Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Healthcare Associated Infections (HAIs)”
Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Keperawatan Dasar II dalam
penyusunan makalah penulis mendapatkan bimbingan dari dosen Keperawatan Dasar II.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
  Ns. Roymond H. Siamora, M.Kep selaku dosen dan koordinator mata kuliah
Keperawatan Dasar II.
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan,
sehingga penulis mengharapkan sumbang saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca, khususnya mahasiswa Keperawatan.

Medan, 28 Maret 2018

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................. 1
DAFTAR ISI ............................................................................................................ 2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 3
.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 5
1.3 Tujuan............................................................................................................... 5
1.4 Manfaat............................................................................................................. 5
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) ......................................... 6
2.2 Epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs) ................................. 6
Sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) .......................... 7
2.3 Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)............. 8
2.4 Patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs) .................................... 11
2.5 Faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs) .................................. 13
2.6 Gejala klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs) .................................. 14
2.7 Diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ....................................... 15
2.8 Pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs)..................................... 15
2.9 Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs) .................................... 16
2.10 Peran perawat dalam Manajemen HAIs ?........................................................ 18
BAB III. PENUTUP
.1 Kesimpulan......................................................................................................... 20
.2 Saran.................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Angka insiden klien yang terkena infeksi sebagai akibat langsung dari tinggal
di rumah sakit dan prosedur rumah sakit semakin meningkat. Infeksi yang terjadi di
rumah sakit sekarang lebih dikenal dengan Healthcare-associated infections (HAIs)
atau bisa pula disebut infeksi Nosokomial. Infeksi nosokomial merupakan salah satu
penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian
(mortality) di rumah sakit. Infeksi nosokomial dapat menjadi masalah kesehatan
baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Oleh karena itu rumah
sakit dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan
standar yang sudah ditentukan dan harus diterapkan oleh semua kalangan petugas
kesehatan.
Penelitian yang dilakukan National Nosokomial Infections Surveillance
(NNIS) dan Centers of Disease Control and Prevention’s (CDC’s) pada tahun 2002
melaporkan bahwa 5 sampai 6 kasus infeksi nosokomial dari setiap 100 kunjungan
ke rumah sakit. Diperkirakan 2 juta kasus infeksi nosokomial terjadi setiap tahun di
Amerika Serikat.2 Penelitian di berbagai universitas di Amerika Serikat
menyebutkan bahwa pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) mempunyai
kecenderungan terkena infeksi nosokomial 5-8 kali lebih tinggi dari pada pasien
yang dirawat diruang rawat biasa. Infeksi nosokomial banyak terjadi di ICU pada
kasus pasca bedah dan kasus dengan pemasangan infus dan kateter yang tidak
sesuai dengan prosedur standar pencegahan dan pengendalian infeksi yang
diterapkan di rumah sakit.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Depkes RI bersama WHO di
rumah sakit provinsi/kabupaten/kota disimpulkan bahwa Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS) selama ini belum berfungsi optimal
sebagaimana yang diharapkan. The Joint Commission (TUC) (2007) memandang
hal ini sebagai masalah keamanan klien.
Pencegahan dan kontrol infeksi penting untuk menciptakan lingkungan
pelayanan kesehatan yang aman bagi klien dan staf. Sebagai seorang perawat, Kita
memiliki peran primer dalam pencegahan dan kontrol infeksi dalam semua tatanan

3
pelayanan kesehatan. Klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan berisiko
terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang rendah terhadap mikroorganisme
infeksius, meningkatnya paparan terhadap berbagai dan jenis mikroorganisme yang
menyebabkan penyakit dan prosedur yang bersifat invasif. Staf berisiko untuk
terpapar infeksi sebagai akibat kontak dengan darah klien, cairan tubuh, peralatan,
dan permukaan yang terkontaminasi.
Dalam tatanan perawatan akut atau ambulatori, klien dapat terpapar organisme
patogenik, yang beberapa diantarnya mungkin resisten terhadap sebagian besar
antibiotik. Dengan mempraktikkan teknik pencegahan dan kontrol infeksi, Kita
dapat menghindari mikroorganisme terhadap klien dan kerentanan terhadap paparan
ketika memberikan pelayanan langsung. Pada semua tatanan pelayanan, klien dan
keluarganya harus mengenali sumber infeksi dan membuat tindakan pencegahan.
Pengajaran pada klien harus melibatkan informasi dasar tentang infeksi berbagai
jenis penularan, dan metode pencegahan yan sesuai dengan kebutuhan pelayanan
mereka.
Tenaga kesehatan melindungi dirinya sendiri dari kontak dengan materi yang
infeksius, cedera benda tajam, dan/atau paparan penyakit menular dengan
menggunakan pengetahuan tentang proses infeksi dan alat pelindung diri (APD)
yang benar (personal protective equipment). Penyakit seperti Hepatitis B dan C,
infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS), Tuberkulosis (TB), dan organisme yang resisten terhadap
berbagai obat membutuhkan perhatian terbesar pada teknik pencegahan dan kontrol
infeksi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi
Nosokomial ?
2. Apa epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
3. Apa sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
4. Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
5. Bagaimana patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
6. Apa faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
7. Bagaimana gejala klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?

