Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENGELOLAAN PERTANGGUNGJAWABAN
KEUANGAN DAERAH

DISUSUN OLEH :
KEL0MPOK IX

NURDIANA 1922056
NURAISYAH 1922065
SYAHRUL ARISANDI 1922046

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI
(UMSI)
T.A 2021/ 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Alhamdulilahi Robbilalamin, segala


puji bagi Allah atas segala berkat, rahmat, serta hidayah-Nya yang tidak terkira besarnya,
sehingga kami dapat menyelesaikan maklah yang berjudul ”Pengelolaan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.”

Dalam penyusunannya, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagi pihak,


karena itu kami mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya yang telah memberikan
dukungan dan kepercayaan yang begitu besar, semoga ini bisa memberikan sedikit
kebahagiaan dan menuntun kapada langkah yang lebih baik.

Meskipun kami berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun pasti selalu ada kekurangannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik.

Akhir kata kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh .

Sinjai, Oktober, 2021

KELOMPOK 9
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian

B. Pengelolaan Keuangan Daerh

C. Penyusunan dan Penetapan APBD

D. Pelaksanaan APBD

E. Perhitungan APBD

F. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah

G. Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah

H. Pemeriksaan Keuangan Daerah


BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN
A .LATAR BELAKANG MASALAH

Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah telah ditetapkan pada


Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah adalah
keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Apabila pengelolaan keuangan
daerah dilakukan dengan baik sesuai peraturan pemerintah yang telah ditetapkan, tentunya
akan meningkatkan kinerja keuangan daerah itu sendiri.
Salah satu instrument untuk menilai kinerja pemerintah daerah dalam mengelola
keuangan daerah adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap anggaran
pendapatan dan belanja yang telah ditetapkan dan disahkan. Kinerja Keuangan Pemerintah
Daerah adalah tingkat capaian dari suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi
anggaran dan realisasi anggaran dengan menggunakan indikator keuangan yang ditetapkan
melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama periode anggaran.
Pengukuran Kinerja Keuangan dapat diukur berdasarkan Rasio Kemandirian Keuangan
Daerah dengan rumus Pendapatan Asli Daerah dibagi Pendapatan Transfer di kali 100%.
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah menggambarkan sejauh mana ketergantungan daerah
terhadap sumber dan ekstern. Semakin tinggi rasio ini berarti tingkat ketergantungan daerah
terhadap bantuan pihak ekstern semakin rendah begitupun sebaliknya.
Hal yang paling utama yang mencirikan bahwa suatu daerah merupakan daerah
otonomi terletak pada kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah otonom harus
memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber keuangan sendiri .
B.RUMUSAN MASALAH

1.Apakah Pengertian dari Pengelolaan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah?


2.Bagaimanakah Cara Pengelolaan Keuangna Daerah?
3.Bagaimanakah Penyusunan Dan Penetapan APBD?
4.Bagaimana Cara Pelaksanaan APBD?
5.Bagaimanakah Cara Perhitungan APBD?
6.Bagaimanakah Pertanggungjawaban Keuangan Daerah?
7.Bagaimanakah Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah?
8.Bagaimana Tata Cara Pemeriksaan Keuangan Daerah?

C.TUJUAN

1.Mengetahui Pengertian dari Pengelolan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.


2.Mengetahui Tata Cara Pengelolaan Keungan Daerah.
3.Mengetahui Cara Penyusunan dan Penetapan APBD.
4.Mengetahui Cara Pelaksanaan APBD.
5.Mengetahui Cara Perhitungan APBD.
6.Mengetahui Prosedur Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
7.Mengetahui Cara Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah.
8.Bagaimnakah Prosedur Pemeriksaan Keuangan Daerah.
BAB II

PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN KEUANGAN DAERAH


Menurut UU Nomor UU Nomor 23 tahun 2014. Keuangan Daerah adalah semua hak dan
kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang
yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.
Menurut PP Nomor 58 tahun 2005 Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban
daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang
termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
daerah tersebut.

