BAB I
PENDAHULUAN
protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat dan salah satu jenis ternak
prospek yang sangat baik, karena entok mempunyai laju pertumbuhan dan
bobot karkas yang lebih baik dibandingkan dengan jenis itik yang lain
(Steklenev 1990; Solomon et al., 2006). Daging entok dikenal sebagai daging
berkualitas tinggi karena mengandung kadar lemak rendah dan dengan cita
rasa yang gurih dan spesifik (Bakrie et al., 2003; Damayanti 2006; Solomon
et al. ,2006).
Penambahan zat tertentu pada suatu bahan pangan sudah sering dilakukan
asam cuka sebagai bahan pengawet, karena asam asetat adalah asam organik
1
sehingga lebih aman dan tidak menyebabkan efek samping yang
efek positif pada daging dan resiko kehilangan air pada saat pengolahan akan
lebih sedikit dan mempertahankan kualitas karena hampir tidak ada batas
penggunaan asam asetat untuk makanan dalam jangka waktu yang lama tidak
penelitian dengan judul pemanfaatan asam asetat pada daging entok terhadap
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
(Cairina moschata)
2
1.4 Hipotesis
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
nama, berdasarkan nama daerahnya yaitu entog di ambil dari bahasa Sunda,
sedangkan bahasa Jawanya adalah mentok. Nama lainnya adalah itik manila
dan itik serati atau dalam bahasa Inggris disebut Muscovy duck (Aminuddin,
2014).
dibandingkan dengan jenis itik yang lain (Steklenev 1990; Solomon et al,
mengandung kadar lemak rendah dan dengan cita rasa yang gurih dan spesifik
salah satu unggas yang toleran pada pakan berkualitas rendah dan relatif
tahan terhadap serangan penyakit (Anwar, 2005). Kelebihan lain entok adalah
bahwa produksi daging entok pada tahun 2013 mencapai angka 4 ton.
Produksinya meningkat dari tahun ke tahun dan pada tahun 2017 mencapai
4
Klasifikasi ternak entok menurut Rose (1997), dapat digolongkan sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Metazoa
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Anseriformis
Family : Anatidae
Genus : Cairina
Species : Moschata
bagi konsumen, penjual dan kesesuaian untuk pengolahan lanjut, hal ini yang
penting adalah daya mengikat air, susut masak, pH, kealotan, warna dan
tekstur. Daging yang dapat dikonsumsi adalah daging yang berasal dari
hewan yang sehat. Secara fisik, kriteria atau ciri-ciri daging entok adalah
berwarna gelap, berbau aromatis, memiliki konsistensi yang kenyal dan bila
aroma dan termasuk bau dan cita rasa daging, susut masak dan pH juga ikut
5
2.3 Asam Asetat
Asam asetat atau asam cuka adalah bahan tambahan makanan yang
karena mampir tidak ada batas maksimal penggunaanya untuk makanan dan
Bentuk murni dari asam asetat ialah asam asetat glacial. Asam asetat
glasial mempunyai ciri-ciri tidak berwarna, rumus ini sering kali ditulis dalam
memiliki titik beku 16,7°C dengan bau menyengat, dapat bercampur dengan
air dan banyak pelarut organik. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat
6
glacial sangat korosif terhadap kulit dan jaringan lain suatu molekul asam
ikatan hidrogen dengan air. Karena adanya ikatan hidrogen ini, maka asam
asetat yang mengandung atom karbon satu sampai empat dan dapat
residu, sehingga daging yang dicuci dengan asam asetat tersebut aman untuk
2.4 pH Daging
Nilai pH merupakan salah satu kriteria dari dalam sifat fisik daging.
mati terjadi proses biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot
dan jaringan lainnya sebagai akibat tidak adanya aliran darah ke jaringan
tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu proses yang terjadi
dan merupakan proses dominan dalam jaringan otot setelah kematian adalah
ini, selain dihasilkan energy adenosina trifosfat (ATP) maka dihasilkan juga
asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan
7
Nilai pH otot saat ternak hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah
ternak disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH daging) akan menurun
akibat adanya akumulasi asam laktat. Penurunan nilai otot ternak dan
dari 7,0 sampai 5,6-5,7 dalam waktu 6-8 jam dan akan mencapai nilai pH
setelah glikolisis otot habis atau glikolisis tidak lagi sensitif oleh serangan-
serangan enzim glikolitik, normalnya adalah 5,4 – 5,8 (Hoffman et al., 2003)
daya putus daging. Nilai pH tinggi cenderung memiliki daya putus yang
(Soeparno, 2015).
