Kompetensi Inti (KI)
Kompetensi Inti (KI)
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan.
Meyakini bahwa wakaf adalah perintah dari Allah dapat memberi kemaslahatan
bagi individu dan masyarakat.
Materi Pembelajaran
Fakta: Paradigma yang keliru tentang wakaf menjadi kendala bagi pengelolaan
wakaf di Indonesia, sehingga masih banyak wakaf umat Islam yang belum
terkelola dengan baik.
Prosedur.
Metode Pembelajaran
Ceramah dengan variasi penggunaan amtsal di dalamnya.
Diskusi.
Kerja kelompok.
Tanya jawab.
Pembagian kelompok
Diskusi.
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi wakaf, guru
mengawali pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan:
Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang ada di modul siswa.
Menaya
Menalar
Mendiskusikan dasar hukum wakaf: surah al-Baqarah ayat 261, 265 (amtsal
musarrahah), Ali Imran ayat 92, HR. Muslim no. 3084.
Mendiskusikan tentang pengelolaan wakaf. Pada kegiatan ini siswa harus benar-
benar paham bagaimana konsep wakaf.
Mengasosiasi
Mengkomunikasikan
Kegiatan penutup
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar:
Menghayati perintah Allah SWT tentang pola hidup sederhana dan bersikap
santun.
Mempresentasikan isi kandungan ayat al-Qur’an dan hadis tentang ujian dan
cobaan pada Surah al-Baqarah [2]: 255-257, surah Ali Imran [3]: 186 serta hadis
riwayat Muslim dari Suhaib r.a, dan hadits riwayat Tirmidzi dari Mush’ab bin
Sa'd dari ayahnya.
Menyajikan keterkaitan analisis ayat dan hadits tentang sikap sederhana dan
santun dengan fenomena sosial.
Indikator Pencapaian Kompetensi
Menjelaskan kandungan ayat tentang sikap sombong yang dilakukan oleh Qarun
seperti terkandung dalam surah Qashash [28]: 79-82.
Menjelaskan kandungan ayat tentang menyantuni kerabat, orang miskin dan ibnu
sabil serta bagaimana hidup sederhana seperti yang terkandung dalam surah al-
Isra ayat 26-27.
Tujuan Pembelajaran
Siswa mampu membaca dan menghafal ayat-ayat dan hadis tentang pola hidup
sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa dengan kaidah ilmu tajwid yang
benar.
Siswa mampu menerjemahkan ayat-ayat dan hadis tentang pola hidup sederhana
dan perintah menyantuni para dhuafa.
Siswa mampu menjelaskan ayat-ayat dan hadis tentang pola hidup sederhana dan
perintah menyantuni para dhuafa.
Siswa mampu mempengaruhi orang lain untuk mengamalkan ayat ayat dan hadits
tentang pola hidup sederhana dan perintah menyantuni para dhuafa.
Materi Pembelajaran:
Sikap yang terbaik yang kaitannya dengan penggunaan harta yang diperoleh
adalah hemat yaitu keadaan pertengahan pada dua posisi yaitu tidak boros dan
tidak kikir
Media, alat dan sumber belajar: media: gambar tentang Desain sampul Alquran
di zaman klasik dan zaman modern. alat dan bahan: laptop, LCD proyektor.
sumber pembelajaran: buku ajar siswa al-Qur’an Hadis Kelas 12, al-Qur’an dan
terjemahannya modul hasil karya guru Al-Qur’an Hadis
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang akan
dipelajari, guru mengawali pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan: Apa
yang kalian ketahui tentang Pola Hidup Sederhana?
Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang ada di modul siswa.
Menaya
Siswa menanyakan tentang budaya pola hidup sederhana dan menyantuni dhuafa
Menalar
Mengasosiasi
Setelah Mengumpulkan informasi yang didapat siswa, selanjutnya siswa membuat
laporan tertulis dari hasil kerja kelompok
Mengkomunikasikan
Kegiatan penutup
KI-4: Mengolah, menalar, menyaji, dan mencipta dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri serta bertindak secara efektif dan kreatif dan mampu menggunakan
metode sesuai kaidah keilmuan.
