................................4

3. Tujuan Penulisan...........................................................................................4

Isi..............................................................................................................................5

a. Taksonomi.....................................................................................................5

b. Morfologi dan Anatomi................................................................................5

c. Distribusi dan Habitat...................................................................................7

d. Reproduksi....................................................................................................8

e. Manfaat ekologi dan ekonomi.....................................................................13

Daftar Pustaka........................................................................................................14
Pendahuluan

1. Latar Belakang
Teripang sering juga disebut sebagai gamet, gamat atau timun laut
karena bentuknya yang menyerupai ketimun. Dengan karakteristik tubuhnya
lunak, bentuk tubuh silindris, dan berotot melingkar yang memanjang dari
mulut hingga anus (Conand, 1990). Secara taksonomi teripang termasuk
Kelas Holothuroidea bersama-sama dengan bintang laut, bintang mengular,
lili laut dan bulu babi dalam filum Echinodermata. Teripang sendiri terdiri
dari kurang lebih 1.250 spesies yang tersebar dalam 200 genus. Salah satu
jenis teripang yang telah berhasil dibudidayakan adalah teripang pasir
dengan nama latin Holothuria scabra. Nama lokal teripang pasir tergantung
dari daerahnya, misalkan teripang gosok di Kepulauan Karimun jawa,
teripang pasir (kepulauan seribu), teripang saleh (Bjonegoro), teripang
buang kulit (Lampung), teripang susuan (Manado), dan teripang
kapur/teripang putih (Indonesia Bagian Timur).

2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Taksonomi Teripang Pasir ( Holothuria scabra )
2. Bagaimana Morfologi dan Anatomi Teripang Pasir ( Holothuria scabra )
3. Bagaimana Distribusi dan Habitat Teripang Pasir ( Holothuria scabra )
4. Bagaimana Reproduksi Teripang Pasir ( Holothuria scabra )
5. Apa Manfaat Ekologi dan Ekonomis dan Teripang Pasir ( Holothuria
scabra )

3. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui taksonomi dari Teripang Pasir ( Holothuria scabra )
2. Untuk mengetahui morfologi dan anatomi Teripang Pasir ( Holothuria
scabra )
3. Untuk mengetahui distribusi dan habitat Teripang Pasir ( Holothuria
scabra )
4. Untuk mengetahui reproduksi Teripang Pasir ( Holothuria scabra )
5. Memberikan pemahanan tentang manfaat ekologis dan ekonomi dari
Teripang Pasir ( Holothuria scabra )

Metode (Studi Literatur)

Metode yang digunakan pada penyusunan makalah ini adalah metode


literatur dimana menggunakan jurnal jurnal ilmiah untuk mengumpukan informasi
dan data yang akurat untuk dimasukkan kedalam laporan makalah sebagai bahan
pembelajaran
Isi
a. Taksonomi
Klasifikasi dari Teripang Pasir ( Holothuria scabra ) adalah sebagai
berikut :

Filum : Echinodermata
Kelas : Holothuroidea
Ordo : Aspidochirotida
Famili : Holothuriidae
Genus : Holothuria
Spesies : Holothuria scabra
Nama Lokal : Teripang pasir; Teripang gosok
Nama Internasional : Sandfish

b. Morfologi dan Anatomi


Tubuh teripang pasir (H. scabra) bulat panjang dengan garis oval
dan abroal sebagai sumbu yang menghubungkan bagian anterior dan
posterior. Bagian perut berwarna putih kekuning-kuningan dan
punggungnya berwarna abu-abu sampai kehitaman. Pada bagian
punggungnya terdapat sekat-sekat yang melintang berwarna putih dan di
antara sekat-sekat tersebut garis-garis hitam. Seluruh bagian tubuhnya
apabila diraba akan terasa kasar seperti butiran-butiran pasir (Panggabean,
1987; Martoyo et al., 1994). Walaupun termasuk dalam kelompok hewan
berkulit duri (Echinodermata), teripang pasir tidak nampak berduri, karena
durinya merupakan butir-butir kapur mikroskopis (kecil) yang tersebar
dalam lapisan dermis (kulit) yang disebut spikula. Di bawah lapisan kulit
tersebut terdapat otot melingkar dan memanjang.

