Anda di halaman 1dari 9

Isim mubaalaghah adalah isim yang menunjukkan intensitas terhadap sesuatu (bermakna sangat

atau maha atau paling).

Thibaq as-Salab

‫َّان إِي َْجابًا َو َسلَبًا‬


ِ ‫ف فِ ْي ِه الضِ د‬ ْ ‫ب ه َُو َما‬
َ َ‫اخ َتل‬ ِ َ‫اق ال َّسل‬
ُ ‫طِ َب‬

Thibaq as-salab adalah thibaq yang kedua kata yang berlawanannya itu berbeda positif dan
negatifnya.

Apabila kata yang berlawanan itu menggunakan bentuk positif dan negatif maka disebut thibaq as-
salab. Dalam hal ini, thibaq salab bisa terdiri dari nafi dengan isbat, atau nahi dengan amar.

Contoh:

َ ‫ُون َوالَّذ‬
َ ‫ِين اَل َيعْ لَم‬
‫ُون‬ َ ‫قُ ْل َه ْل َيسْ َت ِوي الَّذ‬
َ ‫ِين َيعْ لَم‬
Artinya: “Apakah sama orang yang punya ilmu dengan orang yang tidak punya ilmu?” (QS. Az-
Zumar : 9)

ِ ‫ون م َِن هَّللا‬


َ ُ‫اس َواَل َيسْ َت ْخف‬ َ ُ‫َيسْ َت ْخف‬
ِ ‫ون م َِن ال َّن‬
Artinya: “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah.” (QS. An-
Nisa : 108)

Pada contoh tersebut terdapat penggunaan dua kata yang masing-masing berlawanan dan
bentuknya positif dan negatif. Kata ( ‫ُون‬ َ ُ‫ ) َيسْ َت ْخف‬berbentuk positif serta kata( ‫ُون‬
َ ‫ ) َيعْ لَم‬dan (‫ون‬ َ ‫ )اَل َيعْ لَم‬dan (
ُ ْ ‫اَل‬
َ ‫ ) َيسْ َتخف‬berbentuk negatif karena didahului oleh nafi. Karena keduanya berupa positif dan negatif
‫ون‬
maka kedua contoh di atas termasuk thibaq as-salab.

Muqabalah (‫ )المقابلة‬adalah mengungkapkan dua lafaz atau lebih lalu diiringi dua lafaz lain yang
merupakan antonim (lawan kata) dari dua lafaz pertama dan disebutkan secara beriringan.

Dalam bahasa arab didefinisikan dengan:

ِ ‫ ُث َّم ي ُْؤ َتى ِب َما ُي َقا َب ُل َذل َِك َعلَى ال َّتر ِت ْي‬،‫ْن أَ ْو أَ ْك َث َر‬
‫ب‬ ِ ‫أَنْ ي ُْؤ َتى ِب َمعْ َن َيي‬
Perbedaan muqabalah dengan thibaq adalah apabila thibaq itu ada dua kata yang berantonim dalam
satu kalimat, sedangkan muqabalah itu antonim antar kelompok kata yang biasanya terdiri dari dua
kata atau lebih.

Contoh Muqabalah Dalam Al-Qur’an:


َ ‫ت َوي َُحرِّ ُم َعلَي ِْه ُم ْال َخ َبائ‬
‫ِث‬ َّ ‫َيأْ ُم ُر ُه ْم ِب ْال َمعْ رُوفِ َو َي ْن َها ُه ْم َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َو ُي ِح ُّل لَ ُه ُم‬
ِ ‫الط ِّي َبا‬
Artinya:

“(Allah) memerintahkan mereka agar berbuat baik dan melarang mereka untuk menjauhi
kemungkaran, dan Allah menghalalkan kepada mereka (makan-makanan) yang baik dan
mengharamkan kepada mereka (makan-makanan) yang buruk”. (QS. Al-A’raf: 157).

