Anda di halaman 1dari 50

PENGGUNAAN MODEL KOOPERATIF TIPE GAMES

TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN HASIL


BERPIKIR KRITIS SISWA SMA N 4 TAKENGON PADA
MATERI PEMANASAN GLOBAL

PROPOSAL

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

WESI ULTARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH

2020

1
i

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi oleh Nama: Wesi Ultari ini telah dipertahankan di depan tim penguji pada tanggal 13
November 2019 dan telah direvisi sesuai saran-saran dari tim penguji.

Tim Penguji:

1. Ketua Dra.Elisa kasli, M.Si


NIP. 1961 1231 1985 112 001

2. Anggota Dra. Nurul wati, M.Pd


NIP. 1966 0723 1991 022 001

3. Anggota Dr. Zainuddin, M.Pd


NIP. 1963 1231 1991 021 002

4. Anggota Dr. A. Halim, M.Si


NIP. 1964 0107 1990 021 001

Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Fisika

Dr. A. Halim, M.Si


NIP. 1964 0107 1990 021 001

i
ii

DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................3
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................7

BAB II LANDASAN TEORI....................................................................................10


2.1 Model Pembelajaran Kooperatif............................................................................10
2.1.1 Pengertian pembelajaran kooperatif............................................................10
2.1.2 Tujuan pembelajaran kooperatif..................................................................11
2.1.3 Karakteristik model pembelajaran kooperatif.............................................14
2.1.4 Prosedur pembelajaran koperatif.................................................................15
2.1.5 Unsur penting dan prinsip utama pembelajaran kooperatif.........................15
2.1.6 Implikasi model pembelajaraan kooperatif.................................................16
2.1.7 Lingkungan belajar dan sistem pengelola...................................................17
2.1.8 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif.................................................19
2.3 Teams Games Tounament (TGT)..........................................................................20
2.3.1 Langkah-langkah pembelajaran Teams Games Tounament (TGT).............20
2.3.1 Aturan (skenario) permainan.......................................................................21
2.3.3 Sistem perhitungan poin tournamen............................................................22
2.4 Berpikir Kritis........................................................................................................22
2.4.1 Pengertian berpikir kritis.............................................................................22
2.4.2 Tujuan berpikir kritis...................................................................................23
2.4.3 Ciri-ciri berpikir kritis.................................................................................24
2.4.4 Indikator kemampuan berpikir kritis...........................................................25
2.6 kerangka pemikiran...............................................................................................35

ii
iii

BAB III METODE PENELITIAN..............................................................................36


3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian...............................................................................36
3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian............................................................................36
3.3 Populasi dan Sampel..............................................................................................37
3.3.1 Populasi......................................................................................................37
3.3.2 Sampel........................................................................................................37
3.4 Teknik Pengumpulan Data....................................................................................38
3.5 Teknik Analisis Data............................................................................................39
3.6 Alur Penelitian.......................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................46

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kurikulum yang berlaku di sekolah saat ini adalah Kurikulum 2013 yang telah

mengalami beberapa kali perubahan, yang bertujuan untuk menyesukaikan dengan

perkembangan teknologi saat ini. Perubahan Kurikulum menekankan pada sistem

pembelajaran yang berbeda-beda. Setiap sistem pembelajaran memiliki tujuan pada

setiap mata pelajarannya, salah satunya pada kelompok mata pelajaran ilmu

pengetahuan dan teknologi. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.23

Tahun 2006, tentang Standar Kompetensi Kelulusan dijelaskan bahwa kelompok

mata pelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi memiliki tujuan untuk

mengembangkan logika, kemampuan berpikir dan analisis siswa. Menurut Budiyono

( 2014:11) menyatakan bahwa tuntutan pembelajaran Kurikulum 2013 yang

menghendaki suatu proses pendidikan memberikan kesempatan bagi siswa agar dapat

mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Aspek-aspek potensi yang terkait

yaitu, aspek sikap (afektif), pengetahuan (kognitif), dan keterampilan (psikomotor)

Aspek-aspek tersebut harus dikembangkan agar dapat memberdayakan semua potensi

yang dimiliki siswa.

Pembelajaran Kurikulum 2013 menghendaki pembelajaran yang mengarah

pada pemberdayaan semua potensi siswa agar menjadi manusia yang mampu berpikir

secara kritis dan dapat berkompetensi dalam kehidupan. Budiyono (2014:11)


5

mengemukakan, terdapat beberapa prinsip  kegiatan pembelajaran dalam Kurikulum

2013 telah dirancang kegiatan pembelajaran yang: 1) Berpusat pada peserta didik; 2)

Mengembangkan kreativitas peserta didik; 3) Menciptakan kondisi menyenangkan

dan menantang; 4) Bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestetika, dan; 5)

Menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi

dan meodel pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, efisien, dan

bermakna. Oleh karena itu pendidik harus menerapkan model pembelajaran yang

sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut pada setiap mata pelajarannya.

Salah satu mata pelajaran ilmu pengetahuan yang dapat mengembangkan

logika, kemampuan berpikir kritis dan juga daya analisis siswa adalah mata pelajaran

fisika. Pada Silabus mata pelajaran fisika tercantum bahwa siswa harus memiliki

kompetensi-kompetensi khusus setelah mengikuti proses pembelajaran. Pembelajaran

fisika dikatakan berhasil apabila siswa sudah memenuhi kompetensi-kompetensi

tersebut. Adapun salah satu kompetensi tersebut adalah siswa dapat menjalani

kehidupan dengan sikap positif dengan daya pikir kritis, kreatif, inovatif, dan

kolaboratif, disertai kejujuran dan keterbukaan, berdasarkan potensi proses dan

produk fisika (Kemendikbud, 2016). Berdasarkan uraian tentang tujuan pembelajaran

fisika tersebut dapat diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis temasuk salah satu

tujuan pembelajaran Fisika.

Fisika tergolong mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian besar

peserta didik. Kesulitan peserta didik belajar fisika disebabkan karena fisika sebagai

cabang ilmu pengetahuan alam (IPA) membutuhkan kemampuan bernalar dan


6

berpikir kritis serta menggunakan persamaan dalam mengungkapkan berbagai gejala

alam. Apabila kegiatan pembelajaran tidak menggunakan model yang

menyenangkan, maka akan berdampak pada hasil belajar peserta didik. Pembelajaran

fisika memerlukan model yang tepat agar siswa menjadi aktif, kreatif, menyenangkan

serta dapat melatih kemampuan berpikir kritis. Menurut Sadiman (1996:45), ”berpikir

kritis merupakan aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, mensintesis

dan menarik kesimpulan.” Sehingga kemampuan berpikir kritis siswa yang tinggi

sangat diperlukan dalam proses pembelajaran khususnya pembelajaran fisika.

Kenyataan yang ditemukan di lapangan diperoleh bahwa masih banyak

siswa/siswi di Indonesia yang belum dapat berpikir secara kritis. Berdasarkan hasil

survey yang dilakukan PISA (Programme for International Students Assessment)

menunjukkan bahwa posisi Indonesia masih jauh di bawah rata-rata internasional.

Indonesia menduduki peringkat 3 dari bawah pada science performance jika dilihat

dari nilai rata-rata berpkir kritis yang diperoleh pada divisi laki-laki dan perempuan

(OECD, 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pusat penilaian

pendidikan didapatkan bahwa niai rata-rata UN untuk mata pelajaran fisika relatif

rendah yaitu 46,47. Hal ini didukung hasil data hasil penelitian yang dilakukan oleh

zahratul (2014) yang menyatakan bahwa banyak peserta didik yang tidak tertarik

pada pembelajaran fisika dikarenakan kurangnya variasi dalam pelaksanaan

pembelajaran fisika sehingga peserta didik merasa bosan dan juga pembelajaran yang

bersifat monoton (satu arah) yang kurang melibatkan keatifan peserta didik. Oleh

karena itu kurangnya variasi dalam model pembelajaran fisika dapat menjadi salah
7

satu faktor penyebab rendahnya kemampuan berpikir kritis dan nilai UN fisika siswa.