Pada permukaan tubuh teripang terdapat lima baris kaki tabung


(tube feet) yang tersusun radier dari mulut ke arah anus. Tiga baris kaki
tabung terdapat pada sisi tubuh ventral dan dua baris yang lain pada sisi
dorsal. Kaki-kaki tabung pada sisi ventral disebut juga trivium yang
berfungsi sebagai organ penggerak (locomotory organ), sedangkan dua baris
di sisi dorsal disebut bivium yang berfungsi sebagai alat respirasi dan
sebagai saraf penerima (Clark & Rowe, 1971). Bivium dan trivium ini pada
H. scabra berupa bintil-bintil atau papila berwarna abu-abu dan dikelilingi
lingkaran kecil berwarna abu-abu pula. Mulut dan anus teripang pasir
terletak pada poros yang berlawanan, yaitu mulut di bagian anterior dan
anus pada bagian posterior.

Teripang mempunyai cara untuk melindungi diri dari predatornya


dengan mengeluarkan racun dari kulitnya (Saponin), melepaskan benang-
benang lengket (tabung cuverian) atau melakukan eviserasi, yaitu suatu
reaksi yang melepaskan organ-organ dalamnya, termasuk pohon respirasi,
usus dan gonad melalui anusnya. Pada saat stress karena lingkungan hidup
yang tidak baik atau ada ancaman predator H. scabra melakukan eviserasi.
Teripang dapat mengeras secara temporer (sementara) apabila dipegang,
yang disebabkan oleh cross-linking protein pada dinding tubuh akibat
aktivitas sistem syarafnya (Richmond et al., 1996). Kebanyakan teripang
yang bernilai ekonomi tinggi, dinding tubuhnya tertutama terdiri dari
collagen protein.

Untuk mengetahui organ-organ anatomi teripang pasir maka


tubuhnya harus dibedah dari anus ke arah mulut. Adapun penampakan
bagian dalam teripang H. scabra tersaji pada Gambar 1.1. Mulut teripang
pasir dikelilingi oleh tentakel yang berbentuk perisai sebanyak 20 buah.
Tentakel ini sesungguhnya modifikasi dari kaki tabung (Richmond et al.,
1996) dan berfungsi untuk mengambil dan menghisap makanan yang berada
di sekitarnya. Saluran pencernaan berbentuk bulat panjang terbentang dalam
rongga tubuh. Faring merupakan penghubung mulut dan lambung dikelilingi
oleh cincin oral (calcareous oral ring) yang melingkar yang terdiri dari 10
lempengan berkapur. Setelah faring terdapat esofagus yang pendek
berhubungan dengan lambung. Setelah penyempitan lambung akan berlanjut
ke usus (intestine). Usus merupakan bagian dari sistem pencernaan yang
paling panjang. Panjangnya dapat mencapai dua sampai tiga kali atau lebih
dari panjang tubuhnya dan bergelung didalam rongga perut. Usus ini mula–
mula memanjang kearah pasterior sepanjang garis mediodorsal dari rongga
tubuh, kemudian berbelok kearah anterior sepanjang sisi kiri dari rongga
tubuh sampai mendekati daerah faring (Hartati et al., 2016). Usus kemudian
kembali berbelok kearah pasterior sepanjang garis medioventral dari rongga
tubuh. Usus akan bermuara dikloaka yang berbentuk tabung yang berotot
dan berakhir pada anus (Barnes, 1991).

Organ respirasi pada teripang pasir disebut pohon respirasi


(respiratory trees) yang terletak di bagian posterior, berpangkal pada kloaka,
membentuk dua percabangan dan memanjang ke arah rongga tubuh bahkan
sering juga sampai ke pharyngeal bulb. Dengan memompa air keluar dan
masuk pembuluh pohon respirasi juga berfungsi sebagai alat ekskresi
(Hartati et al., 2009). Selain pohon respirasi, oksigen dapat juga diambil dari
dinding tubuh (Lawrence, 1987).

c.