Kompetensi Dasar:
Menyajikan fakta dan fenomena yang berhubungan dengan perilaku riya’ dan
nifaq.
Tujuan Pembelajaran
Materi Pembelajaran:
Akhlak tercela merupakan perbuatan yang menyimpang dari ajaran Allah akan
berdampak negatif bagi pelaku maupun orang lain. Dan di antara akhlak tercela
ialah riya’ dan nifaq.
Riya artinya adalah memperlihatkan kepada orang lain baik berupa barang
maupun perbuatan baik yang dilakukan dengan maksud agar orang lain dapat
melihatnya dan akhirnya memujinya. Hal yang mirip dengan riya’ adalah sum’ah
yaitu berbuat kebaikan agar kebaikan itu didengar oleh orang lain dan mendapat
pujian, walaupun kebaikan itu berupa amal ibadah kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala. Nifaq berarti perbuatan menyembunyikan kekafiran di dalam hatinya, dan
menampakkan keimanannya dengan ucapan dan tindakan. Perilaku seperti ini
pada merupakan bentuk ketidaksesuaian antara keyakinan, perkataan dan
perbuatan. Dengan kata lain nifaq adalah tindakan yang selalu dilakukan yang
berupa kebohongan, baik terhadap hati nuraninya, kepada Allah Subhanahu Wa
Ta'ala maupun kepada sesama manusia. Pelaku perbuatan nifaq disebut dengan
munafik. nifaq dikategorikan menjadi dua macam yaitu nifaq I’tiqadi yang
merupakan suatu bentuk perbuatan yang menyatakan dirinya beriman kepada
Allah Subhanahu Wa Ta'ala di dalam hatinya Sedangkan di dalam hatinya tidak
ada keimanan sama kali. Orang-orang munafik dari jenis ini melaksanakan shalat,
bersedekah dan beramal sholeh lainnya, namun tindakan itu tidak didasari oleh
keimanan di dalam hatinya. Nifaq ‘Amali adalah kemunafikan berupa
pengingkaran terhadap kebenaran dalam bentuk perbuatan. Ciri-ciri perbuatan
yang termasuk kategori nifaq yaitu: tidak mampu menegakkan shalat kecuali
dengan malas-malasan, merasa ragu terhadap balasan Allah di akhirat, hanya
berpikir jangka pendek yaitu kekayaan duniawi semata, terbiasa melakukan
kebohongan, ingkar janji dan tidak mampu beramar ma'ruf nahi mungkar dan
seringkali dalam pembicaraannya dan menyakiti nabi atau Islam.
Media: gambar tentang Desain sampul al-Qur’an di zaman klasik dan zaman
modern.
Sumber pembelajaran: buku ajar siswa Akidah Akhlak kelas VII, al-Qur’an dan
terjemahannya.
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang akan
dipelajari, guru mengawali pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan: Apa
yang kalian ketahui tentang akhlak tercela riya’ dan nifaq?
Mengamati
Guru meminta siswa untuk mengamati gambar yang ada di modul siswa.
Menaya
Siswa memberikan tanggapan mengenai praktik perilaku akhlak tercela riya’ dan
nifaq dalam kehidupan sehari-hari.
Mengeksplorasi
Mengasosiasi
Mengkomunikasikan
Kegiatan penutup
Guru memberikan tugas terkait materi “akhlak tercela riya’ dan nifaq.
1
Fitriah M. Suud, Amtsal, hlm. 13-16
Dalam tiga ranah pendidikan yaitu, kognitif, afektif, dan
psikomotor, al-Qur’an mampu memberikan stimulus yang sangat baik
dalam aspek psikologis pendidikan. Hal ini karena al-Qur’an mampu
memunculkan perasaan ketuhanan dan mampu mengarahkan perilaku
ke arah yang lebih baik.