Dengan demikian, pemilihan model pembelajaran yang menyenangkan dapat

membantu peserta didik menyukai kegiatan pembelajaran fisika sehingga berdampak

pada hasil .

Model pembelajaran yang menyenangkan dapat berupa model pembelajaran

permainan. Salah satu model pembeelajaran yang menggunakan permainan adalah

model pembelajaran teams games touenament. Hal tersebut sesuai dengan penelitian

yang dilakukan oleh Fajri, Hayono Dan Nanik (2012:311) yang menyatakan bahwa

penggunaan permainan dalam Teams games touenament dapat merangsang minat,

keaktifan siswa serta berpikir kritis siswa dalam belajar. Dengan demikian

penggunaan model pembelajaran teams games touenament dapat memungkinkan

kemampuan berpikir kritis siswa dapat meningkat.

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu diadakan penelitian tentang keefektifan

penggunaan model kooperatif tipe TGT yang diterapkan di sekolah. Penelitian ini

dilakukan dengan judul “ Efektivitas Model Kooperatif Tipe Team Games Turnament

(TGT) Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Apakah model kooperatif tipe team games turnament efektif

untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA N 4 TAKENGON ?


8

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian

ini adalah: untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMA N 4

TAKENGON

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi

berbagai pihak, yaitu sebagai berikut:

1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan, khususnya

pembelajaran fisika.

b. Penelitian ini dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Dapat menjadi referensi guru dalam penggunaan model pembelajaran

untuk mencapai tujuan dalam proses pembelajaran.

b. Bagi Siswa

Dapat mengembangkan potensi dan meningkatkan hasil belajar yang

optimal dalam pelajaran fisika dan dapat mencegah adanya miskonsepsi

pada siswa dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat yang

digunakan oleh guru .


9

c. Bagi Sekolah

Diharapkan bisa menjadi bahan acuan atau referensi untuk meningkatkan

kualitas dan mutu belajar.

d. Bagi Peneliti

Mengetahui penggunaan model kooperatif tipe teams games tournamen

(TGT) untuk meningkatkan hasil berpikir kritis siswa SMA.

1.5 Defenisi Operasional

Untuk menghindari penafsiran yang keliru serta untuk mendapatkan

batasan yang jelas, perlu diberikan definisi operasional sebagai berikut:

1.5.1 Model pembelajaran kooperatif

Menurut Trianto (2009:56),” Dalam belajar kooperatif siswa, dibentuk

dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja

sama dalam menguasai materi yang diberikan guru dan juda dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam

menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama”.

1.5.2 Teams Games Tournsmen (TGT)

Model pembelajaran teams games touenament (TGT) merupakan

model pembelajaran belajar sambil bermain, sehingga dapat meningkatkan

keaktifan seluruh siswa/siswi di kelas (devries, D, 1976). Trianto (2009:83)

menyatakan, ”Model pembelajaran TGT (Teams Games Tournanment) atau

pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries


10

dan Keath Edward (1995) pada model ini siswa memainkan permainan

dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk

skor tim mereka”.

1.5.3 Berpikir kritis

Menurut Sardiman (1996: 45), “berpikir merupakan aktivitas mental untuk

dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan”. Ngalim

Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi

manusia yang mengakibatkan penemuanterarah kepada suatu tujuan.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Model Pembelajaran Kooperatif.


2.1.1 Pengertian pembelajaran kooperatif

Menurut trianto (2009:56),” Dalam belajar kooperatif siswa, dibentuk dalam


kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam
menguasai materi yang diberikan guru”. Menurut Artzt & Newman (1990:448 dalam
trianto, 2009:56) menyatakan bahwa,”dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama
sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan
bersama”.Pembelajaran kooperatif bernaung dalam teori kontruktivis. Pembelajaran
ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin
bekerja kelompok untuk saling membantu memecahlan masalah-masalah yang
kompleks.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok –kelompok


kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan,
jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuannya di bentuk
kelompok tersebur adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk
dapat terlibat secara aktif dalam proses berfikir dan kegiatan belajar. Selama bekerja
dalam kelompok tugas anggota kelompok adalah mrncapai ketuntasan materi yang
disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya untuk mencapai
ketuntasan belajar.

Selama belajar kooperatif siswa tetap berada pada kelompoknya selama


beberapa kali pertemuan. Mereka diajarlan keterampilan-keterampilan khusus agara
dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar
aktif, memberikan penjelasan kepada teman skelompok dengan baik, berdiskusi dan
sebagainya. Agar terlaksana dengan baik siswa diberi lembar kegiatan yang berisi
12

pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama bekerja dalam
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang
disajikan guru dan saling membantu diantara teman sekelompok untuk mencapai
ketuntasan materi. Belajar belum selesai jika slaah satu enggota kelompok belum
menguasai materi pelajaran.

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk


pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012:202). Tidak semua belajar
kelompok dikatakan dengan cooperative learning, seperti yang dijelaskan Abdulhak
(2001:19-20) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses
antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara
peserta belajar itu sendiri”. Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa
yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah
rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok
tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (sanjaya,
2006:239).

2.1.2 Tujuan pembelajaran kooperatif

Ide utama untuk pembelajaran kooperatif adalah siswa bekerja sama untuk
belajar dan bertangung jawab pada kemajuan belajar temannya. Menurut slavin (1995
dalam trianto, 2009:57) menyatakan, “belajar kooperatif menekankan pada tujuan dan
kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok
mencapai tujuan atau penguasaan materi”. Johnson & Johnson (1994 dalam trianti ,
2009:57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan
belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara
individu maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam satu team, maka
dengan sendirimya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai
13

latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan


proses kelompok dan pemecahan masalah (Louisell & Descamps, 1992).

Zamroni (2000, dalam trianto, 2009:57) mengemukakan bahwa manfaat


penerapan belajar kooperatif adalah dapat mengurangi kesenjangan pendidikan
khususnya dalam wujud input pada level individual. Disamping itu belajar kooperatif
dapat mengambangkan solidaritas soaial dikalangan siswa. Dengan belajar kooperatif
diharapkan akan muncul generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang
cemerlang dan memiliki solidaritas yang kuat.

Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran


yang melibatkan siswa bekerjasecara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama
( eggen and kauchak, 1996:279). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah
usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa , memfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya. Menurut trianto (2009:58) terdapat beberapa perbedaan
antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional yang di tunjukkan
pada tabel berikut:

Tabel 1.1 perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar


konvensional

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional


Adanya saling ketergantungan positif, Guru sering membiarkan adanya siswa
saking membantu, dan saling yang mendominasi kelompok atau
memberikan motofasi sehingga ada menggantungkan diri pada kelompok.
interaksi promotif.
Adanya akuntabilitas inividual yang Akuntabbilitas individual sering
mengukur penguasaan materi diabaikan sehinggan tugas-tugas
pelajaran tiap anggota kelompok, dan sering diborong oleh salah seorang
kelompok diberi umpan balik tentang anggota kelompok sedangkan anggota
14

hasil belajar para anggotanya sehingga kelompok yang lainnya hanya


dapat saling mengetahui siapa yang mendompleng keberjasilan
memerlukan bantuan dan siapa yang pemboronr.
dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar heterogen, baik Kelompok belajar biasanya homogen.
dalam kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya
sehingga dapat saling mengetahui
siapa yang memerlukan bantuan dan
siapa yang memberikan bantuan.
Pimpinan kelompok dipilih secara Pemimpin kelompok sering ditentukan
demokratis atau bergilir untuk oleh guru atau kelompok dibiarkan
memberikan pengalaman memimpin untuk memilih pemimpinmya dengan
bagi para anggota kelompok. cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan Keterampilan sosial sering tidak
dalam kerja gotong royong seperti secara langsung diajarkan.
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, memercayai orang
lain, dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang Pemantauan melalui observasi dan
berlangsung guru terus melakukan intervensi sering tidak dilakukan oleh
pemantauan melaui observasi dan guru pada saat belajar kelompok
melakukan invervesi jika terjadi sedang berlangsung.
masalah dalam kerja sama antar
anggota –anggota kelomopok.
Guru memerhatikan secara proses Gurur sering tidak memperhatikan
kelompok yang terjadi dalam proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar. kelompok-kelompok belajar.
Sumber (killen,1996)
15

Struktur tujuan kooperatif dapat terjadi jika siswa dapat mecapai tujuan
mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerja sama mencapai tujuan
tersebut. Tujuan-tujuan pembelajaran ini mencangkup tiga tujuan panting, yaitu hasil
belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan keterampilan
sosial (Ibrahim,dkk, 2000:7).