Dari ayat di atas, ada beberapa kata yang berlainan maknanya:

‫َيأْ ُم ُر – َي ْن َهى‬
‫ْال َمعْ رُوفِ – ْال ُم ْن َك ِر‬
‫ُي ِح ُّل – ي َُحرِّ ُم‬
َ ‫ ْال َخ َبائ‬- ‫ت‬
‫ِث‬ َّ
ِ ‫الط ِّي َبا‬
َ َّ‫ِيم َوإِنَّ ْالفُج‬
ٍ ‫ار لَفِي َجح‬
‫ِيم‬ َ ‫إِنَّ اأْل َب َْر‬
ٍ ‫ار لَفِي َنع‬
Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh
kenikmatan, dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS.
Al-Infithar: 13-14)

َ ‫ )اأْل َب َْر‬dan (‫ِيم‬


Kata (‫ار‬ ٍ ‫ ) َنع‬makna nya bertentangan dengan ( ‫ار‬ ْ dan (‫ِيم‬
َ َّ‫)الفُج‬ ٍ ‫)جح‬.
َ
‫ي ُِري ُد هَّللا ُ ِب ُك ُم ْاليُسْ َر َواَل ي ُِري ُد ِب ُك ُم ْالعُسْ َر‬

“… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu….” (QS. Al-
Baqarah: 185)

Dari ayat di atas, ada beberapa kata yang berantonim, yaitu

Jawab syarth

Kata-kata Syarath Dalam Al-Qur’an

Dalam kitab Qawaid Al-Lugha Al-Arabiyyah (juz 1) yang ditulis oleh Fuad Nikmah, pembahasan
tentang kata syarath (Adatu al-Syarti) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:[2]

1. Kata syarath (Adatu al-Syarath) yang menjazam dua fi’il

]3[‫إن – من – ما – مهما – متى – أيان – أين – أينما – أنى – حيثما – كيفما – أى‬

2. Kata syarath (Adatu al-Syarath) yang tidak menjazam fi’il

‫لؤ – لوال – لوما – أما – إذا – لما – كلما‬

Selanjutnya syarath mempunyai serangkaian bagian, diantaranya : Adat (kata) syarath, Fiil syarath
(jika masuk pada kalimat fiil), dan jawab syarat (walaupun terkadang syarat dan fiil syarath bisa
dibuang tergantung beberapa faktor)[4]. Kata-kata syarath banyak terpakai dalam al-Qur’an,
misalnya:

a. In (‫)إن‬

ۡ‫صرُو ْا ٱهَّلل َ َينص ُۡر ُكمۡ َو ُي َثب ِّۡت أَ ۡق َدا َم ُكم‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
ُ ‫ِين َءا َم ُن ٓو ْا إِن َتن‬

b. Idza (‫)إذا‬

‫ص ُر ٱهَّلل ِ َو ۡٱل َف ۡت ُح‬


ۡ ‫إِ َذا َجٓا َء َن‬

B. Perbedaan Penggunaan In dan Idza dalam Al-Qur’an


Meski dalam pembahasan sebelumnya, banyak dipaparkan huruf-huruf syarath (baik yang menjazam
fiil maupun yang tidak), pada pembahasan ini akan dipaparkan perbedaan penggunaan In dan Idza
saja.

In (‫ )إن‬digunakan untuk yang diragukan atau jarang terjadi. Sedangkan Idza (‫ )إذا‬digunakan untuk
sesuatu yang diyakini, atau diduga keras atau sering kali terjadi. Contoh:

َ ‫ُوفِ َح ًّقا َعلَى ۡٱل ُم َّتق‬


‫ِين‬ ۖ ‫ين ِب ۡٱل َم ۡعر‬
َ ‫ك َخ ۡيرً ا ۡٱل َوصِ َّي ُة ل ِۡل ٰ َولِد َۡي ِن َوٱأۡل َ ۡق َر ِب‬ ُ ‫ض َر أَ َحدَ ُك ُم ۡٱل َم ۡو‬
َ ‫ت إِن َت َر‬ َ ‫ِب َعلَ ۡي ُكمۡ إِ َذا َح‬
َ ‫ ُكت‬.
“Diwajibkan atas kalian apabila (idza) tanda-tanda kematian hadir kepada salah seorang di antara
kamu, jika (in) ia meninggalkan harta yang banyak, diwajibkan atasnya berwasiat dengan baik
kepada kedua orang tua dan para kerabat, itu adalah sesuatu yang hak (kewajiban) bagi orang-orang
bertaqwa”. (QS. Al-Baqarah: 180).