8
Pencemaran bakteri pada daging sesaat setelah dipotong, darah masih
kaya akan zat yang mengandung nitrogen, 3) kaya akan mineral untuk
Pertumbuhan bakteri terdiri dari 4 fase yaitu: 1) fase lag adalah fase
sedikit demi sedikit; 2) fase logaritmik adalah fase dimana pembiakan bakteri
berlangsung paling cepat; 3) fase stationer adalah fase dimana jumlah bakteri
kematian; 4) fase autolisis (kematian) adalah fase dimana jumlah bakteri yang
(Diagram 1)
9
Diagram 1. Fase pertumbuhan bakteri (sumber : Ratna, 2012)
daging dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1) faktor dalam (intrinsik),
termasuk nilai nutrisi daging, kadar air, pH, potensi oksidasi-reduksi, dan ada
kualitas daging karena berpengaruh terhadap cita rasa dan saat pengunyahan.
10
merupakan faktor penting dalam menentukan keempukkan daging. Otot yang
banyak mengandung jaringan ikat seperti daging bagian atas kaki belakang
jaringan ikat.
kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silang, daya mengikat air oleh
daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa
tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut
daging serta rigor mortis daging yang terjadi setelah ternak dipotong. (Reny
bangsa, spesies, dan status fisiologi), umur, manajemen, jenis kelamin, serta
11
diketahui dengan mengukur daya putusnya, semakin rendah nilai daya
berpengaruh nyata terhadap derajat keasaman (pH), kadar air, protein dan
lemak serta derajat putih tepung ikan yang dihasilkan berpengaruh tetapi
tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Erlita et al., (2016) pengaruh
fisik daging ayam kampung perendaman selama 20 menit dengan asam asetat
12
BAB III
METODE PENELITIAN
Asam asetat
Aquades
pH meter
Inoculum
Pepton
Nutrien Agar
Penotrometer
Timbangan
Talenan
Serbet
Pisau
Wadah
Stopwatch
13
Pingset
Tabung reaksi
Cawan petri
Pipet tetes
pH meter
perlakuan direndam asam asetat dengan 4 perlakuan P0, P1, P2, P3 4 kali
model :
Yij = μ + i + εij
Dimana
14
Tabel 1. Analisis Keragaman rancangan acak lengkap
Sumber F tabel
Db JK KT Fhit
Keragaman 0,05 0,01
Perlakuan (t-1) JK (t) JKt/db t KTt/KTe
Galat t(r-1) JK (e) JKe/db e
Db = Derajat bebas
JK = Jumlah Kuadrat
KT = Kuadrat Tengah
t = Jumlah Perlakuan
r = Jumlah Ulangan
potongan.
Asam asetat /asam cuka di dapatkan dari pasar yang dikemas jerigen
15
3. Proses perendaman daging entok
perlakuan.
1. pH daging
daging hingga sensor pHnya tertutupi semua. Nilai pH didapat setelah angka
2. Keempukan daging
Catat berat universal cone + test rod + pemberat (a gram), Siapkan sampel
16
Jarum penunjuk diatur sehingga permukaan sampel tepat bersinggungan
dengan ujung universal cone dan jarum pada skala menunjukkan angka nol,
Tekan tuas (lever/clutch) penetrometer selama 10 detik (t) . Baca skala pada
Lempeng Total (Total Plate Count) yakni kontrol dan sampel yang telah
secara aseptis. Setelah itu, larutan pepton yang telah berisi sampel
dimasukkan ke dalam tiga buah erlenmeyer 500 ml steril secara aseptis lalu
dilakukan pengenceran sampai 105 secara bertingkat. Setelah itu dipipet 0,1
pada media Nutrient Agar steril lalu diinkubasi dalam inkubator dengan suhu
17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
bahwa pemberian asam asetat pada daging entok berpengaruh sangat nyata
dengan rata-rata terendah pada P3 (5.32) dan tertinggi pada P0 (6.29). Hal ini
diduga kandungan yang terdapat dalam asam asetat yaitu mengandung etanol
yang mengandung gugus hidroksil, sehigga membuat molekul ini lebih asam,.
Nurwanto et al., (2012). Hal ini didukung oleh penelitian Ernani, (2013) yang
18
bertambahnya konsentrasi ion sejenis fosfat dan kalsium. Semakin tinggi
persentasi pemberian larutan asam asetat pada daging entok maka semakin
asetat disebabkan hidrolisa protein daging entok di karekan asam asetat menembus
bahwa pemberian asam asetat pada daging entok berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap keempukan daging tersebut. Hasil lanjut uji DMRT semua perlakuan
hal ini di duga karena pemberian asam oleh kandungan yang dimiliki asam
19
pengoksidasi. Senyawa ini adalah kristal padat ionik dengan warna merah-
tidak menimbulkan dampak negatif pada daging entok tersebut. Dengan kata
lain kualitas daging entok ini masih dapat terjaga dengan baik. Hal ini hampir
sama dengan penelitian Erlita et al., (2016) dengan perlakuan pengaruh lama
keempukan daging tersebut alot dan bila nilainya rendah maka daging
tersebut empuk.