2.1.3 Karakteristik model pembelajaran kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dala beberapa perfektif, yaitu: (1)


perspektif motivasi artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang slam
kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. (2)
perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam
belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh
keberhasilan. (3) perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interasksi
atara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir
mengolah berbagai informasi (Sanjaya, 2006:242).

Menurut Rusman (2012:207) karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran


kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim
merupakan tempat untuk mecapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus membuat
siswa setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
2) Didasarkan pada manajemen kooperatif
Manajemen memiliki tiga fungsi yaitu : (1) fungsi manajemen sebagai
perencanaan pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan
sesuai dengan perencanaan, dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah di
tentukan. (2) fungsi manajemen sebagai organisasi, menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses
pembelajaran berjalan dengan efektif. (3) fungis manajemen sebagai kontrol,
menunjukkan bahwa dalam manajemen kooperatif perlu ditentukan kriteria
keberhasilan baik melalui bentuk tes mauoun non tes.
3) Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan
dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaraan
kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
16

4) Keterampilan bekerjasama
Kemampuan bekerja sama itu dipraktikan melalui aktivitas dalam kegiatan
pembelajaran secara berkelompok.

2.1.4 Prosedur pembelajaran koperatif

Menurut Rusman (2012:212) Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran


kooperatif pada prinsipnya terdiri dari empat tahap, yaitu sebagai berikut:
1) Penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok
materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahap
ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.
2) Belajar kelompok, tahap ini dilakukan setelah guru memberikan pwnjwlasan
materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah di bentuk sebelumnya.
3) Penilaian, penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes
atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan
memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan
memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya, seperti dijelaskan
sanjaya (2006:247). “hasil akhir setiap siswa adalah pengggabungan keduanya
dan dibagi dua. Nilai setiap kelompok memiliki nilai sama dalam
kelompoknya. Hal ini disebankan nilai kelompok adalah nilai bersama dalam
kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya”.
4) Pengakuan tim, adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim
paling berprestasi untuk kemudia diberikan penghargaan atau hadiah, dengan
harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.

2.1.5 Unsur penting dan prinsip utama pembelajaran kooperatif.

Menurut trianto (2009:60) tedapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif,
yaitu:
1) Pertama, saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa. Dalam
belajar kooperatif siswa merasa bahwa mereka saling bekerja sama untuk
mencapai suatu ujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan
sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil
terhadap suksenya kelompok.
2) Kedua, interaksi anta siswa yang semakin meningkat. Belajar kooperatif akan
meningkatkan interaksi antara siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa
akan membantu siswa yang lain untuk sukses sebagai anggota kelompok.
Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena
kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok.
Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan
mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi tang terjadi dalam belajar
17

kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide mengenai masalah yang
sedang dipelajari bersama.
3) Ketiga, tanggung jawab individual. Tanggung jawab individual dalam belajar
kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (a) membantu siswa
yang membutuhkan bantuan dan (b) siswa tidak dapat hanya sekedar
“membonceng” pada hasil kerja teman jawab siswa dan teman
sekelompoknya.
4) Keempat, keterampilan interpersonal dan kelompok kecil. Dalam belajar
kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari bagaimana berinteraksi dengan
siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersifat sebagai anggota
kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut
keterampilan khusus.
5) Kelima, proses kelompok. Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa
proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok
mendiskusikan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan
membuat hubungan kerja yang baik.

2.1.6 Implikasi model pembelajaraan kooperatif


Menurut Ibrahim, dkk.(2000), bahwa belajar kooperatif dapat
mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik antar siswa,
dan dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Siswa belajar lebih banyak
dari teman mereka dalam belajar kooperatif dari pada guru. Ratumanan (2002)
menyatakan bahwa interaksi yang terjadi dalam belajar kooperatif dapat memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Menurut
Kardi & Nur (2000) belajar kooperatif sangat efektif untuk memperbaiki hubungan
antara suku dan etnis dalam kelas multibudaya danmemperbaiki hubungan antara
siswa normal dan siswa penyandang cacat.
Davidson (1991) memberikan sejumlah implikasi positif dalam pelajaran
dengan menggunakan strategi belajar kooperatif yaitu sebagai berikut:
1. Kelompok kecil memberikan dukungan sosial untuk belajar. Kelompok
kecil membentuk suatu forum diamana siswa menanyakan pertanyaan,
mendiskusikan pendapat, belajar dari pendapat orang lain, memberikan
kritik yang membangun dan menyimpulkan penemuan mereka dalam
bentuk tulisan.
2. Kelompok kecil menawarkan kesempatan untuk sukses bagi semua siswa.
Interaksi dalam kelompok dirancang untuk semua anggota mempelajari
konsep dan strategi pemecahan masalah.
18

3. Suatu masalah idealnya cocok untuk didiskusikan secara kelompok,


sebaba meiliki solusi yang apat di demonstrasikan secara objektif. Seorang
siswa dapat mempengaruhi siswa lain dengan argumen yang logis.
4. Siswa dalam kelompok dapat membantu siswa lain untuk menguasai
masalah-masalah dasar dan prosedur perhitungan yang perlu dalam
konteks permainan, teka teki, atau pembahasan masalah-masalah yang
bermanfaat.
5. Ruang lingkup materi dipenuhi oleh ide-ide menarik dan menantang yang
bermanfaat bila di diskusikan.

Berlajar kooperatif dapat berbeda dalam banyak cara, tetapi dapat


dikategorikan sesuai dengan sifat berikut,(1) tujuan kelompok; (2) tanggung jawab
individual; (3) kesempatan yang sama untuk sukses; (4) kompetisi kelompok; (5)
spesialisasi tugas; dan (6) adaptasi untuk kebutuhan individu (slavin, 1995).

2.1.7 Lingkungan belajar dan sistem pengelola.


Pembelajaran kooperatif bertitik tolak dari pandangan John Dewey dan
Herbert Thelan (Ibrahim, 2000:11) yang menyatkan pendidikan dalam masyarakat
yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokratis secara langsung.
Tingkah laku kooperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi,
dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan tingkah laku
demokrasi.
Proses demokrasi dan peran aktif merupakan siri yang khas dari lingkungan
pembelajaran kooperatif. Dalam pembentukan kelompok, guru menerapkan struktur
tingkat tinggi, dan guru juga mendefenisikan semua prosedur. Meskipun demikian,
guru tidak dibenarkan mengelola tingkah laku siswa dalam kelompok secara ketat,
dan siswa memiliki ruang dan peluang untuk secara bebas mengendalikan aktivitas-
ativitas di dalam kelompoknya. Selain itu, pembelajaran kooperatif menjadi sangat
efektif jika materi pembelajaran tersedia lengkap di kelas, ruang giri, perpustakaan,
ataupun pusat media (Ibrahim, dkk,2000:11).
Ratumanan (2002), menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif
tersebut secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan tersebut yaitu
keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat mahir.
19