Ketika ayat di atas menunjuk “kematian/tanda-tandanya”, ia menggunakan kata idza karena hal
tersebut merupakan sesuatu yang pasti, sedangkan ketika berbicara tentang harta yang banyak yang
ditinggal, ayat di atas menggunakan kata in, karena itu jarang, atau diragukan terjadinya pada setiap
orang.

Sering kali ditemukan dalam al-Qur’an huruf in digunakan dalam konteks kalam Allah yang ditujukan
kepada orang-orang beriman, sebagai contoh:

ۡ‫صرُو ْا ٱهَّلل َ َينص ُۡر ُكمۡ َو ُي َثب ِّۡت أَ ۡق َدا َم ُكم‬ َ ‫ٰ َٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذ‬
ُ ‫ِين َءا َم ُن ٓو ْا إِن َتن‬

“wahai orang-orang yang beriman, jika kalian membela (agama) Allah niscaya Allah membela kamu
dan memantapkan posisi/pendirian kamu”. (QS. Muhammad: 7)”[5]

Penggunaan kata in pada kedua contoh di atas bertujuan mengingatkan mitra bicara agar
tidak yakin tentang kualitas pembelaannya terhadap agama Allah/imannya agar ia terdorong untuk
mengingatkannya, karena siapa yang telah yakin mencapai targetnya, maka dia sering kali berhenti,
tidak berusaha lagi. Hal ini tidak dikehendaki oleh pesan ayat semacam ayat-ayat di atas.[6]

C. Hadzfu Jawab Syarath dalam Al-Qur’an

Ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung fi’il al-syarath (kata kerja bersyarat), tetapi jawab al-syarath
(jawaban dari kata kerja bersyarat)-nya tidak disebutkan menunjukkan pentingnya masalah yang
dibicarakan, atau –jika yang dibacakan adalah masalah siksa—menunjukkan dahsyatnya keadaan
yang disebutkan.

Al-Qur’an Surah Al-Sajadah ayat 12 menunjukkan hal ini:

Dan sekiranya kamu melihat, ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepada mereka di
hadapan Tuhan, mereka berkata: “Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka
kembalikanlah kami (ke dunia). Kami akan mengerjakan amal shaleh. Sesungguhnya kami (sekarang)
adalah orang-orang yang yakin.”

Jawab al-syarath kata ‘law tara’ memang tidak disebutkan, dan yang disebutkan hanya reaksi orang-
orang yang melihat siksaan neraka. Peniadaan jawab al-syarath adalah untuk menggambarkan
betapa dahsyatnya siksaan di akhirat kelak.

Contoh yang lain:


Dan sekiranya kami melihat, ketika mereka terperanjat ketakutan, maka mereka tidak dapat
melepaskan diri… (QS. Saba’: 51).

…. Dan seandainya orang-orang yang zalim itu mengetahui, ketika mereka menyaksikan siksa (pada
hari kiamat); bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa siksaan Allah amatlah
berat (QS Al-An’am: 27)

Jawab al-Syarath dari ketiga ayat di atas tidak disebutkan—dan itu lebih baik—untuk menunjukkan
betapa hebat keadaan pada hari kiamat kelak. Bahkan karena luar biasanya keadaan pada hari itu,
sehingga tidak mungkin diungkapkan dengan kata-kata, serta tak pula dapat disebutkan cirri-cirinya.

Demikian pula pada Surah Al-Takatsur ayat 5: pe

Jangan begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuaan yang yakin (keberadaan neraka itu).

Maksud ayat ini ialah sekiranya kamu melihat dengan langsung betapa berat dan pedih siksaan di
neraka itu, pasti kamu tidak akan tetap dalam keadaan berlalai-lalai dan lengah terhadap perintah
dan larangan Allah.