4
8. Apa diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
9. Bagaimana pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
10. Bagaimana mencegah Healthcare-Associated Infections (HAIs) ?
11. Bagaimana peran perawat dalam Manajemen HAIs ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi
Nosokomial
2. Mengetahui epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Mengetahui sumber penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
3. Mengetahui Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections
(HAIs)
4. Mengetahui bagaimana patogenesis Healthcare-Associated Infections
(HAIs)
5. Mengetahui faktor resiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)
6. Mengetahui gejala klinis dan diagnosis Healthcare-Associated Infections
(HAIs)
7. Mengetahui bagaimana cara mengobati dan mencegah Healthcare-
Associated Infections (HAIs)
8. Mengetahui peran perawat dalam Manajemen HAIs
1.4 Manfaat
Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mencegah dan mengobati Healthcare-
Associated Infections (HAIs)

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Defenisi Healthcare-Associated Infections (HAIs)


Healthcare-Associated Infections (HAIs) atau infeksi Nosokomial adalah
infeksi yang terjadi dirumah sakit atau dalam sistem pelayanan kesehatan yang
berasal dari proses penyebaran disumber pelayanan kesehatan, baik melalui pasien,
petugas kesehatan, pengunjung, maupun sumber lainnya. Infeksi ini dapat terjadi
sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian antibitik, adanya organisme yang
resisten dengan berbagai obat, dan pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan
kontrol infeksi.
Menurut Brooker (2008) Healthcare-Associated Infections (HAIs) adalah
infeksi yang didapat dari rumah sakit yang terjadi pada pasien yang dirawat selama
72 jam (3 hari) dan pasien tersebut tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
pada saat masuk rumah sakit. Secara umum pasien yang masuk rumah sakit dengan
tanda infeksi yang timbul kurang dari 3 kali 24 jam, menunjukkan bahwa masa
inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, sedangkan
infeksi dengan gejala 3 kali 24 jam setelah pasien berada dirumah sakit tanpa tanda-
tanda klinik infeksi pada waktu penderita mulai dirawat, serta tanda infeksi bukan
merupakan sisa dari infeksi sebelumya, maka ini yang disebut infeksi nosokomial.
2.2 Epidemiologi Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Menurut penelitian WHO (World Health Organization rumah sakit berasal dari
14 negara yang berada di empat kawasan (regional) WHO, sekitar 8.7% penderita
yang dirawat di rumah sakit mengalami infeksi nosokomial rumah sakit.
Studi surveilans dari tahun 2002-2007 pada unit perawatan intensif (Intensive
Care Unit-ICU) di Amerika Latin, Asia, Afrika, dan Eropa, menunjukkan bahwa
infeksi-infeksi yang berhubungan dengan sirkulasi darah, dan pneumonia akibat
penggunaan alat ventilator, serta infeksi saluran kemih akibat penggunaan kateter
yang dilaporkan dari negara-negara yang diteliti di luar USA lebih tinggi
frekwensinya dibandingkan dengan kejadian yang dilaporkan dari ICU di USA.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa frekwensi MRSA
(Methicillinresistant Staphylococcus aureus), spesies Enterobacter yang resisten