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal


1) Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan
tangung jawabnya;
2) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menghentikan teman
dengan tugas tertentu dan mengambil tangung jawab tertentu
dalam kelompok;
3) Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua anggota
kelompok untuk memberikan konstribusi: dan
4) Menngunakan kesepatan, yaitu menyamakan persepsi/pendapat.
b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah.
1) Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik dan
verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik menyerap
informasi;
2) Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau
klarifikasi lebih lanjut;
3) Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan
kalimat berbeda;
4) Memeriksa ketepatan, yaitu membandingkan jawaban, memastikan
bahwa jawaban tersebut benar.
c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan kooperatif tingkat mahir ini antara lain: mengkolaborasi, yaitu
memperluas konsep, membuat kesimpulan dan menghubungkan pendapat-
pendapat dengan topik tertentu.
Apabila diperhatikan secara seksama, maka pembelajaran kooperatif ini
mempunyai ciri-ciri tertentu dibandingkan dengan model lainnya. Arends
(1997:11) menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran
kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompoksecara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajar;
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemapuan
tinggi,sedang dan rendah;
3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, jenis kelamin yang beragam; dan
4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada
individu.
2.1.8 Langkah-langkah pembelajaran kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang
menggunkan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukkan pada tabel
1.2

Fase Tingkah laku guru


Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan
20

Menyampaikan tujuan dan memotivasi pelajaran yang ingin dicapai pada


siswa pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Fase-2 Guru menyampaikan informasi kepana
Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan.
Fase-3 Guru menjelaskan peda siswa
Mengorganusasikan siswa ke dalam bagaimana caranya membentuk
kelompok kooperatif. kelompok belajar dan membantu
setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efesien
Fase-4 Guru membimbing kelompok-
Membimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka
belajar mengerjakan tugas mereka.
Fase-5 Guru mengevalusi hasil belajar
Evalusi tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk
Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.
Sumber: ibrahim, dkk. (2000:10).

2.3 Teams Games Tounament (TGT).


Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tounament (TGT), atau
pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan
Keath Edward (1995). Trianto (2009:83), “Teams Games Tounament (TGT) dapat
digunakan dalam berbagai mata pelajaran, dari ilmu-ilmu eksak, ilmu-ilmu sosial
maupun bahasa dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi”.

Menurut saco (2006), dalam Teams Games Tounament (TGT) siswa


memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh skor bagi
21

tim mereka masing-masing. Permainan dapat disusun guru dalam bentuk kuis berupa
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materu pelajaran. Kadang-kadang
dapat juga diselingi dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kelompok (identitas
kelompok mmereka).

Menurut slavin pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tounament (TGT)


terdiri dari lima tingkah tahapan, yaitu tahapan penyajian kelas (class precentatio),
belajar dalam kelompok (teams), permainan (games), pertandingan (tournament), dan
penghargaan kelompok (team recognition). Berdasarkan apa yang diungkapkan oleh
slavin, maka model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tounament (TGT)
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil;


2. Games tournament;
3. Penghargaan kelompok.

3.1 Langkah-langkah pembelajaran Teams Games Tounament (TGT)


Secara runut implementasinya Teams Games Tounament (TGT) terdiri dari 4
komponen utama, antara lain: (1) presentasi guru (sama dengan STAD); (2)
kelompok belajar (sama dengan STAD); (3) turnament; dan (4) pengenalan
kelompok.
a) Guru menyiapkan:
 Kartu soal
 Lembar kerja siswa
 Alat/bahan
b) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya 5 orang)
c) Guru mengarahkan aturan permainannya.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut: seperti pada model STAD,


model TGT siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang
merupaka canpuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin dan suku. Guru
22

menyiapkan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja di dalam tim mereka untuk
memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya
seluruh siswa dikenai kuis, pada waktu ini mereka tidak dapat saling membantu.

2.3.1 Aturan (skenario) permainan


Dalam suatu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, ke kelompok
penantang I, kelompok penantang II, dan seterusnya sejumlah kelompok yang ada.
Kelompok pembaca, bertugas: (1) ambil kartu bernomor dan cari pertanyaan
pada lembar permainan; (2)baca pertanyaan keras-keras; (3) beri jawaban.
Kelompok penantang kesatu bertugas: menyetujui pembaca atau memberi
jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua: (1) menyetujui
pembaca atau memberi jawaban yang berbeda; dan (2) cek lembar jawaban. Kegiatan
ini dilakukan secara bergiliran (games ruler).

PEMBACA

PENANTANG PENANTANG
KEDUA PERTAMA

Gambar 1.1 games rulers

2.3.3 Sistem perhitungan poin tournamen


Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu mereka sendiri, dan
poin diberikan berdasarkan pada seberapa jauh siswa menyamai atau melampaui
prestasi yang laluinya sendiri. Poin tiap anggota tim dijumlah untuk medapat skor
23

tim, dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi sertifikat atau ganjaran
(award) yang lain.

2.4 Berpikir Kritis


2.4.1 Pengertian berpikir kritis

Menurut Sardiman (1996: 45), berpikir merupakan aktivitas mental untuk


dapat merumuskan pengertian, mensintesis, dan menarik kesimpulan. Ngalim
Purwanto (2007: 43) berpendapat bahwa berpikir adalah satu keaktifan pribadi
manusia yang mengakibatkan penemuanterarah kepada suatu tujuan. Manusiaberpikir
untuk menemukan pemahaman/pengertian yang di kehendakinya. Santrock (2011:
357) juga mengemukakan pendapatnya bahwa berpikir adalah memanipulasi atau
mengelola dan mentransformasi informasi dalam memori. Berpikir sering dilakukan
untuk membentuk konsep, bernalar dan bepikir secara kritis, membuat keputusan,
berpikir kreatif, dan memecahkan masalah.

Menurut Santrock (2011: 359), pemikiran kritis adalah pemikiran reflektif dan
produktif, sertamelibatkan evaluasi bukti. Jensen (2011: 195) berpendapat bahwa
berpikir kritis berarti proses mental yang efektif dan handal, digunakan dalam
mengejar pengetahuan yang relevan dan benar tentang dunia. Cece Wijaya (2010: 72)
juga mengungkapkan gagasannya mengenai kemampuan berpikir kritis, yaitu
kegiatan menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik, membedakannya
secara tajam, memilih, mengidentifikasi, mengkaji dan mengembangkannya ke arah
yang lebih sempurna.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, dapat diambil kesimpulan


mengenai pengertian kemampuan berpikir kritis yaitu sebuah kemampuan yang
dimiliki setiap orang untuk menganalisis ide atau gagasan ke arah yang lebih spesifik
untuk mengejar pengetahuan yang relevan tentang dunia dengan melibatkan evaluasi
bukti. Kemampuan berpikir kritis sangat diperlukan untuk menganalisis suatu
24

permasalahan hingga pada tahap pencarian solusi untuk menyelesaikan permasalahan


tersebut.

2.4.2 Tujuan berpikir kritis

Menurut Sapriya (2011: 87), tujuan berpikir kritis ialah untuk menguji suatu
pendapat atau ide, termasuk di dalamnya melakukan pertimbangan atau pemikiran
yang didasarkan pada pendapat yang diajukan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut
biasanya didukung oleh kriteria yang dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan
berpikir kritis dapat mendorong siswa memunculkan ide-ide atau pemikiran baru
mengenai permasalahan tentang dunia. Siswa akan dilatih bagaimana menyeleksi
berbagaipendapat, sehingga dapat membedakan mana pendapat yang relevan dan
tidak relevan, mana pendapat yang benar dan tidak benar. Mengembangkan
kemampuan berpikir kritis siswa dapat membantu siswa membuat kesimpulan dengan
mempertimbangkan data dan fakta yang terjadi di lapangan.

