Anda di halaman 1dari 60

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah suatu proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang

atau sekelompok orang dalam mendewasakan melalui pengajaran dan latihan.

Pendidikan yang berlaku pada setiap sekolah sekarang ini menggunakan kurikulum

2013 yang sudah beberapa kali berubah yang tujuannya menyesuaikan dengan

kemajuan teknologi saat ini. Kurikulum yang berubah menekankan pada sistem

proses belajar yang berbeda-beda. Setiap sistem pembelajaran mempunyai tujuan

masing-masing pada setiap mata pelajarannya, contohnya pada mata pelajaran

IPTEK. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006,

tentang standar kompetensi kelulusan dijelaskan bahwa kelompok mata pelajaran

IPTEK mempunyai tujuan mengembangkan logika, kemampuan analisis dan berpikir

peserta didik. Menurut Budiyono (2014:11)1 menyatakan bahwa tuntutan

pembelajaran K13 mengharuskan suatu proses pendidikan memberikan peluang bagi

peserta didik agar dapat mengasah segala potensi yang dimilikinya. Beberapa aspek

potensi yang terkait yaitu, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Aspek-aspek itu

wajib dikembangkan peserta didik supaya dapat memberdayakan semua potensi yang

dimiliki peserta didik.

1
Budiyono, Tuntutan Pembelajran dalam Kurikulum 2013 (Jakarta), h.11
Fisika merupakan salah satu mata pelajaran ilmu pengetahuan yang mampu

mengembangkan logika, kemempuan berpikir kritis dan juga daya analisis peserta

didik. Sebagaimana tercantum dalam silabus mata pelajaran fisika bahwa peserta

didik diharuskan memiliki kompetensi-kompetensi khusus jika telah mengikuti proses

pembelajaran. Berdasarkan uraian tentang tujuan pembelajaran fisika tersebut dapat

diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis menjadi salah satu tujuan pembelajaran

fisika. Namun, mata pelajaran fisika ini tergolong sulit bagi sebagian besar peserta

didik. Hal itu disebabkan karena fisika membutuhkan kemampuan bernalar dan

berpikir kritis serta menggunakan persamaan dalam menelaah berbagai gejala alam.

Apabila proses belajar mengajar tidak menggunakan model yang menyenangkan dan

menarik, maka akan berdampak pada hasil belajar peserta didik. Pembelajaran fisika

sangat memerlukan model yang tepat agar peserta didik menjadi aktif, kreatif,

menyenangkan dan juga bisa melatih kemampuan berpikir kritis. Menurut sadiman

(1996:45)2, “berpikir kritis merupakan aktivitas mental agar dapat merumuskan

pengertian, mensistesis dan menarik kesimpulan.” Sehingga kemapuan berpikir kritis

peserta didik yang tinggi sangat dibutuhkan dalam proses pembelajaran khususnya

fisika.

Berdasarkan observasi awal yang dilaksanakan di SMAN 12 Banda Aceh

menunjukkan bahwa proses belajar fisika pada peserta didik kurang aktif secara

keseluruhan. Antusias peserta didik rendah dan proses belajar mengajarnya juga

membosankan, sehingga banyak peserta didik kurang memperhatikan pembelajaran


2
Arif S. Sadiman, dkk, Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan Pemanfaatannya (Jakarta:
PT. Raya Grafindo Persada, 1996), h.45

2
dan peserta didik kesulitan dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan para

peserta didik tidak dapat menangkap apa yang disampaikan oleh guru dikarenakan

suasana yang diterapkan kurang menyenangkan. Banyak peserta didik yang tidak

tertarik pada pembelajaran fisika dikarenakan kurangnya variasi dalam

pelaksanaannya sehingga peserta didik merasa bosan dengan pembelajaran yang

sifatnya monoton dan kurang melibatkan aktifitas peserta didik. Oleh karena itu

kurangnya variasi dalam model pembelajaran fisika bisa menjadi faktor penyebab

rendahnya kemampuan berpikir kritis dan nilai ujian fisika peserta didik. Maka dari

itu pemilihan model pemebelajaran yang menyenangkan dapat membantu peserta

didik suka akan kegiatan pembelajaran fisika sehingga berdampak pada hasil. Dengan

demikian model pembelajaran yang efektif untuk digunakan yaitu model

pembelajaran permainan atau disebut dengan Teams Games Tournament (TGT).

Berpikir kritis merupakan suatu istilah yang kini telah popular di dalam dunia

pendidikan. Karena banyak alasan, para pendidik menjadi lebih tertarik ntuk

mengajarkan keterampilan berpikir dengan berbagai corak. Berpikir kritis

memungkinkan siswa untuk melakukan kebenaran di tengah banjirnya kejadian dan

informasi yang beragam saat ini. Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang

memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat

mereka sendiri.3 Berpikir kritis nyatanya kini menjadi hal yang menarik dan banyak

digunakan oleh para pendidik dalam proses penyampaian dan pemahaman

pembelajaran. Selain digunakan untuk penyampaian pemahaman materi, berpikir juga


3
Retno Kuning Dewi Pusparatri, Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Ilmiah Guru “COPE”No. 02. November 2012

3
akan melatih kecerdasan peserta didik karena dia tidak hanya menerima tetapi juga

mengevaluasi pembelajaran dari dirinya sendiri. Menurut Alec Fisher (2008:4) 4

berpikir kritis adalah pemikiran yang yang masuk akal dan refleksi yang berfokus

untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan. Sedangkan Menurut

Kasdin (2012:3)5 berpikir kritis adalah adalah pertimbangan yang aktif, terus menerus

dan teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan yang di terima begitu

saja dengan meyertakan alasan-alasan yang mendukung dan kesimpulan-kesimpulan

yang rasional. Maka dapat disimpulkan berpikir kritis merupakan pola pikir yang

rasional dengan baik tentang sesuatu dan menanggapi informasi yang kita terima

secara seksama.

Menurut Slavin (2015:163)6 mendefinisikan TGT merupakan turnamen

akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individu, di mana

para siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain yang kinerja

akademik sebelumnya setara seperti mereka. Menurut Shoimin (2014:203)7

menyatakan TGT adalah model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,

melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan

peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan

dan reinforcement. Sedangkan menurut Rusman (2014:224)8 mendefinisikan TGT

4
Alec Fisher, Berpikir Kritis “Sebuah Pengantar”, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.4
5
Kasdin, Sitohang, dkk, Critical Thinking “Membangun Pemikiran Logis”, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2012), h.3
6
Slavin, Robert E, Cooperative Learning. (Bandung: Nusa Media, 2015) h.163
7
Shoimin, Aris, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2014), h.203
8
Rusman, Model-model Pembelajaran. (Bandung: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h.224

4
adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam

kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang

memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda. Dengan

demikian TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan

siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa

yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, suku kata atau ras yang berbeda.

Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayono Dan Nanik

(2012:311)9 yang menyatakan bahwa penggunaan permainan dalam Teams games

tournament dapat merangsang minat, keaktifan siswa serta berpikir kritis siswa dalam

belajar. Dengan demikian penggunaan model pembelajaran teams games tournament

dapat memungkinkan kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat. Sedangkan

pada hasil penelitian yang dilakukan Mijil (2017:85)10 yang menyatakan Penerapan

metode pembelajaran Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan keaktifan

belajar siswa pada kompetensi memahami alat ukur elektrik/elektronik. Aktivitas

positif pada siklus I sebesar 47% meningkat menjadi 79% pada siklus II atau

mengalami kenaikan sebesar 32%. Sedangkan aktivitas negatif mengalami penurunan

sebesar 11% dimana pada siklus I aktivitas negative mencapai 12% sedangkan pada

siklus II turun menjadi 1%. Penerapan metode pembelajaran Team Game

Tournament (TGT) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi

9
Hayono dan Nanik, Penerapan Model Pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) (Surakarta:
JPK, 2012) h.311
10
Mijil, Penerapan Metode Pembelajaran Team Game Tournament(Tgt) Untuk Meningkatkan
Keaktifan Dan Hasil Belajar Pada Kompetensi Alat Ukur Pada Program Keahlian Teknik
Kendaraan Ringan Smk Negeri 1 Sedayu Bantul , (Yogyakarta, 2017), h.85
5
memahami alat ukur elektrik/elektronik. Rata-rata nilai kelas pada siklus I sebesar