1. Unsur Pokok Keuangan Daerah

   Hak Daerah

   Kewajiban Daerah

   Kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban

   Dapat dinilai dengan Uang

2. Prinsip Manajemen Keuangan Daerah

 Akuntabilitas
Pengambilan suatu keputusan sesuai dengan mandat yang diterima. Kebijakan
harus dapat diakses dan dikomunikasikan

 Value for Money


Prinsip ini dioperasionalkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien
 Kejujuran dalam mengelola keuangan publik

Dalam pengelolaan harus dipercayakan kepada pegawai yang punya integritas dan
kejujuran yang tinggi.

 Transparansi
Keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan keuangan daerah sehingga
dapat diawasi oleh DPRD dan Masyarakat.

   Pengendalian

Monitoring terhadap penerimaan maupun pengeluaran APBD


 

B. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Pengelolaan dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan pengelola keuangan daerah.


Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang
dipisahkan.
 Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD
ditetapkan dengan APBD terdiri atas:

1. Anggaran pendapatan

 Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah,
hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain

      Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

 Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas
pemerintahan di daerah.

3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau


pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

4. Peraturan Daerah Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

C.PENYUSUNAN DAN PENEPATAN APBD

Proses perencanaan dan penyusunan APBD, mengacu pada PP Nomor 58 Tahun


2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, secara garis besar sebagai berikut:

 penyusunan rencana kerja pemerintah daerah;

 penyusunan rancangan kebijakan umum anggaran;

 penetapan prioritas dan plafon anggaran sementara;

 penyusunan rencana kerja dan anggaran SKPD;

 penyusunan rancangan perda APBD; dan

 penetapan APBD,

1. Tahapan penyusunan rancangan APBD terlihat sebagai berikut:

Rencana Kerja Pemerintah Daerah Penyusunan APBD didasarkan pada perencanaan


yang sudah ditetapkan terlebih dahulu, mengenai program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan. Bila dilihat dari perspektif waktunya, perencanaan di tingkat pemerintah
daerah dibagi menjadi tiga kategori yaitu: Rencana Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 20 tahun; Rencana Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) merupakan perencanaan pemerintah daerah untuk periode 5
tahun; dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) merupakan perencanaan tahunan
daerah. Sedangkan perencanaan di tingkat SKPD terdiri dari: Rencana Strategi (Renstra)
SKPD merupakan rencana untuk periode 5 tahun; dan Rencana Kerja (Renja) SKPD
merupakan rencana kerja tahunan SKPD.
2. Proses penyusunan perencanaan di tingkat satker dan pemda dapat
diuraikan sebagai berikut:

 SKPD menyusun rencana strategis (Renstra-SKPD) yang memuat visi,


misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang
bersifat indikatif sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing.

 b. Penyusunan Renstra-SKPD dimaksud berpedoman pada rencana


pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD).

 Pemda menyusun rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) yang


merupakan penjabaran dari RPJMD dengan menggunakan bahan dari
Renja SKPD untuk jangka waktu satu tahun yang mengacu kepada Renja
Pemerintah.

 Renja SKPD merupakan penjabaran dari Renstra SKPD yang disusun


berdasarkan evaluasi pencapaian pelaksanaan program dan kegiatan
tahun-tahun sebelumnya.

 RKPD memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas,


pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan
pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemda maupun
ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat

 Kewajiban daerah sebagaimana dimaksud di atas adalah


mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal sesuai
dengan peraturan perundangundangan.

 RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara


perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.

 Penyusunan RKPD diselesaikan selambat-lambatnya akhir bulan Mei


tahun anggaran sebelumnya

 RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.


3. Penetapan APBD

Proses penetapan APBD melalui tahapan sebagai berikut:

 Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD Menurut


ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda
beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan disosialisasikan
kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah

kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun
anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang direncanakan untuk
mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini
harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama
tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD
tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati
bersama.

 Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan


kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait.
Selanjutnya menurut Pasal 108 ayat (2) Permendagri Nomor 13 Tahun
2006, apabila dalam waktu 30 (tiga puluh hari) setelah penyampaian
Raperda APBD Gubernur tidak mengesahkan raperda tersebut, maka
kepala daerah (Bupati/Walikota) berhak menetapkan Raperda tersebut
menjadi Peraturan Kepala Daerah.

 Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala


Daerah tentang Penjabaran APBD Raperda APBD pemerintahan
kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala
Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh
Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi
tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional,
keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta
untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan
dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau
peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan
dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota
paling lama 15 (lima belas ) hari kerja terhitung sejak diterimanaya
Raperda APBD tersebut.

 Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang


Penjabaran APBD Tahapan terakhir adalah menetapkan raperda APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD yang
telah dievaluasi tersebut menjadi Peraturan Daerah tentang APBD dan
Peraturan Kepala Daerah tentangDaerah tentang APBD dan Peraturan
Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan
Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh
Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja
setelah tanggal ditetapkan.

D.PELAKSANAAN APBD

Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk


melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana anggaran yang
disusun dengan baik tenyata tidak dilaksanakan dengan tepat, tetapi tidak mungkin
anggaran yang tidak disusun dengan baik dapat diterapkan secara tepat. Persiapan
anggaran yang baik merupakan awal baik secara logis maupun kronologis.

Pelaksanaan anggaran melibatkan lebih banyak orang daripada persiapannya dan


mempertimbangkan umpan balik dari pengalaman yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
pelaksanaan anggaran harus:

 Menjamin bahwa anggaran akan dilaksanakan sesuai dengan wewenang


yang diberikan baik dalam aspek keuangan maupun kebijakan;

 Menyesuaikan pelaksanaan anggaran dengan perubahan signifikan dalam


ekonomi makro;

 Memutuskan adanya masalah yang muncul dalam pelaksanaannya;

 Menangani pembelian dan penggunaan sumber daya secara efisien dan


efektif. Sistem pelaksanaan anggaran harus menjamin adanya ketaatan
terhadap wewenang anggaran dan memiliki kemampuan untuk
melakukan pengawasan dan pelaporan yang dapat langsung mengetahui
adanya masalah pelaksanaan anggaran serta memberikan fleksibilitas
bagi para manajer.
A. Asas Umum Pelaksanaan APBD

Pelaksanaan APBD dimulai dengan uraian tentang asas umum pelaksanaan APBD yang
mencakup:

 Bahwa semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam rangka


pelaksanaan urusan pemerintahan daerah harus dikelola dalam APBD;

 Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima


pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan;

 Dana yang diterima oleh SKPD tidak boleh langsung digunakan untuk
membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan;

 Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas
umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja;

 Jumlah belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas


tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja

 Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja daerah jika


untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana
dalam APBD;

 Pengeluaran seperti tersebut pada butir (6) hanya dapat dilakukan dalam
keadaan darurat, yang selanjutnya harus diusulkan terlebih dahulu dalam
“rancangan perubahan APBD” dan/atau disampaikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran (LRA);

 Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-


undangan;

 Setiap SKPD tidak boleh melakukan pengeluaran atas beban anggaran


daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD; dan
 Pengeluaran belanja daerah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip
hemat, tidak mewah, efektif, efisien, dan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.

B. Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD

Karena bahan ajar ini dititikberatkan pada kebutuhan pejabat Eselon II di lingkungan
satuan kerja perangkat daerah (SKPD), maka uraian ini juga difokuskan pada Dokumen
Pelaksanaan Anggaran di lingkungan SKPD (DPA-SKPD) yang mencakup:

 Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD

Rancangan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD harus diberitahukan kepada


semua Kepala SKPD oleh pejabat pengelola keuangan daerah (PPKD) paling lama 3
(tiga) hari kerja setelah Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan.