Perhatikanlah ayat-ayat Al-Qur’an lain, kemudian pahamilah maknanya sesuai dengan kaidah ini.[7]

Lafadz Syarat didalam Al-Qur’an

Adat asy-syart dalam imu nahwu yakni huruf-huruf yang digunakan mensyaratkan sesuatu. Ada yang
tidak mempengaruhi kata-kata setelahnya dari segi i’rab sehingga tidak menjazamkannya yaitu idza,
law, dan law maa. Sedangkan yanng menjazamkan kata sesudahnya antara lain in, man, maa,
mahamaa, dan ayyu.[2]

Sedangkan dalam al-Qur’an terdapat beberapa adat syarat[3] :

1. In (jika)

ِ ْ‫ت َو َما فِي اأْل َر‬


‫ض ۗ َوإِنْ ُت ْبدُوا َما فِي أَ ْنفُسِ ُك ْم أَ ْو ُت ْخفُوهُ ي َُحاسِ ْب ُك ْم ِب ِه هَّللا ُ ۖ َف َي ْغ ِف ُر ِل َمنْ َي َشا ُء َو ُي َع ِّذبُ َمنْ َي َشا ُء ۗ َوهَّللا ُ َعلَ ٰى‬ ِ ‫هَّلِل ِ َما فِي ال َّس َم َاوا‬
‫ك ِّل َشيْ ٍء َقدِي ٌر‬ ُ

artinya :“kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu
melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang
dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (Q.S. Al-Baqoroh : 284)

2. Idza(bila,jika)

‫إِ َذا َجا َء َنصْ ُر هَّللا ِ َو ْال َف ْت ُح‬


‫ِين هَّللا ِ أَ ْف َواجً ا‬ َ ‫َو َرأَيْتَ ال َّن‬
َ ُ‫اس َي ْد ُخل‬
ِ ‫ون فِي د‬
َ ‫ك َواسْ َت ْغفِرْ هُ ۚ إِ َّن ُه َك‬
‫ان َت َّوابًا‬ َ ‫َف َسبِّحْ ِب َح ْم ِد َر ِّب‬
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. dan kamu lihat manusia masuk agama
Allah dengan berbondong-bondong. maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (Q.S. An-Nasr : 1-3)
3. Man (siapa)

‫َو َمنْ َيعْ َم ْل سُوءًا أَ ْو َي ْظلِ ْم َن ْف َس ُه ُث َّم َيسْ َت ْغف ِِر هَّللا َ َي ِج ِد هَّللا َ َغفُورً ا َرحِيمًا‬

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun
kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. an-Nisa :
110)

4. Mahma (apapun)

َ ‫َو َقالُوا َم ْه َما َتأْ ِت َنا ِب ِه مِنْ آ َي ٍة لِ َتسْ َح َر َنا ِب َها َف َما َنحْ نُ َل‬
‫ك ِبم ُْؤ ِمنِين‬

“Mereka berkata: "Bagaimanapun kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir
kami dengan keterangan itu, maka kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu".”

(Q.S. al-A’raf : 132)

5. Aina (dimana)

ْ‫ُوج ُم َشيَّدَ ٍة ۗ َوإِنْ ُتصِ ْب ُه ْم َح َس َن ٌة َيقُولُوا ٰ َه ِذ ِه مِنْ عِ ْن ِد هَّللا ِ ۖ َوإِنْ ُتصِ ْب ُه ْم َس ِّي َئ ٌة َيقُولُوا ٰ َه ِذ ِه مِن‬ ُ ‫أَ ْي َن َما َت ُكو ُنوا ي ُْد ِر ْك ُك ُم ْال َم ْو‬
ٍ ‫ت َولَ ْو ُك ْن ُت ْم فِي ُبر‬
ً‫ُون َحدِيثا‬ ْ
َ ‫ُون َيف َقه‬ ‫اَل‬ ْ
َ ‫ال َهؤُ ِء ال َق ْو ِم َي َكاد‬ ‫اَل‬ ٰ ‫هَّللا‬ ْ ُ
ِ ‫ك ۚ ق ْل ك ٌّل مِنْ عِ ن ِد ِ ۖ َف َم‬ ُ ْ
َ ‫عِ ن ِد‬
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng
yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari
sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi
kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang
itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?”

(Q.S. an-Nisa :78)

6. Ayyun (apa)

َ ِ‫ِت ِب َها َوا ْب َت ِغ َبي َْن ٰ َذل‬


‫ك َس ِبياًل‬ ْ ‫ِك َواَل ُت َخاف‬ َ ‫قُ ِل ْادعُوا هَّللا َ أَ ِو ْادعُوا الرَّ حْ ٰ َم َن ۖ أَ ًّيا َما َت ْدعُوا َفلَ ُه اأْل َسْ َما ُء ْالحُسْ َن ٰى ۚ َواَل َتجْ َهرْ ِب‬
َ ‫صاَل ت‬
“Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia
mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu
dalam shalatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu".”