82,5 meningkat menjadi 90,0 pada siklus II atau mengalami kenaikan nilai rata-rata

sebesar 7,5. Sedangkan ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan sebesar

12,5% dimana pada siklus I ketuntasan belajar mencapai 87,5% sedangkan pada

siklus II meningkat menjadi 100%.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu diadakan penelitian tentang keefektifan

penggunaan model kooperatif tipe TGT yang diterapkan di sekolah. Penelitian ini

dilakukan dengan judul “Penggunaan Model Kooperatif Tipe Teams Games

Tournament (TGT) untuk Meningkatkan Hasil Berpikir Kritis Siswa SMA Pada

Materi Pemanasan Global”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Apakah model kooperatif tipe Teams Games Tournament

efektif untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam

penelitian ini adalah: untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

D. Manfaat Penelitian

6
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak, yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi


pengembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan,
khususnya pembelajaran fisika.
b. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Dapat menjadi referensi guru dalam penggunaan model pembelajaran

untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran.

b. Bagi Siswa

Dapat mengembangkan potensi dan meningkatkan hasil

belajar yang optimal dalam pelajaran fisika dan dapat

mencegah adanya miskonsepsi pada siswa dengan

penggunaan model pembelajaran yang tepat yang digunakan

oleh guru.

c. Bagi Sekolah

Diharapkan dapat menjadi bahan acuan atau referensi untuk

meningkatkan kualitas dan mutu belajar.

d. Bagi Peneliti

7
Mengetahui penggunaan model kooperatif tipe Teams Games

Tournamen (TGT) untuk meningkatkan hasil berpikir kritis peserta

didik.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang keliru serta untuk mendapatkan

batasan yang jelas, perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Trianto (2009:56),” Dalam belajar kooperatif siswa, dibentuk

dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja

sama dalam menguasai materi yang diberikan guru dan juga dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam

menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama”.

2. Teams Games Tournament

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) merupakan

model pembelajaran belajar sambil bermain, sehingga dapat meningkatkan

keaktifan seluruh siswa/siswi di kelas (devries, D, 1976). Trianto

(2009:83)11 menyatakan, ”Model pembelajaran TGT (Teams Games

Tournanment) atau pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli

oleh David De Vries dan Keath Edward (1995) pada model ini siswa

memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk

memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka”.


Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Predana Media
11

Group, 2009), h.83

8
3. Berpikir kritis

Menurut Sadiman (1996: 45), “berpikir merupakan aktivitas mental

untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik

kesimpulan”. Ngalim Purwanto (2007: 43)12 berpendapat bahwa berpikir

adalah satu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan

terarah kepada suatu tujuan.

12
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.43

9
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Menurut trianto (2009:56)13,”Dalam belajar kooperatif siswa, dibentuk dalam

kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam

menguasai materi yang diberikan guru”. Menurut Artzt & Newman (1990:448 dalam

trianto, 2009:56) menyatakan bahwa,”dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama

sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan

bersama”.Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran

ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami

konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin

bekerja kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang

kompleks.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok –kelompok

kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan,

jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuannya di bentuk

kelompok tersebut adalah memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat

terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja dalam

kelompok tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Predana Media


13

Group, 2009), h.56

10
oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan

belajar.

Selama belajar kooperatif siswa tetap berada pada kelompoknya selama

beberapa kali pertemuan. Mereka diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar

dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar

aktif, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, berdiskusi dan

sebagainya. Agar terlaksana dengan baik siswa diberi lembar kegiatan yang berisi

pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam

kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang

disajikan guru dan saling membantu diantara teman sekelompok untuk mencapai

ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika salah satu anggota kelompok belum

menguasai materi pelajaran.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan

struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012:202) 14. Tidak semua

belajar kelompok dikatakan dengan cooperative learning, seperti yang dijelaskan

Abdulhak (2001:19-20)15 bahwa “pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui

sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman

bersama diantara peserta belajar itu sendiri”. Cooperative learning merupakan

14
Rusman, Model Pembelajaran (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.202
15
Abdulhak, Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam Peningkatan Kualitas dan
Efektifitas Pembelajaran (Bandung: UPI Depdiknas, 2001) h.19-20

11
kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model

pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa

dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

dirumuskan (sanjaya, 2007:239)16.

2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Ide utama untuk pembelajaran kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk

belajar dan bertangung jawab pada kemajuan belajar temannya. Menurut slavin (1995

dalam trianto, 2009:57) menyatakan, “belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan

kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok

mencapai tujuan atau penguasaan materi”. Johnson & Johnson (1994 dalam trianto ,

2009:57)17 menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah

memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan

pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja

dalam satu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para

siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan

keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell &

Descamps, 1992).

Zamroni (2000, dalam trianto, 2009:57) mengemukakan bahwa manfaat

penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan


16
Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), h.239
17
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Predana Media
Group, 2009), h.57-58

12
khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu belajar kooperatif

dapat mengambangkan solidaritas sosial dikalangan siswa. Dengan belajar kooperatif

diharapkan akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang

cemerlang dan memiliki solidaritas yang kuat.

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran

yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama

(eggen and kauchak, 1996:279)18. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah

usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa , memfasilitasi siswa dengan pengalaman

sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan

kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang

berbeda latar belakangnya. Menurut trianto (2009:58) terdapat beberapa perbedaan

antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional yang di tunjukkan

pada tabel berikut:

Tabel 1.1 perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar


konvensional

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional


Adanya saling ketergantungan positif, Guru sering membiarkan adanya siswa
saling membantu, dan saling yang mendominasi kelompok atau
memberikan motofasi sehingga ada menggantungkan diri pada kelompok.
interaksi promotif.
Adanya akuntabilitas inividual yang Akuntabbilitas individual sering
mengukur penguasaan materi diabaikan sehinggan tugas-tugas

18
Eggen P.D. & Kauchak P.P., Strategies for Teachers: Teaching Content And Thinking
Skill (Boston: Allyn & Bacon, 1996), h.279

13
pelajaran tiap anggota kelompok, dan sering diborong oleh salah seorang
kelompok diberi umpan balik tentang anggota kelompok sedangkan anggota
hasil belajar para anggotanya sehingga kelompok yang lainnya hanya
dapat saling mengetahui siapa yang mendompleng keberjasilan
memerlukan bantuan dan siapa yang pemboronr.
dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar heterogen, baik Kelompok belajar biasanya homogen.
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya
sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan
siapa yang memberikan bantuan.
Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok sering ditentukan
demokratis atau bergilir untuk oleh guru atau kelompok dibiarkan
memberikan pengalaman memimpin untuk memilih pemimpinmya dengan
bagi para anggota kelompok. cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keterampilan sosial sering tidak
dalam kerja gotong royong seperti secara langsung diajarkan.
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, memercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melalui observasi dan
berlangsung guru terus melakukan intervensi sering tidak dilakukan oleh
pemantauan melaui observasi dan guru pada saat belajar kelompok
melakukan invervesi jika terjadi sedang berlangsung.
masalah dalam kerja sama antar
anggota –anggota kelomopok.
Guru memerhatikan secara proses Gurur sering tidak memperhatikan
kelompok yang terjadi dalam proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar. kelompok-kelompok belajar.

14
Sumber (killen,1996)

Struktur tujuan kooperatif dapat terjadi jika siswa dapat mecapai tujuan
mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan
tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencangkup tiga tujuan panting, yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial (Ibrahim,dkk, 2000:7)19.

3. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dala beberapa perfektif, yaitu: (1)

perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang slam

kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. (2)

perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam

belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh

keberhasilan. (3) perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interasksi

atara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir

mengolah berbagai informasi (Sanjaya, 2006:242)20.

Menurut Rusman (2012:207)21 karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran

kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Pembelajaran secara tim

19
Ibahim, dkk, Pembelajaran Kooperatif (Surabaya: University Press, 2000), h.7

20
Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2007), h.242
21
Rusman, Model Pembelajaran (Depok: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h.207

15
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim.

Tim merupakan tempat untuk mecapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus

membuat siswa setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling

membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Didasarkan pada manajemen kooperatif

Manajemen memiliki tiga fungsi yaitu : (1) fungsi manajemen sebagai

perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif

dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran

yang sudah di tentukan. (2) fungsi manajemen sebagai organisasi,

menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang

matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. (3) fungis

manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam manajemen

kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes

mauoun non tes.

3) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan

secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu

ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik,

pembelajaraan kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

4) Keterampilan bekerjasama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktivitas dalam

kegiatan pembelajaran secara berkelompok.

16
B. Teams Games Tournament

Metode Team Games Tournament (TGT) merupakan salah satu metode

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif dapat membantu guru dan siswa

dalam memahami materi pelajaran secara baik (Amad Jaedun: 2007). Menurut

Jumanta Hamdayana (2016:122)22 metode TGT adalah salah satu model pembelajaran

kooperatif yang mudah diterapkan dengan melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa

harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan

mengandung unsur permainan serta reinforcement. TGT merupakan salah satu

strategi pembelajaran yang dikembangkan agar siswa lebih mud modeah dalam

mereview dan menguasai materi pelajaran. Metode pembelajaran TGT

mengutamakan penggunaan turnamen antar tim dengan menggunakan permainan-

permainan akademik. Dalam turnamen setiap tim diwakili oleh salah satu anggota tim

untuk bertanding dengan perwakilan tim lain. Perwakilan tim dipilih harus memiliki

kemampuan akademik setara dengan perwakilan tim lain.

Permainan akademik yang digunakan dalam turnamen tersusun dari

pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan konten yang dirancang untuk mengetes

pengetahuan siswa yang diperoleh dari presentasi kelas dan latihan tim. Permainan

dimainkan pada meja-meja yang berisi tiga siswa perwakilan tim yang berbeda.

Permainan yang dilakukan berupa pemberian pertanyaan-pertanyaan yang diberikan

nomor dan disajikan pada lembar pertanyaan. Teknis permainan yang dilakukan yaitu

dengan dilakukan pengambilan kartu bernomor kemudian menjawab pertanyaan

22
Hamdayana, Jumanta, Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h.122

17
sesuai dengan nomor pada kartu tesebut. Didalam permainan setelah pemegang kartu

menjawab pertanyaan, pemain lain diperbolehkan untuk menyampaikan pendapatnya

apabila memiliki jawaban yang berbeda dengan pemegang nomor.

Permainan yang dilaksanakan merupakan suatu turnamen yang dapat

dilakuakan pada saat guru telah selesai menyampaikan materi didalam kelas dan

masing-masing tim telah diberikan kesempatan untuk berlatih dengan menggunakan

LKS. Pada turnamen pertama guru menetapkan perwakilan masing-masing tim yang

harus bermain pada meja permainan. Guru memilih tiga siswa untuk ditempatkan

pada meja permainan 1, tiga siswa untuk ditempatkan di meja permainan 2 dan

seterusnya. Siswa dapat berpindah meja dengan bergantung pada kinerja mereka pada

tournament. Misalnya pemenang pada setiap meja akan naik ke meja permainan yang

lebih tinggi sedangkan siswa dengan sekor kedua tetap dan siswa dengan sekor paling

rendah turun ke meja lebih rendah. Dengan cara ini maka pada akhirnya siswa akan

berapada pada tempat yang paling sesuai.

Bahan ajar yang digunakan proses pembelajaran TGT sama dengan proses

pembelajaran menggunakan metode lainya. TGT membutuhkan satu set kartu yang

diberi nomor 1 sampai 30 untuk tiap tiga siswa didalam kelas yang terbesar.

Sedangkan untuk menempatkan siswa kedalam tim-tim heterogen yang terdiri dari

empat sampai lima siswa. Setelah siswa dibagi dalam kelompok maka siswa akan

mempelajari materi secara kelompok kemudian dilakukan turnamen awal.

18
Menurut Robert E Slavin (2005:166)23 komponen utama metode pembelajaran

TGT yaitu:

1) Presentasi di kelas

Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas,

biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, dan diskusi

yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini, siswa harus benar-benar

memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru karena akan

membantu siswa bekerja lebih baik ketika kerja kelompok dan pada saat games

karena skor games akan menentukan sekor kelompok.

2) Kelompok (Team)

Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai dengan 5 orang siswa yang

anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan rasa atau

etnik. Fungsi kelompok untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya

dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik

dan optimal pada saat games. Penentuan kelompok dilakukan secara heterogen

dengan langkah-langkah berikut yaitu: a) membuat daftar rangking akademik siswa;

b) membatasi jumlah maksimal anggota tim adalah 5 siswa; c) menomori siswa mulai

dari yang paling atas; dan d) membuat tim heterogen dan setara secara akademik, dan

jika perlu keragaman itu dilakukan dari segi jenis kelamin, etnis, agama dan

sejenisnya. Tujuan dari Tim Studi ini adalah membebankan tugas kepada setiap tim

untuk mereview dengan format dan sheet yang telah ditentukan.

23
Slavin, Robet E., Cooperative Learning Teori,Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2005),
h.166

19
3) Game

Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji

pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok.

Kebanyakan games terdiri dari pertanyaanpertanyaan sederhana bernomor. Siswa

memilih kartu bernomor dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan

nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat skor. Skor ini

yang nantinya dikumpulkan siswa untuk turnamen mingguan.

5) Tournament

Biasanya turnamen dilakukan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah

guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja.

Turnamen pertama guru membagi siswa ke dalam beberapa meja turnamen. Tiga

siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada

meja II, dan seterusnya. Pada permulaan periode turnamen, informasikan perihal

penempatan-penempatan meja turnamen siswa dan menugasi mereka secara bersama-

sama menggeser meja-meja atau pindah ke meja-meja yang disiapkan sebagai meja-

meja turnamen. Menugasi salah seorang siswa membantu membagi satu lembar

permainan, satu lembar kunci jawaban, dan satu tumpuk kartu bernomor, dan satu

lembar sekor permainan kepada tiap meja. Selanjutnya mulai permainan.

6) Rekognisi Kelompok

Kelompok akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan lain apabila

poin mereka mencapai kriteria tertentu. Penghargaan kelompok sangat penting untuk

memberikan pengertian kepada siswa bahwa keberhasilan kelompok merupakan

20
keberhasilan semua anggota kelompok, bukan semata-mata keberhasilan individu.

Hal ini akan memotivasi siswa untuk membantu teman satu kelompok dalam belajar

demi keberhasilan kelompoknya.

Model pembelajaran TGT bisa dilakukan dengan berbagai variasi game.

Menurut Silberman dalam Miftahul Triana Fajri (2011) 24 prosedur dari Teams Game

Tournament (TGT) adalah :

1) Mengelompokkan siswa menjadi sejumlah tim yang beranggotakan 2

hingga 8 siswa, setiap kelompoknya memiliki jumlah anggota yang sama.

2) Memberikan materi kepada tim untuk dipelajari bersama.

3) Membuat beberapa pertanyaan yang menguji pemahaman dan atau

pengingatan akan materi pelajaran. Format pertanyaan hendaknya mudah

untuk penilaian sendiri, misalnya pilihan ganda,mengisi titik-titik,

benar/salah,atau definisi istilah.

4) Memberikan sebagian pertanyaan kepada siswa. Sebutlah ini sebagai

“ronde satu”, setiap siswa harus menjawab pertanyaan secara perorangan.

5) Setelah pertanyaan diajukan, sediakan jawabannya dan siswa diminta untuk

menghitung jumlah jawaban yang benar. Selanjutnya siswa diminta untuk

menyatukan skor mereka dengan tiap anggota tim mereka untuk

mendapatkan skor tim. Umumkan skor dari tiap tim.

Fajri, Miftahul Triana., Implementasi pembelajaran Team Game Tournament (TGT) untuk
24

meningkatkan hasil belajar kewirausahaan siswa kelas X busana SMK N 6 Purworejo. Skripsi.
UNY.2011

21
6) Selanjutnya siswa diminta belajar lagi untuk “ronde kedua”. Kemudian

diajukan petanyaan atau tes lagi sebagai bagian dari ronde kedua tersebut.

Selanjutnya siswa diminta untuk menggabungkan skor mereka dan

menggabungkan skor mereka di ronde pertama.

7) Lamanya metode ini bisa bervariasi, dan ronde yang digunakan bisa

sebanyak mungkin. Pastikan untuk memberi kesempatan pada tim untuk

menjalani sesi belajar antar masing-masing ronde. dan meminta informasi

untuk menambah kemampuan kognitifnya.

Menurut Robert E slavin (2005:170) TGT terdiri dari siklus regular dari

aktifitas pengajaran sebagai berikut:

1) Pengajaran.