Rancangan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD tersebut harus memuat rincian


tentang: sasaran yang hendak dicapai, program dan kegiatan yang direncanakan, anggaran
yang tersedia untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana dari setiap
SKPD serta pendapatan yang diperkirakan. Setelah selesai, kepala SKPD harus
menyerahkan DPA-SKPD tersebut kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah pemberitahuan penyusunan RKA-SKPD
tersebut diterima oleh setiap SKPD.

Selanjutnya bersama-sama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD),


pejabat pengelola keuangan daerah melakukan verifikasi terhadap rancangan DPA-SKPD
tersebut paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak ditetapkannya peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD.

Dan berdasarkan hasil verifikasi ini Pejabat Pengelola Keuangan Daerah


mengesahkan DPA-SKPD dengan persetujuan Sekretaris Daerah. DPA-SKPD yang telah
disahkan tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh para
kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang.

 Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah


Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan anggaran pendapatan
daerah adalah bahwa:

a. Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus dilaksanakan


melalui rekening kas umum daerah;

b. Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap


dansah;

c. Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus


mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang dan
tanggung jawabnya;

d. Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;

e. Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan, atau


pendapatan lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk apapun
yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara langsung merupakan
akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan
barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan
lain yang timbul sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank
serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan
lainnya;

f. Semua pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang


sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai
pendapatan daerah.

 Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah

Setiap pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD harus didukung dengan
bukti yang lengkap dan sah. Bukti-bukti tersebut harus mendapat pengesahan dari pejabat
yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari
penggunaan bukti tersebut. Selanjutnya dalam melaksanakan anggaran belanja daerah
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Pengeluaran kas yang menjadi beban APBD tidak boleh dilakukan
sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan
dicantumkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak
termasuk pengeluaran untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja
daerah yang bersifat wajib yang ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah;

b. Dasar pengeluaran belanja untuk keperluan tak terduga yang dianggarkan


dalam APBD (misalnya untuk mendanai tanggap darurat, bencana alam
atau bencana sosial, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan
daerah tahun sebelumnya) harus ditetapkan dengan keputusan kepala
daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lama 1 (satu) bulan sejak
keputusan tersebut ditetapkan;

c. Pimpinan instansi/lembaga penerima dan tanggap darurat harus


bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut dan wajib
menyampaikan laporan realisasi penggunaan dana kepada atasan
langsung dan kepala daerah sesuai dengan tata cara pemberian dan
pertanggungjawaban dana darurat yang ditetapkan dalam peraturan
kepala daerah.

d. Bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak penghasilan (PPh)


dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan
pajak yang dipungutnya ke rekening kas negara pada bank yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro
dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

e. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/


kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola
oleh bendahara pengeluaran.

E.PERHITUNGAN APBD
APBD terdiri dari tiga komponen utama yaitu pendapatan daerah, belanja
daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah terdiri dari pos Pendapatan Asli
Daerah (PAD), pos Dana Perimbangan, dan pos lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Di dalam pos PAD ada komponen Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang merupakan
sumber pendapatan utama dari pemerintah daerah itu sendiri yang diperoleh dari wajib
pajaknya. Selanjutnya untuk Dana Perimbangan merupakan dana yang diperoleh
pemerintah daerah dari pemerintah pusat sebagai perwujudan dari pelaksanaan
desentralisasi fiskal. Selain sumber pendapatan yang diperoleh dari daerah tersebut dan
pemerintah pusat, pemerintah daerah juga memperoleh pendapatan dari daerah lain yang
berupa komponen Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan pemda lainnya yang ada di
dalam pos Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Komponen belanja daerah merupakan perwujudan pemerintah daerah dalam


mengeluarkan uangnya untuk pelayanan publik. Terdapat empat pos utama di dalam
belanja daerah yaitu pos Belanja Pegawai, pos Belanja Barang dan Jasa, pos Belanja
Modal, dan pos Belanja lainnya. Melalui belanja daerah ini diperoleh informasi prioritas
belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah yang dapat berdampak pada kesejahteraan
warganya.

