TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
a. Definisi
Penyakit pembuluh darah arteri coroner adalah gangguan fungsi system kardiovaskuler yang disebabkan karena
otot jantung kekurangan darah akibat adanya oklusi pembuluh darah arteri coroner dan tersumbatnya pembuluh darah
Penyempitan lumen arteri terjadi karena adanya penumpukan lemak, klasifikasi lemak dan proliferasi sel-sel otot
polos. Penyumbatan pada pembuluh darah koroner disebabkan oleh adanya penumpukan lemak dan kolesterol yang
mengeras disepanjang dinding arteri. Kolesterol yang menumpuk ini akan menyumbat aliran darah sehingga akan
mengganggu kerja jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh, sehingga akan menyebabkan penyumbatan darah
koroner, bersifat parsial maupun total (Lee, Kang, Song, Rho & Kim, 2015).
Acute Coronary Syndrome adalah suatu kondisi yang dikenal sebagai sindrom koroner akut (SKA) yang terjadi
akibat tersumbatnya aliran darah di pembuluh darah koroner. Kondisi ini melibatkan tersumbatnya plak atheroma yang
terlepas sehingga mengganggu aliran darah. Akibatnya seseorang akan merasakan gejala nyeri ada seperti ditindih benda
berat, menjalar ke tangan kiri hingga ke rahang, menembus ke punggung, mual ataupun muntah, keringat dingin, serta
dirasakan cukup lama akibat tidak adanya suplai darah menuju sel otot jantung (ESC, 2020).
Yang termasuk ke dalam sindrom koroner akut adalah angina tak stabil, IMA dengan elevasi segmen ST (STEMI)
b. Klafisikasi / Tipe-Tipe
American Heart Association/American College of Cardiologi (2017), membagi faktor risiko kardiovaskuler dalam 3
bagian, yaitu:
1) Faktor risiko utama yaitu faktor risiko yang menunjukkan hubungan kuantitatif fajtor risiko dengan risiko ACS,
yaitu:
a) Merokok
Orang yang merokok mempunyai risiko 2 kali lebih banyak untuk menderita penyakit kardiovaskuler
dibanding orang yang tidak merokok. Efek merokok terhadap terjadinya aterosklerosis antara lain dapat
menurunkan kadar HDL, trombosir lebih mudah mengalami agregasi, mudah terjadi luka endotel karena
radikal bebas dan pengeluaran katekolamin berlebihan serta dapat meningkatkan kadar LDL dalam darah.
Merokok dapat menaikkan kadar karbondioksida dalam darah, kemampuan mengikat oksigen menjadi
menurun dan jumlah oksigen yang rendah dapat mengganggu kemampuan jantung untuk memompa dan
nikotin yang terkandung dalam rokok menstimulasi diproduksinya katekolamin yang akan meningkatkan
frekuensi heart rate dan blood pressure. Merokok akan mengganggu respon vaskuler sehingga
meningkatkan adhesi dari platelet, yang akan meningkatkan risiko terjadinya thrombus (Hoo, Foo, Lim,
b) Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah sistolik atau tekanan darah diastolic yang
tidak normal. Nilai yang dapat diterima berbeda sesuai usia dan jenis kelamin. Hipertensi merupakan faktor
risiko yang secara langsung dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah. Hipertensi merupakan beban
tekanan terhadap dinding arteri yang mengakibatkan semakin berat beban jantung untuk memompakan
darah ke seluruh jaringan, hal ini mengakibatkan fungsi jantung akan semakin menurun dan dinding jantung
akan semakin menebal dan kaku (AHA, 2015). Selain itu, pada kondisi menurunkan kelenturan dinding
arteri dan meningkatnya adhesi platelet, tingginya tekanan juga akan mengakibatkan plak yang menempel
pada dinding arteri akan mudah terlepas dan mengakibatkan thrombus (Hoo et al, 2016).