Menyampaikan pelajaran dimulai dengan presentasi pelajaran tersebut di

dalam kelas. Presentasi harus mencakup pembukaan, pengembangan, dan

pengarahan praktis tiap komponen dari keseluruhan pelajaran.

a) Pembukaan

Sampaikan pada siswa apayang akan dipelajari dan mengapa hal itu

penting. Tumbuhkan rasa ingin tau para siswa dengan cara

penyampaian yang berputar-putar, masalah dalam kehidupan nyata,

dan sarana-sarana lainya.

b) Pengembangan

22
Tetap menekankan pada hal-hal yang berhubungan materi yang akan

dipelajari siswa. Fokuskan pada pemaknaan dan bukan pada

penghafalan. Demonstrasikan secara aktif konsep-konsep atau skil-

skil, dengan menggunakan alat bantu visual, cara-cara cerdik, dan

contoh yang banyak. Nilailah siswa sesering mungkin dengan

memberikan banyak pertanyaan. Jelaskan mengapa sebuah jawaban

bisa salah atau benar, kecuali jika memang sudah sangat jelas.

Berpindahlah pada konsep berikutnya begitu para siswa telah

menangkap gagasan utamanya. Peliharalah momentum dengan

menghilangkan interupsi, terlalu banyak bertanya, dan berpindah

pakaian terlalu cepat.

c) Pedoman pelaksanaan

Buat siswa mengerjakan tiap persoalan atau contoh, atau

mempersiapkan jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan. Panggil

siswa secara acak agar siswa selalu mempersiapkan diri untuk

menjawab. Jangan memberikan tugas-tugas kelas yang memakan

waktu lama. Buatlah siswa mengerjakan satu atau dua permasalahan

atau contoh, atau mempersiapkan satu atau dua jawaban, lalu berikan

mereka umpan balik.

2) Belajar Tim.

Para siswa mengerjakan lembar kegiatan dalam tim mereka untuk

menguasai materi. Selama masa belajar tim, tugas para anggota tim adalah

23
menguasai materi yang anda sampaikan dalam kelas dan membantu teman

sekelasnya untuk menguasai materi tersebut. Para siswa mempunyai

lembar kegiatan dan lembar jawaban yang dapat mereka gunakan untuk

melatih kemampuan selama proses pengajaran dan untuk menilai diri

mereka sendiri dan teman sekelasnya. Hanya dua kopian dari lembar

kegiatan dan lembar jawaban yang diberikan kepada tiap-tiap tim.

3) Turnamen.

Para siswa memainkan game akademik dalam kemampuan yang homogen,

dengan meja turnamen tiga peserta. Pada awal periode permainan,

umumkan penempatan meja turnamen danmintalah mereka memindahkan

meja-meja bersama atau menyusun meja sebagai meja turnamen. Acaklah

nomornomornya supaya para siswa tidak bisa tahu mana meja “atas” dan

yang “bawah”. Mintalah salah satu siswa yang anda pilih untuk

membagikan satu lembar permainan, satu lembar jawaban, dan satu kotak

nomor kartu, dan satu lembar sekor permainan pada tiap meja. Lalu

mulailah permainan pada tiap meja.

Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk

menentukan pembaca yang pertama yaitu siswa yang menarik nomor

tertinggi. Permainan berlangsung sesuai waktu dimulai dari pembaca

pertama.

Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas.

Dia lalu membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor

24
yang ada pada kartu, termasuk pilihan jawabanya jika soal adalah pilihan

ganda. Setelah si pembaca memberikan jawaba, siswa yang berada di

sebelah kiri atau kananya (penantang pertama) punya opsi untuk

menantang dan memberikan jawaban yang berbeda. Jika dia ingin

melewatinya, atau bila penantang ke dua punya jawaban yang berbeda

dengan dua peserta pertama, maka penantang ke dua boleh menantang.

Akan tetapi, penantang harus hati-hati karena mereka harus

mengembalikan kartu yang telah dimenangkan sebelumnya kedalam kotak

apabila jawaban yang mereka berikan salah. Apabila semua peserta punya

jawaban, ditantang, atau melewati pertanyaan, penantang kedua (atau

peserta yang ada di sebelah kanan pembaca) memeriksa jawaban dan

membacakan jawaban yang benar dengan keras. Si pemain yang

memberikan jawaban yang benar akan menyimpan kartunya. Jika kedua

penantang memberikan jawaban salah, dia harus mengembalikan kartu

yang telah dimenangkanya kedalam boks.

Untuk putaran berikutnya, semuanya bergerak satu posisi ke kiri:

penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi penantang

pertama, dan si pembaca menjadi penantang ke dua. Permainan berlanjut,

seperti yang telah ditentukan oleh guru, sampai periode kelas berahir, para

pemain mencatat nomor yang telah mereka menangkan pada lembar skor

permainan pada kolom game. Jika masih ada waktu, para siswa mengocok

kartu lagi dan memainkan game kedua sampai akhir periode kelas, dan

25
mencatat nomor kartu-kartu yang dimenangkan pada game dua dalam

lembar skor.

Semua siswa harus memainkan game ini pada saat yang sama.

Sementara mereka bermain, bergeraklah dari satu kelompok ke

kelompoklain untuk menjawab pertanyaan dan pastikan bahwa semua

siswa memahami prosedur permainan tersebut. Sepuluh menit sebelum

akhir periode kelas, ucapkan kata “waktu” dan mintalah para siswa

berhenti dan menghitung kartu-kartu mereka. Selanjutnya mereka harus

mengisi nama, tim, dan skor mereka pada lembar sekor permainan.

Mintalah para siswa menambahkan sekor yang mereka peroleh dalam

tiap game dan mengisi total perolehan. Merangkum poin-poin turnamen

untuk semua kemungkinan hasilnya. Pada meja dengan tiga pemain dan

skor tidak seri pencetak sekor tertinggi menerima 60 poin, yang kedua 40

poin dan ketiga 30 poin. Apabila semuanya sudah menghitung poin-poin

turnamen yang dikumpilkan, mintalah para siswa untuk mengumpulkan

lembar sekor permainan.

4) Rekognisi Tim.

Skor tim dihitung berdasarkan sekor turnamen anggota tim, dan tim

tersebut akan direkognisi apabila mereka berhasil melampaui kriteria yang

telah ditetapkan sebelumnya. Setelah turnamen selesai, tentukan sekor tim

26
dan siapkan sertifikat tim untuk memberi rekognisi kepada tim peraih

sekor tertinggi. Untuk menentukan hal ini, pertama-tama periksalah poin-

poin turnamen yang ada pada lembar sekor permainan. Lalu, pindahkan

poinpoin turnamen yang ada pada lembar sekor penilaian. Pindahkan

poin-poin tersebut ke lembar rangkuman dari timnya masingmasing,

tambahkan seluruh sekor anggota tim, dan bagilah dengan jumlah anggota

tim yang bersangkutan.

Dalam merekognisi tim dapat dilakukan dengan memberikan sertifikat

kepada tim yang memenuhi kriteria. Tim baik hanya akan hanya akan

menerima ucapan selamat di dalam kelas. Selain atau sebagai tambahan

sertifikat tim dapat juga menampilkan tim sukses pada bulletin migguan,

tempatkan foto dan nama tim mereka pada tempat kehormatan. Apapun

yang dilakukan untukmerekognisi tim berprestasi, sangat penting untuk

mengkomunikasikan bahwa kesuksesan tim itu merupakan sesuatu yang

penting karena inilah yang akan memotivasi para siswa untuk membantu

teman atau timnya belajar.

Menurut Robert E slavin (2005:179) TGT tidak secara otomatis

menghasilkan skor yang dapat digunakan untuk menghitung nilai

individual. Untuk menentukan nilai individual, banyak guru yang

menggunakan TGT memberikan ujian tengah semester atau akhir semester

pada tiap-tiap semester, ada juga yang menggunakan kuis setelah

turnamen. Nilai para siswa haruslah di dasarkan pada skor kuis mereka

27
atau penilaian individual lainya, bukan poin-poin turnamen para siswa

dan/atau skor tim dapat dijadikan sebagian kecil dari nilai mereka. Atau,

apabila sekolah memberikan nilai yang terpisah sebagai penilaian akhir,

skor-skor ini dapat digunakan untuk menentukan nilai akhir.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa metode

pembelajaran team games tournament (TGT) merupakan salah satu jenis

pembelajaran kooperatif yang didalamnya terdiri dari serangkaian

pembelajaran kelompok, permainan (game), dan pertandingan

(tournament) antar kelompok. Dalam TGT terdapat beberapa komponen

mulai dari penyajian kelas, pembagian kelompok, games, turnamen,

scoring dan penghargaan tim. Dari hasil turnamen akan diperoleh

peringkat tim dan akan diberikan penghargaan bagi tim-tim tersebut.