Dalam APBD, Pemda dapat merencanakan defisit atau surplus APBD. Pada
kenyataannya, di dalam dokumen APBD seringkali terjadi defisit daerah. Defisit daerah
dapat ditutup dengan pembiayaan daerah. Pembiayaan daerah terdiri dari dua pos yaitu
penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Pemerintah daerah memiliki
kecenderungan untuk menutup defisit daerah dari Sisa Lebih Penghitungan Anggaran
(SiLPA) Tahun Anggaran sebelumnya atau dengan melakukan pinjaman daerah atau
obligasi daerah yang berada di pos penerimaan pembiayaan. Pos pengeluaran pembiayaan
juga memiliki dua komponen utama yang banyak digunakan oleh pemda yaitu penyertaan
modal (investasi daerah) dan pembayaran pokok utang.

CONTOH

Gambaran Umum APBD 2017

Pendapatan dan Belanja daerah dalam APBD tahun 2017 mengalami


peningkatan dibandingkan dengan APBD tahun 2016. Persentase peningkatan pendapatan
adalah sebesar 1,9 persen, dimana peningkatan tersebut lebih tinggi

daripada peningkatan belanja yang hanya sebesar 0,5 persen. Hal ini kemudian
terlihat dari jumlah defisit pada tahun 2017 yang lebih rendah 13,4 Triliun Rupiah, jika
dibandingkan tahun 2016. Sementara itu anggaran pembiayaan tahun 2017 lebih rendah
dibandingkan dengan anggaran tahun 2016 dengan selisih sebesar 12,5 Triliun Rupiah
atau 20,28 persen.

F.PERTANGGUNG JAWABAN KEUANGAN DAERAH

UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, khususnya pasal 30-32


menjelaskan tentang bentuk pertanggungjawaban keuangan negara. Dalam ketentuan tersebut,
baik Presiden maupun Kepala Daerah (Gubernur/Bupati /Walikota/) diwajibkan untuk
menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD kepada DPR/DPRD berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa
oleh BPK selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir (Bulan Juni tahun
berjalan). Laporan keuangan tersebut setidak-tidaknya berupa Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan, yang mana penyajiannya
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan lampiran laporan keuangan
perusahaan negara/BUMN pada LKPP dan lampiran laporan keuangan perusahaan
daerah/BUMD pada LKPD.
Bentuk pertanggungjawaban keuangan negara dijelaskan secara rinci pada Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah. Khususnya pada pasal 2, dinyatakan bahwa dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan
Laporan Keuangan dan Laporan Kinerja. Ketentuan ini tentunya memberikan kejelasan atas
hirarki penyusunan laporan keuangan pemerintah dan keberadaan pihak-pihak yang
bertanggung-jawab didalamnya, serta menjelaskan pentingnya laporan kinerja sebagai
tambahan informasi dalam pertanggungjawaban keuangan negara.
Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan,
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah Daerah wajib
menyampaikan pertanggungjawaban berupa:

a. Laporan Realisasi Anggaran


b. Neraca

c. Laporan Arus Kas, dan

d. Catatan atas Laporan Keuangan.


Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa
terlebih dahulu oleh BPK.

 
   G. Pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengawasan keuangan daerah, dalam hal ini adalah pengawasan terhadap angaran


keuangan daerah/APBD. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah Pasal 42 menjelaskan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanan Perda dan peraturan perundang-undangan lainya, peraturan
kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah
dan kerjasama internasional di daerah. Berdasarkan dari Undang-Undang tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pengawasan keuangan daerah dilakukan oleh DPRD yang berfokus
kepada pengawasan terhadap pelaksanan APBD.

Pengawasan yang dilakukan DPRD bertujuan untuk mengembangkan kehidupan


demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenanganya
serta mengembangakan mekanisme checks and balances antara DPRD dan eksekutif demi
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat (Budiardjo,2008:318). Hal yang sama dikemukan
oleh Sunarso (2005) bahwa DPRD berfungsi sebagai lembaga pengawasan politik dan sebagai
struktur politik akan mewujudkan pola demokrasi, salah satunya melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Pemerintah Daerah.