Distribusi dan Habitat


Teripang terdistribusi sangat luas di semua lautan dan kedalaman,
dari pantai intertidal (yang dipengaruhi pasang surut) sampai abisal (laut
dalam), serta beradaptasi pada habitat yang beraneka ragam (Kubota &
Tomari, 1998). Teripang hidup sebagai epifauna (di atas substrat) atau
infauna (terkubur dalam sedimen) atau bersembunyi diantara bebatuan atau
rongga karang. Teripang pasir (H. scabra) banyak ditemukan di daerah
berpasir atau campuran pasir dan lumpur pada kedalaman 1-40 meter dan
sering pula ditemukan di perairan dangkal yang banyak ditumbuhi lamun
(Martoyo et al., 1994). Teripang umumnya berkelompok dan bersifat relatif
sessile atau bergerak dalam jarak yang tidak terlalu jauh. Karena sebagian
besar teripang bersifat detritivor yang mengolah dan melewatkan pasir dan
semua material yang berasosiasi dengannya melewati ususnya yang panjang
maka secara ekologis mempunya fungsi yang sangat penting, yaitu sebagai
agen bioturbasi (pencampur substrat dasar), mengaerasi sedimen dan
mendaur ulang nutrien, dan merupakan penghubung yang sangat penting
dalam rantai makanan, dimana larvanya merupakan sumber makanan bagi
hewan pemakan plankton dan juvenilnya menjadi makanan kepiting, siput
dan cacing.

Kwalitas perairan berpengaruh terhadap hidup H. scabra. Suhu


perairan berkisar antara 24–30ºC sangat baik bagi kehidupan teripang
(Martoyo et al., 1994), walaupun bisa mentolerir sampai suhu 37ºC (Bakus,
1973). Menurut Martoyo et al. (1994), teripang hidup dengan baik pada
daerah yang terlindung dalam kisaran kecepatan arus antara 0,3-0,5 m/detik.
Kedalaman 1,5 m pada saat air surut dan kecerahan sampai dasar merupakan
lokasi yang baik untuk kehidupan teripang, meskipun teripang dapat
dijumpai hidup pada daerah pasang surut sampai laut dalam (Martoyo et al.,
1994). Substrat dasar perairan yang berupa pasir, lumpur, dan pecahan
karang merupakan habitat khas teripang karena mengandung zat organik
yang merupakan makanan utamanya.

d. Reproduksi
Teripang pasir termasuk jenis hewan dioecious atau gonochoris,
yaitu alat kelamin jantan dan betina terdapat pada individu yang berbeda,
tetapi secara morfologis keduanya sangat sulit untuk dibedakan. Walaupun
secara umum teripang dapat bereproduksi baik secara seksual (kawin)
maupun aseksual (pembelahan/fission), namun teripang pasir tidak bisa
bereproduksi secara aseksual (Hartati et al., 2015). Reproduksi seksual pada
teripang pasir terdiri dari gametogenesis dan spawning. Gametogenesis
adalah pembentukan telur dan sperma yang prosesnya berada pada gonad
masing-masing teripang, sedangkan spawning adalah proses pelepasan sel
telur dan sperma ke air laut dimana larva akan berkembang.

Teripang pasir mempunyai gonad tunggal yang terletak pada


bagian anterior tubuhnya. Gonad ini terdiri atas dua untaian tubula-tubula
yang panjang dan mempunyai percabangan. Jenis kelamin teripang pasir
dapat dilihat dari warna gonadnya. Secara makroskopis gonad H. scabra ini
memberikan penampakan warna merah muda kekuningan, dan putih
kecoklatan. Warna gonad merah muda sampai merah kekuningan
menunjukkan kelamin betina, dan warna putih sampai krem menunjukkan
kelamin jantan. Warna gonad transparan yang menunjukkan belum
diketahuinya jenis kelamin (Yuliantari et al., 2005). Warna ini akan semakin
tua seiring dengan peningkatan kematangan gonadnya. Dari beberapa
pengamatan diperoleh perbandingan jumlah individu jantan dan betina di
alam adalah 1 : 1.