C. Kelebihan dan Kelemahan Metode Teams Games Tournament (TGT)

Robert E. Slavin dalam Pipin Marfia Susainti (2016) 25 secara implisit

mengungkapkan kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TGT diantaranya adalah:

1) Para siswa dalam kelas yang menggunakan TGT memperoleh teman yang

secara signifikan lebih banyak dari kelompok rasial mereka.

2) Meningkatkan persepsi siswa bahwa hasil yang mereka peroleh tergantung

dari kerja bukan keberuntungan.

25
Pipin Marfia Susanti, 2016. Imlpementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games
Tournament (TGT) dengan Media Dart Board untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Akuntansi Siswa
Kelas XI Akuntansi 4 SMK YPKK 2 Sleman Tahun Ajaran 2015/2016. Skripsi. UNY.2016

28
3) TGT meningkatkan harga diri sosial pada siswa teteapi tidak untuk rasa

harga diri akademik mereka.

4) TGT meningkatkan kekooperatifan terhadap yang lain (kerja sama verbal

dan nonverbal, kompetisi yang lebih sedikit).

5) Keterlibatan siswa lebih tinggi dalam belajar bersama tetapi menggunakan

waktu yang lebih banyak.

6) TGT meningkatkan kehadiran siswa di sekolah pada remaja-remaja dengan

gangguan emosional, lebih sedikit yang menerima skors atau perlakuan

lain.

Kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah:

1) Sulitnya mengelompokkan siswa yang mempunyai kemampuan akademis

yang beragam. Kelemahan ini akan dapat diatasi jika guru yang bertindak

sebagai pemegang kendali teliti dalam menentukan pembagian kelompok.

2) Banyak siswa yang mempunyai kemampuan akademis tinggi kurang

terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainnya.

Kelemahan ini dapat dilakukan dengan membimbing siswa yang

mempunyai kemampuan akademis tinggi tersebut agar dapat dan mampu

menularkan pengetahuannya kepada siswa yang lain.

Semua metode pembelajaran tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, tak

terkecuali Metode Pembelajaran TGT ini diperlukan guru yang dapat mengelola kelas

dengan baik agar dapat meminimalisir kekurangan yang ada. Jika guru dapat

29
memaksimalkan kelebihan metode ini tentu akan tercipta keaktifan dan hasil belajar

yang tinggi.

D. Berpikir Kritis

1. Pengertian Berpikir Kritis

Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan aktivitas mental untuk

dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim

Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi

manusia yang mengakibatkan penemuanterarah kepada suatu tujuan. Manusiaberpikir

untuk menemukan pemahaman/pengertian yang di kehendakinya. Santrock (2011:

357) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir adalah memanipulasi atau

mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Berpikir sering dilakukan

untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir secara kritis, membuat keputusan,

berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Menurut Santrock (2011: 359)26, pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif

dan produktif, sertamelibatkan evaluasi bukti. Jensen (2011: 195) 27 berpendapat

bahwa berpikir kritis berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan dalam

mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia. Cece Wijaya (2010:

72)28 juga mengungkapkan gagasannya mengenai kemampuan berpikir kritis, yaitu

26
Santrock, Psikologi Pendidikan: Edisi Kedua (Jakarta: Kencana, 2011), h.357-359
27
Jensen E., Pembelajaran Berbasis Otak (Jakarta: PT Indeks Permata Puri Media, 2011), h.195
28
Cece Wijaya, Pendidikan Remidial: Sarana Mutu Pengembangan SDM
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h.72

30
kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya

secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah

yang lebih sempurna.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan

mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu sebuah kemampuan yang

dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik

untuk mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan melibatkan evaluasi

bukti. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menganalisis suatu

permasalahan hingga pada tahap pencarian solusi untuk menyelesaikan permasalahan

tersebut.

2. Tujuan Berpikir Kritis

Menurut Sapriya (2011: 87)29, tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu

pendapat atau ide, termasuk di dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran

yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut

biasanya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan

berpikir kritis dapat mendorong siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran baru

mengenai permasalahan tentang dunia. Siswa akan dilatih bagaimana menyeleksi

berbagaipendapat, sehingga dapat membedakan mana pendapat yang relevan dan

tidak relevan, mana pendapat yang benar dan tidak benar. Mengembangkan

29
Sapriya, Pendidikan IPS (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h.87

31
kemampuan berpikir kritis siswa dapat membantu siswa membuat kesimpulan dengan

mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Berikut ini beberapa keterampilan yang harus ditekankan pada level

pengembangan abstraksi dalam mengajarkan pemecahan masalah dan berpikir kritis

menurut Jensen (2011: 199-200):“1) Mengumpulkan informasi dan memanfaatkan

sumber daya; 2) Mengembangkan fleksibilitas dalam bentuk dan gaya; 3)

Meramalkan; 4) Mengajukan pertanyaan bermutu tinggi; 5) Mempertimbangkan

bukti sebelum menarik kesimpulan; 6) Menggunakan metafor dan model; 7)

Menganalisis dan meramalkan informasi; 8) Mengkonseptualisasikan strategi

(misalnya pemetaan pikiran, mendaftarkan pro dan kontra, membuat bagan); 9)

Bertransaksi secara produktif dengan ambiguitas, perbedaan, dan kebaruan; 10)

Menghasilkan kemungkinan dan probabilitas (misalnya brainstroming, formula,

survei, sebab dan akibat); 11) Mengembangkan keterampilan debat dan diskusi; 12)

Mengidentifikasi kesalahan, kesenjangan, dan ketidak-logisan; 13) Memeriksa

pendekatan alternatif (misalnya, pergeseran bingkai rujukan, pemikiran luar kotak);

14) Mengembangkan strategi pengujian-hipotesis; 15) Menganalisis risiko; 16)

Mengembangkan objektivitas; 17) Mendeteksi generalisasi dan pola (misalnya,

mengidentifikasi dan mengorganisasikan informasi, menterjemahkan informasi,

melintasi aplikasi); 18) Mengurutkan peristiwa.”

3. Ciri-ciri Berpikir Kritis

32
Menurut Sapriya (2011: 87), tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu

pendapat atau ide, termasuk di dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran

yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut

biasanya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan

berpikir kritis dapat mendorong siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran baru

mengenai permasalahan tentang dunia. Siswa akan dilatih bagaimana menyeleksi

berbagaipendapat, sehingga dapat membedakan mana pendapat yang relevan dan

tidak relevan, mana pendapat yang benar dan tidak benar. Mengembangkan

kemampuan berpikir kritis siswa dapat membantu siswa membuat kesimpulan dengan

mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Berikut ini beberapa keterampilan yang harus ditekankan pada level

pengembangan abstraksi dalam mengajarkan pemecahan masalah dan berpikir kritis

menurut Jensen (2011: 199-200):“1) Mengumpulkan informasi dan memanfaatkan

sumber daya; 2) Mengembangkan fleksibilitas dalam bentuk dan gaya; 3)

Meramalkan; 4) Mengajukan pertanyaan bermutu tinggi; 5) Mempertimbangkan

bukti sebelum menarik kesimpulan; 6) Menggunakan metafor dan model; 7)

Menganalisis dan meramalkan informasi; 8) Mengkonseptualisasikan strategi

(misalnya pemetaan pikiran, mendaftarkan pro dan kontra, membuat bagan); 9)

Bertransaksi secara produktif dengan ambiguitas, perbedaan, dan kebaruan; 10)

Menghasilkan kemungkinan dan probabilitas (misalnya brainstroming, formula,

survei, sebab dan akibat); 11) Mengembangkan keterampilan debat dan diskusi; 12)

Mengidentifikasi kesalahan, kesenjangan, dan ketidak-logisan; 13) Memeriksa

33
pendekatan alternatif (misalnya, pergeseran bingkai rujukan, pemikiran luar kotak);

14) Mengembangkan strategi pengujian-hipotesis; 15) Menganalisis risiko; 16)

Mengembangkan objektivitas; 17) Mendeteksi generalisasi dan pola (misalnya,

mengidentifikasi dan mengorganisasikan informasi, menterjemahkan informasi,

melintasi aplikasi); 18) Mengurutkan peristiwa.”