(Q.S. al-Isra’: 110)

7. Law (jika, sekiranya, seandainya)

Ada dua macam yaitu :

a. Huruf syarat untuk sesuatu yang telah lampau, disebut dengan huruf imtina’ lil imtina’ (akibat
dari sesuatu itu tidak akan terjadi jika sesuatu itu tidak terjadi) atau huruf untuk sesuatu yang akan
terjadi karena terjadinya sesuatu yang lain. Contoh :
· )١١٨ : ‫اس أُم ًَّة َوا ِح َد ًة (هود‬
َ ‫ك لَ َج َع َل ال َّن‬
َ ‫َولَ ْو َشا َء َر ُب‬
“Jikalau tuhanmu menghendaki, tentu dia menjadikan manusia umat yang satu....” (QS. Hud :118)

· َ ‫ان ِفي ِْه َما َءا ِل َه ٌة إِاَّل‬


)۲۲ : ‫هللا لَ َف َس َد َتا (الألنبياء‬ َ ‫لَ ْو َك‬
“seandainya dilangit dan bumi ada banyak tuhan selain Allah niscaya keduanya akan binasa” (QS. Al-
Anbiya’:22).

· ‫ون أَ ْن ُف َس ُه ْم‬َ ‫ون ِباهَّلل ِ لَ ِو اسْ َت َطعْ َنا لَ َخ َرجْ َنا َم َع ُك ْم ُي ْهلِ ُك‬ ْ ‫ُوك َو ٰلَكِنْ َبع‬
َ ُ‫ُدَت َعلَي ِْه ُم ال ُّش َّق ُة ۚ َو َس َيحْ لِف‬ َ ‫ان َع َرضًا َق ِريبًا َو َس َفرً ا َقاصِ ًدا اَل َّت َبع‬
َ ‫لَ ْو َك‬
َ َّ َ
َ ‫َو ُ َيعْ ل ُم إِن ُه ْم ل َكا ِذب‬
‫ُون‬ ‫هَّللا‬

“Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan
yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh
terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: "Jikalau kami sanggup tentulah
kami berangkat bersama-samamu". Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah
mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.”

(Q.S. At taubah : 42)

b. Huruf syarat untuk sesuatu yang akan datang, berma’na “in” yaitu tidak berfaedah untuk
mencegah

)٩ : ‫الذي َْن لَ ْو َت َر ُك ْوا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ َي ًة ضِ َعا ًفا َخافُ ْوا َعلَي ِْه ْم (النساء‬
ِّ ‫ش‬َ ‫َو ْل َي ْخ‬
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah yang khawatir terhadap kesejahteraan mereka.....”(QS. An-Nisa’: 9).[4]

8. Law laa

· Berfungsi untuk mencegah sesuatu karena adanya sesuatu yang lain. Contoh :

‫لَ ْواَل اَ ْن ُت ْم َل ُك َّنا م ُْؤ ِم ِني َْن‬

“Seandainya bukan karena kamu, kami pasti telah menjadi orang-orang mukmin” (QS. As-Saba’ [34] :
31)

· Juga berfungsi untuk mendorong suatu aktivitas, misalnya firman Allah:

ِ ‫ة َفلَ ْواَل َن َف َر مِنْ ُك ِّل فِرْ َق ٍة ِم ْن ُه ْم َطا ِئ َف ٌة ِل َي َت َف َّقه ُْوا فِى ال ِّدي‬jً ‫ان ْالم ُْؤ ِم ُن ْو َن ِل َي ْن ِفر ُْوا َّكا َف‬
‫ْن َو ِل ُي ْن َذر ُْوا َق ْو َم ُه ْم إِ َذا َر َجع ُْوا إِلَي ِْه ْم لَ َعلّ ُه ْم َيحْ َذر ُْو َن‬ َ ‫َو َما َك‬
“ Tidak pernah wujud (tidak sepantasnya) kaum Mukmin seluruhnya keluar untuk berperang, (tetap)i
hendaknya ada satu golongan dari mereka yang memperdalam pengetahuan agama dan agar
mereka memberi peringatan kepada kaum mereka setelah mereka kembali, agar kaum mereka itu
senantiasa berhati-hati” (QS. At-Taubah[9]: 121).