AHA merekomendasikan target tekanan darah pada ACS adalah <140/90 mmHg pada pasien berusia <80
tahun dan <150/90 mmHg pada mereka yang berusia >80 tahum. European Society of Cardiology (ESC)
juga merekomendasikan untuk menurunkan tekanan darah >140/90 mmHg tanpa mempertimbangkan usia
dan <140/85 mmHg pada pasien dengan diabetes mellitus (Archbold, 2016).
c) Dyslipidemia
Dyslipidemia adalah meningkatnya kadar kolesterol dan bentuk ikatannya dengan protein seperti
trigliserida dan LDL, tetapi sebaliknya kadar HDL menurun. Dyslipidemia tidak lepas dari keterpajanan
terhadap asupan lemak sehari-hari terutama asupan lemak jenuh dan kolesterol, yang dapat meningkatkan
insidens penyakit jantung koroner. Kolesterol merupakan suatu jenis lemak yang terdapat di dalam darah,
bentuknya seperti lilin berwarna kuning dan diproduksi oleh hati dan usu halus. Bila tubuh mengkonsumsi
cukup banyak makanan maka jumlah trigliserida dan kolesterol akan meningkat. Kelebihan trigliserida akan
disimpan dalam jaringan lemak dibawah kulit yang kemudian akan digunakan sebagai cadangan makanan
untuk tubuh. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hipertrigliseridemia berat berkorelasi positif
dengan mortalitas ACS. Atherogenic Dyslipidemia (AD) adalah komponen utama dari sindrom metabolic
dan merupakan predictor penyakit jantung koroner (ACS). Sedangkan LDL merupakan faktor utama
d) Diabetes Mellitus
Pada penderita diabetes terjadi kelainan metabolism yang disebabkan oleh hiperglikemia yang mana
metabolit yang dihasilkan akan merusak endotel pembuluh darah teermasuk didalamnya pembuluh darah
koroner. Pada penderita diabetes yang terlah berlangsung lama akan mengalami mikroangiopati diabetic
yaitu mengenai pembuluh darah besar, dimana pada penderita ini akan sering mengalami triopati diabetik
yaitu neuropati, retinopati dan nefropati. Pada penderita D, terjadi percepatan aterosklerosis dan 75-80%
kematian penderita DM disebabkan oleh makroangiopati terutama yang terjadi pada jantung, yaitu SKA.
e) Stress
Banyak ahli yang mengatakan bahwa faktor stress erat kaitannya dengan kejadian penyakit jantung koroner.
Dalam kondisi stress yang kronis dan berkepanjangan syaraf simpatis akan dipacu setiap waktu dan
adrenalin pun akan meningkat, yang akan menyebabkan peningkatan tekanan darah bersamaan dengan
meningkatnya kadar kolesterol dalam darah. Hal ini tentunya akan membebani jantung dan merusak
pembuluh darah koroner. Stress merupakan salah sat risiko koroner yang kuat, tapi sukar diidentifikasi.
Stress merupakan respon yang tidak spesifik dari seseorang terhadap setiap tuntutan kehidupan. Stress yang
terus menerus berlangsung lama akan meningkatkan tekanan darah dan kadar katekolamin sehingga
mengakibatkan penyempitan pada arteri koroner yang menyebabkan stress psikologis dengan kejadian ACS
Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner. SKA
lebih sering timbul pada usia lebih dari 35 tahun keatas dan pada usia 55-64 tahun terdapat 40% kematian
disebabkan oleh penyakit jantung koroner. (Lee et al, 2015) menyatakan bahwa seseorang yang berumur
lebih atau sama dengan 60 tahun memiliki risiko kematian sebesar 10,13 kali dibandingkan yang berumur
25-49 tahun. Insiden SK dikalangan wanira lebih rendah daripada laki-laki, tetapi hal ini akan berubah
begitu memasuki periode menopause. Aterosklerosis mengalami peningkatan seiring dengan adanya
pertambahan usia. Pada wanita usia dibawah 55 tahun angka kejadian ACS lebih rendah dibandingkan
dengan laki-laki, namun pada usia 55 tahun angka kejadian relative sama anatara keduanya. Pada usia
diatas 55 tahun angka kejadian jantung koroner pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Hasil penelitian menunjukkan wanita mempunyai risiko lebih tinggi terjadi serangan jantung dibandingkan
b) Obesitas
Seseorang yang obesitas secara umum berisiko mengalami hyperlipidemia dan hiperkolesterolemia yang
merupakan faktor dominan yang dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis. Selain itu beban cairan
tubuh yang cukup besar dan menurunnya kemampuan beraktivitas secara bertahap akibat dari obesitas,
lambat laun akan menimbulkan meningkatnya beban kerja jantung dan menurunkan fungsinya. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan volume darah dan curah jantung yang disebabkan oleh peningatan
aktivitas metabolic yang tinggi dan jaringan adipose yang akan mempengaruhi perubahan hemodinamik
pasien ACS. Hasil perubahan hemodinamik tersebut menyebabkan left ventrikel (LV) remodeling,
peningkatan stress dinding miokard sehingga berdampak pada ketidaknyamanan fisik (Lee et al, 2015).