6
terhadap ceftriaxone, serta Pseudomonas aeruginosa yang resisten terhadap
fluoroquinolone juga lebih tinggi frekwensinya di negara-negara di luar USA.
Suatu penelitian pada anak-anak di Afrika menunjukkan bahwa mikroba
penyebab bakteremia nosokomial rumah sakit berbeda jenisnya dari mikroba
penyebab bakteremia yang terjadi pada penduduk di luar rumah sakit. Bakteremia
nosokomial menyebabkan meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) dan angka
kematian (mortalitas) serta memperpanjang waktu rawat inap di rumah sakit.
Karena data-data infeksi nosokomial rumah sakit di negara-negara miskin tidak
diketahui, sehingga keadaan ini akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang
harus lebih diperhatikan.
Sekitar 5-10% penderita yang dirujuk ke bagian kedaruratan rumah sakit atau
fasilitas keperawatan, yang di USA saja dapat mencapai satu juta orang penderita
setiap tahunnya. Infeksi yang didapat di rumah sakit biasanya berhubungan dengan
tatalaksana diagnosis dan pengobatan yang dilakukan terhadap penderita yang
dirawat karena sakit atau karena mengalami cedera. The Centers for Disease
Control (CDC) USA menyatakan bahwa 36% dari infeksi tersebut dapat dicegah
melalui penatalaksanaan yang ketat dalam merawat penderita. Masalah yang
menyebabkan infeksi ini sulit ditangani adalah bahwa pada waktu baru masuk
rumah sakit, sistem imun kesehatan penderita sudah dalam kondisi yang rendah
(immunocompromised). Penyakit nosokomial yang didapat di rumah sakit dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Mikroorganisme ini bisa berasal
dari dalam tubuh penderita sendiri (sumber endogin) atau mungkin berasal dari
sumber eksogin, yaitu dari lingkungan, dari perlengkapan rumah sakit yang
tercemar, dari petugas rumah sakit, atau berasal dari penderita lain yang sedang
dirawat di rumah sakit tersebut. Sumber endogin adalah bagian tubuh yang
biasanya menjadi tempat hidup koloni mikroorganisme, misalnya nasofaring, alat
pencernaan atau saluran urogenital
2.3 Sumber Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
1. Pasien, merupakan unsur pertama yang dapat menyebabkan infeksi kepada
pasien lainnya, petugas kesehatan, pengunjung, atau kepada alat kesehatan.
2. Petugas kesehatan, dapat menyebarkan infeksi melalui kontak langsung,
yang dapat menularkan berbagai kuman atau agen infeksi ketempat lain.

7
3. Pengunjung, dapat menyebarkan infeksi yang didapat dari luar ke dalam
lingkungan rumah sakit, atau sebaliknya.
4. Sumber lain, yang dimaksud dalam hal ini adalah lingkungan rumah sakit
yang meliputi lingkungan umum atau kondisi kebersihan rumah sakit, atau
alat yang ada di rumah sakit yang dibawa oleh pengunjung atau petugas
kesehatan kepada pasien dan sebaliknya.
Infeksi nosokomial dapat bersifat eksogen atau endogen. Organisme eksogen
adalah satu jenis organisme yang berada di luar klien. Sebagai contoh, infeksi
pascaoperasi merupakan infeksi eksogen. Organisme endogen adalah bagian dari
flora normal organisme virulen yang dapat menyebabkan infeksi. Infeksi endogen
dapat terjadi ketika bagian dari flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh
secara berlebihan.Sebagai contoh, klien yang memakai beberapa antibiotik dalam
lingkungan rumah sakit dan terkena infeksi C. difficile sebagai akibatnya.
Jumlah tenaga kesehatan yang berkontak langsung dengan klien, tipe dan
jumlah prosedur invasif, terapi yang diterima, dan lamanya perawatan di rumah
sakit memengaruhi risiko infeksi.
Infeksi nosokomial secara signifikan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan.
Lansia memiliki kerentanan yang semakin meningkat terhadap infeksi tersebut
karena afinitasnya terhadap penyakit kronis dan proses penuaan dirinya.
Perpanjangan perawatan di institusi pelayanan kesehatan, peningkatan kecacatan,
peningkatan biaya antibiotik, dan perpanjangan waktu pemulihan menambah biaya
klien, begitu juga dengan biaya pelayanan kesehatan dan lembaga asuransi
(misalnya Medicare). Sering kali biaya infeksi nosokomial tidak diganti; dengan
demikian, hambatan dalam menjaga finansial dan menjadi bagian penting dari
pelayanan yang terpelihara. Sebagai contoh, TJC memiliki beberapa tujuan nasional
yang terjamin dalam pelayanan lansia, menjamin bahwa lansia menerima vaksin
influenza dan pneumonia atau pencegahan ulkus akibat penekanan dihubungkan
dengan pelayanan kesehatan (TJC, 2007).
2.4 Mikroorganisme Penyebab Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh berbagai jenis patogen, yang
berbeda jenisnya, tergantung pada perbedaan populasi penderita, pengaturan sarana