· Lau laa juga digunakan untuk mengecam dan mengundang penyesalan seperti ayat :

‫هللا ُه ُم ْال َكا ِذب ُْو َن‬ َ ‫ش َه َدا ُء َفإِ ْذلَ ْم َيأْ ُت ْوا ِبال ُّش َه َدا ِء َفأُولَ ِئ‬
ِ ‫ك عِ ْن َد‬ ُ ‫لَ ْواَل َجاءُو ْا َعلَ ْي ِه ِبأَرْ َب َع ِة‬

“(Semestinya) mereka itu mendatangkan empat orang saksi, Jika mereka tidak mendatangkan saksi-
saksi, maka mereka itu disisi Allah adalah pembohong-pembohong” (QS. An-Nur [24]: 13)[5]

9. Lawmaa

Adapun fungsi lawmaa adalahseperti halnya lawlaa

10. Amma
Dengan difathah dan ditasydid, merupakan huruf syarh yang berfungsi untuk li at-Tafshil (merinci)
dan li at-Ta’kid (menguatkan). Contoh :

· Li at-Tafshil (merinci)

َ ‫َفأَمَّا ْال َي ِت ْي َم َفاَل َت ْق َهرْ َوأَمَّا ْالسَّا ِئ َل َفاَل َت ْن َهرْ َوأَمَّا ِبنِعْ َم ِة َر ِّب‬
ْ ‫ك َف َح ِّد‬
‫ث‬

“(sebab itu) terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang, dan terhadap orang
yang meminta-minta, janganlah kamu menghardik, dan terhadap nikmat tuhanmu, maka hendaklah
kamu siarkan”. (QS. Adl-Dluha [93]: 9-11)

· Li at-Ta’kid (memperkuat)

Belum menemukan contohnya.

11. Lamma

Huruf syarath yang menunjukkan wujudnya sesuatu karena ada wujudnya yang lain, hanya masuk
pada fi’il madli serta didalamnya harus terdapat dua jumlah (kalimat) yang pertama disebut syarat
dan yang kedua disebut jawab. Contoh :

· Jawabnya berupa fi’il madli


ُ ‫َولَمَّا َجا َء م ُْو َسى لِ ِم ْي َقا ِت َنا َو َكلَّ َم ُه َر ُّب ُه َقا َل َربِّ أَرنِى أَ ْن‬
َ ‫ظرْ إِلَ ْي‬
‫ك‬ ِ
“Dan tatkala musa datang untuk (munajat dengan kami) peda waktu yang telah kami tentukan dan
tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri
engkau) kepadaku agar aku dapat melihat engkau.” (QS. Al-A’raf [7]: 143)

· Jawabnya berupa jumlah ismiyah yang besambung dengan idz fujaiyah (

‫َفلَمَّا َنجَّ ا ُه ْم ِالَى ْال َبرِّ إِ َذا ُه ْم ُي ْش ِر ُك ْو َن‬

“maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai kedaratan tiba-tiba mereka kembali
mempersekutukan Allah.” (QS. Al-Ankabut[29]: 65)

· Jawabnya menggunakan fa’

ٍ ‫َفلَمَّا َنجَّ ا ُه ْم ِالَى ْال َبرِّ َف ِم ْن ُه ْم ُم ْق َتصِ ٌد َو َما َيجْ َح ُد ِبا َ َيا ِت َنا إِاَّل ُك ُّل َخ ّت‬
‫ار َكفُ ْو ٍر‬

“Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka menempuh
jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat kami selain orang-orang yang tidak setia
lagi ingkar” (QS. Luqman [31]: 32) [6]