Berikut ini beberapa keterampilan yang harus ditekankan pada level


pengembangan abstraksi dalam mengajarkan pemecahan masalah dan berpikir kritis
menurut Jensen (2011: 199-200):“1) Mengumpulkan informasi dan memanfaatkan
sumber daya; 2) Mengembangkan fleksibilitas dalam bentuk dan gaya; 3)
Meramalkan; 4) Mengajukan pertanyaan bermutu tinggi; 5) Mempertimbangkan
bukti sebelum menarik kesimpulan; 6) Menggunakan metafor dan model; 7)
Menganalisis dan meramalkan informasi; 8) Mengkonseptualisasikan strategi
(misalnya pemetaan pikiran, mendaftarkan pro dan kontra, membuat bagan); 9)
Bertransaksi secara produktif dengan ambiguitas, perbedaan, dan kebaruan; 10)
Menghasilkan kemungkinan dan probabilitas (misalnya brainstroming, formula,
survei, sebab dan akibat); 11) Mengembangkan keterampilan debat dan diskusi; 12)
Mengidentifikasi kesalahan, kesenjangan, dan ketidak-logisan; 13) Memeriksa
pendekatan alternatif (misalnya, pergeseran bingkai rujukan, pemikiran luar kotak);
14) Mengembangkan strategi pengujian-hipotesis; 15) Menganalisis risiko; 16)
Mengembangkan objektivitas; 17) Mendeteksi generalisasi dan pola (misalnya,
25

mengidentifikasi dan mengorganisasikan informasi, menterjemahkan informasi,


melintasi aplikasi); 18) Mengurutkan peristiwa.”

2.4.3 Ciri-ciri berpikir kritis

Kemampuan berpikir kritis merupakan salahsatukemampuan yang sangat


diperlukan dalam pemecahan masalah.Terdapat ciri-ciri tertentuyang dapat
diamatiuntuk mengetahui bagaiamana tingkat kemampuan berpikir kritis seseorang.
Berikut ini ciri-ciri berpikir kritis menurut Cece Wijaya (2010: 72-73):„‟1) Mengenal
secara rinci bagian-bagian dari keseluruhan; 2) Pandai mendeteksi permasalahan; 3)
Mampu membedakan ide yang relevan dengan yang tidak relevan; 4) Mampu
membedakan fakta dengan diksi atau pendapat; 5) Mampu mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan atau kesenjangan-kesenjangan informasi; 6) Dapat
membedakan argumentasi logis dan tidak logis; 7) Mampu mengembangkan kriteria
atau standar penilaian data; 8) Suka mengumpulkan data untuk pembuktian faktual;
9) Dapat membedakan diantara kritik membangun dan merusak; 10) Mampu
mengidentifikasi pandangan perspektif yang bersifat ganda yang berkaitan dengan
data; 11) Mampu mengetesasumsi dengan cerrmat; 12) Mampu mengkaji ide yang
bertentangan dengan peristiwa dalam lingkungan; 13) Mampu mengidentifikasi
atribut-atribut manusia, tempat dan benda, seperti dalam sifat, bentuk, wujud, dan
lain-lain; 14) Mampu mendaftar segala akibat yang mungkin terjadi atau alternatif
pemecahan terhadap masalah, ide, dan situasi; 15) Mampu membuat hubungan yang
berurutan antara satu masalah dengan masalah lainnya; 16) Mampu menarik
kesimpulan generalisasi dari data yang telah tersedia dengan data yang diperoleh dari
lapangan; 17) Mampu menggambarkan konklusi dengan cermat dari data yang
tersedia; 18) Mampu membuat prediksi dari informasi yang tersedia; 19) Dapat
membedakan konklusi yang salah dan tepat terhadap informasi yang diterimanya; 20)
Mampu menarik kesimpulan dari data yang telah ada dan terseleksi; ...”.
Secara garis besar, peneliti membagi ciri-ciri berpikir kritis tersebut ke dalam
6 pokok indikator. Pemilihan 6 ciri berpikir kritis ini didasarkan pada langkah-
26

langkah pendekatan SAVI model pembelajaran berbasis masalah,sehingga dapat


dijadikan sebagai indikator untuk mengamati kemampuan berpikir kritis siswa. Ciri-
ciri berpikirkritis tersebut antara lain:1) Pandai mendeteksi permasalahan; 2) Suka
mengumpulkan data untuk pembuktian faktual; 3) Mampu menginterpretasi gambar
atau kartun;4) Mampu membuat interpretasi pengertian, definisi, reasoning, dan isu
kontroversi; 5) Mampu mendaftar segala akibat yang mungkin terjadi atau alternatif
pemecahan terhadap masalah, ide, dan situasi; 6) Mampumenarik kesimpulan dari
data yang telah ada dan terseleksi.
2.4.4 Indikator kemampuan berpikir kritis
Terdapat 12 indikator berpikir kritis yang terangkum dalam lima kelompok
berpikir kritis menurut Enis dan Hanumi (2007) , yaitu memberikan penjelasan
sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat penjelasan
lebih lanjut. Kemudian 12 indikator tersebut dijabarkan dalam beberapa sub indikator
seperti pada tabel 1.3 berikut:

No Aspek Indikator Sub-Indikator


kelompok
27

1. Elementary Memfokuskan 1. Mengindentifikasi atau


clarification pertanyaan merumuskan pertanyaan.
(memberikan 2. Mengindentifikasi atau
penjelasan merumuskan kriteria untuk
sederhana) mempertimbangkan kemungkinan
jawaban.
3. Menjaga kondisi berfikir.

Menganalisis 1. Mengindentifikasi kesimpulan


argumen 2. Mengindentifikasi kalimat
pernyataan
3. Mengindentifikasi kalimat bukan
pernyataan
4. Mengindentifikasi dan menangani
kalimat ketidak tepatan
5. Melihat struktur dari suatu
argumen
6. Membuat ringkasan

Bertanya dan 1. Memberikan penjelasan sederhana


menjawab (mengapa, apa ide utamamu, apa
pertanyaan yang anda maksud denga, apa
yang membuat perbedaan, apakah
faktanya, inikah yang anda
katakan, dapatkah anda katakan ,
dapatkah anda mengatakan
beberapa hal itu)
2. Menyebuykan contoh (sebutkan
contoh dari, sebutkan yang bukan
contoh)
28

2. Basic support Mempertimbangkan 1. Mempertimbangkan kemenarikan


(membangun apakah sumber konflik
keterampilan) dapat dipercaya 2. Mempertimbangkan kesesuaian
atau tidak sumber
3. Mempertimbangkan reputasi
4. Mempertimbangkan
menggunakan prosedur yang tepat
5. Mempertimbangkan resiko untuk
reputasi
6. Kemampuan untuk memberikan
alasan
7. Kebiasaan berhati-hati

Mengobservasi dan 1. Melibatkan sedikit dugaan


mempertimbangkan 2. Menggunakan waktu yang singkat
laporan observasi antara obsevasi dan laporan
3. Melaporkan hasil observasi
4. Menggunakan bukti-bukti yang
benar
5. Menggunakan akses yang benar
6. Menggnakan teknologi
7. Mempertanggung jawabkan hasil
observasi
3. Inference Mendedukasi dan 1. Siklus logika
(menyimpulkan) mempertimbangkan 2. Mengkomdidikan logika
hasil dedukasi 3. Menyatakan tafsiran

Menginduksi dan 1. Menggunakan hal yang umum


mempertimbangkan 2. Menggunakan kesimpulan dan
hasil induksi hipotesis (mengemukakan
29

hipotesis, merancang eksperimen,


menarik kesimpulan sesuai fakta,
menarik kesimpulan dari hasil
menyelidiki)
Membuat dan 1. Membuat dan menentukan hasil
menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar
pertimbangan belakang fakta-fakta
2. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan
penerapan fakta
3. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan berdasarkan akibat
4. Membuat dan menentukan hasil
pertimbangan keseimbangan
masalah
4. Advanced Mengindentifikasi 1. Membuat bentuk defenisi
clarification istilah dan (sinonim,klarifikasi, rentang,
(memberikan mempertimbangkan ekivalen, operasional, contoh, dan
penjelasan suatu definisi bukan contoh)
lanjutan) 2. Strategi membuat definisi
(bertindak dengan memberikan
penjelasan lanjut,
mengindentifikasi dan menangani
ketidak benaran yang disengaja)
Berinteraksi dengan 3. Membuat isi defenisi
orang lain
1. Penjelasan bukan pernyataan
2. Mengontruksi argumen
30

5. Strategi and Menetukan suatu 1. Mengungkap masalah


tactics (mengatur tindakan 2. Memilih kriteria untuk
strategi dan mempertimbangkan solusi yang
taktik) mungkin
3. Merumuskan solusi alternative
4. Menentukan tindalan sementara
5. Mengulamh kembali
6. Mengamati penerapannya