d. Patofisiologi
Sebagian besar ACS adalah manifestasi akut dari plak atheroma pembuluh darah coroner yang koyak atau pecah akibat
perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses
agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk thrombus yang kaya trombosit. Thrombus ini akan
menyumbat lubang pembuluh darah coroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh darah coroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokontriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah coroner. Berkurangnya aliran darah coroner menyebabkan iskemia miokardium. Suplai
oksigen yang berhenti kurang lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (Infark Miokard). Infark Miokard
tidak selalu disebabkan oleh oklusi pembuluh darah coroner. Sumbatan total yang disertai vasokontriksi yang dinamis juga
dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung. Selain nekrosis, iskemia juga dapat menyebabkan
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), disertai distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada Sebagian pasien, ACS terjadi karena sumbatan
dinamis akibat spasme local arteri koronaria epikardia (angina prizmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun
thrombus, dapat disebabkan oleh progesi pembentukan plak atau restenosis setelah intervensi coroner perkutan (IKIP).
Beberapa factor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya
ACS pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis. (PERKI, 2018).
e. Diagnosis ACS
1) Manifestasi Klinis
Diagnosis klinis unstable angina ditegakkan berdasarkan onset, durasi dan frekuensi dari nyeri dada. Unstable angina
dapat dikatagorikan menjadi rest angina, new-onset severe angina atau increasing angina. Perubahan EKG pada angina
mungkin tidak ada dan biasanya serum kardiak marker normal (Califf & Roe, 2010).
a) Rest angina, yaitu angina yang terjadi pada waktu istirahat, biasanya terjadi selama satu minggu dengan lama
b) New-onset severe angina, yaitu angina yang baru pertama kali dirasakan dengan jenis angina pada kelas III-IV.
c) Increasing angina yaitu pasien yang sudah pernah terdiagnosis angina sebelumnya. Keluhan angina semakin
bertambah, serangan angina timbul lebih sering dan lebih lama. Pada angina jenis ini setidaknya terdapat kenaikan satu
e) Kelas IV – tidak mampu melakukan aktivitas fisik. Terjadi angina pada waktu istirahat (Gray, et al., 2005).
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pada pasien dengan Akut Miocard Infark (AMI). Sifat
b) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih beban berat seperti ditusuk, rasa diperas dan
terpelintir
c) Penjalaran : biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut
d) Faktor pencetus : latihan fisik, stress, emosi, udara dingin dan sesudah makan
Nyeri dada tidak selalu ditemukan pada STEMI. Infark Miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri
dada lebih sering dijumpai pada diabetes militus dan usia lanjut. Kombinasi nyeri dada substernal selama > 30 menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Gejala penyerta seperti dispnea, mual, muntah, diaporesis dan
cemas biasanya sering terjadi pada STEMI dan jarang ditemukan pada NSTEMI (Alwi, 2009). Gejala khas pada
NSTEMI adalah nyeri dada dengan lokasi nyeri di retrosternal menjalar ke lengan kiri, leher atau bagian rahang. Nyeri
tersebut bisa terjadi secara intermittent (biasanya berlangsung beberapa menit) atau persistent. Gejala khas merupakan
nyeri seperti diikat, terbakar, nyeri tumpul rasa berat atau tertekan. Gejala tidak khas seperti nyeri epigastrium,
gangguan pencernaan, nyeri dada yang menusuk atau dispneu. Gejala tidak khas ini lebih sering terjadi pada kelompok
pasien berusia lebih dari 75 tahun, wanita, pasien dengan diabetes, gagal ginjal kronis, atau demensia (Hamm, et al.,
2011).