4. Indikator Berpikir Kritis

Terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam lima kelompok

berpikir kritis menurut Enis dan Hanumi (2007) , yaitu memberikan penjelasan

sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan

lebih lanjut. Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator

seperti pada tabel 1.3 berikut:

No Aspek Indikator Sub-Indikator


kelompok
1. Elementary Memfokuskan 1. Mengindentifikasi atau
clarification pertanyaan merumuskan pertanyaan.
(memberikan 2. Mengindentifikasi atau
penjelasan merumuskan kriteria untuk
sederhana) mempertimbangkan kemungkinan
jawaban.
3. Menjaga kondisi berfikir.

34
Menganalisis 1. Mengindentifikasi kesimpulan
argumen 2. Mengindentifikasi kalimat
pernyataan
3. Mengindentifikasi kalimat bukan
pernyataan
4. Mengindentifikasi dan menangani
kalimat ketidak tepatan
5. Melihat struktur dari suatu
argumen
6. Membuat ringkasan

Bertanya dan 1. Memberikan penjelasan sederhana


menjawab (mengapa, apa ide utamamu, apa
pertanyaan yang anda maksud denga, apa
yang membuat perbedaan, apakah
faktanya, inikah yang anda
katakan, dapatkah anda katakan ,
dapatkah anda mengatakan
beberapa hal itu)
2. Menyebuykan contoh (sebutkan
contoh dari, sebutkan yang bukan
contoh)

35
2. Basic support Mempertimbangkan 1. Mempertimbangkan kemenarikan
(membangun apakah sumber konflik
keterampilan) dapat dipercaya 2. Mempertimbangkan kesesuaian
atau tidak sumber
3. Mempertimbangkan reputasi
4. Mempertimbangkan
menggunakan prosedur yang tepat
5. Mempertimbangkan resiko untuk
reputasi
6. Kemampuan untuk memberikan
alasan
7. Kebiasaan berhati-hati

Mengobservasi dan 1. Melibatkan sedikit dugaan


mempertimbangkan 2. Menggunakan waktu yang singkat
laporan observasi antara obsevasi dan laporan
3. Melaporkan hasil observasi
4. Menggunakan bukti-bukti yang
benar
5. Menggunakan akses yang benar
6. Menggnakan teknologi
7. Mempertanggung jawabkan hasil
observasi
3. Inference Mendedukasi dan 1. Siklus logika
(menyimpulkan) mempertimbangkan 2. Mengkomdidikan logika
hasil dedukasi 3. Menyatakan tafsiran

Menginduksi dan 1. Menggunakan hal yang umum


mempertimbangkan 2. Menggunakan kesimpulan dan
hasil induksi hipotesis (mengemukakan

36
hipotesis, merancang eksperimen,
menarik kesimpulan sesuai fakta,
menarik kesimpulan dari hasil
menyelidiki)
Membuat dan 1. Membuat dan menentukan hasil
menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar
pertimbangan belakang fakta-fakta
2. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan
penerapan fakta
3. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan akibat
4. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan keseimbangan
masalah
4. Advanced Mengindentifikasi 1. Membuat bentuk defenisi
clarification istilah dan (sinonim,klarifikasi, rentang,
(memberikan mempertimbangkan ekivalen, operasional, contoh, dan
penjelasan suatu definisi bukan contoh)
lanjutan) 2. Strategi membuat definisi
(bertindak dengan memberikan
penjelasan lanjut,
mengindentifikasi dan menangani
ketidak benaran yang disengaja)
Berinteraksi dengan 3. Membuat isi defenisi
orang lain
1. Penjelasan bukan pernyataan
2. Mengontruksi argumen

37
5. Strategi and Menetukan suatu 1. Mengungkap masalah
tactics (mengatur tindakan 2. Memilih kriteria untuk
strategi dan mempertimbangkan solusi yang
taktik) mungkin
3. Merumuskan solusi alternative
4. Menentukan tindalan sementara
5. Mengulamh kembali
6. Mengamati penerapannya

Berinteraksi dengan 1. Menggunakan argumen


orang lain 2. Menggunakan strategi logika
3. Menggunakan strategi retorika
4. Menunjukkan posisi, orasi atau
tulisan
(sumber: Hanumi Oktyanti Rusdi, 2007)

E. Pemanasan Global
1. Pengertian Pemanasan Global
Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata

permukaan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ±

0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama beberapa tahun terakhir.

Pemanasan global (global warming) merupakan masalah serius yang sedang

mengancam bumi kita saat ini. Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi gas-

gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di udara.

Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di atmosfer bumi mirip

38
dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas matahari di dalamnya

agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat.

2. Penyebab Pemanasan Global

Ada beberapa penyebab terjadinya pemanasan global antara lain yaitu

1. Penggunaan CFC(Chloro Fluoro Carbons) pada perangkat pendingin

2. Gas CO  (karbon monoksida ) dari kendaraan bermotor


3. Efek rumah kaca (disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida
(CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer.
Kenaikan konsentrasi gas CO2 juga disebabkan oleh kenaikan pembakaran

bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui

kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya). Pada bab ini kita

akan membahas efek rumah kaca sebagai salah satu penyebab pemanasan global.

3. Efek rumah kaca

Efek rumah kaca adalah merupakan proses pemanasan permukaan suatu

benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh emisi karbon dan

keadaan atmosfer. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup

yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan

suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)

dari suhu semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es

akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas

tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global. Untuk

lebih jelas lihatlah skema proses pemanasan global di bawah ini :

39
Gambar 2. Skema proses pemanasan global
Dari skema gambar 2 diatas Proses ini diawali dari cahaya tapak dari matahari

sebagian dikembalikan ke angkasa dan sebagian lagi diserap oleh bumi (yang mana

pantulan tersebut dikembalikan lagi dalam wujud radiasi inframerah). Radiasi

matahari yang melewati bumi melalui atmosfer, karena semakin banyak radiasi

matahari di lapisan atmosfer bumi, sehingga menyebabkan lapisan ozon. Kebanyakan

dari radiasi matahari diserap oleh permukaan bumi dan memancarkan radiasi

panas. Radiasi inframerah dipancarkan oleh permukaan bumi, radiasi inframerah

yang dipancarkan kembali oleh bumi diserap oleh CO2 di atmosfer yang kemudian

sebagian dipancarkan ke angkasa (a) sebagian lagi dikembalikan ke atmosfer bumi

dan (b) CO2 yang kembali ke atmosfer bumi itulah yang disebut dengan pemanasan

global (global warming).

4. Hubungan Pemanasan Global dengan Efek Rumah Kaca 

Bumi ini sebetulnya secara alami menjadi panas karena radiasi panas matahari

yang masuk ke atmosfer. Panas ini sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu

40
dipantulkan kembali ke angkasa. Karena ada gas rumah kaca di atmosfer, di

antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O), sebagian panas

tetap ada di atmosfer sehingga Bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat

(60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan manusia untuk bisa bertahan hidup.

Mekanisme inilah yang disebut efek gas rumah kaca. Tanpa efek gas rumah kaca,

suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -18ºC. Karena sekarang ini terlalu banyak gas

rumah kaca di atmosfer, terlalu banyak panas yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi

menjadi semakin panas.

5. Emisi Karbon

Emisi karbon adalah gas-gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa

yang mngandung karbon, contoh CO2, merupakan gas buang dari pembakaran

bensin, solar, kayu, daun, gas LPG (elpiji) dan bahan bakar lain yang banyak

mengandung hidro karbon (senyawa yang mengandung hidrogen dan karbon) Contoh

lain, CFC (Chlor Fluoro Karbon) dari Gas Pendingin (gas Freon) pada AC, Kulkast,

Cat Piloks, Obat nyamuk semprot, Hair spray semprot, dll. Bisa juga emisi karbon

berupa atom Karbon (C) yang terlepas ke udara saat terjadi peristiwa pembakaran

seperti jelaga, butiran-butiran karbon yang berwarna hitam saat kita meyulut ban

bekas, membakar aspal, membakar lilin.