Berinteraksi dengan 1. Menggunakan argumen


orang lain 2. Menggunakan strategi logika
3. Menggunakan strategi retorika
4. Menunjukkan posisi, orasi atau
tulisan
(sumber: Hanumi Oktyanti Rusdi, 2007)

2.5 pemanasan global


2.5.1 pengertian pemanasan global

Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata


permukaan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat
0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama beberapa tahun terakhir.
Pemanasan global (global warming) merupakan masalah serius yang sedang
mengancam bumi kita saat ini. Pemanasan global terjadi ketika ada konsentrasi
gas-gas tertentu yang dikenal dengan gas rumah kaca, yang terus bertambah di
udara. Disebut gas rumah kaca karena sistem kerja gas-gas tersebut di atmosfer
bumi mirip dengan cara kerja rumah kaca yang berfungsi menahan panas
matahari di dalamnya agar suhu di dalam rumah kaca tetap hangat.
31

2.5.2 Penyebab pemanasan global


Ada beberapa penyebab terjadinya pemanasan global antara lain yaitu
1. Penggunaan CFC(Chloro Fluoro Carbons) pada perangkat pendingin
2. Gas CO  (karbon monoksida ) dari kendaraan bermotor
3. Efek rumah kaca (disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida
(CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer.
Kenaikan konsentrasi gas CO2 juga disebabkan oleh kenaikan pembakaran
bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui
kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya). Pada bab ini kita
akan membahas efek rumah kaca sebagai salah satu penyebab pemanasan global.

2.5.3 Efek rumah kaca


Efek rumah kaca adalah merupakan proses pemanasan permukaan suatu
benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh emisi karbon dan
keadaan atmosfer. Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk
hidup yang ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin.
Dengan suhu rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas
33 °C (59 °F) dari suhu semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya
-18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global. Untuk lebih jelas lihatlah skema proses
pemanasan global di bawah ini :

Gambar 2. Skema proses pemanasan global


                  Dari skema gambar 2 diatas Proses ini diawali dari cahaya tapak dari matahari
sebagian dikembalikan ke angkasa dan sebagian lagi diserap oleh bumi (yang mana
pantulan tersebut dikembalikan lagi dalam wujud radiasi inframerah). Radiasi
32

matahari yang melewati bumi melalui atmosfer, karena semakin banyak radiasi
matahari di lapisan atmosfer bumi, sehingga menyebabkan lapisan ozon. Kebanyakan
dari radiasi matahari diserap oleh permukaan bumi dan memancarkan radiasi
panas. Radiasi inframerah dipancarkan oleh permukaan bumi, radiasi inframerah
yang dipancarkan kembali oleh bumi diserap oleh CO2 di atmosfer yang kemudian
sebagian dipancarkan ke angkasa (a) sebagian lagi dikembalikan ke atmosfer bumi
dan (b) CO2 yang kembali ke atmosfer bumi itulah yang disebut dengan pemanasan
global (global warming).

2.5.4 Hubungan Pemanasan Global dengan Efek Rumah Kaca 

Bumi ini sebetulnya secara alami menjadi panas karena radiasi panas matahari
yang masuk ke atmosfer. Panas ini sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu
dipantulkan kembali ke angkasa. Karena ada gas rumah kaca di atmosfer, di
antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O), sebagian panas
tetap ada di atmosfer sehingga Bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat
(60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan manusia untuk bisa bertahan hidup.
Mekanisme inilah yang disebut efek gas rumah kaca. Tanpa efek gas rumah kaca,
suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -18ºC. Karena sekarang ini terlalu banyak gas
rumah kaca di atmosfer, terlalu banyak panas yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi
menjadi semakin panas.

2.5.5 Emisi karbon

Emisi karbon adalah gas-gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa
yang mngandung karbon, contoh CO2, merupakan gas buang dari pembakaran
bensin, solar, kayu, daun, gas LPG (elpiji) dan bahan bakar lain yang banyak
mengandung hidro karbon (senyawa yang mengandung hidrogen dan karbon) Contoh
lain, CFC (Chlor Fluoro Karbon) dari Gas Pendingin (gas Freon) pada AC, Kulkast,
Cat Piloks, Obat nyamuk semprot, Hair spray semprot, dll. Bisa juga emisi karbon
berupa atom Karbon (C) yang terlepas ke udara saat terjadi peristiwa pembakaran
33

seperti jelaga, butiran-butiran karbon yang berwarna hitam saat kita meyulut ban
bekas, membakar aspal, membakar lilin.

2.5.5 Perubahan iklim/ cuaca yang semakim ekstrim

NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin


ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa
dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di
tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan
kecenderungan semakin lama semakin kuat. betapa panasnya suhu di sekitar Anda
belakangan ini. Anda juga dapat melihat betapa tidak dapat diprediksinya kedatangan
musim hujan ataupun kemarau yang mengakibatkan kerugian bagi petani karena
musim tanam yang seharusnya dilakukan pada musim kemarau ternyata malah hujan.
Anda juga dapat melihat badai ekstrim yang belum pernah melanda wilayah-wilayah
tertentu di Indonesia. belakangan ini kita makin sering dilanda badai-badai yang
mengganggu jalannya pelayaran dan pengangkutan baik via laut maupun udara.

2.5.6 Dampak pemanasan global


1. Mencair es di kutub di kutub selatan
Pemanasan Global berdampak langsung pada terus mencairnya es di daerah
kutub utara dan kutub selatan.

2. Permukaan air laut


Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada
naiknya level permukaan air laut.
3. Suhu global cenderung meningkat
Peningkatan suhu di Lautan Pasifik. Hal ini mengubah pola tiupan angin lazim
dari darat ke laut akibat perbezaan tekanan yang hebat. Kesannya angin
kencang bertiup ke barat Pasifik menyebabkan cuaca panas dan angin lembab
pula bertiup ke timur Pasifik menyebabkan kejadian ribut, banjir dan taufan.
34

4. Kekeringan tanah
Suhu bumi yang tinggi menyebabkan tanah- tanah yang subur menjadi tandus
dan tidak sesuai bagi aktivitas pertanian. Tanaman juga tidak dapat hidup
dengan subur seterusnya mengurangkan hasil pertanian.
5. Habisnya gletser (sumber air bersih dunia)
Mencairnya gletser-gletser dunia mengancam ketersediaan air bersih, dan
pada jangka panjang akan turut menyumbang peningkatan level air laut
dunia.
2.5.7 Alternatif solusi pemanasan global
Dari segala permasalahan penyebab pemanasan global yang sangat merugikan
bumi, mari kita menjaga bumi kita tercinta. Dengan melakukan beberapa
alternaif antara lain:
1. Berhenti atau kurangilah makan daging
2. Batasilah emisi karbon dioksida
3. Tanamlah lebih banyak pohon
4. Daur ulang (Recycle) dan gunakan ulang (Reuse)
5. Gunakan alat transportasi alternatif untuk mengurangi emisi karbon
6. Berpergian ke tempat yang ramah lingkungan
7. Beli makanan yang mengandung unsur organik
8. Gunakan lampu hemat energi
9. Gunakan kipas angin
10. Jemur pakaian dibawah sinar matahari
2.5.8 Kesepakatan internasional

Pemanasan global sudah menjadi isu internasional. Bahkan, keresahan dunia


ini terwujud dalam konferensi Kyoto pada Desember 1997. Persetujuan konferensi itu
berlaku mulai 16 Februari 2005. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap
Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yakni sebuah
persetujuan internasional mengenai pemanasan global.Negara-negara yang
meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon
35

dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto
diprediksi akan mengurangi rata-rata pemanasan global antara 0,02°C dan 0,28°C
pada tahun 2050.

Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol tersebut,


termasuk Kanada, Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia, 25 negara anggota
Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Untuk mencapai protokol Kyoto ini, semua
negara terus menciptakan teknologi yang ramah lingkungan, terutama negara maju.
Karena, negara maju yang banyak mengeluarkan CO2 penyebab rumah kaca.

