PENGELOLAAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DAERAH
DISUSUN OLEH :
KEL0MPOK IX
NURDIANA 1922056
NURAISYAH 1922065
SYAHRUL ARISANDI 1922046
Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun pasti selalu ada kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik.
Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
KELOMPOK 9
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
D. Pelaksanaan APBD
E. Perhitungan APBD
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A .LATAR BELAKANG MASALAH
C.TUJUAN
PEMBAHASAN
Hak Daerah
Kewajiban Daerah
Akuntabilitas
Pengambilan suatu keputusan sesuai dengan mandat yang diterima. Kebijakan
harus dapat diakses dan dikomunikasikan
Dalam pengelolaan harus dipercayakan kepada pegawai yang punya integritas dan
kejujuran yang tinggi.
Transparansi
Keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan keuangan daerah sehingga
dapat diawasi oleh DPRD dan Masyarakat.
Pengendalian
1. Anggaran pendapatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah.
4. Peraturan Daerah Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
penetapan APBD,
kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini
harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama
tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD
tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati
bersama.
D.PELAKSANAAN APBD
Pelaksanaan APBD dimulai dengan uraian tentang asas umum pelaksanaan APBD yang
mencakup:
Dana yang diterima oleh SKPD tidak boleh langsung digunakan untuk
membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan;
Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas
umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja;
Pengeluaran seperti tersebut pada butir (6) hanya dapat dilakukan dalam
keadaan darurat, yang selanjutnya harus diusulkan terlebih dahulu dalam
“rancangan perubahan APBD” dan/atau disampaikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran (LRA);
Karena bahan ajar ini dititikberatkan pada kebutuhan pejabat Eselon II di lingkungan
satuan kerja perangkat daerah (SKPD), maka uraian ini juga difokuskan pada Dokumen
Pelaksanaan Anggaran di lingkungan SKPD (DPA-SKPD) yang mencakup:
d. Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
Setiap pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD harus didukung dengan
bukti yang lengkap dan sah. Bukti-bukti tersebut harus mendapat pengesahan dari pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari
penggunaan bukti tersebut. Selanjutnya dalam melaksanakan anggaran belanja daerah
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengeluaran kas yang menjadi beban APBD tidak boleh dilakukan
sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan
dicantumkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak
termasuk pengeluaran untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja
daerah yang bersifat wajib yang ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah;
E.PERHITUNGAN APBD
APBD terdiri dari tiga komponen utama yaitu pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah terdiri dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD), pos Dana Perimbangan, dan pos lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Di dalam pos PAD ada komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan
sumber pendapatan utama dari pemerintah daerah itu sendiri yang diperoleh dari wajib
pajaknya. Selanjutnya untuk Dana Perimbangan merupakan dana yang diperoleh
pemerintah daerah dari pemerintah pusat sebagai perwujudan dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal. Selain sumber pendapatan yang diperoleh dari daerah tersebut dan
pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memperoleh pendapatan dari daerah lain yang
berupa komponen Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan pemda lainnya yang ada di
dalam pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Dalam APBD, Pemda dapat merencanakan defisit atau surplus APBD. Pada
kenyataannya, di dalam dokumen APBD seringkali terjadi defisit daerah. Defisit daerah
dapat ditutup dengan pembiayaan daerah. Pembiayaan daerah terdiri dari dua pos yaitu
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pemerintah daerah memiliki
kecenderungan untuk menutup defisit daerah dari Sisa Lebih Penghitungan Anggaran
(SiLPA) Tahun Anggaran sebelumnya atau dengan melakukan pinjaman daerah atau
obligasi daerah yang berada di pos penerimaan pembiayaan. Pos pengeluaran pembiayaan
juga memiliki dua komponen utama yang banyak digunakan oleh pemda yaitu penyertaan
modal (investasi daerah) dan pembayaran pokok utang.
