Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KOMP. PERPAJAKAN UNTUK MANAJEMEN

Disusun oleh :

KELOMPOK 12

Nadiatul Khaira ( 15218139 )

Nurul Anggieta Zahra ( 15218458 )

TB. Akbar Rizki F ( 17218018 )

3EA01

UNIVERSITAS GUNADARMA

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

DEPOK

2021
1. BPHTB

A. Pengertian BPHTB
Bea Pembangunan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atau pungutan
atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Pajak ini ditanggung oleh pembeli dan
hampir mirip dengan PPh bagi penjual. Sehingga pihak penjual dan pembeli sama-sama
memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.

Menurut UU Nomor 20 tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 21 tahun 1997
tentang BPHTB, Bea Pembangunan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak
yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya disebut
pajak.

Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan, sedangkan perolehan hak atas tanah dan bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya atau dimilikinya hak atas tanah dan
bangunan oleh orang pribadi atau badan.

Dalam hal ini yang dimaksud perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah
perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan atau
bangunan oleh perseorangan atau badan. Adapun hak atas tanah dan atau bangunan adalah
hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya.

B. Objek Pajak yang dikenakan dan Tidak dikenakan BPHTB

Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 20 tahun 2000, yang menjadi objek pajak adalah
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan
tersebut meliputi :

a) Pemindahan hak dikarenakan :


 Jual beli
 Tukar-menukar
 Hibah
 Hibah wasiat
 Waris
 Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
 Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
 Penunjukan pembeli dalam lelang
 Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
 Penggabungan usaha
 Peleburan usaha
 Pemekaran usaha
 Hadiah
b) Pemberian hak baru karena:
 Kelanjutan pelepasan hak
 Diluar pelepasan hak

Adapun hak-hak atas tanah yang menjadi objek pajak atau dikenakan BPHTB adalah
sebagai berikut :

 Hak milik
 Hak guna usaha
 Hak guna bangunan
 Hak pakai
 Hak milik atas satuan rumah susun
 Hak pengelolaan

Berdasarkan ketentuan pada pasal 3 ayat 1, objek pajak yang tidak dikenakan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah sebagai berikut :

a. Perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik


b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
c. Badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan keputusan
menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di
luar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi tersebut
d. Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau perbuatan hukum dengan tidak
adanya perubahan nama
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah

C. Subjek BPHTB

Subjek BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan. Subjek BPHTB yang dikenakan kewajiban membayar BPHTB adalah yang
menjadi wajib pajak.

D. Dasar Pengenaan BPHTB

Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Nilai perolehan
objek pajak yang dimaksud meliputi :

a. Jual beli adalah hak transaksi


b. Tukar-menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan
hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena
pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru
atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar
pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah
adalah nilai pasar
c. penunjukan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam Risalah
Lelang.

Apabila nilai perolehan objek pajak (NPOP) tidak diketahui atau lebih rendah dari nilai
jual objek pajak (NJOP) dalam pajak bumi dan bangunan pada tahun terjadinya perolehan,
maka dasar pengenaan pajaknya adalah NJOP PBB.
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) maksimal sebesar Rp
60.000.000,- perolehan hak karena waris, atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi
yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus dengan pemberi
hibah wasiat, termasuk suami/istri maka NPOPTKP maksimal sebesar Rp 300.000.000,-

Saat terutangnya pajak atas perolehan hak tanah dan atau bangunan dalam hal ini :

a. jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta


b. tukar-menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
c. hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
d. waris adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kantor
Pertanahan
e. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
f. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanganinya akta
g. lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
h. putusan hakim adalah sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap
i. hibah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke
Kantor Pertanahan
j. pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah sejak tanggal
ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
k. pemberian hak baru di luar pelepasan hak adalah sejak tanggal ditandatangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
l. penggabungan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
m. peleburan usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda-tanganinya akta
n. pemekaran usaha adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
o. hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta
E. Tarif dan Perhitungan BPHTB

Berdasarkan UU Nomor 28 tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
BPHTB adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten atau kota. BPHTB
dikenakan pada orang individu atau badan yang mendapat perolehan hak atas tanah dan atau
bangunan. Tarif BPHTB adalah sebesar 5% dari harga jual dikurangi nilai perolehan objek
pajak tidak kena pajak (NPOPTKP).

Berikut adalah rumus dasar perhitungan tarif BPHTB:

Tarif pajak 5% x (NPOP – NPOPTKP)

*besarnya NPOPTKP pada masing-masing daerah berbeda, namun berdasarkan UU No 28


Tahun 2009 pasal 87 ayat 4 ditetapkan besaran NPOPTKP paling rendah sebesar Rp
60.000.000 untuk setiap wajib pajak.

F. Contoh kasus perhitungan tarif BPHTB sebagai berikut :

Aliyyah membeli tanah seharga Rp 200.000.000 di Jakarta. Maka, perhitungan tarif


BPHTB-nya adalah:

NPOP :Rp200.000.000
NPOPTKP :Rp60.000.000

5%x(Rp200.000.000–Rp60.000.000)
5% x Rp140.000.000 = Rp7.000.000

Jadi tarif BPHTB yang harus dibayar Aliyyah sebesar Rp7.000.000


2. BEA MATERAI

A. Pengertian Bea Materai

Berdasarkan UU No 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai, Bea Meterai adalah pajak atas
dokumen. Dokumen sebagaimana yang dimaksud adalah sesuatu yang ditulis dalam bentuk
tulisan tangan, cetakan atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau
keterangan.