8
perawatan kesehatan, dan perbedaan negara. Mikroorganisme patogen penyebab
infeksi nosokomial dapat berupa bakteri, virus, parasit dan jamur.
a. Bakteri
Bakteri merupakan patogen yang paling sering menjadi penyebab infeksi
nosokomial. Bakteri dapat dikelompokkan menjadi bakteri komensal
(commensal bacteria) dan bakteri patogenik (patogenic bacteria).
1. Bakteri komensal. Kelompok bakteri ini didapatkan sebagai flora normal
usus manusia sehat, yang berperan penting dalam mencegah perkembang
biakan mikroorganisme patogen. Sebagian bakteri komensal dapat
menyebabkan infeksi jika hospes alaminya mengalami penurunan daya tahan
tubuh. Misalnya, staphylococcus koagulase negatif yang terdapat di kulit dapat
menimbulkan infeksi intravaskuler dan Escherechia coli yang terdapat di usus
dapat menyebabkan infeksi saluran kencing.
2. Bakteri patogenik. Bakteri kelompok ini memiliki virulensi yang tinggi,
dan dapat menyebabkan infeksi yang sporadik atau epidemik, misalnya :
 Bakteri anaerobik Gram-positif (misalnya Clostridium) yang menyebabkan
gangren ;
 Bakteri Gram-positif (misalnya Staphylococcus aureus yang terdapat di
kulit dan hidung penderita atau staf rumah sakit) dapat menyebar melalui
darah dan menyebabkan infeksi di paru, tulang, paru dan jantung.. Kuman
ini sering berkembang menjadi kuman yang kebal terhadap antibiotika.
Selain Staphylococcus aureus, kuman Streptococcus beta-hemolyticus juga
penting sebagai penyebab infeksi nosokomial.
 Bakteri Gram-negatif: Enterobacteriaceae (misalnya Escherechia coli,
Proteus, Klebsiella, Enterobacter, dan Serratia marcescens) yang terdapat
melekat di pipa kateter, kateter kandung kemih, dan di tempat masuk
kanula, pada penderita dengan imunitas rendah, dapat menyebabkan infeksi
yang berbahaya (misalnya terjadi bakteremia, infeksi peritoneum, infeksi
luka di tempat pembedahan). Kuman-kuman ini juga bisa berkembang
menjadi kuman yang resisten terhadap antibiotika.

9
 Kuman Gram-negatif, misalnya Pseudomonas spp. Yang sering ditemukan
di air dan tempat lembab, dapat berkembang biak di saluran pencernaan
penderita yang sedang rawat inap di rumah sakit.
 Bakteri yang berisiko untuk menimbulkan infeksi nosokomial di rumah
sakit antara lain adalah Legionella spp., yang dapat menyebabkan
pneumonia sporadik atau endemik melalui inhalasi udara yang mengandung
air tercemar berasal dari AC, shower, atau aerosol terapeutik.
b. Virus
Infeksi nosokomial dapat disebabkan berbagai jenis virus, termasuk virus-
virus hepatitis B dan C, respiratory syncytial virus (RSV), rotavirus, dan
enterovirus. Virus hepatitis B dan C dapat ditularkan melalui darah transfusi,
dialisis, suntikan, dan endoskopi, sedangkan enterovirus dapat ditularkan
melalui jalur penularan tangan- ke mulut atau jalur penularan tinja-mulut.
Virus-virus lain yang dapat ditularkan sebagai infeksi nosokomial antara lain
adalah cytomegalovirus, HIV, Ebola, virus infl uenza, virus herpes simplex
dan virus vaicella-zoster.
c. Parasit dan jamur
Protozoa usus, misalnya Giardia lamblia mudah ditularkan dalam kelompok
dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit lainnya merupakan
organisme oportunis dan menyebabkan infeksi pada penderita yang
mendapatkan pengobatan antibiotika dalam jangka waktu yang lama dan dalam
keadaan imunosupresi yang berat. Contoh jamur dan parasit ini antara lain
adalah Candida albicans, Aspergillus spp., Cryptococcus neoformans, dan
Cryptosporidium. Organisme-organisme ini merupakan penyebab utama
infeksi sistemik yang dialami oleh penderita-penderita dengan
immunocompromised. Pencemaran lingkungan melalui udara dengan
Aspergillus spp. yang berasal dari debu dan tanah juga dapat juga terjadi,
terutama pada waktu dilakukan perbaikan/konstruksi rumah sakit.
Sarcoptes scabiei penyebab penyakit scabies (gudig atau kudis) adalah
ektoparasit yang dapat menimbulkan wabah berulang di lingkungan fasilitas
perawatan kesehatan.
.