bahwa pemberian asam asetat pada daging entok berpengaruh nyata (P<0,05)
20
dan terendah pada P3 (3.82). Hal ini diduga dikarenakan masa awet pada
daging yang lebih lama akibat perendaman asam asetat dengan minimal
koloni bakteri, sehingga sangat berdampak baik pada kualitas daging entok
tersebut. Hal ini hampir sama dengan penelitian Septinova, (2012) yang
21
BAB V
5.1 Kesimpulan
level asam asetat akan menurunkan nilai pH dan total bakteri, tetapi menaikan
5.2 Saran
Penerapan pengawetan dengan perendaman daging entok menggunakan
22
DAFTAR PUSTAKA
Aberle E.D., J.C Forrest., D.E. Gerrand and E.W. Mills. 2001. Principles of Meat
Science. Fourth Ed. Amerika. Kendal/Hunt Publishing Company.
Andriani 2007. Pengaruh asam asetat dan asam laktat sebagai antibakteri terhadap
bakteri Salmonella Sp. yang diisolasi dari karkas ayam. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.
Anwar R. 2005. Produktivitas itik manila (cairina moschata) kota Jambi ilmu
peternakan.
Branen A.L., P.M. Davidson, and S. Salminen. 1990. Food Additives. Marcel
Dekker, New York.
Damayanti AP. 2006. Kandungan protein, lemak daging dan kulit itik, entok dan
mandalung umur 8 minggu. J Agrol. 13:313-317.
Davidson, 1993. Antimicrobial in Foods. 2th ed. Marcel Dekker, New York and
Basel.
Dian Fadila Sahril, Vanessa Lekahena. 2015. Pengaruh konsentrasi asam asetat
terhadap karakteristik fisikokimia tepung ikan dari daging merah ikan
tuna. Jurnal ilmiah agribisnis dan perikanan agrikan ummu-ternate.
23
fisik daging entok (chairina moschata). Journal. Fakultas Peternakan
Universitas Sam Ratulangi Manado.
Gustiani. 2009. Pengendalian cemaran mikroba pada bahan pangan asal ternak
(daging) mulai dari peternakan sampai dihidangkan.Litbang
Pertanian28(3): 96 – 100.
Hoffman,., Martin, S.T., Choi, W., and Bahneman, D.W. 2003. Environmental
Application of Semiconductor Photocatalysis. J. Chem. Rev., 69 96.
Lawrie, R.A. 2005. Meat Science. Edisi ke5. Penerjemah : Aminudin Parakasi. UI
Press. Jakarta.
Nilamsari Illy, Indyah Wahyuni, J.A.D. Kalele, N. Lontaan. 2016. Pengaruh asam
cuka saguer terhadap sifat organoleptik daging itik serati (cairina
moschata). Jurnal Zootek (“Zootek” Journal ) Vol. 36 No. 1 : 184 – 190.
Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi Manado.
Prihharsanti, A.H.T. 2009. Populasi bakteri dan jamur pada daging dengan
penyimpanan suhu rendah. Sains Peternakan. 7(2) : 66-72.
24
Rahman. M.S. 1999. Handbook of Food Preservation. Marcel Dekker, New York.
Rao, C. A., G. Thulasi, & S. W. Ruban, 2009. Meat quality characteristics of non-
descript buffalo as affected by age and sex. World applied Scinces Journal
6(8): 1058-1065.
Ratna Yuniati, 2012. Kurva kehidupan: jangan kalah dengan bakteri.
https://staff.blog.ui.ac.id/ratna/2012/01/13/kurva-kehidupan-jangan-kalah-
dengan-bakteri/
Septinova, D., Riyanti, V. Wanniatie. 2016. Dasar Teknonoli Hasil Ternak. Buku
Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Soeparno. 2015. Properti dan Teknologi Produk. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sudjadi, dan Laila. 2006. Biologi Sain dalam Kehidupan. Jakarta: Yudhistira.
Tamzil MH. 2017. Ilmu dan teknologi pengelolaan plasma nutfah ternak itik.
Mataram (Indonesia): Mataram University Press.
25
Tambunan. R. D. 2010. Keempukan daging dan factor – factor yang
mempengaruhi. Balai pengkajian teknologi pertanian lampung. Bandar
Lampung
Ernani. Eda. 2016. Pengaruh Keasaman Laruta Penyangga Asetat dan ION
Sejenis Kalsium serta Fosfat Terhadap Kelarutan Fluorapatiti.
Zulfahmi. 2012. Sifat fisik Daging Ayam Petelur Afkir Dengan Konsentrasi
Berbeda.
Septinova. Dian. 2015. Kadar air pada hewan ternak
26
LAMPIRAN
27