41
6. Perubahan Iklim/ Cuaca yang Semakim Ekstrim

NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin

ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa

dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di

tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan

kecenderungan semakin lama semakin kuat. betapa panasnya suhu di sekitar Anda

belakangan ini. Anda juga dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan

musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena

musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan.

Anda juga dapat melihat badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah

tertentu di Indonesia. belakangan ini kita makin sering dilanda badai-badai yang

mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.

7. Dampak Pemanasan Global

1. Mencair es di kutub di kutub selatan

Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di

daerah kutub utara dan kutub selatan.

2. Permukaan air laut

Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung

pada naiknya level permukaan air laut.

3. Suhu global cenderung meningkat

42
Peningkatan suhu di Lautan Pasifik. Hal ini mengubah pola tiupan

angin lazim dari darat ke laut akibat perbezaan tekanan yang hebat.

Kesannya angin kencang bertiup ke barat Pasifik menyebabkan cuaca

panas dan angin lembab pula bertiup ke timur Pasifik menyebabkan

kejadian ribut, banjir dan taufan.

4. Kekeringan tanah

Suhu bumi yang tinggi menyebabkan tanah- tanah yang subur menjadi

tandus dan tidak sesuai bagi aktivitas pertanian. Tanaman juga tidak

dapat hidup dengan subur seterusnya mengurangkan hasil pertanian.

5. Habisnya gletser (sumber air bersih dunia)

Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih,

dan pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level

air laut dunia.

8. Alternatif Solusi Pemanasan Global

Dari segala permasalahan penyebab pemanasan global yang sangat merugikan


bumi, mari kita menjaga bumi kita tercinta. Dengan melakukan beberapa alternaif
antara lain:
1. Berhenti atau kurangilah makan daging
2. Batasilah emisi karbon dioksida
3. Tanamlah lebih banyak pohon
4. Daur ulang (Recycle) dan gunakan ulang (Reuse)
5. Gunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon
6. Berpergian ke tempat yang ramah lingkungan

43
7. Beli makanan yang mengandung unsur organik
8. Gunakan lampu hemat energi
9. Gunakan kipas angin
10. Jemur pakaian dibawah sinar matahari

9. Kesepakatan Internasional
Pemanasan global sudah menjadi isu internasional. Bahkan, keresahan dunia
ini terwujud dalam konferensi Kyoto pada Desember 1997. Persetujuan konferensi itu
berlaku mulai 16 Februari 2005. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap
Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yakni sebuah
persetujuan internasional mengenai pemanasan global.Negara-negara yang
meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon
dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto
diprediksi akan mengurangi rata-rata pemanasan global antara 0,02°C dan 0,28°C
pada tahun 2050.
Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol tersebut,
termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, 25 negara anggota
Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Untuk mencapai protokol Kyoto ini, semua
negara terus menciptakan teknologi yang ramah lingkungan, terutama negara maju.
Karena, negara maju yang banyak mengeluarkan CO2 penyebab rumah kaca.

44
F. Kerangka Pemikiran

KENYATAAN
sebagian besar pembelajaran yang dilakukan dikelas belum HARAPAN
menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan Guru menggunakan model pembelajaran yang
sehingga siswa merasa bosan dalam proses pembelajaran. menyenangkan dalam proses pembelajaran.
Guru mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa.
guru kurasng mengasah kemampuan berpikir siswa dikelas.

MASALAH
Model pembelajaran yang diterapkan guru kurang menyenangkan dan kurang mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa.

PENELITIAN YANG RELEVAN


Era anjarwati (2015) Efektivitas Model TEORI KONSEP
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Metode pembelajaran kooperatif TGT adalah proses
pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil dengan
Games Tournament (Tgt) Berbantu fasilitator teman sejawat yang memiliki kriteria tertentu
Media Roda Putar Terhadap sehingga para siswa merasa lebih fair , senang, dan terjadi
konstruksi pengetahuan yang lebih kuat diantara mereka.
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Diskusi dalam bentuk
Didik SMA di kelas XI. kelompokkelompok kecil ini sangat efektif untuk
memudahkan siswa dalam memahami materi dan
memecahkan suatu permasalahan.

SOLUSI
Menerapkan pembelajaran Model Kooperatif Tipe
Team Games Turnament (TGT) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA

45
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian ini di SMA Negeri 12 Banda Aceh pada bulan

Desember 2019

B. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai

atau angka. Pada penelitian ini, nilai atau angka yang diperoleh tersebut kemudian

diolah untuk diketahui pengaruh yang timbul dari suatu perlakuan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian

eksperimen. Sukardi (2007:179)30 mengemukakan bahwa, Jenis eksperimen adalah

suatu cara untuk mengetahui sebab akibat dari dua faktor yang sengaja

ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi faktor – faktor yang lain. Jenis ini

selalu digunakan untuk melihat dari suatu perlakuan. Desain dalam penelitian ini

adalah menggunakan Quasi Experimental Design (eksperimen semu), yaitu jenis

eksperimen yang mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi

sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi

30
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan (Yogyakarta: Bumi Aksara, 2007), h.179

46
eksperimen (Sugiyono, 2012). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah

non-equivalent control group design.

Sebelum diberikan treatment, baik kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol diberi test yaitu pretest, dengan maksud utnuk mengetahui keadaan

kelompok sebelum treatment. Kemudian setelah diberikan treatment, kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol diberikan test yaitu posttest, untuk mengetahui

keadaan kelompok setelah treatment. Berikut merupakan tabel quasi experimental

design model non-equivalent control group design (Sugiyono, 2012).

Tabel 1.4. Quasi Experimental Design

Sekolah Kelas Pretest Perlakua Posttest

n
SMA Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 O4
Sumber: Sugiyono (2012)

Keterangan:

X = treatment yang diberikan (Variabel Independen)

O = Observasi (Variabel Dependen)

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah SMA Negeri 12 Banda Aceh.

Sedangkan waktu penelitian ini direncanakan dan dilaksanakan pada bulan

Desember 2019 sampai dengan selesai.

47
C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2015:17)31, “Populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI

SMA Negeri 12 Banda Aceh.

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Arifin

(2012:216)32 menyatakan, “Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan

diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam

bentuk mini (miniatur population).”. Dalam hal ini Sutrisno Hadi (1995:73) 33,

berpendapat bahwa tidak ada ketentuan yang mutlak berapa sampel yang harus

diambil dari populasi.

Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik porpusive sampling. Menurut Sugiyono (2013:124)34 ”Purposive

Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.

Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods) (Bandung: Alfabeta, 2015), h.17
31

32
Arifin, Zainal, Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2012), h.216

33
Sutrisno Hadi, Statistik II (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h.73
34
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta, 2013), h.124

48
Purposive Sampling digunakan apabila sasaran sampel yang diteliti telah

memiliki karakteristik tertentu, sehingga tidak mungkin diambil sampel lain

yang tidak memenuhi karakteristik. Karakteristik sampel ditetapkan oleh

peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.Adapun pertimbangan yang dijadikan

acuan adalah terlalu banyaknya populasi sehingga akan menyebabkan waktu

penelitian yang cukup lama. Dengan demikian, sampel pada penelitian ini

adalah siswa kelas XI.2 dan XI.3 dengan jumlah total 64 orang siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data secara relevan, maka teknik pengumpulan data

yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode test.

Adapun tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Tahap persiapan

Pokok bahasan yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemanasan

global, langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun perangkat test , test

hasil belajar, serta menyiapkan RPP siswa sesuai dengan materi. Selanjutnya

melakukan uji coba instrument tes awal dan test hasil belajar kemudian

dilanjutkan analisis instrument tersebut.

2. Tahap Eksperimen / Treatment

Terlebih dahulu melakukan tes awal, kemudian dari hasil tersebut

dilakukan eksperiment. Karena pada penelitian ini menggunakan one group

49
pretest-posttest design, maka hanya ada satu kelas yang diambil yang dijadikan

kelas eksperiment untuk diambil hasil pretest dan hasil posttestnya.

3. Tahap Akhir

Setelah tahap eksperimen/treatment dilakukan, kemudian dilanjutkan

dengan tahap akhir untuk memperoleh data test hasil belajar fisika tentang

pemanasan global, dengan cara test hasil belajar dari eksperimen yang

dilakukan.