2.6 kerangka pemikiran

KENYATAAN
sebagian besar pembelajaran yang dilakukan dikelas belum HARAPAN
menggunakan model pembelajaran yang menyenangkan Guru menggunakan model pembelajaran yang
sehingga siswa merasa bosan dalam proses pembelajaran. menyenangkan dalam proses pembelajaran.

Guru mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa.


guru kurasng mengasah kemampuan berpikir siswa dikelas.

MASALAH
Model pembelajaran yang diterapkan guru kurang menyenangkan dan kurang mengoptimalkan kemampuan berpikir kritis siswa.
PENELITIAN YANG RELEVAN
Era anjarwati (2015) Efeektivitas Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team 36
TEORI KONSEP
Game Tournament (Tgt) Berbantu Metode pembelajaran kooperatif TGT adalah proses
pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil dengan
Media Roda PutarTerhadap fasilitator teman sejawat yang memiliki kriteria tertentu
Kemampuan Berpikir Kritis Peserta sehingga para siswa merasa lebih fair , senang, dan terjadi
konstruksi pengetahuan yang lebih kuat diantara mereka.
Didik Smp di kelas VIII pada materi Diskusi dalam bentuk
gelombang. kelompokkelompok kecil ini sangat efektif untuk
memudahkan siswa dalam memahami materi dan
memecahkan suatu permasalahan.

SOLUSI
Menerapkan pembelajaran Model Kooperatif Tipe
Team Games Turnament (TGT) Untuk Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMA
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian


Tempat dan waktu penelitian ini di SMA Negeri 4 Takengon pada bulan
maret

3.2 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan


kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data berupa nilai
atau angka. Pada penelitian ini, nilai atau angka yang diperoleh tersebut kemudian
diolah untuk diketahui pengaruh yang timbul dari suatu perlakuan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian
eksperimen. Sukardi (2007:179) mengemukakan bahwa, Jenis eksperimen adalah
suatu cara untuk mengetahui sebab akibat dari dua faktor yang sengaja
ditimbulkan oleh peneliti dengan mengurangi faktor – faktor yang lain. Jenis ini
selalu digunakan untuk melihat dari suatu perlakuan. Desain dalam penelitian ini
adalah menggunakan Quasi Experimental Design (eksperimen semu), yaitu jenis
eksperimen yang mempunyai kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi
eksperimen (Sugiyono, 2012). Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah
non-equivalent control group design.
Sebelum diberikan treatment, baik kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol diberi test yaitu pretest, dengan maksud utnuk mengetahui keadaan
kelompok sebelum treatment. Kemudian setelah diberikan treatment, kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol diberikan test yaitu posttest, untuk mengetahui
keadaan kelompok setelah treatment. Berikut merupakan tabel quasi experimental
design model non-equivalent control group design (Sugiyono, 2012).
38

Tabel 1.4. Quasi Experimental Design


Sekolah Kelas Pretest Perlakua Posttest
n
SMA Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 O4

Sumber: Sugiyono (2012)

Keterangan:

X = treatment yang diberikan (Variabel Independen)

O = Observasi (Variabel Dependen)

Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah SMA Negeri 4 Takengon.
Sedangkan waktu penelitian ini direncanakan dan dilaksanakan pada bulan maret
2020 sampai dengan selesai.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2015:17), “Populasi adalah wilayah generalisasi


yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya”. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI
SMA Negeri 4 Takengon.

3.3.2 Sampel
Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Arifin
(2012:216) menyatakan, “Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan
diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam
39

bentuk mini (miniatur population).”. Dalam hal ini Sutrisno Hadi (1995:73),
berpendapat bahwa tidak ada ketentuan yang mutlak berapa sampel yang harus
diambil dari populasi.
Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik porpusive sampling. Menurut Sugiyono (2013:124) ”Purposive
Sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu”.
Purposive Sampling digunakan apabila sasaran sampel yang diteliti telah
memiliki karakteristik tertentu, sehingga tidak mungkin diambil sampel lain
yang tidak memenuhi karakteristik. Karakteristik sampel ditetapkan oleh
peneliti sesuai dengan tujuan penelitian.Adapun pertimbangan yang dijadikan
acuan adalah terlalu banyaknya populasi sehingga akan menyebabkan waktu
penelitian yang cukup lama. Dengan demikian, sampel pada penelitian ini
adalah siswa kelas XI.2 dan XI.3 dengan jumlah total 64 orang siswa.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data secara relevan, maka teknik pengumpulan data
yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode test.
Adapun tahapan-tahapan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.4.1 Tahap persiapan
Pokok bahasan yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemanasan
global, langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun perangkat test , test
hasil belajar, serta menyiapkan RPP siswa sesuai dengan materi. Selanjutnya
melakukan uji coba instrument tes awal dan test hasil belajar kemudian
dilanjutkan analisis instrument tersebut.
3.4.2 Tahap Eksperimen / Treatment
Terlebih dahulu melakukan tes awal, kemudian dari hasil tersebut
dilakukan eksperiment. Karena pada penelitian ini menggunakan one group
pretest-posttest design, maka hanya ada satu kelas yang diambil yang dijadikan
kelas eksperiment untuk diambil hasil pretest dan hasil posttestnya.
3.4.3 Tahap Akhir
40

Setelah tahap eksperimen/treatment dilakukan, kemudian dilanjutkan


dengan tahap akhir untuk memperoleh data test hasil belajar fisika tentang
pemanasan global, dengan cara test hasil belajar dari eksperimen yang
dilakukan.

3.5 Teknik Analisis Data


Dari data yang masih bersifat kuantitatif, penelitian ini menggunakan
analisis data statistik dengan langkah-langkah sebagai berikut ini:
3.5.1 Analisis Pendahuluan
Analisis pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
Instrumen. Sebelum instrumen tersebut digunakan diuji cobakan terlebih dahulu
untuk mengetahui kelayakan instrumen tersebut untuk dijadikan instrumen
penelitian. Adapun instrumen yang diujikan meliputi tes awal dan tes hasil
belajar fisika. Tujuan dari uji coba instrumen untuk mengetahui kualitas tes
yang meliputi :
3.5.1 Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal ditentukan berdasarkan banyak siswa yang
menjawab soal dengan benar dibagi jumlah seluruh siswa peserta tes. Rumus
yang digunakan adalah sebagai berikut :
B
P=
JS
Keteragan :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
Js = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Tabel 1.5 Kriteria Tingkat Kesukaran Butir Soal
Nilai Keterangan
0,00 sampai 0,30 Sukar
0,31 sampai 0,70 Sedang
0,71 sampai 1,00 Mudah
Sumber : Arikunto, 2004
41

3.5.2 Daya Pembeda


Daya pembeda butir soal bertujuan untuk mengukur sejauh mana butir
soal tertentu. Untuk menghitung digunakan rumus sebagai berikut :
BA BB
D= − =P A −P B
JA JB
Keterangan :
D = Daya beda
B A= Banyak peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB = Banyak peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar
J A = Banyaknya peserta kelompok atas
J B = Banyaknya peserta kelompok bawak
Tabel 1.6 Kriteria Daya Beda
Nilai Keterangan
0,00 – 0,20 Jelek
0,20 – 0,40 Cukup

0,40 – 0,70 Baik

0,70 – 1,00 Baik Sekali

Sumber : Arikunto, 2004


3.5.3 Uji Validitas Soal Tes
Arikunto (2002:146) mengemukakan Uji validitas digunakan untuk
mengetahui apakah alat prnilaian yang digunakan sudah tepat untuk menilai
apa yang sebenarnya dinilai. Analisis validitas digunakan dengan
menggunakan korelasi product moment dengan angka kasar. Rumus antara
koefisien antara variabel X dan Y adalah sebagai berikut :

NΣXY −(ΣX )(ΣY )