10
2.5 Patogenesis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Infeksi akan dimulai dari tempat masuknya mikoorganisme dan akan
menimbulkan infeksi setempat (lokal) dan menimbulkan gejala klinis yang terbatas.
Sebagai contoh, luka operasi di perut yang mengalami infeksi, daerah sekitar luka
akan menjadi merah, panas, dan nyeri. Infeksi umum akan terjadi jika organisme
memasuki aliran darah dan akan menimbulkan gejala klinis sistemik, berupa
demam, menggigil, penurunan tekanan darah, atau gangguan mental. Keadaan ini
dapat berkembang menjadi sepsis, suatu keadaan yang berbahaya, karena
menyerang berbagai organ dengan cepat dan bersifat progresif. Keadaan ini
kadangkadang disebut “keracunan darah” yang dapat menyebabkan kematian
penderita.
Infeksi nosokomial rumah sakit dapat terjadi akibat tindakan pembedahan,
penggunaan kateter pada saluran kemih, hidung, mulut atau yang dimasukkan ke
dalam pembuluh darah. Selain itu benda-benda yang berasal dari hidung atau mulut
yang terhirup masuk ke dalam paru-paru. Infeksi nosokomial rumah sakit yang
paling sering terjadi adalah infeksi saluran kemih (urinary tract infection-UTI),
pneumonia karena penggunaan ventilator, dan infeksi luka operasi.
Sumber-sumber infeksi lainnya dapat berasal dari kateter vena sentral, dan
berasal dari pipa endotrakeal yang dimasukkan ke lambung dari mulut. Melalui
kateter ini bakteri masuk ke dalam tubuh melewati bagian luar pipa kateter, lalu
mendapatkan jalan masuk ke dalam aliran darah. Infeksi nosokomial yang
ditularkan melalui kateter ini menjadi penyebab 4-20% kematian penderita.
Interaksi antara pejamu (pasien, perawat, dokter, tenaga kesehatan lain), agen
(mikroorganisme pathogen) dan lingkungan (lingkungan rumah sakit, prosedur
pengobatan, dll) menentukan seseorang dapat terinfeksi atau tidak.
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena apabila
satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau
dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan adalah :
1. Agen infeksi (infectious agent) meruapakan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri, virus, ricketsia,
jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : patogenitas, virulensi,
dan jumlah (dosis, atau load).

11
2. Pejamu (reservoir) adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling
umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-
bahan organik lainnya.
3. Pintu keluar (port of exit) meruapakan jalan dimana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Cara penularan (transmisi) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel).
5. Pintu masuk (port of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
pejamu (yang suseptibel), dapat melalui saluran pernafasan, saluran
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak
utuh (luka).
6. Pejamu rentan (host suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki daya
tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi
atau penyakit, dapat dipengaruhi oleh umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan
imunosupresan. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan
dan herediter.

12
2.6 Faktor Risiko Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Semua penderita rawat inap di rumah sakit bersisiko untuk mendapatkan
infeksi dari pengobatan atau tindakan operatif yang diterimanya. Anak-anak kecil,
orang berusia lanjut, dan orang dengan sistem imun tubuh yang lemah
(compromised immune system) mempunyai risiko lebih besar mendapatkan infeksi
nosokomial. Faktor risiko untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit pada
anak terutama berasal dari kateter vena (termasuk untuk memasukkan makanan)
dan dari ventilator pneumonia. Selain itu pengobatan dengan antibiotik lenih dari
10 hari, tindakan-tindakan invasif (memasuki tubuh), tatalaksana pasca operasi
yang buruk, dan disfungsi sistem imun.
Faktor-faktor risiko lainnya yang dapat meningkatkan risiko penderita rawat
inap, dewasa maupun anak, untuk mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit
adalah:
a. Masa rawat inap yang panjang
b. Adanya penyakit tersamar (underlying disease) yang berat
c. Status imun penderita yang lemah dan nutrisi yang buruk
d. Penggunaan kateter yang menetap (indwelling catheter)
e. Petugas kesehatan yang lalai mencuci tangan sebelum maupun sesudah
menangani penderita
f. Terjadinya bakteri resisten antibiotik karena penggunaan antibiotik yang
tidak tepat dan berlebihan.
Setiap tindakan invasif yang memasuki tubuh akan membawa penderita pada
kemungkinan mendapatkan infeksi. Berbagai tindakan yang dapat meningkatkan
risiko mendapatkan infeksi nosokomial rumah sakit adalah:
a. Kateterisasi kandung kemih
b. Ventilasi mekanik atau intubasi saluran pernapasan
c. Pembedahan, perawatan atau pengaliran (drainage) luka operasi
d. Pipa drainase lambung yang melewati mulut dan hidung
e. Prosedur intravenus untuk memasukkan obat atau makanan dan
transfusi darah.
Infeksi saluran kemih merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang paling
sering terjadi, karena melalui kateter saluran kemih bakteri dari usus dan uretra