Seperti teripang pada umummya, menurut Conand (1981) tingkat


kematangan gonad (TKG) teripang pasir dapat dibagi menjadi 5 stadia, yaitu
stadia I (belum matang), II (istirahat), III (tumbuh), IV (matang), dan V
(selesai memijah) dengan warna serta karakteristik tubula yang berbeda
pada tiap tingkat kematangan gonadnya (Yuliantari et al., 2005). Secara
umum gonad betina memiliki tubula yang lebih panjang daripada jantan.
Peningkatan jumlah dan percabangan tubula pada gonad jantan dan betina
seiring dengan berkembangnya TKG dan mencapai puncaknya pada TKG-
IV, serta akan mengalami penurunan pada TKGV. Sakula (perbesaran
tubula pada bagian-bagian tertentu sehingga membentuk kantung-kantung
kecil) hanya ditemui pada gonad jantan dan jumlahnya meningkat seiring
dengan peningkatan TKG.

Gonad pada H. scabra juga dapat diamati secara mikroskopis


dengan menggunakan mikroskop. Yuliantari et al. (2005) mendapatkan
diameter tubula bertambah sejalan kenaikan tingkat kematangan gonad.
Diameter tubula gonad jantan dan betina hampir sama. Bagian tengah tubula
merupakan bagian yang berdiameter paling besar, dan bagian anterior tubula
lebih besar dibandingkan bagian posteriornya. Secara detail pada TKG-I,
gonad H. scabra jantan dan betina tersusun atas tubula-tubula kecil dan
pendek dengan percabangan yang masih sederhana. Ujung tubula tampak
membulat dan terdapat tunas-tunas pada ujung percabangannya. Pada TKG-
II, gonad H. scabra jantan dan betina menunjukkan penambahan jumlah
tubula dan percabangan. Tubula tampak lebih panjang dari TKG-I walaupun
masih terdapat tubula yang pendek. Pada TKG-III, warna gonad jantan dan
betina menjadi lebih pekat dari TKG sebelumnya. Gonad jantan berwarna
putih kekuningan dan gonad betina berwarna kuning sampai oranye.
Bertambah pekatnya warna gonad tersebut disebabkan oleh bertambah
padatnya jumlah sperma dan sel telur yang terbentuk. Terdapat peningkatan
jumlah dan perubahan bentuk terutama pada gonad jantan, yaitu
bertambahnya sakula (kantung-kantung kecil akibat perbesaran tubula).
Conand (1981) menyatakan bahwa jumlah tubula akan meningkat dan
terjadi perubahan bentuk pada setiap tingkat kematangan gonad. Lebih
lanjut Conand (1993) menjelaskan bahwa penambahan jumlah sakula selalu
mengikuti pertambahan panjang tubula dan percabangannya. Pada TKG-IV,
warna gonad jantan menjadi krem dan gonad betina menjadi merah
kekuningan sampai bening. Pada TKG-IV ini ditandai dengan gonad jantan
dan betina yang mencapai ukuran tubula maksimum. Kisaran panjang tubula
H. scabra jantan dan betina masing-masing 3,3–8,3 cm dan 1,9–10,8 cm.
Menurut Ramofafia dan Byrne (1991), sangat khas bahwa tubula-tubula
dengan ukuran kecil adalah stadia awal gametogenesis dan tubula-tubula
paling besar adalah pada stadia matang. Gonad jantan pada TKG-V
mempunyai sakula yang sangat banyak sehingga tampak seperti ruasruas.
Dinding tubula pada TKG-V ini sangat rapuh dan mudah sekali pecah
karena dindingnya semakin menipis dan rapuh. Pada TKG-V ini jumlah
percabangan dan panjang tubula menurun. Hal ini diduga terjadi karena
beberapa tubula mengalami pengerutan dan telah dikeluarkannya sebagian
sperma saat pemijahan. Teripang jantan jarang mengeluarkan seluruh
gametnya sekaligus.
Di dalam gonad betina diameter telur dan fekunditas meningkat
seiring dengan meningkatnya TKG. Pada TKG-I diameter telur 60–160 μm,
nampak banyak oosit muda dan sel telur yang terbungkus oleh semacam
selaput atau membran. Diameter sel telur pada TKG-II 150– 180 μm dengan
bentuk bervariasi (bulat sampai lonjong), dan masih terlihat adanya oosit
muda. Pada TKG-III diameter telurnya 170–230 μm, berbentuk bulat penuh
dan susunannya teratur, selaput yang mengelilingi sel telur masih ada
walaupun terlihat lebih renggang. Pada TKG-IV sel telur berdiameter 200-
250 μm, berbentuk bulat penuh dan susunannya sudah tidak teratur karena
sebagian sel telur tampak sudah tidak berselaput. Jumlah sel telur pada
TKG-I, II, II dan IV masing-masing 23.816–189.499; 84.488–849.520;
486.157–3.333.047; dan 2.852.340– 3.799.311. Pengamatan terhadap
sperma lebih sulit karena ukurannya lebih kecil.