Pengawasan terhadap pelaksanan APBD wujudnya adalah dengan melihat, mendengar,


dan mencermati pelaksanan APBD yang dilakukan oleh SKPD, baik secara langsung maupun
berdasarkan informasi yang diberikan oleh konstiuen, tanpa masuk ke ranah pengawasan yang
bersifat eknis. Apabila ada dugaan penyimpangan, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:

 Memberitahukan kepada Kepala Daerah untuk ditndaklanjuti oleh Satuan Pengawas


Internal.

 Membentuk pansus untuk mencari nformasi yang lebih akurat.

 Menyampaikan adanya dugan penyimpangan kepada instansi penyidik (Kepolisian,


Kejaksan, dan KPK) (Fanindita, 2010).
Pengawasan angaran meliputi seluruh siklus angaran, mulai dari tahap perencanan,
pelaksanan, maupun pertangungjawaban. Secara sederhana pengawasan angaran merupakan
proses pengawasan terhadap kesesuaian perencanan angaran dan pelaksananya dalam
melaksanakan pembangunan daerah. Pengawasan terhadap pelaksanan perlu dilakukan, hal ini
bertujuan untuk memastikan seluruh kebijakan publik yang terkait dengan siklus
angaran dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berorientasi
pada prioritas publik. Namun sebelum sampai pada tahap pelaksanan, angota dewan harus
mempunyai bekal pengetahuan mengenai angaran sehinga nanti ketika melakukan pengawasan
terhadap pelaksanan angaran, angota dewan telah dapat mendeteksi apakah ada terjadi kebocoran
atau penyimpangan alokasi angaran.

Dalam konteks pengelalolaan keuangan dan pertanggung jawabannya, pengawasan


terhadap anggaran dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah pada pasal 132 DPRD melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Peraturan Daerah tentang APBD. Pengawasan tersebut bukan berarti pemeriksaan,
tetapi lebih mengarah pada pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dalam APBD. 

Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 yang
menyatakan bahwa untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan
pengawasan atas pelaksanaan APBD. Ini berarti bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
merupakan pengawasan eksternal dan ditekankan pada pencapaian sasaran APBD. Pengawasan
DPRD dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu rapat kerja, rapat dengar pendapat,
rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja. Di samping itu, pengawasan dilakukan melalui
penggunaan hak-hak (Budiharjo.2008: 324-326) yaitu; Hak interprelasi adalah hak untuk meminta
keterangan pemerintah mengenai kebijakan disuatu bidang, Hak mengajukan pertanyaan,
memberikan pendapat, memberikan persetujuan dan memberikan pertimbangan dan Hak angket
adalah hak untuk
mengadakan penyelidikan sendiri. 

Berdasarkan hak ini, DPRD memiliki posisi, tugas, dan fungsi penting dalam pengawasan
APBD yang lebih luas, dimana anggota DPRD harus melakukan fungsi pengawasan secara nyata.
Indriani dan Baswir (2003:79) menyatakan bahwa pengawasan keuangan daerah (APBD) harus
dimulai dari proses perencanaan hingga proses pelaporan. Fungsi pengawasan tersebut yaitu: 

a. Perencanaan
Pada tahap ini DPRD memiliki peran dalam melakukan kegiatan yaitu menampung aspirasi
masyarakat, menetapkan petunjuk dan kebijkan publik tentang APBD dan menentukan strategi dan
prioritas dari APBD tersebut, melakukan klarifikasi dan ratifikasi (diskusi APBD dalam rapat
paripurna), serta mengambil keputusan dan pengesahan.

b. Pelaksanaan

Peran DPRD direalisasikan dengan melakukan evaluasi terhadap APBD yang dilaporkan
secara kuarter dan melakukan pengawasan lapangan melalui inspeksi dan laporan realisasi
anggaran, termasuk juga evaluasi terhadap revisi atau perubahan anggaran. Hal tersebut
dikarenakan adanya masalah yang sering timbul pada tahap implementasi yaitu banyaknya
revisi dan perubahan APBD.

c. Pelaporan
Fungsi pengawasan dari DPRD dapat diimplementasikan dengan mengevaluasi laporan
realisasi APBD secara keseluruhan (APBD tahunan) dengan memeriksa laporan APBD dan
catatan atas audit APBD dan juga inspeksi lapangan. 