R XY =
√{ NΣX 2−¿ ¿ ¿
42

Keterangan :
RXY = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
X = Skor item
Y = Jumlah skor
N = Jumlah sampel
Setelah memperoleh harga rxy kemudian dikonsultasikan dengan r
produxt moment dengan interval kepercayaan 95 %. Jika rxy>r product moment
maka soal tersebut dikatakan valid.
3.5.4 Reabilitas
Menurut Arikunto (2002:156), “ Analisis reabilitas digunakan untuk
mengetahui keterandalan soal yang digunakan. Reabilitas soal adalah ketetapan
dalam analisis reabilitas instrument tes soal menggunakan rumus untuk
mengetahui reabilitas adalah dengan rumus sebagai berikut :

Vs
(
r 11 = 1−
Vr )
Keterangan :
r 11 = Reabilitas seluruh soal
V s = Varians sisa
V r = Varians responden

Klasifikasi reabilitas soal adalah sebagai berikut :

r11 < 0,20 : Sangat rendah

0,20 < r11 < 0,40 : Rendah

0,40 < r11 < 0,60 : Sedang

0,60 < r11 < 0,80 : Tinggi

0,80 < r11 < 1,00 : Sangat tinggi


43

Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan dengan r product


moment dengan interval kepercayaan 95 %. Jika harga rhitung > rtabel Product
moment, maka soal tersebut dikatakan reliable.
3.5.5 Analisis Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang
diteliti berdistribusi normal atau tidak, yaitu menggunakan uji chi kuadrat .
Adapun rumus uji chi kuadrat adalah sebagai berikut :
K
2
χ hitung=∑ ¿ ¿ ¿¿
1=1

Keterangan :
χ 2 = Chi kuadrat
O i = Frekuensi hasil pengamatan
Ei = Frekuensi harapan
Setelah angka nilai χ 2 hitung diperoleh, kemudian nilai χ 2 hitung
dibandingkan dengan nilai χ 2 tabel dengan taraf signifikan 0,05 pada dk 3
dengan mengacu pada table chi kuadrat. Ketentuan jika χ 2 hitung< χ 2 tabel
maka distribusi data dinyatakan tidak normal.
3.5.6 Analisis Uji Homogenitas
Menurut Sudjana (2005:250), ”Uji homogenitas digunakan untuk
mengetahui apakah sampel yang diperoleh homogeny atau tidak. Apakah
kesimpulan menunjukkan kelompok data homogeny, maka data yang
berasal dari populasi yang sama dan layak untuk diuji statistic parametrik”.
Uji homogenitas yang digunakan menggunakan rumus :
Variansterbesar
F=
Varians terkecil
44

Selanjutnya menentukan besar Ftabel menggunakan taraf signifikan sebesar


0,05 dengan dk = n – 1 . Dengan kriteria pengujian terima, jika F hitung≤Ftabel
berarti kedua data adalah homogen.
3.5.7 Analisis Uji Hipotesis Penelitian
Data dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif, maka akan
diolah menggunakan rumus statistic yaitu uji t (test) . Sudjana (2002:239)
mengemukakan uji test merupakan suatu uji yang dilakukan dalam suatu
statistic untuk melihat perbedaan antara variabel yang menjadi target
seorang peneliti. Adapaun rumus dari uji t (test) untuk one group pretest
posttest adalah paired sample t test. Paired sample t test merupakan
prosedur yang digunakan untuk membandingkan rata-rata dua variable
dalam satu group. Artinya analisis ini berguna untuk melakukan pengujian
terhadap satu sampel yang mendapatkan suatu treatment yang kemudian
akan dibandingkan rata-rata dari sampel tersebut antara sebelum dan
sesudah treatment. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

x 1−x 2
t=
1 1
S
√ +
n1 n2

(Sudjana, 2005:240)

( n1−1 ) S12 + ( n2 −1 ) S 22
Dengan : S2 =
n1 +n 2−2

Keterangan :

x 1 = skor rata-rata kelas eksperimen

x 2 = skor rata-rata kelas kontrol


45

n1 = jumlah sampel kelas ekperimen

S1 = varians kelas eksperimen

Adapun rumus korelasi yang digunakan adalah sebagai berikut:


r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿
(Arifin, 2012:279)

Keterangan:
r xy = Koefisien korelasi antara variabel x dan y
N=¿ Jumlah peserta (sampel penelitian)
X =¿ Nilai skor X ( sebelum perlakuan )
Y =¿Nilai skor Y (sesudah perlakuan)
3.6 Alur Penelitian

Persiapan

Pembuatan instrument

Penentuan populasi dan


sampel

Kelas eksperimen Kelas kontrol

Observasi atau penilaian


aktivitas belajar siswa saat
Pembelajaran menggunakan pembelajaran Pembelajaran menggunakan
model TGT model pembelajaran langsung

Post-test
Analisis data
46

Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Alifia Kurniawan. 2018. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Untuk Meningkatkan Kerjasama Siswa Kelas X Mipa 2 Sma Negeri 2 Surakarta.
Jurnal Materi Dan Pembelajaran Fisika Volume 2 Nomor 8 2018 ISSN:2089-6158.

Anna Farhya Ulfa, I Ketut Mahardika Dan Agus Abdul Gani. Model Kooperatif TGT
Dalam Pelajaran Fisika Di Man 2 Jember. Jurnal Edukasi Unej II(2):12-15.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Pratik. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Halimatus Sakdiah, Petri Reni Sasmita. 2018. Pengaruh Model Pembelajaran TGT
Berbantukan Media Simulasi Phet Dalam Meningkatkan Hasil Belajar. Jurnal
Pendidikan Fisika Vol 6 No 2 September 2018.

Priska Ari Angraini Dan Dwi Sulisworo. 2016. Efektifitas Model Pembelajaran TGT
Berbantukan Aplikasi Mobile Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan
Suhu Dan Kalor. Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Ahmad Dahlan.

Pritya Ningtiyas, Heri Siswaya. 2012. Penggunaan Metode Kooperatif Tipe TGT
Dilengkapi Modul Dan Lks Ditinjau Dari Aktifitas Siswa. Jurnal Pembelajaran
Ffisika ISSN:2086-2407 Vol 3 No 1 April 2012.

Safniyeti, Abas Dan Aceng Ruyani. 2017. Penerapan Model Pembelajaran


Kooperatif Tipe TGT Di Kelas X Sman 4 Kota Bengkulu. Jurnal Pendidikan Biologi
Uin Mataram Volume X Nomor 1 Juni 2017.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiono. 2010. Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif , Kualitatif Dan Rnd.


BANDUNG : Alfabeta.

Supranto.1988. Statistik Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga.


48

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori Dan Aplikasi Paikem.


Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Wahdah Rochmawati, Widha Sunarno Dan Suparmi. 2013. Pembelajaran Fisika


Menggunakan TGT Melalui Teka Teki Silang Dan Kartu Di Tinjau Dari Kemampuan
Verbal Dan Gaya Belajar Siswa. Jurnal Inkuiri ISSN:2252:7893 Vol 2 No 1 2013
Hal 66-75.

Walpole, E. Ronald. Pengantar Statistik. . Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

Yoko Hartanto, Bayu Insanistyo Dan Arwin. 2017. Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan Keterampilan Passing Kaki Bagian
Dalam Permainan Nola Pada Siswa Kelas X Teknik Informatika Smk Negeri 8
Bengkulu Utara. Jurnal Pendidikan Jasmani 1(2) 2017.

Zakiya Arummaisha, Nurmiyati, Muzzazinah Dan Sri Untari. 2018. Penerapan


Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Dengan Puzzle Untuk Meningkatkan
Keaktifan Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Mipa 5 Sma Negeri Kartasura. Byology
Education Conference Volume 15 Nomor 1 Halaman 146-152.

Http://Staffnew.Uny.Ac.Id/Upload/132309687/Pendidikan/Iv-Usaha_Energi.Pdf

Http://File.Upi.Edu/Direktori/DUAL-MODES/KONSEP_DASAR_FISIKA/BBM_4_
%28Usaha_Dan_Energi%29_KD_Fisika.Pdf

Http://File.Upi.Edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._FISIKA/197705012001122-
LINA_AVIYANTI/5._Usaha_Dan_Energi.Pdf

Anda mungkin juga menyukai