13
dapat memasuki kandung kemih dan menyebabkan infeksi. Penderita dengan
fungsi sistem imun yang buruk serta yang mendapatkan pengobatan antibiotik yang
tidak tepat dalam waktu yang lama berisiko tinggi terinfeksi saluran kemihnya
dengan jamur Candida.
Pneumonia merupakan infeksi nosokomial rumah sakit yang tersering dialami
penderita sesudah infeksi saluran kemih. Bakteri dan organisme lainnya mudah
masuk ke dalam tenggorok bersama alat kesehatan yang digunakan dalam
penanganan penyakit pernapasan. Bakteri ini akan membentuk koloni di daerah
tenggorok yang menjadi sumber infeksi nosokomial rumah sakit bagi penderita,
misalnya pneumonia. Penderita dengan penyakit paru obstruktif kronis (chronic
obstructive lung disease - COD), sangat rentan terinfeksi karena mendapatkan
pengobatan antibiotik yang berlebihan serta menggunakan ventilator mekanik
dalam waktu yang lama.
Tindakan pembedahan invasif dapat meningkatkan risiko mengalami infeksi
karena bakteri dapat memasuki bagian tubuh yang steril. Infeksi dapat berasal dari
alat kedokteran yang digunakan atau dari tangan petugas kesehatan. Pasca operasi
penderita dapat mengalami infeksi yang berasal dari pembalut yang tercemar atau
dari tangan petugas kesehatan yang melakukan penggantian pembalut. Luka-luka
lain yang mudah terinfeksi adalah luka trauma, luka bakar, atau luka lecet akibat
tekanan karena tidur lama atau karena menggunakan kursi roda.
Banyak penderita rawat inap yang mendapatkan pengobatan lanjutan, transfusi
darah, atau pemberian makanan secara parenteral. Keadaan ini dapat menyebabkan
infeksi lokal atau infeksi umum karena masuknya bakteri dari sekitar tempat kateter
dimasukkan. Tatalaksana tindakan di rumah sakit yang berisiko menyebabkan
infeksi nosokomial rumah sakit adalah tatalaksana gastrointestinal, obstetrik dan
dialisis ginjal.
2.7 Gejala Klinis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Demam umumnya merupakan tanda pertama infeksi. Gejala dan tanda lainnya
dari adanya infeksi adalah napas yang cepat, tekanan darah rendah, pengeluaran
urine yang berkurang, dan jumlah leukosit meningkat serta terjadinya gangguan
mental. Penderita dengan infeksi saluran kemih dapat mengalami nyeri kencing dan
adanya darah di dalam urine. Jika terjadi pneumonia, penderita mengalami

14
gangguan saat bernapas dan gangguan pada waktu batuk. Infeksi lokal yang terjadi
dimulai dengan terjadinya pembengkakan, kemerahan jaringan setempat, nyeri pada
kulit atau sekitar luka atau luka yang terbuka, yang dapat menimbulkan kerusakan
jaringan di bagian bawah otot, atau bisa juga menyebabkan sepsis.
2.8 Diagnosis Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Jika diduga telah terjadi infeksi, penderita rawat inap akan mengalami demam
yang tidak diketahui penyebabnya. Pada orang lanjut usia, demam bisa tidak terjadi.
Dalam hal ini adanya napas yang cepat dan gangguan mental (bingung) merupakan
gejala awal infeksi. Diagnosis infeksi nosokomial rumah sakit dapat ditentukan
dengan :
a. Mengevaluasi gejala dan tanda infeksi
b. Memeriksa luka dan tempat masuk kateter untuk melihat adanya warna
kemerahan, pembengkakan, adanya nanah atau abses.
c. Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap untuk mengetahui apakah ada
penyakit tersamar (Underlying disease).
d. Pemeriksaan laboratorium, antara lain pemeriksaan darah lengkap,
urinalisis, biakan kuman dari luka, darah, dahak, urine atau cairan tubuh
untuk menemukan organisme penyebabnya.
e. Pemeriksaan sinar-X dada jika diduga terjadi pneumonia.
f. Melakukan pemeriksaan ulang atas semua tatalaksana dan tindakan yang
sudah dilakukan.
2.9 Pengobatan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Sesudah ditentukan penyebab infeksinya, jika penyebabnya adalah bakteri,
dilakukan uji kepekaan terhadap antibiotika sehingga penderita dapat segera diobati
dengan tepat. Sambil menunggu hasil uji kepekaan antibiotik, pengobatan dapat
dimulai menggunakan antibiotik spektrum lebar, misalnya penisilin, cefalosporin,
tetrasiklin, atau eritromisin. Jika bakteri yang ditemukan sudah resisten terhadap
antibiotik spektrum lebar standard yang dicobakan, maka antibiotik yang lebih kuat
yang biasanya masih efektif dapat diberikan, yaitu vancomycin atau imipenem.
Jika penyebab infeksi adalah jamur, dapat diberikan obat-obatan antijamur,
misalnya amphotericin B, nystatin, ketoconazole, itraconazole dan fl uconazole.