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 42 Ayat 1 (h), menyatakan bahwa DPRD
diberi hak untuk meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Mengenai hak meminta pertanggungjawaban kepala
daerah, hal ini merupakan hak yang strategis bagi DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasannya. Berdasarkan hak ini, DPRD mempunyai posisi, tugas, dan fungsi yang penting
dan semakin luas dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah, sehingga sebagai lembaga
legislatif DPRD harus benar-benar melakukan fungsi pengawasan tersebut secara efektif dan
efisien..

H. PEMERIKSAAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 102 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah mengungkapkan bahwa Laporan Keuangan
pelaksanaan APBD disampaikan kepada BPK selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
setelah tahun anggaran berakhir. Sementara itu pada Pasal 101 diungkapkan bahwa
Kepala Daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh BPK paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
Kedua ketentuan tersebut secara jelas menunjukkan bahwa Pemeriksaan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) harus dilaksanakan sesuai kaidah – kaidah
waktu yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan agar pemeriksaan yang dilaksanakan
oleh BPK dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pemangku
kepentingan dalam rangkaian pengelolaan keuangan daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, pelaksanaan Pemeriksaan LKPD dilaksanakan
dalam Tahapan

(1) Perencanaan Pemeriksaan

(2) Pelaksanaan Pemeriksaan Pendahuluan LKPD


(3) Pelaksanaan Pemeriksaan Terinci LKPD

(4) Penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Pemeriksaan LKPD

(5) Penyerahan LHP LKPD.

BAB II

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelolaan dan


pertanggungjawaban keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Apabila
pengelolaan keuangan daerah dilakukan dengan baik sesuai dengna
peraturan pemerintah yang telah ditetapkan, tentunya akan meningkatkan
kinerja keuangna daerah itu sendiri. Adapun keuangan daerah adalah
semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang dan
segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik daerah
yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Pengelolaan keuangna daerah dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan
daerah. Kepala daerah selaku kepala pemerintah daerah adalah pemegang
kekuasaan pengelolaan keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah
dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pertanggung
jawaban keuangan daerah telah diatur dalam UU dimana setiap kepala
daerah wajib melapkan semua anggaran belanja daerahnya yang kemudian
diperiksa oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) selambat-lambatnya 6
bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan keuangan yang
dilakukan oleh BPK dilaksanakan melalui beberapa tahapan.

B. SARAN

Pertanggungjawaban keuangan daerah harus dilaksanakan sebaik


mungkin, hal ini sesuai dengan UU . Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, bagi penulis secara khusus dan bagi
masyarakat secara umum.

DAFTAR PUSTAKA
Djarwanto PS. 1996. Statistik Induktif. Yogyakarta: BPFE UGM

Halim, Abdul, 2002. Akuntansi Keuangan Daerah, Salemba Empat, Jakarta

Sardjito, Bambang Dan Muthaher 2007. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran


Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah : Budaya Organisasi Dan Komitmen
Organisasi Sebagai Variabel Moderating. Simposium Nasional Akuntansi X Makasar
2007

Undang-Undang Republik IndonesiaNo 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Utari,


Nuraeni. 2009.

Yuwono, S., I.T. Agus, dan Hariyandi. 2005. Penganggaran Sektor Publik, Pedoman
Praktis, Penyusunan, Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban APBD (Berbasis Kinerja).
Bayumedia Publising, Malang. 2011.Toto Titi Tentrem Kerto Raharjo (online)
http://polresmerangin.info/index.php?option=com_content&view=article&id=564

Anda mungkin juga menyukai