CONTOH
daripada peningkatan belanja yang hanya sebesar 0,5 persen. Hal ini kemudian
terlihat dari jumlah defisit pada tahun 2017 yang lebih rendah 13,4 Triliun Rupiah, jika
dibandingkan tahun 2016. Sementara itu anggaran pembiayaan tahun 2017 lebih rendah
dibandingkan dengan anggaran tahun 2016 dengan selisih sebesar 12,5 Triliun Rupiah
atau 20,28 persen.
G. Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 yang
menyatakan bahwa untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBD. Ini berarti bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
merupakan pengawasan eksternal dan ditekankan pada pencapaian sasaran APBD. Pengawasan
DPRD dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu rapat kerja, rapat dengar pendapat,
rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja. Di samping itu, pengawasan dilakukan melalui
penggunaan hak-hak (Budiharjo.2008: 324-326) yaitu; Hak interprelasi adalah hak untuk meminta
keterangan pemerintah mengenai kebijakan disuatu bidang, Hak mengajukan pertanyaan,
memberikan pendapat, memberikan persetujuan dan memberikan pertimbangan dan Hak angket
adalah hak untuk
mengadakan penyelidikan sendiri.
Berdasarkan hak ini, DPRD memiliki posisi, tugas, dan fungsi penting dalam pengawasan
APBD yang lebih luas, dimana anggota DPRD harus melakukan fungsi pengawasan secara nyata.
Indriani dan Baswir (2003:79) menyatakan bahwa pengawasan keuangan daerah (APBD) harus
dimulai dari proses perencanaan hingga proses pelaporan. Fungsi pengawasan tersebut yaitu:
a. Perencanaan
Pada tahap ini DPRD memiliki peran dalam melakukan kegiatan yaitu menampung aspirasi
masyarakat, menetapkan petunjuk dan kebijkan publik tentang APBD dan menentukan strategi dan
prioritas dari APBD tersebut, melakukan klarifikasi dan ratifikasi (diskusi APBD dalam rapat
paripurna), serta mengambil keputusan dan pengesahan.
b. Pelaksanaan
Peran DPRD direalisasikan dengan melakukan evaluasi terhadap APBD yang dilaporkan
secara kuarter dan melakukan pengawasan lapangan melalui inspeksi dan laporan realisasi
anggaran, termasuk juga evaluasi terhadap revisi atau perubahan anggaran. Hal tersebut
dikarenakan adanya masalah yang sering timbul pada tahap implementasi yaitu banyaknya
revisi dan perubahan APBD.
c. Pelaporan
Fungsi pengawasan dari DPRD dapat diimplementasikan dengan mengevaluasi laporan
realisasi APBD secara keseluruhan (APBD tahunan) dengan memeriksa laporan APBD dan
catatan atas audit APBD dan juga inspeksi lapangan.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 42 Ayat 1 (h), menyatakan bahwa DPRD
diberi hak untuk meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Mengenai hak meminta pertanggungjawaban kepala
daerah, hal ini merupakan hak yang strategis bagi DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasannya. Berdasarkan hak ini, DPRD mempunyai posisi, tugas, dan fungsi yang penting
dan semakin luas dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah, sehingga sebagai lembaga
legislatif DPRD harus benar-benar melakukan fungsi pengawasan tersebut secara efektif dan
efisien..
Pasal 102 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah mengungkapkan bahwa Laporan Keuangan
pelaksanaan APBD disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Sementara itu pada Pasal 101 diungkapkan bahwa
Kepala Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Kedua ketentuan tersebut secara jelas menunjukkan bahwa Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus dilaksanakan sesuai kaidah – kaidah
waktu yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan agar pemeriksaan yang dilaksanakan
oleh BPK dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku
kepentingan dalam rangkaian pengelolaan keuangan daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan Pemeriksaan LKPD dilaksanakan
dalam Tahapan
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Djarwanto PS. 1996. Statistik Induktif. Yogyakarta: BPFE UGM
Yuwono, S., I.T. Agus, dan Hariyandi. 2005. Penganggaran Sektor Publik, Pedoman
Praktis, Penyusunan, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBD (Berbasis Kinerja).
Bayumedia Publising, Malang. 2011.Toto Titi Tentrem Kerto Raharjo (online)
http://polresmerangin.info/index.php?option=com_content&view=article&id=564