15
Virus tidak dapat diobati dengan antibiotik. Sejumlah obat antiviral telah diuji
cobakan untuk menghambat reproduksi virus, misalnya acyclovir, ganciclovir,
foscarnet, dan amantadine.
2.10 Pencegahan Healthcare-Associated Infections (HAIs)
Pada masa lalu, fokus utama penanganan masalah dalam pelayanan kesehatan
adalah mencegah infeksi, meskipun infeksi masih merupakan masalah di beberapa
negara, terutama dengan penyakit Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
dan Hepatitis B yang belum ditemukan obatnya.
Saat ini, perhatian utama untuk mengurangi resiko perpindahan penyakit, tidak
hanya untuk pasien, tetapi juga untuk pelayanan kesehatan dan karyawan, termasuk
pekerja yaitu orang yang membersihkan dan merawat ruang bedah.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Elang &
Engkus, 2013) adalah:
1. Aseptik, yaitu tindakan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan. Istilah
ini digunakan untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan untuk
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang kemungkinan
besar akan mengakibatkan infeksi. Tujuan akhirnya adalah mengurangi atau
mengurangi jumlah mikroorganisme, baik pada permukaan benda hidup
maupun benda mati agar alat-alat kesehatan dapat dengan aman digunakan.
2. Antiseptik, yaitu upaya pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit dan jaringan tubuh
lainnya.
3. Dekontaminasi, tindakan yang dilakukan agar benda mati dapat ditangani
oleh petugas kesehatan secara aman, terutama petugas pembersihan medis
sebelum pencucian dilakukan. Contohnya adalah meja pemeriksaan, alat-
alat kesehatan, dan sarung tangan yang terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh disaat prosedur bedah atau tindakan dilakukan.
4. Pencucian, yaitu tindakan menghapus semua darah, cairan tubuh, atau setiap
benda asing seperti debu dan kotoran.
5. sterilisasi, yaitu tindakan menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,
jamur, parasit, dan virus) termasuk bakteri endospora dari benda mati.

16
6. Desinfeksi, tindakan menghilangkan sebagian besar (tidak semua)
mikroorganisme penyebab penyakit dari benda mati. Desinfeksi tingkat
tinggi dilakukan dengan merebus atau menggunakan larutan kimia.
Tindakan Ini dapat menghilangkan semua nmikroorganisme, kecuali
beberapa bakteri endospora.
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan menurut (Soedarto, 2016)
adalah:
1. Isolasi penderita yang sudah diketahui penyebab infeksinya
2. Pengawasan dan pengendalian infeksi untuk setiap 200 tempat tidur
3. Identifikasi semua prosedur berisiko tinggi dan kemungkinan adanya
sumber infeksi lainnya.
4. Melaksanakan dengan tegas aturan untuk mencuci tangan bagi petugas
kesehatan dan pengunjung untuk mencegah penularan mikroorganisme ke
penderita atau penularan antar penderita yang dirawat
5. Melaksanakan dengan ketat pelaksanaan teknik aseptik pada semua
prosedur termasuk penggunaan pakaian steril, sarung tangan, masker, dan
alat pencegah penularan lainnya
6. Melakukan sterilisasi semua alat kesehatan yang digunakan ulang, misalnya
ventilator, pelembab ruangan, dan semua hal yang berhubungan dengan
saluran pernapasan
7. Mengganti sesering mungkin perban penutup luka dan memberikan salep
antibiotik di bawah perban.
8. Lepaskan pipa nasogastrik dan endotrakeal sesegera mungkin sesudah tidak
diperlukan lagi.
9. Menggunakan kateter vena yang sudah dibubuhi antibakteri untuk
mencegah bakteri agar tidak dapat masuk ke dalam aliran darah
10. Mencegah kontak petugas kesehatan dengan sekresi pernapasan dengan
menggunakan pelindung, misalnya masker
11. Menggunakan kateter urine yang sudah dilapisi silveralloy untuk
mencegah bakteri menginfeksi kandung kemih

17
12. Kurangi penggunaan prosedur berisiko tinggi dan lama pemakaian alat-
alat berisiko tinggi misalnya kateterisasi saluran kemih
13. Melakukan sterilisasi semua instrumen medis dan perlengkapan lainnya
untuk mencegah kontaminasi
14. Mengurangi penggunaan antibiotik secara berlebihan agar tidak
menganggu sistem imun penderita dan mengurangi terjadinya resistensi
bakteri.