Bea Meterai adalah pajak atas dokumen yang terutang sejak dokumen ditanda tangani
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, atau dokumen telah selesai dibuat atau diserahkan
kepada pihak lain bila dokumen tersebut hanya dibuat oleh satu pihak

Dibentuknya pengaturan bea materai bertujuan untuk mengoptimalkan penerimaan


negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat
Indonesia yang sejahtera, memberikan kepastian hukum dalam pemungutan bea meterai,
menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, menerapkan pengenaan bea meterai secara
lebih adil, dan menyelaraskan ketentuan bea meterai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.

B. Subjek Bea Meterai


Pihak yang dikenai bea meterai dan wajib membayar bea meterai yang terutang disebut
pihak terutang meliputi :
a. Apabila dokumen dibuat sepihak, bea materai terutang oleh pihak yang menerima
dokumen.
b. Apabila dokumen dibuat oleh 2 (dua) pihak atau lebih, bea meterai terutang oleh masing-
masing pihak atas dokumen yang diterimanya.
c. Dokumen yang berupa surat berharga, maka bea materai terutang oleh pihak yang
menerbitkan surat berharga.
d. Bea Meterai terutang oleh pihak yang menerima atau pihak yang mendapat manfaat dari
dokumen, kecuali pihak atau pihak-pihak yang bersangkutan menentukan lain.
C. Objek Bea Meterai dan Bukan Objek Materai

Objek bea meterai adalah dokumen-dokumen sebagai berikut :

a. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang
bersifat perdata. Dokumen bersifat perdata yaitu :
 Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang
sejenis, beserta rangkapnya
 Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya
 Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya
 Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun
 Dokumen transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak
berjangka, dengan nama dan dalam bentuk apa pun
 Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, minuta risalah lelang, salinan
risalah lelang, dan grosse risalah lelang
 Dokumen yang menyatakan jumlah uang dengan nilai nominal lebih dari
Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang menyebutkan penerimaan uang atau berisi
pengakuan bahwa utang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau
diperhitungkan
 Dokumen lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
b. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Bea materai tidak dikenakan atas dokumen sebagai berikut :

1. Dokumen yang terkait lalu lintas orang dan barang yaitu :

a. surat penyimpanan barang

b. konosemen

c. surat angkutan penumpang dan barang

d. bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang

e. surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim


f. surat lainnya yang dapat dipersamakan dengan surat sebagaimana dimaksud pada
huruf a sampai dengan e

2. Segala bentuk ljazah

3. Tanda terima pembayaran gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran
lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, serta surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran dimaksud

4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas pemerintah daerah, bank, dan
lembaga lainnya yang ditunjuk oleh negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan

5. Kwitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berasal dari kas negara, kas pemerintahan daerah, bank,
dan lembaga lainnya yang ditunjuk berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan

6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi

7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang atau surat berharga, pembayaran uang
simpanan kepada penyimpan oleh bank, koperasi, dan badan lainnya yang
menyelenggarakan penyimpanan uang, atau pengeluaran surat berharga oleh kustodian
kepada nasabah

8. surat gadai

9. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbal hasil dari surat berharga, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun

10. Dokumen yang diterbitkan atau dihasilkan oleh Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter
D. Saat Terutang Bea Meterai

1. Dokumen dibubuhi Tanda Tangan, untuk:

a. surat perjanjian beserta rangkapnya;

b. akta notaris beserta grosse, salinan, dan; dan

c. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.

2. Dokumen selesai dibuat, untuk:

a. berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun; dan

b. transaksi surat berharga, termasuk Dokumen transaksi kontrak berjangka, dengan


nama dan dalam bentuk apa pun.

3. Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat, untuk:

a. keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya;

b. Dokumen lelang; dan

c. Dokumen yang menyatakan jumlah uang.

4. Dokumen diajukan ke pengadilan, untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di
pengadilan.

5. Dokumen digunakan di Indonesia, untuk Dokumen yang dibuat di luar negeri.

E. Tarif dan Tata Cara Pelunasan

Menurut UU Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai, tarif yang ditetapkan untuk
bea meterai terutang sebesar Rp 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). Pembayaran atau tata cara
pelunasan bea meterai yang terutang pada dokumen dilakukan dengan menggunakan meterai
atau surat setoran pajak. Meterai yang digunakan bisa dalam bentuk meterai :

a. Meterai tempel; memiliki ciri umum berupa gambar lambang negara Indonesia
yaitu garuda pancasila, frasa “meterai tempel” dan angka yang menunjukkan
nominal. Sedangkan ciri khusus pada meterai tempel adalah desain, bahan, dan
teknik cetak yang dapat bersifat terbuka, semi tertutup, dan tertutup.
b. Meterai elektronik; meterai ini memiliki kode unik dan keterangan tertentu yang
diatur dalam peraturan menteri.
c. Meterai dalam bentuk lain yang ditetapkan oleh menteri; merupakan meterai yang
dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital, sistem komputerisasi,
teknologi percetakan, dan sistem atau teknologi lainnya.
F. Pemeteraian Kemudian

Apabila terdapat dokumen yang akan digunakan:

1. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan

2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya

Maka dapat dilakukan pemeteraian kemudian.

Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui pemeteraian kemudian merupakan
pihak yang terutang. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi
maka ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai
yang terutang.
3. Perbedaan PBB dan BPHTB

N PERBEDAAN PBB BPHTB


O
1. Pengertian PBB adalah pajak atas bumi BPHTB adalah pajak atas
dan bangunan perolehan hak atas tanah atau
bangunan
2. Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pemindahan hak dan pemberian
hak baru
3. Objek Pajak 1.Digunakan semata-mata 1. Perwakilan diplomatic,
yang Tidak untuk melayani kepentingan konsulat berdasarkan asas
dikenakan umum dibidang ibadah, sosial, perlakuan timbal balik
kesehatan, pendidikan dan
2. Negara untuk penyelenggaraan
kebudayaan nasional yang
pemerintahan dan atau untuk
tidak dimaksudkan untuk
pelaksanaan pembangunan guna
memperoleh keuntungan,
kepentingan umum

2.Digunakan untuk kuburan, 3. Badan atau perwakilan


peninggalan purbakala atau organisasi internasional yang
yang sejenis dengan itu. ditetapkan dengan keputusan
menteri dengan syarat tidak
3.Merupakan hutan lindung,
menjalankan usaha atau
suaka alam, hutan wisata,
melakukan kegiatan lain di luar
taman nasional, tanah
fungsi dan tugas badan atau
penggembalaan yang dikuasai
perwakilan organisasi tersebut
oleh desa, dan tanah negara
yang belum dibebani suatu 4. Orang pribadi atau badan
hak. karena konversi hak atau
perbuatan hukum dengan tidak
4.Digunakan oleh perwakilan
adanya perubahan nama
diplomatik berdasarkan asas
perlakuan timbal balik. 5. Orang pribadi atau badan
karena wakaf
5.Digunakan oleh badan dan
perwakilan organisasi 6. Orang pribadi atau badan yang
internasional yang ditentukan digunakan untuk kepentingan
oleh Menteri Keuangan. ibadah

4. Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang Orang pribadi atau badan yang
secara nyata : memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan sbb :
1.Mempunyai suatu hak atas
1. Hak milik
bumi, dan atau;
2. Hak guna usaha
2.Memperoleh manfaat atas
3. Hak guna bangunan
bumi, dan atau;
4. Hak pakai
3.Memiliki bangunan, dan
atau; 5. Hak milik atas satuan rumah
susun
4.Menguasai bangunan, dan
6. Hak pengelolaan
atau;

5.Memperoleh manfaat atas


bangunan
5. Taraf Pajak Tarif PBB adalah sebesar 0,5% Tarif BPHTB adalah sebesar 5%
6. Dasar Dasar penghitungan PBB Dae Perhitungan BPHTB harus
Pengenaan adalah Nilai Jual Kena Pajak memperhatikan nilai NPOPKP
Pajak (NJKP). yaitu nilai perolehan setelah
dikurangi dengan nilai perolehan
1.Objek pajak perkebunan,
objek pajak tidak kena pajak
kehutanan, dan pertambangan
-ditetapkan regional maksimal 60
adalah 40%
juta,
-khusus untuk hibah wasiat
2.Objek pajak lainnya
NPOPTKP maksimal 300 jt
(perkotaan dan pedesaan)

-apabila NJOP-nya ≥
Rp1.000.000.000,00 adalah
40%

-apabila NJOP-nya <


Rp1.000.000.000,00 adalah
20%
7. Rumus 1. Jika NJKP = 40% maka Rumus perhitungan BPHTB :
Perhitungan besarnya PBB : 5% x (NPOP – NPOPTKP)

= 0,5% x 40% x (NJOP-


NJOPTKP)

2. Jika NJKP = 20% maka


besarnya PBB:

= 0,5% x 20% x (NJOP-


NJOPTKP)
8. Pengaruh
Pengalihan
Referensi :

https://dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2000_20.pdf (diakses pada 11 Maret 2021)

http://pajaktaxes.blogspot.com/2007/06/subjek-dan-objek- (diakses pada 11 Maret 2021)

bphtb.html#:~:text=Subjek%20BPHTB%20adalah%20orang%20pribadi,atas%20tanah%20dan
%20atau%20bangunan. (diakses pada 11 Maret 2021)

https://peraturan.bpk.go.id/ (diakses pada 11 Maret 2021)

https://www.pajak.go.id/id/bea-meterai-0 (diakses pada 11 Maret 2021)

https://news.ddtc.co.id/subjek-tarif-dan-dasar-pengenaan-pbb-27162?page_y=3162 (diakses pada


11 Maret 2021)

Anda mungkin juga menyukai