f. Komplikasi ACS
Ada beberapa komplikasi yang dapat ditemukan, antara lain (Setiawan, 2018):
a. Aritmia
b. Kematian mendadak
c. Syok kardiogenik
d. Gagal jantung
e. Emboli paru
h. Anerisma ventrikel
g. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan Buku Pedoman Tatalaksana Sindrom Koronaria Akut pada tahun 2018, ada beberapa Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi iskemia, penyakit dan
menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitas katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan
hipotensi hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia. Ditemukannya tanda-tanda regurgitas
katup mitral akut, hipotensi, diaphoresis, ronkhi basah hasul atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap ACS.
Pericardial friction rub karena pericarditis, kekuatan nadi tidak seimbang dan regurgitas katup aorta akibat diseksi
aorta, pneumothoraks, nyeri pleuritik disertai suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
2) Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani
pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruangan perawatan. Sadapan V3R dan V4R, serta V7-
V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior.
Sadapan V7-V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal non-diagnostik. Perekaman
EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan perbandingan dengan hasil
EKG sebelumnya sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan
perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus, EKG yang mungkin dijumpai pada pasien IMA-NEST dan
a) Depresi segmen ST dan atau inversi gelombang T, dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten
(<20 menit)
c) Non-diagnostik
d) Normal
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan beomarka nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarka
untuk diagnosis infark miokard. Troponin I/T sebagai biomarka nakrosis jantung mempunyai sensitivitas dan spesivitas
lebih tinggi dari CK-MV. Peningkatan biomarka jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak
dapat dipakai untuk emnentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner atau non-koroner). Pemeriksaan
biomarka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral. Troponin I/T juga dapat meningkat akibat kelainan
kardiak non-koroner seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/pericarditis.
Keadaan non-kardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit
neurologic akut, emnboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi dan insufisiensi ginjal. Pemeriksaan di ruang darurat
atau ruang rawat intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih
cepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitive. Point of care testing sebagai alat diagnostic rutin ACS hanya dianjurkan
jika waktu pemeriksaan dilaboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam. Jika biomarka jantung secara point of care
testing menunjukkan hasil negative maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral.
4) Pemeriksaan Non-Invasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum
dan berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dinding ventrikel kiri dapat
terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan,
pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia diruang perawatam dan dilakukan secara rutin
sesegera mungkin pada pasien tersangaka SKA. Stress test seperti EKG dapat membantu menyingkirkan diagnosis
banding PJK obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal, dan marka jantung yang negative.
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan
segera dilakukan untuk tujuan diagnostic pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding yang tidak jelas.
Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri serkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang
mengalami gejala atau peningkatan troponin, namun tidak ditemukan perubahan EKG diagnostic. Pada pasien dengan
penyakit pembuluh multiple dan pasien dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian
kardiovaskuler yang serius, angiografi koroner disertai perekaman EKG dan abnormalitas gerakan dinding regional
seringkali memungkinkan identifikasi lesi yang menjadi penyebab. Penemuan angiografi yang khas antara lain
eksentrisitas, batas yang irregular, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling defect yang mengesankan adanya
thrombus intrakoroner.
6) Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, disampung biomarka jantung yang harus dikumpulkan di ruang perawatan adalah tes darah rutin,
gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
Dengan mengintegrasikan informasi yagn diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, EKG, tes bimarka jantung, dan
foto polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai berikut: non-kardiak,
angina stabil, kemungkinan SKA dan definitive SKA. Kemungkinan SKA adalah dengan gejala dan tanda: nyeri dada
yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang perawatan, EKG
a. Definisi
Pengalaman sensori dan emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan atau lebih dari 3 bulan (SDKI, 2018).
b. Klasifikasi Nyeri
a) Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2018).
Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas system saraf simpatis yang akan memperlihatkan gejala gejala seperti
peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil.
Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri dan
memberikan respons emosi perilaku seperti mengerutkan wajah, menangis, mengerang, atau menyeringai.
b) Nyeri kronik
Nyeri kronik merupakan kerusakan jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung lebih dari 3 bulan (SDKI, 2018). Pasien yang mengalami nyeri kronis sering
menjadi depresi, sulit tidur, dan menganggap nyeri seperti hal yang biasa. Nyeri kronis dibagi menjadi 2 yaitu:
1) Nyeri maligna, biasanya terjadi karena berkembangnya penyakit yang dapat mengancam jiwa atau berkaitan dengan
2) Nyeri nonmaligna, nyeri yang tidak mengancam jiwa dan tidak terjadi melebihi waktu penyembuhan yang diharapkan.
Nyeri punggung bawah, penyebab utama penderitaan dan merupakan penyita waktu kerja, masuk ke dalam kategori
ini.
c. Penyebab Nyeri
b) Nyeri akut
3) Agen pencedera fisik (misal terbakar, abses, prosedur operasi, amputasi, trauma, terpotong, Latihan fisik berlebihan,
mengangkat berat)
c) Nyeri Kronik
6) Infiltrasi tumor
7) Penekanan saraf
9) Tekanan emosional
a) Nyeri Akut
Secara mayor
1) Subjektif
- Mengeluh nyeri
2) Objektif
- Gelisah
- Meringis
- Sulit tidur
Secara minor
2) Objektif
- Diaphoresis
- Menarik diri
b) Nyeri kronik
Secara mayor
1) Subjektif
- Mengeluh nyeri
2) Objektif
- Gelisah
- Meringis
Secara minor
1) Subjektif
- Mengalami berulang
- Takut cedera
2) Objektif
- Waspada
- Focus menyempit
- Anoreksia
e. Kondisi Klinis Terkait
a) Nyeri Akut
- Kondisi pembedahan
- Glaucoma
- Cedera traumatis
- infeksi
b) Nyeri Kronis
- Infeksi
- Tumor
f. Karakteristik Nyeri
Karakteristik dapat juga dilihat dengan pendekatan analisis symptom, meliputi PQRST: P (Paliatif/ Provocatif = yang
menyebabkan timbulnya masalah). Q (Quality dan Quantity = kualitas dan kuantitas nyeri yang dirasakan), R (Region = lokasi
g. Pengukuran Nyeri
1. Skala Deskriptif
Garis yang terdiri dari 3 – 5 kata deskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis disebut Skala
pendeskriptis verbal (Verbal Descriptor Scale (VDS)). Skala deskriptif merupakan alat yang digunakan untuk mengukur
tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif. Cara ini dapat dilihat dari seseorang yang tidak merasa nyeri sampai rasa nyeri
2. Skala Numerik
Dalam menilai nyeri dapat menggunakan skala numerik (Numerical Rating Scale (NRS)). Penilaian ini untuk
menyebutkan pendeskripsian yang diubah menjadi skala angka 0-10, yang artinya 0 tidak nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri
3. Konsep Thermotherapy
a. Definisi
Terapi panas atau thermotherapy merupakan terapi dengan menggunakan suhu panas biasanya dipergunakan dengan
kombinasi dengan modalitas fisioterapi yang lain seperti exercise dan manual therapy (Novita, 2019). Pengertian terapi panas
atau thermotherapy adalah bentuk terapi yang diaplikasiakan ke tubuh untuk meningkatkan suhu pada jaringan otot (Scott F.
Nadler, 2019).