Pada pengamatan histologis gonad H. scabra, Yuliantari et al.


(2005) mendapatkan bahwa pada TKG-I dinding tubula gonad jantan yang
masih tebal dan terisi oleh spermatosit pada bagian tepinya, sedangkan
bagian tengah kosong sepanjang tubula dan hanya terisi oleh lumen. Pada
gonad betina, TKG-I ditandai dengan banyaknya jumlah germ sel dan oosit
muda (previtellogenic oocyte) yang menempel pada dinding germinal
epithelium. TKG-II, pada gonad jantan dinding tubula masih tebal dengan
spermatosit di bagian tepi dalamnya. Spermatozoa sudah tampak mengisi
sebagian kecil lumen. Gonad betina pada TKG ini ditandai dengan masih
banyaknya germ sel yang menempel pada germinal epithelium dan oosit
muda yang baru tumbuh serta oosit dengan ukuran yang bervariasi. Gonad
jantan pada TKG-III, dinding tubulanya mulai menipis dengan spermatosit
yang masih tampak di bagian tepi dalamnya. Spermatozoa telah memenuhi
lumen. Pada gonad betina, germ sel hampir tidak ditemui lagi dan oosit
muda sudah berkembang. Jumlah sel telur sangat banyak dan padat, seluruh
oosit sudah tampak nukleusnya dan beberapa sudah tampak nukleolusnya.
Oosit-oosit matang memiliki dinding oosit yang tebal dan tiap oosit tampak
dibungkus oleh semacam membran. Ruang diantara membran ini diisi oleh
jaringan pengikat. Pada TKG-IV, dinding tubula gonad jantan semakin
menipis. Lumen terisi penuh oleh spermatozoa dan tidak ditemui lagi
adanya spermatosit. Pada gonad betina, oosit-oosit matang tampak mengisi
lumen dengan bentuk yang sudah seragam bundar (polygonal). Semua sel
telur sudah tampak bernukleus bahkan banyak yang tampak nukleolusnya.
Beberapa sel telur yang mengalami sitolisis/penyerapan, sehingga
sitoplasma, nukleus, dan dinding selnya mulai rusak. Tampak pula jaringan
pengikat mengisi ruang diantara membran yang mengelilingi oosit. Gonad
jantan pada TKG-V ditandai dengan spermatozoa yang telah berkembang
menjadi relic spermatozoa. Relic spermatozoa ini tampak memenuhi lumen.