4. Teknik Analisis Data

Dari data yang masih bersifat kuantitatif, penelitian ini menggunakan

analisis data statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut ini:

1. Analisis Pendahuluan

Analisis pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan dengan uji

Instrumen. Sebelum instrumen tersebut digunakan diuji cobakan terlebih dahulu

untuk mengetahui kelayakan instrumen tersebut untuk dijadikan instrumen

penelitian. Adapun instrumen yang diujikan meliputi tes awal dan tes hasil

belajar fisika. Tujuan dari uji coba instrumen untuk mengetahui kualitas tes

yang meliputi :

2. Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal ditentukan berdasarkan banyak siswa yang

menjawab soal dengan benar dibagi jumlah seluruh siswa peserta tes. Rumus

yang digunakan adalah sebagai berikut :

50
B
P=
JS

Keteragan :

P = Indeks Kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar

Js = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 1.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Butir Soal

Nilai Keterangan
0,00 sampai 0,30 Sukar
0,31 sampai 0,70 Sedang
0,71 sampai 1,00 Mudah
Sumber : Arikunto, 2004

3. Daya Pembeda

Daya pembeda butir soal bertujuan untuk mengukur sejauh mana butir

soal tertentu. Untuk menghitung digunakan rumus sebagai berikut :

BA BB
D= − =P A −P B
JA JB

Keterangan :

D = Daya beda

B A= Banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar

BB = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

51
J A = Banyaknya peserta kelompok atas

J B = Banyaknya peserta kelompok bawak

Tabel 1.6 Kriteria Daya Beda

Nilai Keterangan
0,00 – 0,20 Jelek
0,20 – 0,40 Cukup

0,40 – 0,70 Baik

0,70 – 1,00 Baik Sekali

Sumber : Arikunto, 2004

4. Uji Validitas Soal Tes

Arikunto (2002:146)35 mengemukakan Uji validitas digunakan untuk

mengetahui apakah alat prnilaian yang digunakan sudah tepat untuk menilai

apa yang sebenarnya dinilai. Analisis validitas digunakan dengan

menggunakan korelasi product moment dengan angka kasar. Rumus antara

koefisien antara variabel X dan Y adalah sebagai berikut :

NΣXY −(ΣX )(ΣY )


R XY =
√{ NΣX 2−¿ ¿ ¿

35
Arikunto S., Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), h.146

52
Keterangan :

RXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = Skor item

Y = Jumlah skor

N = Jumlah sampel

Setelah memperoleh harga rxy kemudian dikonsultasikan dengan r

produxt moment dengan interval kepercayaan 95 %. Jika rxy>r product moment

maka soal tersebut dikatakan valid.

5. Reabilitas

Menurut Arikunto (2002:156)36, “ Analisis reabilitas digunakan untuk

mengetahui keterandalan soal yang digunakan. Reabilitas soal adalah ketetapan

dalam analisis reabilitas instrument tes soal menggunakan rumus untuk

mengetahui reabilitas adalah dengan rumus sebagai berikut :

Vs
(
r 11 = 1−
Vr )
Keterangan :

r 11 = Reabilitas seluruh soal

V s = Varians sisa

V r = Varians responden

36
Arikunto S., Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2002), h.156

53
Klasifikasi reabilitas soal adalah sebagai berikut :

r11 < 0,20 : Sangat rendah

0,20 < r11 < 0,40 : Rendah

0,40 < r11 < 0,60 : Sedang

0,60 < r11 < 0,80 : Tinggi

0,80 < r11 < 1,00 : Sangat tinggi

Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan dengan r product

moment dengan interval kepercayaan 95 %. Jika harga rhitung > rtabel Product

moment, maka soal tersebut dikatakan reliable.

1. Analisis Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang

diteliti berdistribusi normal atau tidak, yaitu menggunakan uji chi kuadrat .

Adapun rumus uji chi kuadrat adalah sebagai berikut :


K
χ 2 hitung=∑ ¿ ¿ ¿¿
1=1

Keterangan :

χ 2 = Chi kuadrat

O i = Frekuensi hasil pengamatan

54
Ei = Frekuensi harapan

Setelah angka nilai χ 2 hitung diperoleh, kemudian nilai χ 2 hitung

dibandingkan dengan nilai χ 2 tabel dengan taraf signifikan 0,05 pada dk 3

dengan mengacu pada table chi kuadrat. Ketentuan jika χ 2 hitung< χ 2 tabel

maka distribusi data dinyatakan tidak normal.

2. Analisis Uji Homogenitas

Menurut Sudjana (2005:250)37, ”Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui

apakah sampel yang diperoleh homogeny atau tidak. Apakah kesimpulan

menunjukkan kelompok data homogeny, maka data yang berasal dari populasi yang

sama dan layak untuk diuji statistic parametrik”. Uji homogenitas yang digunakan

menggunakan rumus :

Variansterbesar
F=
Varians terkecil

Selanjutnya menentukan besar Ftabel menggunakan taraf signifikan sebesar 0,05

dengan dk = n – 1 . Dengan kriteria pengujian terima, jika Fhitung≤Ftabel berarti kedua

data adalah homogen.

3. Analisis Uji Hipotesis Penelitian

Data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif, maka akan diolah

menggunakan rumus statistic yaitu uji t (test) . Sudjana (2002:239) 38 mengemukakan

uji test merupakan suatu uji yang dilakukan dalam suatu statistic untuk melihat

37
Sudjana, Metoda Statistika (Bandung: Tarsito, 2005), h.240&250
38
Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2002), h.239

55
perbedaan antara variabel yang menjadi target seorang peneliti. Adapaun rumus dari

uji t (test) untuk one group pretest posttest adalah paired sample t test. Paired sample

t test merupakan prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua

variable dalam satu group. Artinya analisis ini berguna untuk melakukan pengujian

terhadap satu sampel yang mendapatkan suatu treatment yang kemudian akan

dibandingkan rata-rata dari sampel tersebut antara sebelum dan sesudah treatment.

Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

x 1−x 2
t=
1 1
S
√ +
n1 n2

(Sudjana, 2005:240)

2 ( n1−1 ) S12 + ( n2 −1 ) S 22
Dengan : S =
n1 +n 2−2

Keterangan :

x 1 = skor rata-rata kelas eksperimen

x 2 = skor rata-rata kelas kontrol

n1 = jumlah sampel kelas ekperimen

S1 = varians kelas eksperimen

Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:

r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿

56
(Arifin, 2012:279)

Keterangan:

r xy = Koefisien korelasi antara variabel x dan y

N=¿ Jumlah peserta (sampel penelitian)

X =¿ Nilai skor X ( sebelum perlakuan )

Y =¿Nilai skor Y (sesudah perlakuan)

57
E. Alur Penelitian

Persiapan

Pembuatan instrument

Penentuan populasi dan


sampel

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Observasi atau penilaian


aktivitas belajar siswa saat
Pembelajaran menggunakan pembelajaran Pembelajaran menggunakan
model TGT model pembelajaran langsung

Post-test

Pengumpulan data

Analisis data

Kesimpulan

58
DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak. 2001. Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi dalam


Peningkatan Kualitas dan Efektifitas Pembelajaran. Bandung: UPI Depdiknas.

Arif S. Sadiman, dkk. 1996. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan dan


Pemanfaatannya. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.
Arifin, Zainal. 2012. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Arikunto S.. 2002. Metodologi Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.

Cece Wijaya. 2010. Pendidikan Remidial: Sarana Mutu Pengembangan SDM.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Eggen P.D. & Kauchak P.P.. 1996. Strategies for Teachers: Teaching Content And
Thinking Skill Boston: Allyn & Bacon.
Hayono dan Nanik. 2012. Penerapan Model Pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament). Surakarta: JPK.
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: University Press.

Jensen E.. 2011. Pembelajaran Berbasis Otak. Jakarta: PT Indeks Permata Puri
Media.
Jumanta Hamdayana. 2016. Metodologi Pengajaran. Jakarta:Bumi Aksara.
Kardi & Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Malang.

Ngalim Purwanto. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Robert E Slavin. 2005. COOPERATIVE LEARNING Teori, Riset, dan Praktik.

Bandung: Nusa Media.

Rusman. 2012. Model Pembelajaran. Depok: PT. Raja Grafindo Persada.


59
Sanjaya. 2007. Strategi Pembelajaran BerorientasiStandar. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Santrock. 2011. Psikologi Pendidikan: Edisi Kedua. Jakarta: Kencana. Sapriya. 2011.

Pendidikan IPS. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.


Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta.

Sukardi. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Yogyakarta: Bumi Aksara.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana


Predana Media Group.

60

Anda mungkin juga menyukai