b. Tujuan
Tujuan dari pemberian thermotherapy yaitu untuk meningkatkan aliran darah pada kulit dengan jalan melebarkan pembulub
darah yang dapat meningkatkan suplai oksigen dan nutrisi pada jaringan. Menurut Asmadi (2018) tujuan pemberian terapi
panas untuk memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa sakit, memberi rasa hangat dan tenang, merangsang peristaltic
usus. Thermotherapy dilakukan untuk meningkatkan aliran darah pada daerah tersebut (Novita, 2020)
c. Jenis Thermotherapy
1) Krim panas (hot cream), dapat meredakan nyeri otot ringan. Walaupun demikian krim tidak dapat menembus otot
2) Bantal pemanas (heat pad), bantal yang digunakan berupa kain yang berisi silika gel yang dapat dipanaskan. Biasanya,
bantal panas dipergunakan untuk mengurangi nyeri otot pada leher, tulang belakang, kaki, kekakuan otot/ spasme otot,
3) Kantung panas (heat pack), berisi silika gel yang dapat direndam air panas. Kantung panas kemudian diaplikasikan selama
15-20 menit. Kantung panas ini diindikasikan untuk mendapatkan relaksasi tubuh secara umum dan mengurangi siklus
nyeri spasme iskemia hipoksia. Pengobatan tradisional China, selama lebih dari 2000 tahun lebih memilih untuk
menangani cedera musculoskeletal karena berdasarkan para terapis tradisional, panas berdampak lebih baik sebagai upaya
4) Tanki Whirpool, merupakan jenis kombinasi hydrotherapy, thermotherapy, dan massage. Efek fisiologis yang ditimbulkan
terapi ini antara lain untuk meningkatkan suhu tubuh, meningkatkan pelebaran pembuluh darah dan membantu untuk
melemaskan jaringan kolagen. Terapi tanki whirpool diindikasikan untuk mengurangi pembengkakan pada radang kronis,
5) Paraffin Bath, merupakan Teknik yang sering dipergunakan untuk terapi bagian ujung tubuh. Paraffin merupakan
semacam lilin cair yang tidak berwarna yang terbuat dari hidrokarbon yang dipergunakan sebagai pelumas. Paraffin
biasanya dicampur dengan minyak mineral pada bak khusus dimana bagian tubuh yang mengalami keluhan dicelupkan di
dalamnya.
6) Contras Bath, merupakan terapi jenis hydrotherapy yang mengkombinasikan suhu panas dan dingin. Biasanya contras bath
ini digunakan pada aplikasi ekstremitas. Pelaksanaannya terapi ini memerlukan dua container untuk penampungan air
hangat dengan suhu (41-43 °c) dan penampungan air dingin (10-18 °c). terapi ini diindikasikan pada fase peralihan antara
tahap akut dan kronis dimana diperlukan peningkatan suhu secara maksimal untuk meningkatkan aliran darah dan
d. Indikasi
Terapi panas dapat dipergunakan untuk mengatasi berbagai keadaan (Novita. 2020) seperti
6) Nyeri pada mata yang diakibatkan oleh peradangan kelopak mata (blepharitis)
7) Gangguan sendi temporo mandibular, nyeri dada yang disebabkan oleh nyeri pada tulang rusuk (costochondritis)
9) Fibromyalgia dengan gejala nyeri otot, kekakuan, kelelahan dan gangguan tidur, gangguan nyeri kronis seperti pada lupus
e. Kontraindikasi
Menurut Ardiansyah (2019) kontraindikasi pemberian terapi panas yaitu, kulit yang bengkak terjadi perdarahan, karena panas
akan meningkatkan perdarahan dan pembengkakan yang semakin parah, perdarahan aktif, panas akan menyebabkan
vasodilatasi dan meningkatkan perdarahan, edema noninflamasi, panas meningkatkan permeabilitas kapiler dan edema, tumor
ganas terlokalisasi, karena panas mempercepat metabolism sel, pertumbuhan sel, dan meningkatkan sirkulasi, panas dapat
mempercepat metastase (tumor sekunder), gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau lepuh.
1. Perhimpunan Dokter Spesialis Karviovaskular Indonesia. Buku Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut Edisi 4. Jakarta:
2. Anderson JL, Morrow DA. Acute Myocardial Infarction. N Engl J Med. 2017; 376: 2053-64
3. European Society of Cardiology. 2020 ESC Guidelines for the management og acute coronary syndromes in patients
presenting without persistents ST-segment elevation. European Heart Journal. 2020; 00, 1-79
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12599/%286%29%20BAB%202%20KTI%20FAJAR%20RIFKI
%20PRASETYA_20130310025.pdf?sequence=6&isAllowed=y
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/18198/BAB%202.pdf?sequence=3&isAllowed=y