Perkembangan gonad pada H. scabra terjadi secara asinkron,


sehingga spawningnya terjadi secara terus-menerus sepanjang tahun.
Pemijahan teripang pada umumnya berlangsung pada sore atau malam hari
pada perairan di sekitar lingkungan hidupnya (Bakus, 1973). Selama proses
pemijahan, induk jantan selalu mengeluarkan spermanya terlebih dahulu dan
diikuti dengan keluarnya sel telur oleh induk betina (James, 1999). Tiap
spesies teripang memiliki waktu pemijahan tertentu, biasanya terjadi selama
satu atau dua bulan setiap tahunnya. Sebagai contoh musim pemijahan
teripang pasir di Indonesia adalah pada bulan April di perairan Saugi,
Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan (Tuwo, 1999). Padabulan Mei s/d
Agustus merupakan fase istirahat (rest reproductive), bulan Agustus s/d
Februari menunjukkan aktif reproduksi dan puncak pemijahan (peak
spawning) pada bulan Januari s/d Februaridi di perairan Lampung
(Notowinarto et al., 1993). Menurut Mackey (2001) H. scabra menunjukkan
ritme pemijahan bulanan pada musim pemijahan dengan memijah pada saat
petang, mendekati bulan baru atau bulan penuh, ketika pasang tertinggi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi reproduksi teripang meliputi:
temperatur air, blooming phytoplankton, periode bulan, dan hubungan
kimiawi. Phytoplankton diperkirakan dapat menjadi komponen penting
yang mempengaruhi pemijahan teripang karena H. scabra mempunyai larva
planktotrofik yang memakan phytoplankton.
e. Manfaat ekologi dan ekonomi
Manfaat ekologi teripang pasir (Holothuria scabra) adalah sebagai berikut :

1. Menjaga keseimbangan ekosistem perairan dangkal


2. Sebagai deposit feeder (pemakan sedimen/sisa bahan organik, bakteri
dan mikroorganisme lain)
3. Sebagai pengola sedimen/bioturbator
4. Berperan dalam siklus nutrisi dan transfer energi dalam rantai makanan
5. Meningkatkan keanekaragaman hayati melalui simbiosis

Manfaat ekonomi teripang pasir (Holothuria scabra) adalah sebagai


berikut :

1. Mempunyai nilai ekonomi yang tinggi


2. Sebagai komoditas ekspor
3. Mata pencaharian masyarakat pesisi
4. Sebagai bahan pangan laut yang potensial
5. Sebagai makanan mewah karena sebagai sumber protein dan nutrisi
tinggi
6. Mengandung senyawa bioaktif tinggi
7. Sebagai bahan baku farmakologi
8. Mengandung kolagen yang dapat mempercepat regenarasi jaringan kulit
9. Di cina dimanfaatkan sebagai obat tradisional
Daftar Pustaka

Bakus, G.J. (1973). The Biology and Ecology of Tropical Holothurians In. Jones,
O.A. & Endean, R (eds.), Biology and Geology of Coral Reef. Vol II,
Biology I, pp: 326-363. Academic Press, New York.

Cannon, L.R.G. & Silver, H. (1987). Sea Cucumber of Northen Australia,


Queensland Cultural Center South Brisbane Australia. 60 p

Hartati, R., Widianingsih, & Pringgenies, D. (2015). Teknologi Produksi Benih


Teripang Tril Stichopus hermanii Melalui Reproduksi Aseksual. Laporan
Penelitian Hibah Bersaing Tahun I. Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat. Universitas Diponegroro. 129 hal.

Hartati, R., Widianingsih, & Djunaedi, A. (2016). Ultrastruktur alimentary canal


teripang Holothuria scabra dan Holothuria atra (Echinodermata :
Holothuroidea). Buletin Oseanografi Marina, 5(1), 86–96

https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/BPSPL
%20Padang/Jenis/Teripang/Perikanan%2C%20Biologi%20dan
%20Pembenihan%20Teripang%20Pasir%20Holothuria%20scabra.pdf

Richmond, R.H., Hopper, D. & Martinez, P. (1996). The biology and ecology of
sea cucumbers. In: R.H. Richmond (ed.), Suggestions for the Management
of Sea Cucumber Resources in Micronesia. University of Guam Marine
Laboratory Technical Report No. 101, 75 p

Tuwo, A. (1999). Reproductive cycle of the Holothurian Holothuria scabra in


Saugi Island, Spermonde Archipelago, Southwest Sulawesi, Indonesia.
SPC Beche de-mer Information Bulletin, 11, 9–12.

Yuliantari, D.P., Hartati, R. & Widianingsih. (2005). Studi aspek reproduksi


teripang pasir H. scabra dari Perairan Pejarakan, Bali Utara. Laporan
penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Universitas
Diponegroro. 60 hal.

Anda mungkin juga menyukai