B. Perbedaan Penggunaan In dan Idza

Menurut ketentuan asal, lafadz In (‫ )إن‬itu digunakan untuk sesuatu yang diragukan atau yang jarang
terjadi[7] dan harus berdampingan dengan fi’il mudlari’ (kata kerja sekarang atau yang akan datang)
karena menunjukkan sesuatu yang terjadinya itu ragu-ragu.[8] Sedangkan lafadz Idza (‫ )إذا‬itu
digunakan untuk sesuatu yang diyakini terjadi atau diduga keras terjadi atau seringkali terjadi[9] dan
berdampingan dengan fi’il madli (kata kerja lampau) karena menunjukkan sesuatu yang pasti terjadi.
[10] Perhatikan kata-kata yang terdapat setelah in dan idza pada contoh ayat berikut :
‫ْن َو ْالألَ ْق َر ِبي َْن ِب ْال َمعْ ر ُْوفِ َح ًّقا َعلَى ْال ُم َّتقِي َْن‬
ِ ‫ك َخيْرً ا ْال َوصِ ي َُّة ل ِْل َوالِ َدي‬ ُ ‫ض َر أَ َحدَ ُك ُم ْال َم ْو‬
َ ‫ت إِنْ َت َر‬ َ ‫ِب َعلَ ْي ُك ْم إِ َذا َح‬
َ ‫ُكت‬
“Diwajibkan atas kamu apabila (idza) tanda-tanda kematian hadir kepada salah seorang diantara
kamu, jika (in) ia meninggalkan harta yang banyak, diwajibkan atasnyaberwasiat dengan baikkepada
kedua orang tua dan para kerabat, itu adalah sesuatu yang hak (kewajiban) bagi orang yang
bertakwa”

Ketika ayat tersebut menunjukkan “tanda-tanda kematian” ia menggunakan kata idza karena hal
tersebut pasti akan terjadi, sedangkan ketika berbicara tentang “harta yang banyak yang ditinggal”,
ayat tersebut menggunakan lafadz in, karena hal tersebut jarang atau diragukan terjadinya pada
setiap orang.[11]

ِ ‫اغسِ لُ ْوا وُ ج ُْو َه ُك ْم َوأَ ْي ِد َي ُك ْم إِلَى ْال َم َراقِفِ َوا ْم َسح ُْوا ِبرُؤُ سِ ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َكعْ َبي‬
‫ْن َوإِنْ ُك ْن ُت ْم ُج ُنبًا‬ َّ ‫الذي َْن أَ َم ُن ْوا إِ َذاقُ ْم ُت ْم إِلَى ال‬
ْ ‫صاَل ِة َف‬ ِّ ‫َيأ َ ُّي َها‬
‫ضى اَ ْو َعلَى َس َف ٍر‬ َّ
َ ْ‫ َفاط َّهر ُْوا َوإِنْ ُك ْن ُت ْم َمر‬............
“ Wahai orang-orang yang beriman apabila (idza) kamu telah akan menuju pelaksanaan sholat, maka
basuhlah wajah dan tanganmu hingga ke siku, usaplah kepala kamu dan kaki kamu sampai ke mata
kaki,, dan jika (in) kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah dan jika kamu sakit atau dalam
bepergian..........”

Dalam konteks melaksanakan sholat digunakan lafadz idza, karena menunjukkan pasti
dilaksanakannya sholat, bagi orang-orang yang beriman, sedangkan untuk keadaan junub atau sakit
digunakan redaksi in karena hal tersebut jarang terjadi.[12]

Contoh yang lain yakni:

‫ الفتح وإن تنتهوا فهو خير لكم و إن تعودوا نعود ولن تغني عنكم فئتكم شيئا ولو كثرت و أن هللا مع المؤمنين‬j‫إن تستفتحوا فقد جاءكم‬

Dari contoh diatas dapat dilihat bersama bahwa setelah in berupa fi’il mudlari’.

Didalam al-Qur’an seringkali ditemukan huruf in digunakan dalam konteks kalam Allah yang
ditujukan kepada orang-orang yang beriman, contoh :

‫ِّت أَ ْق َدا َم ُك ْم‬


ْ ‫صر ُْوا هللاَ َي ْنصُرْ ُك ْم َو ُي َثب‬ ِّ ‫يَّأ َ ُّي َها‬
ُ ‫الذي َْن َءا َم ُن ْوا إِنْ َت ْن‬

“Wahai orang-orang yang beriman jika (in) kamu membela agama Allah niscaya Allah membela kamu
dan memantapkan posisi/pendirian kamu” (QS. Muhammad [47]:7).