2.11 Peran Perawat dalam Manajemen Infeksi Nosokomial atau HAIs


Peran perawat dalam pengendalian infeksi adalah menyediakan layanan
konsultasi mengenai semua aspek pencegahan dan pengendalian infeksi dengan
menggunakan metode yang berdasarkan bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan
biaya (Brooker, 2008).
Pelaksanaan praktik asuhan keperawatan untuk pengendalian infeksi
nosokomial adalah bagian dari peran perawat (WHO, 2002). Sebagian besar infeksi
nosokomial dapat dicegah dengan strategi-strategi yaitu :
1. Menaati praktek-praktek pencegahan infeksi yang direkomendasikan.
2. Memperhatikan proses dekontaminasi dan pembersihan alat-alat kotor yang
diikuti dengan sterilisasi dan desinfeksi.
3. Meningkatkan keamanan pada area-area yang beresiko tinggi terjadi infeksi
nosokomial.
Peran perawat selain yang diatas adalah bertanggung jawab atas lingkungan
yaitu :

18
4. Menjaga kebersihan rumah sakit yang berpedoman terhadap kebijakan
rumah sakit dan praktik keperawatan
5. Pemantauan teknik aseptik termasuk cuci tangan dan penggunaan isolasi
6. Melapor kepada dokter jika ada masalah-masalah yang dihadapi terutama
jika ditemui adanya gejala infeksi pada saat pemberian layanan kesehatan
2. Melakukan isolasi jika pasien menunjukkan tanda-tanda dari penyakit
menular, ketika layanan kesehatan tidak tersedia
3. Membatasi paparan pasien terhadap infeksi yang berasal dari pengujung,
staf rumah sakit, pasien lain, atau peralatan yang digunakan untuk diagnosis
atau asuhan keperawatan
4. Mempertahankan suplai peralatan, obat-obatan dan perlengkapan perawatan
yang aman dan memadai di ruangan.
Perawat yang bertanggung jawab dalam pengendalian infeksi adalah perawat
yang menjadi anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk:
1. Mengidentifikasi infeksi nosokomial
2. Melakukan penyelidikan terhadap jenis infeksi dan organisme yang
menginfeksi
3. Berpartisipasi dalam pelatihan
2. Surveilans infeksi di rumah sakit
3. Berpartisipasi dalam penyelidikan wabah
4. Memastikan kepatuhan perawat terhadap peraturan pengendalian infeksi
lokal maupun nasional
5. Menyediakan layanan konsultasi untuk petugas kesehatan dan program
rumah sakit yang sesuai dalam hal-hal yang berhubungan dengan penularan
infeksi

19
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Infeksi nosokomial atau Healthcare-associated infections (HAIs) merupakan
salah satu masalah serius yang sedang banyak mencuri perhatian dalam pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Upaya untuk mencegah kejadian infeksi nosokomial
yang penting adalah penerapan standar penjagaan baik bagi pasien, petugas,
lingkungan dan alat kesehatan, dengan tujuan untuk memutuskan rantai
penularanya. Pendidikan bagi tenaga kesehatan sangat mendukung dalam upaya
pengendalian infeksi, untuk itu pendidikan infeksi harus diberikan secara terus
menerus.
3.2 SARAN
Setelah memami tidak baik atau berbahayanya HAIs diharapkan para tenaga
kesehatan dapat memaksimalkan terkait pecegahan infeksi tersebut agar
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Atoilah, M, E., & Kusnadi, E. (2013). Askep Pada Klien dengan Gangguan Kebutuhan
Dasar Manusia. Garut: In Media
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Pedoman Pencegahan dan
Penanggulangan Infeksi di ICU. Jakarta : Depkes RI
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Petunjuk Praktis Surveilans Infeksi Rumah Sakit. (2013). Pedoman Surveilans
Infeksi Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit. (2015). Buku Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit di RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo (edisi 4). Jakarta : Komite PPIRS RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo
Kusnan, A. (2017). Inkeksi Nosokomial Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Leutikaprio
Nasution, H, L. (2013). ‘Infeksi Nosokomial’, Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin FK Universitas Sumatera Utara/RSUP Haji Adam Malik Medan,
Vol. 39, No.1,dilihat 24 Maret 2018, <http://jurnal.usu.ac.id>
Perry., Potter. (2014). Clinical Nursing Skills & Techniques. Amerika: Elsevier
Rebeiro, G., Jack. L., Scully, D., & Wilson, D. (2015). Keperawatan Dasar Manual
Keterampilan Klinis (edisi 9). Indonesia : Elsevier
Salawati, L. (2013). ‘Pengendalian Infeksi Nosokomial Di Ruang Intensive Care Unit
Rumah Sakit', Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, Vol 12, No. 1, dilihat 25 Maret
2018,< http://jurnal.unsyiah.ac.id >
Satrianegara, F, M. (2014). Organisasi dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika
Soedarto. (2016). Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit. Jakarta: Sagung Seto

21

Anda mungkin juga menyukai