Psikologis Islam menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah rujukan
pertama dan utama dalam pengembangan psikologis Islam. Aspek
psikologis yang dimaksud di atas hanya sebagian besar dan masih
bersifat umum, maka jika ingin mengkaji lebih lanjut maka bisa
melihat ayat-ayat amtsal di dalam al-Qur’an.2
Piaget menyebutkan bahwa dalam psikologis perkembangan,
bahwa anak-anak di usia sekolah (7-11 tahun) telah memasuki
pemikiran operasional konkret.3 Masa ini anak mulai dapat menangkap
hal-hal yang logis dan konkret yang dilihat di alam nyata. Sehingga hal
ini sejalan dengan tujuan amtsal yaitu menyampaikan hal yang abstrak
dengan perumpamaan dari benda alam sekitar yang bersifat konkret.
Pada masa ini anak telah mampu berfikir secara logis mengenai
benda-benda konkret dan mengelompokkannya ke dalam bentuk yang
berbeda. Pada usia ini mereka mampu berpikir logis, dan mampu
memahami sejumlah konsep hitung-hitungan sederhana. Pada usia ini
anak tidak mengandalkan informasi dari panca indra untuk memahami
alam sekitar, mereka sudah mampu membedakan apa yang mereka
lihat dengan kenyataan yang sebenarnya serta apa yang bersifat
sementara dan yang bersifat tetap. Seperti mereka akan mengetahui
bahwa air dari gelas yang pendek jika dipindahkan ke dalam gelas
yang lebih tinggi maka jumlah airnya tetap akan sama. Hal ini
dikarenakan mereka tidak lagi mengandalkan persepsi penglihatan
namun juga sudah mampu menggunakan logika.
2
Fuad Nashori, Agenda Psikologis Islam, (Yogyakarta, 2010), hlm. 64.
3
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, terj. Triwibowo B.S, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2008), hlm. 48.
Suatu hal yang nyata atau konkret lebih mudah untuk dipahami,
namun sebagian orang tidak mengerti kenapa hal tersebut terjadi.
Padahal semua itu telah dijelaskan dalam ilmu psikologis faal yaitu
salah satu cabang ilmu psikologis yang membahas perilaku manusia
dan kaitannya dengan fungsi serta kerja alat-alat tubuh.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa alat-alat tubuh manusia
memiliki fungsi yang meliputi kemampuan kognisi, afeksi dan konasi.
Salah satu hal yang dipelajari di dalam psikologis adalah sistem saraf,
cara kerja otak, serta emosi manusia dan lain sebagainya.4
4
Metode perumpamaan ini akan dapat memberikan pemahaman
yang mendalam terhadap hal-hal yang sulit untuk dicerna oleh pikiran.
Apabila pikiran dan perasaan anak didik telah tersentuh, makan akan
mudah untuk mengarahkan anak didik berakhlak mulia dengan
kesadaran yang tinggi.
Dalam penerapannya, ada beberapa hal yang menjadi
permasalahan ketika mengaplikasikan metode perumpamaan ini, yaitu:
1. Pendidik enggan menggunakan metode ini karena metode ini
berbentuk cerita sehingga akan menghabiskan energi.
2. Penggunaan metode perumpamaan dianggap sebagai metode yang
mudah sehingga dalam penyajiannya guru terkesan asal-asalan.
3. Guru menggunakan metode perumpamaan ini dengan cara
mengambil perumpamaan yang ada di dalam al-Qur’an atau
dengan perumpamaan yang pernah digunakan oleh Rasulullah dan
terkadang guru menggunakan perumpamaan yang dikarang sendiri
dan setiap hari menggunakan metode ini.
Dari permasalahan di atas, ada beberapa solusi yang bisa
digunakan, yaitu:
1. Seorang pendidik harus membuang sifat malas yang ada di dalam
dirinya.
2. Jika misalnya guru sudah mengkondisikan siswa dengan baik
namun suasana yang kurang mendukung untuk menggunakan
metode tersebut maka sebaliknya pendidik menggunakan kata-kata
yang lebih lembut kepada anak didik sehingga dapat
membangkitkan semangat dan motivasi bagi anak didik.
3. Guru yang terlalu sering menggunakan metode perumpamaan
dapat menyebabkan peserta didik menjadi bosan, maka sebaliknya
pendidik menggunakan metode yang berbeda dan bervariasi sesuai
dengan materi pembelajarannya.5
5
Junaidi Arsyad, Metode, hlm. 17-19.