Atau berbagai ayat yang ditutup dengan lafadz : ‫( إِنْ ُك ْن ُت ْم م ُْؤ ِم ِنيْن‬jika kamu beriman). Penggunaan in
pada kedua contoh diatas bertujuan untuk mengingatkan mitra bicara agar tidak yakin tentang
kualitas pembelaannya terhadap agama Allah/imannya agar ia terdorong untuk meningkatkannya,
karena siapa yang telah yakin mencapai targetnya, maka dia sering kali berhenti, tidak berusaha lagi.
Hal tersebut tidak dikehendaki oleh pesan ayat-ayat semacam diatas.[13]

C. Hadzf Jawab Syarth

Korelasi antara kaidah penafsiran dengan ilmu kebahasaan memang tidak bisa dipisahkan, karena al-
Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab sehingga untuk memahami maknanya harus menguasai
ilmu-ilmu bantu lain, khususnya pada permasalahan hadzfu jawab dan syarath adalah ilmu nahwu.
Hadfu Jawabusy-Syarth menurut as-Sa’di (disadur oleh Abdurrahman Dahlan dalam buku Kaidah-
kaidah Penafsiran al-Qur’an). Jawabusy-syarth dari jumlah syartiyyah yang dibuang menunjukan
pentingnya masalah yang dibicarakan, semisal jika membicarakan masalah siksa (azab) berarti
sedang menunjukan kedasyatan siksan tersebut.[14] Adapun contoh-contoh Hadfu Jawabusy-Syarth
didalam al-Qur’an adalah sebagai berikut :

َ ‫صالِحً ا إِ َّنا مُوقِ ُن‬


‫ون‬ َ ‫ُون َنا ِكسُو ُرءُوسِ ِه ْم عِ ْندَ َرب ِِّه ْم َر َّب َنا أَ ْب‬
َ ‫صرْ َنا َو َسمِعْ َنا َفارْ ِجعْ َنا َنعْ َم ْل‬ َ ‫َولَ ْو َت َر ٰى إِ ِذ ْالمُجْ ِرم‬
“Dan, jika sekiranya kamu melihat mereka ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan
kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan
mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya
kami adalah orang-orang yang yakin". (QS Sajdah 12).
ُ
ٍ ‫ب َو َقالُوا آ َم َّنا ِب ِه َوأَ َّن ٰى لَ ُه ُم ال َّت َناوُ شُ مِنْ َم َك‬
َ ُ‫ان َبعِيد ٍَو َق ْد َك َفرُوا ِب ِه مِنْ َق ْب ُل ۖ َو َي ْق ِذف‬
‫ون‬ ٍ ‫َولَ ْو َت َر ٰى إِ ْذ َف ِزعُوا َفاَل َف ْوتَ َوأخ ُِذوا مِنْ َم َك‬
ٍ ‫ان َق ِري‬
ٍ ‫ب مِنْ َم َك‬
‫ان َبعِي ٍد‬ ِ ‫ِب ْال َغ ْي‬
“Dan (alangkah hebatnya) jikalau kamu melihat ketika mereka (orang-orang kafir) terperanjat
ketakutan (pada hari kiamat); maka mereka tidak dapat melepaskandiri dan mereka ditangkap dari
tempat yang dekat untuk dibawa ke neraka , Dan (di waktu itu) mereka berkata: "Kami beriman
kepada Allah", bagaimanakah mereka dapat mencapai (keimanan) dari tempat yang jauh itu.Dan
sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu; dan mereka menduga-duga tentang
yang ghaib dari tempat yang jauh.( QS Saba’ 51-53).

‫اب أَنَّ ْالقُوَّ َة‬


َ ‫ِين َظلَمُوا إِ ْذ َي َر ْو َن ْال َع َذ‬
َ ‫ِين آ َم ُنوا أَ َش ُّد ُح ًّبا هَّلِل ِ ۗ َولَ ْو َي َرى الَّذ‬
َ ‫ُون هَّللا ِ أَ ْندَ ا ًدا ُي ِحبُّو َن ُه ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّذ‬
ِ ‫اس َمنْ َي َّتخ ُِذ مِنْ د‬
ِ ‫َوم َِن ال َّن‬
ِ ‫هَّلِل ِ َجمِي ًعا َوأَنَّ هَّللا َ َشدِي ُد ْال َع َذا‬
‫ب‬

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka
mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat
cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika
mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS al-Baqarah 165).

Anda mungkin juga menyukai